"Hubunganmu dan dia! Heh, aku tak menyangka jika kamu bisa move on dariku secepat itu," tutur Aura memicing. Rasa cemburu dan tak rela mulai menghampiri dirinya."Apa mungkin dari dulu kamu sudah berkhianat padaku?"
Pertanyaan Aura benar-benar membuat saka naik darah. Ia tak habis pikir akan tuduhan Aura kepadanya itu.
"Aku tak sepertimu yang tega mengkhianatiku hanya demi harta," ketus Saka memicing.
Aura terperangah. Mulutnya seakan terkunci saat kata-kata itu terlontar dari mulut Saka. Perkataan, pertanyaan ataupun pernyataan dari Saka yang dulu memiliki kelembutan kini hilang begitu saja. Raut wajahnya yang selalu ramah mendadak hilang begitu saja.
"Pergilah! Jika kamu datang ke sini hanya untuk mengusikku!" ketus Saka yang memalingkan wajahnya.
Aura menghela nafas panjang. Ia benar-benar tak tahan dengan ucapan ketus kepadanya. Tapi, sebuah hadiah menghentikan niatnya untuk pergi dari hadapan saka.
"Aku akan memberikan apapun keing
"Syukurlah!Ayo masuk, Dok!" ajak Ibu dara mempersilahkan saka dengan baik."Arini, kamu panggil Ayah, ya! Bilang saja, kalo dokter saka datang ke sini. Buruan!" bisik ibu yang membuat Arini terheran-heran.Arini tak habis pikir jika kedua orangtuanya menyambut baik kedatangan dokter saka. Sangat berbeda dengan apa yang ia pikirkan."Arini, kenapa malah bengong? Ayo!" perintah ibu seraya mengibaskan tangannya. Salah satu kode untuk mengusirnya secara halus."Iya-iya!" gegas Arini terkejut saat ayahnya sudah ada di depannya."Apakah dia dokter saka? Orang yang menolong ayah?" Pertanyaan ayah yang membuat semua mata tertuju padanya.Saka menyeringai dan menundukkan kepala untuk memberi hormat pada ayah yang berjalan pincang menghampirinya."Pagi, paman!" ucap Saka dengan senyum manisnya.Arini tak berhenti mengerjap. Ia seakan seperti mimpi melihat kedua orangtuanya begitu akrab dengan Saka."Tak hanya semua orang yang terpikat kar
Arini menghela nafas panjang. Ia melirik ke arah Saka yang tersenyum senang ke arahnya."Biasanya aku sangat sebal, kesal melihat senyumnya itu, tapi sejak senyum itu hilang beberapa hari ini, entah kenapa hatiku terasa nyaman melihatnya tersenyum seperti itu," gumam batin Arini seraya membalas senyum manis yang tertoreh di depannya."Ya sudah! Kalo dokter ingin ikut. Kami pergi dulu ,ya, Yah, Bu. Assalamu'alaikum," kata Arini dengan wajah yang begitu ceria.Seperti biasanya, tanpa ijin terlebih dahulu Arini menarik tangan Saka untuk mengajaknya pergi. Tapi, langkah kakinya terhenti saat Saka yang juga berpamitan dengan kedua orangtuanya."Ayah, ibu, saya juga permisi. Assalamu'alaikum," kata Saka yang membuat kedua mata indah Arini tak berhenti mengerjap.Arini terkejut, terperangah mendengar panggilan saka pada kedua orangtuanya."Kenapa dia memanggil ayah dan ibu ...," kata batin Arini terhenti."Ayo!" ajak Saka membuyarkan l
"Siapa bilang tak ada yang mau sama aku? Kamu lihat saja ke belakang!" tegas Arini menatap Anggun yang mulai menoleh. Kedua mata indahnya yang semula datar mendadak mengerling melihat Saka yang berdiri di samping motor butut Arini."Oh My God! Serius, itu kekasihnya?" tanya Anggun melirik ke arah Arini yang tersenyum ke arahnya."Gimana? Cakep 'kan?" tanya Arini seraya menopangkan kedua tangan di dada.Untuk pertama kalinya, Arini menang berdebat dengan Anggun dalam masalah ini. Senyum manisnya selalu tertoreh melihat musuh bebuyutannya seakan tak mampu berkata lagi."Arini." Suara khas Saka mengejutkan Arini. Spontan, ia menoleh dan terkejut saat Saka berdiri tepat di belakangnya."Dokter, ngapain ke sini?" lirih Arini melirik ke arah Anggun yang masih saja memperhatikan dirinya."Kenapa?" tanya Saka bingung melihat Arini mengedipkan sebelah mata. Ia seakan memberi kode yang membuat dirinya semakin tak mengerti."Tunggu! Bukank
"Arini, apa kamu akan menganggapku sebagai kekasih kamu lagi jika bertemu dengannya?" tanya Saka secara tak sengaja menghentikan makanan yang akan masuk dalam mulut Arini.Arini menyeringai. Ia sudah menduga jika saka akan kembali membahasnya."Ehm, Jika dokter mengijinkannya, why not," jawab Arini menyeringai.Sesaat, Arini mengernyitkan dahi. Ia mendongak menatap jari jemari tangan kiri Saka yang sangat suka mengacak-acak rambut panjangnya."Dokter," keluh Arini menyingkirkan tangan partner kerjanya itu."Karna kamu sudah merawatku dengan baik, aku mengijinkannya," kata Saka yang membuat Arini senang bukan main."Serius!""Heem.""Makasih, ya, Dok. Dokter selalu menolongku. Aku janji, apapun keinginan dokter aku akan menurutinya," kata Arini menyunggingkan senyumnya seraya mengacungkan telunjuk dan jari tengahnya hingga berbentuk huruf 'v'."Menurutinya?" tanya Saka melihat Arini menganggukkan kepala.
"Mas Saka ...," teriak Surti menoleh ke arah Arini yang memegang pundaknya.Senyum Arini yang tertoreh membuat Surti tak berhenti mengerjapkan matanya."Dia juga seorang dokter, kamu nggak usah khawatir, ya!" ucap Arini.Surti mengernyit heran. Ia bingung melihat orang yang baru ia lihat begitu peduli dengan majikannya."Siapa wanita ini?"Tatapan matanya tak berhenti memperhatikan Arini dari ujung rambut sampai ujung kaki."Apa dia kekasihnya mas saka?" tanya surti seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.Arini menoleh dan tersenyum saat mengetahui surti diam-diam memperhatikan dirinya."Mbak baik-baik saja?" tanya Arini yang begitu lembut.Surti terkejut dan spontan ia mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Arini."Saya Surti, asisten rumah tangganya pak Dev. Mbak, pasti kekasihnya mas Saka, ya?" tebak Surti seraya menunjuk ke arah Arini.DegJantung Arini berdegup kencang. Entah kenapa mend
Saka tak berhenti menatap Arini yang begitu peduli pada keponakannya. Apa yang di katakan dokter Han memang benar, Arini bisa menjamin kesehatan keponakannya itu."Arini, ada hal yang ingin aku bicarakan padamu!" ujar Saka menatap Arini yang berdiri di sampingnya.Arini mendongak. Rasa penasaran kini mulai menghampiri dirinya. Ia mengernyit melihat wajah saka yang mulai lelah."Dokter baik-baik saja?" tanya Arini memastikan."Aku baik-baik saja," jawab Saka yang mulai menjauhkan diri dari keponakannya.Arini membantu. Dengan telaten ia mulai menyandarkan kepala Alya tepat di atas bantal yang tersedia."Arini, Alya membutuhkan perawat untuk menjaganya," tutur Saka yang mulai duduk di kursi sofa yang tersedia di sana."Kenapa harus membutuhkan perawat? Bukannya dia sudah memiliki mama yang akan siap menjaganya?" tanya Arini yang membuat Saka menghela nafas panjang. Apa yang ada di benaknya benar-benar terjadi. Beberapa pertanyaan mulai
"Iya. Kakek baik-baik saja?" tanya balik Arini seraya memegang kepalanya. Pandangannya mulai kabur, gelap danBukArini terjatuh kembali dan tak sadarkan diri."Nak, bangun!" Kakek Rendra bingung.Saka mulai berantri untuk mengambil obat untuk dirinya sendiri. Wajah tampan yang memikat hati membuat semua orang tak mampu berpaling darinya."Dokter saka!" teriak pegawai apoteker yang mengejutkan semua orang.Semua orang tak berhenti mengerjap. Pandangan mata mereka tertuju ke arah orang yang mereka kagumi adalah seorang dokter."Tampan sekali, dokter itu!""Iya. Ternyata semua dokter di sini ganteng-ganteng, ya!" ujar mereka saling menyahut.Saka mulai melangkah pergi meninggalkan mereka yang masih tercengang dengan apa yang terlontar dari mulut pegawai apoteker itu."Dokter saka bisa mengobatinya? Kalo dokter kesusahan, saya bisa membantu dokter!" harap pegawai apoteker itu seraya menyodorkan obat yan
Kakek Rendra tak berhenti mengerjap. Beliau seakan tak percaya jika gadis yang menolongnya, mempunyai nomor telepon cucunya."Mereka saling mengenal?"Saka mulai membuka korden yang menutupi tempat untuk pasien. Kedua matanya mengerling saat dokter Lukman ingin mendaratkan ciuman ke kening Arini."Malam, dokter Lukman!" kata Saka yang menggagalkan aksi sang dokter.Dokter Lukman terkejut dan mendesah sebal. Dari dulu, Saka selalu menggagalkan rencananya untuk bersama dengan Arini."Sialan! Kenapa dia selalu ada di dekat Arini? gumam batin dokter Lukman menghela nafas dan tersenyum ke arah Saka."Aku hanya merapikan rambut Arini," jawab dokter Lukman membelai rambut Arini.Saka tersenyum tipis. Jawaban dokter Lukman sama sekali tak berubah. Masih sama seperti dulu."Apa tak ada alasan lain untuk menjawab pertanyaanku itu?" tanya Saka menghampiri.Dokter Lukman terdiam. Kedua tangannya mengepal dan
"Iya," jawab Arini seraya melipat bibirnya."Apa mungkin kita bisa sampai rumah sebelum acara kita di mulai?" Pertanyaan Saka yang membuat rasa cemas Arini datang menghampiri."Jika kita datang terlambat, apa iya kita akan gagal menikah lagi?" tanya Arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri.Saka menoleh dan tersenyum menatap arini yang begitu takut kehilangan dirinya.Dengan belaian lembut dan perhatian, Saka membelai rambut Arini yang masih terurai rapi dengan hiasan cantik di kepalanya."Aku tak akan biarkan itu semua terjadi. Pernikahan kita akan terlaksana meskipun cobaan datang menghadangku!" ucap Saka membuat hati Arini sedikit lega. Senyumnya mengembang. Kegigihan Saka memang sudah tak bisa di ragukan lagi."Maaf, Dok. Pak Bondan ingin bicara dengan Anda," ucap sang sopir menyodorkan ponsel ke arah Saka.Ada apa lagi pak Bondan ini. Apa dia tidak bisa berbicara padaku saat aku tiba di sana! kata batin Saka menghela nafas panjang dan menatap nama pak Bondan yang tertera
"Kenapa? Dia sedang tidur. Dan tak masalah jika aku menciummu di depannya," tutur Saka yang mengejutkan Arini."Benarkah dia tertidur?" tanya Arini menoleh menatap sang buah hati ya memang tertidur pulas.Tak biasanya dia tertidur pulas seperti ini? Apalagi tidur tanpa susu sebelumnya? kata batin Arini berpikir.Lamunan Arini buyar saat saka mentoel dagu indahnya."Melamun apa?" tanya Saka mengernyit.Arini menyeringai."Tidak. Hanya saja, Andara tak seperti biasanya. Tertidur lelap seperti ini. Biasanya, kalo dia ingin tidur, dia tak jauh-jauh dari susu," tutur Arini mengernyit heran. "Benarkah? Tapi, sejak tadi malam dia tertidur pulas di gendonganku," kata Saka duduk dan merebahkan tubuh mungil andara tepat di pangkuannya."Coba kamu periksa dia! Aku takut terjadi sesuatu padanya," gumam Arini memegang kening dan pipi chubby yang di miliki putranya itu."Bagaimana? Panas?" tanya Saka memastikan."Tidak! Suhu tubuhnya normal," ucap Arini seraya melipat bibirnya.Saka menghela nafa
Arini menoleh. Kedua bola matanya terbelalak kaget dan seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat. Lelaki yang akan menjadi suaminya terlihat baik-baik saja. Begitu gagah memakai seragam operasi yang di kenakan. Dia baik-baik saja! gumam batin Arini tersenyum saat Saka menoleh ke arahnya.Saka tersenyum dan berjalan menghampiri wanita dan putra kecilnya yang juga tersenyum ke arahnya."Dia menangani orang yang hampir saja menabrak mobilnya dan dia menyuruh kami untuk menunggunya di sini bersama jagoan kecil kalian ini," tutur Devian menjelaskan sembari mengusap rambut lembut yang dimiliki Andara."Iya. Andara sangat pintar. Dia sama sekali tak rewel saat Saka sibuk menolong orang kecelakaan," sahut Adelia mengusap punggung Alya yang berada dalam gendongannya."Iya. Terimakasih sudah menjaga Andara!" ucap Arini tersenyum senang mendengarnya."Iya. Sama-sama. Kalo begitu kami ke depan dulu, ya!" gegas Devian pergi bersama anak dan istrinya.Lentik indah bulu mata Arini tak berhenti me
Sesaat, dahi ibu mengernyit. Langkah kakinya mulai berjalan menghampiri Farel yang sibuk dengan benda layar pipih tersebut."Apa? Mereka kecelakaan!" kata Farel mengejutkan ibu dara.."Kecelakaan?" tanya ibu terkejut.Farel menoleh. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa saat suara ibu mengagetkan dirinya. Dengan cepat, ia mematikan ponsel dan memasukkan ke dalam saku jas hitam miliknya."Siapa yang kecelakaan? Apa terjadi sesuatu dengan Saka dan keluarganya? Keponakan kamu bagaimana?" tanya Ibu memastikan.Farel tersenyum dan memegang bahu ibunya yang tertutup dengan kain batik yang di kenakan."Saka dan keluarganya baik-baik saja, Bu. Mereka sedang dalam perjalanan menuju ke sini," tutur Farel menjelaskan."Trus, siapa orang yang kamu maksud? Siapa yang kecelakaan?" tanya Ibu masih penasaran.Farel menghela nafas panjang. Beginilah jadinya jika ibu mendengar berita yang menghebohkan. Harus menjelaskan secara detail agar tak salah paham ke depannya."Yang kecelakaan adalah teman-te
Terserah ka ...," kata Arini terbelalak kaget saat saka meraih tangannya dan mencium bibirnya dengan mesra. Rasanya memang sangat berbeda. Semoga, hari ini dan seterusnya aku merasakan hal yang indah seperti ini. Tidak canggung lagi, tidak ada pertengkaran batin lagi dan bisa mencintai dia lagi. Momen inilah yang sangat aku rindukan selama ini! gumam batin Arini membalas ciuman mesra tersebut.Kedua tangannya dengan erat memegang t-shirt hitam yang di kenakan oleh Saka. Saka mulai melepas ciuman itu secara perlahan. Senyum manisnya tertoreh menatap wajah cantik mempesona yang berada dalam dekapannya."Secepatnya! Secepatnya aku akan meresmikan hubungan ini," ucap Saka memegang kedua pipi chubby Arini.Arini tersenyum sembari menganggukkan kepala. Sebuah isyarat kalo iya sangat setuju dengan apa yang telah di putuskan oleh Saka.Sesampai di rumah, Arini terkejut saat melihat kamar miliknya terhias cantik layaknya seperti pengantin baru. Terhias bunga-bunga mawar, lampu yang bersina
"Arini, apa dia Andara?" tanya Farel yang mengejutkan semuanya. "Bagaimana kakak tau kalo dia adalah Andara?" tanya Arini penasaran. Farel mengangkat tubuh andara dan memangku tepat di atas pahanya. "Ya, saka yang memberitahu kakak," jawab Farel yang lagi dan lagi mengejutkan mereka. Perkataan Farel yang membuat rasa penasaran mereka bertambah. Seakan tau kehidupan Saka sehari-harinya. "Saka? Saka siapa yang kakak maksud?" tanya Arini memastikan dan berharap saka yang di maksud bukan ayahnya andara, tapi orang lain. "Siapa lagi kalo bukan saka tunanganmu itu," tegas Farel yang membuat arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Arini termenung, terdiam memikirkan semua ucapan dari kakaknya. Rasa bersalah yang selama ini ia lakukan pada Saka mulai menghampiri dirinya. "Waktu itu kakak berniat untuk bertobat sesuai kemauan ayah, tapi banyak sekali masalah yang menimpa kakak. Menahan lapar setiap harinya dan juga sempat menjadi gelandangan, kakakpun juga mengalaminya. Untu
"Meskipun kami saling mencintai, kami tetap tidak bisa bersama, Bu!" tukas Arini menjelaskan."Apa penolakanmu ini karena janji dengan almarhum kakek Rendra?" tanya ibu yang mengejutkan Arini."Almarhum?" tanya Arini mengernyit.Sepulang dari rumah sakit, Saka bergegas menuju ke rumah Arini. Rasa rindu tak tertahan pada sang putra membuatnya tak bisa jauh lagi."Andara, kamu benar-benar membuat daddy rindu!" gumam Saka seraya menatap ke arah baju yang sudah terbungkus rapi dalam totebag."Semoga ukurannya sesuai dengan tubuh kamu!" gumam Saka meletakkan totebag itu tepat di sampingnya." Kita langsung ke rumah tadi pagi, ya Pak!" perintah Saka ke arah sopir pribadinya."Baik, Pak!" jawab sopir itu menambah kecepatan laju kendaraannya.Arini menghela nafas panjang. Kedua matanya mengerling menatap ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sebuah jam yang menunjukkan pukul 8 malam. "Sayang, ini sudah malam, lho! Kenapa kamu masih sibuk main? Kamu nggak ngantuk?" tanya
Sesaat, ia terbangun. Kedua bola matanya seakan tak mampu mengerjap melihat sebuah foto Andara berada dalam dekapannya Saka. Apa kamu tak ingin ke sini? Ke pantai, bersamaku dan bersama putra kita! Sebuah pesan yang membuat Arini seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Putra kita? Kenapa dia bilang seperti itu? Apa dia sudah tau yang sebenarnya?" Arini seakan tak percaya. Berulang kali ia menatap ke arah layar pipih itu dan berharap penglihatannya salah. Tapi, harapannya sirna. Foto yang di kirim oleh Saka, memang benar-benar nyata. Sama sekali tak memakai sistem edit."Tidak! Dia tak boleh mengambil Andara dariku!" gegas Arini mengambil kunci dan pergi meninggalkan tempat usahanya. Semua karyawan yang baru datangpun terkejut melihatnya. Kedua mata mereka seakan tak berhenti menatap ke arah Arini yang pergi dengan buru-buru."Tumben si boss sudah tiba sebelum kita datang?" tanya Salsa seraya mengernyit menatap mobil atasannya itu mulai hilang dari hadapan mereka."Iya. Akhir-a
Siapa lelaki yang mau menjadi suami pura-puranya arini? tanya Saka dalam hati dan melangkah menghampiri.Saka mencoba untuk tersenyum dan bersikap santai menyikapi akting yang akan di jalankan oleh mereka."Maaf, sudah membuat kalian menunggu!" kata Saka teekejut saat suami pura-pura arini menoleh ke arahnya."Saka?" kata Adrian spontan mengejutkan mereka. Terutama Arini.Arini seakan tak mampu menegak salivanya saat mendengar ucapan Adrian."Kak Adrian mengenalnya?" bisik Arini penasaran.Saka mengernyit menatap mereka yang sedang berdiskusi untuk berakting di depannya.Ia menghela nafas seraya menyeruput minuman yang sudah ia pesan lebih dulu."Arini, dia sahabat kakak. Dan tak mungkin juga, aku berakting sebagai suami kamu. Dia tak mungkin percaya! Dia terlalu jenius untuk di bohongi," jawab Adrian dengan nada pelan.Arini menghela nafas panjang. Ia tak menyangka jika rencananya akan gagal total seketika. Tak sesuai harapan.Ini sama saja aku mempermalukan diriku sendiri di depanny