Beranda / Romansa / Cinta Untuk Sang Pendosa / BAB 2 Tragedi Naas 

Share

BAB 2 Tragedi Naas 

Penulis: Nurmelyaa_
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-13 22:00:54

Gilang berhenti berlari setelah melihat mobil itu menabrak tubuh Adnan hingga terlempar ke udara. Tubuh laki-laki malang itu sukses jatuh tepat di kaca depan mobil tersebut hingga retak.

Dan kini Adnan lemas tak berdaya di atas aspal. Seragam putih birunya jelas sekali dipenuhi dengan darah yang masih segar. Darah dari kepalanya terus mengalir seperti air membasahi aspal. Nicha yang mendengar suara keras akibat kecelakaan itu langsung berlari, dan ia tidak bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi.

Nicha kaget bukan main. Ia hanya bisa menutup mulutnya sembari mengatur napasnya yang entah kenapa tiba-tiba saja sesak, setelah melihat laki-laki yang baru saja menyatakan cinta padanya beberapa menit yang lalu kini telah meninggal di tempat.

Beberapa orang melewati Nicha untuk melihat Adnan yang mungkin saja bisa dikatakan bunuh diri itu. Sedangkan Gilang hanya bisa menangis, tak sanggup lagi melihat Adnan yang menggenaskan.

"Ini bukan salahku kan?" gumam Nicha tanpa sadar.

Tiba-tiba saja ketakutan menyelimuti dirinya. Air matanya keluar tanpa permisi, tangannya berkeringat dingin dan bergetar hebat. Ia takut jika ia akan dilibatkan di kasus ini.

Entah di mana hati nurani gadis itu. Bukannya ia iba dengan Adnan, ia malah takut terlibat apapun. Nicha berbalik, ia berpikir dirinya harus pergi secepatnya dari sana.

Namun tidak segampang itu ketika Gilang datang menghadang dirinya lagi. Laki-laki itu mencengkeram kedua lengan Nicha. "Kau mau ke mana? Kau lihat Adnan telah mati itu semua karena kau!" teriak Gilang dengan air mata yang membasahi pipinya.

"Aku! Kau gila!" teriak Nicha tak ingin kalah. Nicha menghempaskan tangannya lagi "Lepaskan aku!" bentaknya setelah itu berbalik lagi meninggalkan Gilang.

"Bagaimana pun kau tidak akan bisa lari dari masalah ini Nicha!" Gilang begitu gigih untuk menahan Nicha agar tidak pergi.

Nicha ketakutan. Sungguh jika saja ia bisa menghilang saat itu, ia akan melakukannya saking takutnya ia bertanggung jawab dan melihat mayat Adnan yang penuh darah.

Namun ia kalah dengan kekuatan laki-laki ketika tangannya ditarik oleh Gilang untuk mendekat menuju lokasi kejadian itu.

Suara ambulance terdengar memenuhi telinga gadis itu. Semakin dekat dirinya pada Adnan, semakin tinggi ketakutan yang muncul. Itu sungguh wajar ketika ia mulai merasa bersalah atas sikapnya pada laki-laki malang tersebut.

"Lepaskan aku Gilang!"

"Tidak! Sampai kasus ini berakhir, aku tidak akan melepaskanmu."

Sembari ditarik oleh Gilang. Nicha mengusap air matanya yang turun dengan satu tangannya. Nicha melihat jelas jasad Adnan yang kini ditutupi oleh kain berwarna putih, namun darah di sekitar aspal itu masih terlihat begitu jelas.

Napas Nicha tak karuan. Ia sangat takut melihat darah di aspal tersebut. Apalagi jika mengingat kejadian tadi, saat Adnan nyata-nyatanya masih hidup dan berbicara dengannya.

Hanya untuk mengetahui bahwa Adnan telah mati saja, Nicha sudah tak sanggup.

Anehnya. Tubuh Nicha terasa panas dingin, penglihatannya mendadak kabur. Nicha mulai pusing hingga ia terjatuh pingsan.

Gilang berbalik. Laki-laki itu malah makin panik setelah melihat Nicha pingsan dan jatuh di aspal.

"Nicha!" panik Gilang.

Orang-orang yang berada di lokasi kejadian langsung menolong Nicha. Begitu pun Gilang, laki-laki itu kini menepuk-nepuk pipi gadis tersebut agar segera bangun dan tidak memperparah keadaan.

"Sebaiknya kita ikutkan dia ke ambulance," suruh salah satu warga.

Gilang mengerutkan alisnya. Bukankah itu terlalu berlebihan, Nicha hanya pingsan tidak perlu ada penanganan medis untuknya.

Laki-laki itu mencoba memanggil Nicha beberapa kali, ia ingin tahu apakah gadis itu merespon panggilannya. Bukan hanya itu, ia juga memeriksa pernapasan dan juga denyut nadi di leher gadis tersebut.

"Semuanya baik-baik saja, tidak usah bawa dia!" cegah Gilang saat orang tersebut hampir saja menggendong Nicha.

Dia mungkin hanya anak remaja yang masih duduk di bangku SMP, namun ia pernah mempelajari pertolongan pertama seperti ini dengan ayahnya yang memang seorang Dokter.

Gilang menarik napasnya lalu menghembuskannya perlahan. Setelah ia tidak terlalu panik lagi, laki-laki itu membaringkan Nicha di aspal secara terlentang.

Kemudian Gilang menaikkan kaki gadis itu lebih tinggi agar aliran darah Nicha kembali ke otak. Ia tidak akan pernah menyangka jika apa yang ayahnya ajarkan bisa ia praktekkan di situasi seperti ini.

"Nicha?" panggilnya lagi.

Seorang perawat datang menghampirinya. Perawat itu membawa air mineral dan langsung membantu Nicha minum saat gadis itu terbangun.

Gilang kembali bernapas lega sembari menurunkan kaki Nicha. Rasanya seperti ia baru selesai menyelamatkan nyawa orang lain saja.

"Baru saja aku ingin menolongnya, ternyata kau lumayan berbakat bocah," ujar perawat wanita itu memuji Gilang.

Setelah Nicha sadar. Gilang masih bersikeras agar mereka segera menuju rumah sakit. Namun Gilang baru ingat sesuatu, bagaimana dengan orang tua Adnan.

Laki-laki itu mematung. Perasaannya bercampur kacau, matanya kini melirik Nicha yang juga menatapnya heran.

Gilang mengambil handphone di saku celana birunya, lalu ia mulai mencari kontak seseorang. Seolah tahu apa yang akan Gilang hubungi. Nicha segera mencegahnya "Jangan! Jangan lakukan itu!"

"Bagaimana pun orang tuanya harus tahu! Aku harus menelepon wali kelas agar segera menghubungi orang tua Adnan."

"Kau mau menyebarkan semua ini!"

"Bukan menyebar. Aku hanya melaksanakan kewajiban untuk memberitahu mereka," jelas Gilang.

"Kumohon jangan Gilang," ucap Nicha sembari menggoyang-goyangkan lengan Gilang.

Gilang menghela napasnya "Aku tahu ketakutanmu. Tapi jika kau tak mau disalahkan maka dengarlah perkataanku! Ikuti aku dan jangan lari!"

Mereka terlalu asyik berdebat hingga lupa jika sambungan telepon itu sudah terhubung.

"Halo?"

Gilang kaku setelah mendengar suara dari telepon tersebut. Sedangkan Nicha kaget dan ketakutan kembali menghantuinya.

Bab terkait

  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 3 Ketakutan dan Tanggung Jawab

    Suara tangisan mulai jelas terdengar. Gadis itu melangkah pelan dengan mata yang berkaca-kaca. Gilang menarik tangannya menuju UGD di rumah sakit itu. Semakin mereka masuk, semakin terdengar juga suara tangisan yang menyayat hati bagi siapapun yang mendengarnya.Nicha melihat seorang wanita tua sedang memeluk jasad Adnan yang tertutup oleh kain putih. Meski tidak ada yang memberitahunya, Nicha tahu itu adalah ibu Adnan. Sedangkan ayahnya, kini terduduk menjongkok dengan punggung yang bersandar di tembok rumah sakit. Terlihat sekali, betapa terpukulnya dia mengetahui anaknya telah meninggal.Gilang melepaskan tangan Nicha. Laki-laki yang dekat dengan Adnan tersebut kini melangkah menuju di mana Adnan dibaringkan.Mereka belum pernah melihat wajah Adnan. Meski ini sungguh menyedihkan namun Gilang rasa ia harus melihat wajah temannya itu. Tangan gemetarnya dengan perlahan membuka kain yang menutupi wajah Adnan. Hingga, wajah pucat itu mulai tampak perlahan.Meski wajah pria itu datar nam

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-17
  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 4 Penyesalan

    “Ini terjadi karena kesalahan Nicha, dan juga –“ Mata Nicha membulat. Ini tidak sesuai dengan ucapan Gilang tadi sebelum sampai di kantor polisi. Apakah ia dijebak? Nicha memang tidak terlalu mengenal Gilang. Bahkan, mereka hanya tahu nama. Jika firasatnya memang benar, tamatlah riwayat Nicha.Gilang terdiam sebentar. Ia menarik napas sebelum melanjutkan. “Dan juga, semuanya terjadi begitu saja, aku tidak bisa mengejar Adnan, kami mungkin bersalah di kasus ini pak.” Terlihat sekali jika dia gugup. Hampir saja Nicha jantungan. Ia pikir Gilang akan sepenuhnya menuduh dirinya sebagai dalang, sedangkan yang sebenarnya terjadi adalah tidak ada yang harus disalahkan pada kasus ini termasuk sang penabrak menurut Nicha.“Bicaralah dengan jelas nak, coba jelaskan ulang apa yang sebenarnya terjadi, jangan takut?” ujar sang polisi.Entah kenapa menghadapi polisi menguras energi Gilang. Laki-laki dengan hoodie hitam yang menutupi seragam sekolahnya itu pun mencoba menceritakan kronologinya. Apa

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-21
  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 5 Hari Terakhir

    “Rasakan itu pembunuh!”Gilang berhenti. Di depan matanya seorang gadis terduduk di tanah penuh dengan cairan kental yang sangat busuk. “Kenapa dia tega sekali?” ucap seseorang yang berbisik di belakang Gilang.Nicha terlihat sangat malang. Dulu bukan dia yang ada di posisi itu, namun sebaliknya. Mungkin ini adalah karma baginya ketika ia mulai terjatuh. “Kau pantas mendapatkannya wanita berengsek!” bentak salah satu gadis itu.Nicha memerhatikan orang-orang yang mengelilingi dirinya termasuk Gilang. Mungkin beginilah rasanya jika ditindas, mungkin beginilah perasaan para korbannya. Tanpa ia sadari air matanya mengalir.“Dia yang menyebabkan kematian Adnan.”“Katanya, dia adalah gadis pembully.”“Dia memang kejam, dia pantas mendapatkannya.”Demikianlah bisik orang-orang di sekitar Nicha. Gadis itu menunduk dan mencoba menekan dadanya karena ia merasa sesak mendengarnya, namun sayangnya ia baru menyadari cairan kental busuk apa yang diberikan oleh orang-orang itu. Tadi Nicha tidak mel

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-25
  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 6 Pertemuan Tak Disangka

    12 Tahun kemudian.Seorang wanita masih terduduk di bangku dengan kepala yang sengaja ia sandarkan di meja. Matanya terus memerhatikan kalender yang tergantung di dinding, pikirannya berfokus pada tahun di kalender tersebut.“2021 tidak terasa begitu cepatnya ya.”Di bulan Oktober nanti, umurnya akan bertambah lagi. Namun, pencapaian di hidupnya belum ada sama sekali.Sudah 4 tahun ia menganggur karena takut bertemu dengan banyak orang di luaran sana.Suara ketukan pintu tiba-tiba saja mengagetkannya. Ia dengan cepat berlari ke kasur dan menutup tubuhnya dengan selimut sebelum ibunya membuka pintu dengan seenaknya.“Nicha?” panggil wanita tua itu setelah membuka pintu.Ibunya memerhatikan Nicha di balik selimut tersebut. “Kau tidur lagi ya?”“Bagaimana caranya kau punya masa depan jika tidur terus Nicha! Bahkan ayah ragu menikahkanmu kalau sikapmu seperti itu,” ketus ayahnya yang ternyata ikut masuk kedalam kamar Nicha.Akhirnya setelah merantau, keluarga itu pulang ke kota asal merek

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-25
  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 7 Aku Yang Menyedihkan

    “Gilang.” Mata gadis itu berbinar. Sepertinya doanya 12 tahun lalu telah dikabulkan hari ini, dia tidak menyangka akan bertemu dengan Gilang lagi. “Nicha. Jadi itu benar kau?” Suara itu agak beda dari beberapa tahun lalu. Itu karena Gilang telah tumbuh dewasa, suaranya terdengar agak berat. Apakah benar, di depannya itu adalah Gilang teman SMP-nya dahulu.Secara perlahan, Nicha mencoba memastikan apakah ia tidak sedang mengkhayal. Dilihatnya lagi, iris mata laki-laki itu berwarna cokelat, rambutnya pendek hitam dan dahinya dibiarkan terlihat. Wajah laki-laki itu masih sama meski sekarang terlihat lebih dewasa.Sedangkan Gilang yang juga sebenarnya kaget mencoba untuk menutupi hal itu. Dia kaget bukan karena bertemu dengan Nicha secara tiba-tiba. Namun, itu semua karena ia tidak menyangka jika Nicha terlihat sangat menyedihkan. Rambut panjang yang berantakan, wajah pucat dan juga badan yang sangat kurus.Nicha jujur. Ini bukan waktu yang tepat bertemu dengan Gilang jika melihat keadaa

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-16
  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 8 Bagaimana Sebenarnya Aku

    “Apa yang membuat bapak ingin berubah?”Pria dengan rambut panjang yang diikat ke belakang tersebut sontak menatap Gilang. Bapak itu terdiam namun matanya berkaca-kaca, dengan wajah penuh penyesalan ia menjawab. “Keluarga. seperti yang dokter ketahui, aku adalah pria yang bodoh, aku sudah terlalu banyak menyusahkan istri dan anakku. Aku ingin bebas dari obat-obatan terlarang. Aku ingin taubat pada Tuhan.”Gilang tersenyum tipis. “Aku suka semangatmu pak.”“Terima kasih. Lalu bagaimana selanjutnya dok?” Gilang menyandarkan punggungnya di kursi andalannya. “Karena bapak sudah konsultasi, langkah selanjutnya adalah Detoksifikasi. Sebenarnya banyak langkah yang harus dilakukan jadi kita harus pelan dan melakukannya secara bertahap.” jelas Gilang dan diangguki oleh bapak tersebut.“Di sini pengguna harus 100% berhenti menggunakan obat-obatan berbahaya tersebut. Reaksi yang akan dirasakan cukup menyiksa mulai dari rasa mual hingga badan terasa sakit. Disamping itu bapak akan merasa tertek

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-20
  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 9 Cinta Gadis Yang Tergila-gila

    “Nicha ku pikir kau tahu bagaimana sebenarnya aku. Apakah aku harus mengulang perkataanku 12 tahun lalu?”Nicha terdiam lama setelah ucapan Gilang yang terasa mengintimidasinya. Memang mereka hanya bersama beberapa hari waktu itu. Namun, Nicha sudah menyimpulkan bahwa Gilang adalah seorang pria yang akan menyelesaikan semuanya meski menempuh jalan apapun. Ya, itulah Gilang menurut Nicha pribadi.Meski samar-samar. Namun, Nicha tetap bisa mendengarkan suara kecil Gilang yang mengatakan bahwa dia tidak akan melepaskan Nicha hingga masalah ini selesai. “Kenapa kau terdiam?” Suara dari telepon itu membuyarkan lamunannya.“Sudahlah Gilang. Seharusnya kau tak usah mencampuri urusanku lagi, aku pikir semuanya sudah selesai saat itu. Bukan?”“Ya. Aku juga menganggapnya begitu. Tapi, tampak setelah kita bertemu kemarin aku rasa masalah itu belum selesai,” ucap Gilang seperti menekankan sesuatu.“Apa maksudmu? Nyatanya itu semua sudah selesai Gilang!” Nicha agak membesarkan suaranya.“Nicha! S

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-27
  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 10 Tempat Ternyaman

    “Bisakah aku memilikimu?”Setangkai bunga Lilac tidak akan pernah dilirik oleh seorang pria yang menyukai bunga Daisy. Sebesar apapun Lilac yang tumbuh akan tetap kalah dengan bunga Daisy yang hanya tumbuh kecil seukuran rumput di padang.Bagaimana pun mencoloknya warna Lilac ungu itu, akan tetap tak terlihat di tengah hamparan Daisy yang menyebar seperti ombak.Sama seperti seorang wanita. Secantik apapun dirinya, dia akan tetap kalah dengan yang membuat pria itu jatuh cinta duluan.“Aku sangat mengenal Gilang, Zia! Dia itu orang yang sangat jujur dan serius, jika dia mengatakan sesuatu padamu. Dia tidak akan pernah mengubahnya lagi, kau harus tahu itu!Zia ingat sekali apa yang sahabat Gilang katakan padanya tempo hari.Wanita berambut ikal itu segera melepaskan tangan Gilang yang masih menahan dirinya agar tidak jatuh. Mata besarnya juga langsung menghindari tatapan Gilang.“Kalau begitu, aku permisi ya.”“Kenapa cepat sekali?” Zia berdiri. “Aku harus mengurus sesuatu di butik,” u

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-02

Bab terbaru

  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 100 Terima Kasih

    “Dahlia, mungkin itu bunga yang bisa melambangkan kisah tentang kita…kau tahu apa maknanya? Dia lambang ikatan dan komitmen, dia adalah anugerah dan juga perubahan hidup yang positif. Jika ada kata yang lebih dari terima kasih, aku akan mengucapkannya…”~Ileanna Hanicha ****Pada matahari yang memancarkan sinarnya, ia ingin berterima kasih. Ia membulatkan tekadnya untuk keluar dari kegelapan yang menyelimuti kalbunya, melangkah demi melangkah hingga mendapat titik terang dari hidupnya.Semua perubahan itu terbayar sudah, di sini dia sekarang. Nicha, memasang raut wajah tersenyum melihat dua orang yang telah menjadi kekuatannya selama ini.“Papa, susunannya tidak seperti itu!”Mainan lego itu yang awal mulanya berbentuk sebuah robot seketika hancur, Nicha akui suaminya tidak pandai untuk merangkai atau menyusun lego seperti di petunjuk gambar, keributan terus terjadi hingga anak laki-laki yang berumur delapan tahun itu berdiri.“Aku tak mau main sama papa lagi, aku mau main sama Cinta

  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 99 Seseorang Yang Menyatukan

    Mata besar wanita itu hanya memandang satu orang dari banyaknya orang disekitar sana, ibarat dari semua kegelapan malam, hanya ada satu objek yang bersinar. Matanya tak bisa berpaling, punggungnya yang tadinya bersandar di tembok kini berdiri tegap. Sedangkan laki-laki itu masih berjalan ke arahnya, membelah lautan manusia, seperti dialah pemeran utamanya.Malam ini, dia memang adalah pemeran utama, bisa dilihat dari tampilannya yang sangat berbeda dari orang-orang. Wanita itu tak pernah melihatnya memakai setelan jas hitam dengan dasi berwarna merah.“Tampan,” gumamnya tanpa sadar.Entah sejak kapan lelaki itu sudah ada di depannya, memberinya segelas minuman.“Kau menunggu siapa?” tanya pria itu.“Orang tuaku, katanya mereka akan datang. Lalu kau, kenapa bisa ada di sini?” tanya wanita itu balik.Pria itu tersenyum. “Aku ada urusan dengan seseorang,” jawabnya.Wanita itu mengangguk. Matanya kembali melihat-lihat orang-orang yang sedang berpesta. “Kata ibu, ini pesta teman ayah, tapi

  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 98 Restu Orang Tua

    Waktu demi waktu terus berjalan, Gilang mungkin sudah duduk tiga jam di café tersebut, ia melirik jam dinding besar yang terletak di atas jendela besar menghadap jalan itu, rupanya sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Tidak. Tapi hampir jam sepuluh itu artinya café akan tutup dua jam lagi.Tak ada satupun pikiran bahwa ayah Nicha tidak akan datang atau lupa, tapi Gilang malah berpikir bahwa ayah Nicha sedang mempermainkannya atau mencoba melihat keseriusannya, sampai kapan ia akan bertahan ditengah orang-orang yang mulai meninggalkan tempat itu.Dengan coat berwarna cokelat yang ia kenakan, Gilang menghela napas mencoba sabar untuk menunggu, jika benar ayah Nicha Cuma mempermainkannya, tak apa. Ia akan coba dilain hari.Gilang mengaduk kopi panas yang sudah dingin dan setengah dari gelasnya itu. Sungguh bosan hingga ia rasanya ingin memejamkan mata.Suara rintik hujan terdengar di atasnya, mencoba menyadarkan dirinya kalau janji ayah Nicha hanyalah kebohongan belaka. Mana ada orang

  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 97 Aku Hanya Mau Dengannya

    Wanita dengan baju tidur bermotif kotak-kotak hijau itu menutup segera jendelanya, matanya masih menatap sosok laki-laki yang baru saja pergi setelah diberi nasihat oleh ibunya.Matanya memancarkan kesedihan, ada rasa khawatir yang juga tersinggap dipikirannya, bagaimana kelanjutan hubungan mereka saat ini.Ia menghela napas berat lalu menutup gordennya, dengan lesuh Nicha segera berbaring di kasurnya berusaha memejamkan matanya ditengah lampu yang bersinar terang, pantaslah ia tak bisa tidur, meski ia mencoba memutup mata namun cahaya lampu itu seakan bisa menembus kelopak matanya.Samar – samar, ia dapat melihat hari-hari lama yang telah ia lalui namun ini lebih ke suasana rumah kediaman orang tua Gilang, betapa indahnya hari itu. Apalagi setelah ia menyadari jika perasaannya mulai tumpuh positif menjadi cinta yang sekarang telah menjadi luar biasa.‘Apa aku harus berbicara dengan ayah, besok?’‘Jika aku terus seperti ini maka, aku tidak akan bisa menikah dengan Gilang!’Demikianlah

  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 96 Kamar

    “Jika ibu perhatikan, kau belakangan ini sudah mulai memasak di dapur dan masakanmu enak menurut ibu,” puji ibu Hesti.Nicha yang sedang memotong kentang itu tersenyum. “Benarkah bu, itu Gilang yang ajar.”Ibunya mengangguk. “Gilang bisa memasak juga? dia pria hebat.” Nicha mengangkat alisnya lalu kembali tersenyum.“Ya, bu. Dia memang pria serba bisa, dia bisa memasak, bisa melukis, bisa berbicara depan umum, bisa –“ ucapannya terhenti setelah ayahnya lewat dan meliriknya tajam.“Ah.. ya begitulah bu,” lanjutnya kaku dan kembali melanjutkan kegiatannya.Waktu terus berjalan tapi ayahnya masih tidak suka jika nama Gilang disebut di rumah itu, Nicha memanyumkan bibirnya, lagian Gilang tidak melakukan kesalahan apapun tapi kenapa ayahnya begitu sensitif pada pria tersebut.Harusnya ayahnya berterima kasih, tapi Nicha sangat mengenal ayahnya. Pria tua itu memang angkuh, jika sekali ada orang lain yang dia tidak suka akan sangat sulit bagi orang tersebut untuk mengambil hati ayahnya lagi.

  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 95 Cinta Yang Tak Bisa Diungkap

    “Kenapa kau sampai melakukan hal sejauh itu, Rangga?”Rangga mengacak rambutnya frustasi. “Aku tidak berniat untuk menembak Zia, percayalah padaku, aku hanya ingin membunuh Gilang!” jujurnya.“Dengan entengnya kau bilang hanya membunuh Gilang?”“Jika tidak ada dia dari awal mungkin semuanya akan berjalan baik.”“Berjalan baik? kau itu sungguh jahat, Rangga!”“Semuanya berawal dari kau, bukan?”Nicha mengangguk pelan, ia masih menatap Rangga dengan kekecewaan. Polisi masih mengawal mereka berdua di belakang sana. Hari ini, Nicha menjenguk Rangga hanya ingin memastikan semuanya.“Sejujurnya target sebenarnya adalah kau namun ditengah jalan rencana tersebut, aku menyadari ada yang tidak beres dengan hatiku, aku dendam namun terus memikirkanmu, aku terlambat menyadarinya kalau perasaanku tumbuh terhadapmu. Sungguh.”Rangga menatap seduh wajah wanita yang ada di depannya tersebut.Nicha membuang mukanya, tak sudi mendengar ucapan menjijikkan dari Rangga.“Kita sudah berakhir,” ketusnya.Ra

  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 94 Tetesan Air Mata

    “Maaf, aku tidak melihat teleponmu,” ujar Gilang sembari menangis.Ditatapnya Zia yang begitu kasihan, matanya yang mulai gelas, suhu tubuhnya yang juga mulai dingin belum lagi darah masih jatuh bercucuran di dadanya.Zia menggeleng. “Tak apa, yang penting kau selamat, aku bersyukur,” ujar Zia.Wanita itu bersyukur melihat Gilang masih hidup dan tidak terluka sedikit pun, itu mungkin adalah tujuan akhirnya.Ia tidak menyesal sama sekali telah berkorban dengan nyawanya untuk pria yang dicintainya, meski cintainya tak akan pernah terbalaskan namun ia legah kalau pria itu bersama wanita yang dipercayakannya.Meski dulu Zia membenci Nicha, tapi ia sadar jika hanya Nicha tempat bahagia untuk Gilang. Zia percaya kedepannya bahwa hanya Nicha lah yang dapat membuat hidup Gilang bahagia, nyaman dan damai.Zia rela jika Nicha menjadi wanita sandaran Gilang disaat pria tersebut lelah, Zia rela jika Nicha menjadi tempat ternyaman untuk Gilang pulang, dan Zia rela jika Nicha suatu hari melahirkan

  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 93 Tubuh Dingin Zia

    BAB 93“Aku ingin meresmikan hari ini.”Nicha mengedipkan kedua matanya lalu natap Gilang dalam. “Hah, apa maksudmu?” tanyanya tak paham.otaknya belum bisa mencerna apa perkataan lelaki itu. “Bisakah kau tinggal sebentar saja di sini, nanti aku akan mengantarmu pulang jam sepuluh?” tanyanya balik.Nicha mengangguk. “Ya, tentu. Tapi apa maksudmu meresmikan?”Gilang tersenyum. Ia perlahan memegang tangan Nicha dengan lembut. “Menurutku selama ini hubungan kita tak pernah resmi, aku tidak bisa mengatakan kau milikku jika Rangga masih berstatus sebagai suamimu, namun mulai hari ini juga, kau akhirnya menjadi seorang wanita yang sendiri lagi, aku legah dan tentunya bahagia. Jadi –“Nicha memperhatikan bicara Gilang dengan seksama. “Jadi?” katanya.“Jadi, emmm.” Gilang melepas kedua tangannya lalu merogoh saku celana hitamnya.Dengan jantung yang berdebar kencang, Nicha menunggu Gilang mengambil sesuatu tersebut.Matanya membulat sempurna ketika ia melihat kotak berbentuk hati berwarna mer

  • Cinta Untuk Sang Pendosa    BAB 92 Gelapnya Malam Itu

    Perceraian itu hal yang paling dibenci oleh Tuhan.Ada seseorang yang singgah hanya menjadi ujian bagi kita, tapi ada juga seseorang yang benar-benar ingin menetap dihati kita, itulah yang namanya jodoh.Seberapa jauhnya dan lamanya waktu itu, kita akan tetap bertemu dengannya kembali jika memang ia adalah jodoh terbaik untuk kita.Itulah yang Nicha pahami.Bahwa ia kini sedang dihadapkan dua pilihan. Antara bertahan dengan yang lama tapi menderita atau akhiri semuanya dan menjalani hidup baru bersama orang baru yang selama ini telah ada selalu bersamanya.Tentu semuanya pasti tahu jawabannya, ‘kan?Hari itu tepat selesainya sidang perceraian Nicha dan Rangga. Tak ada persidangan lagi, karena ini telah berakhir. Rangga kalah.Pak Faris hari itu tidak datang ke persidangan, laki-laki tua tersebut memilih tidak bertemu dengan Rangga, bahkan ia telah menyiapkan kejutan dihari Rangga akan kembali bekerja.Ya. Itu adalah surat pemecatannya.Rangga sungguh geram, marah dan merasa dipermaink

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status