Hati Maharani masih sedikit berdebar-debar dengan kalimat bernada sedikit tak mengenakkan dari seorang wanita yang belum lama ia kenal. Alih-alih merasa tak betah, ia mencoba untuk tetap berpikir positif, walaupun heran mengapa Lady Rosemary bertindak demikian.
Wanita itu menjauh dan kembali duduk tenang di sofanya, meraih dan menikmati cangkir teh miliknya seolah tadi tak terjadi apa-apa. Gayanya anggun berkelas, tampak sekali ia seorang wanita Everopa terpelajar. Walau memuakkan, Maharani harus mengakui jika calon majikannya ini berkepribadian kuat, keras bagai batu karang, tak suka dan tak ingin dibantah dan ditentang.
Tak lama kemudian, dua remaja berusia belasan tahun tiba di ruang tamu. Keduanya tampak cantik dan tampan, berusia sekitar enam belas hingga delapan belas tahun. Bergaya elegan dan dewasa walau berusia belia, terbalut busana semi formal. Keduanya mengangguk hormat kepada Maharani sambil menyapa formal dengan suara kecil, "Selamat datang, Nona Cempaka. Kami ingin sekali belajar bahasa asing lain, khususnya Bahasa Evernesia, dari Anda. Kami harap Anda bisa membantu kami, mendidik kami hingga kami menjadi fasih berbahasa negeri Anda, sebelumnya kami ucapkan banyak terima kasih!"
Lady Rosemary segera memperkenalkan anak-anaknya, "Si sulung Leon, 17 tahun, si bungsu Grace, 15 tahun. Mereka sudah beberapa belas tahun melakukan homeschooling atau belajar di lingkungan rumah saja. Semua yang ada di lingkungan residensial kami telah mendukung kegiatan studi mereka. Kami memiliki istal, ranch, peternakan aneka hewan penghasil aneka produk dairy, ternak unggas pedaging dan petelur, perkebunan buah dan sayur, intinya, segala yang kami butuhkan di tempat ini. Rumah kami adalah sebentuk komunitas kecil yang sangat mandiri. Kuharap Anda juga akan betah di sini, Nona Cempaka, jadi..." Lady Rose mengajukan pertanyaan yang ditunggu-tunggu, "Apakah Anda tertarik untuk menerima gaji yang sudah kuajukan dan bersedia untuk tinggal di sini selama yang kami butuhkan? Jangan khawatir, Anda akan menerima lebih banyak lagi jika sudah memasuki beberapa minggu atau bulan di sini, kami akan membuat Anda tak pernah ingin kembali lagi ke Evernesia!"
Maharani berdebar-debar. Ia sungguh-sungguh hanya ingin mengajar, tak ada yang lebih didambakannya. Uang dan penghasilan besar bukan motivasi utamanya. Lalu, setelah tiba di negeri sejauh ini, mengapa tetiba sesuatu yang lain mulai mengusik batinnya?
Pemuda asing tadi diam-diam muncul lagi dalam benaknya. Jika ia memutuskan untuk tinggal di sini, ia akan bertemu lagi dan lagi dengan sosok tinggi dan tampan itu. Yang wajahnya selalu terlihat teduh dan ramah itu.
Ia belum tahu itu siapa, yang jelas bukan ayah dari anak-anak ini. Masih terlalu muda, paling-paling hanya berumur dua atau tiga tahun di atasnya. Untuk bertanya langsung, Rani masih merasa sangat segan. Namun gelegar suara Lady Rose menyentakkannya dari lamunan aneh nan indah itu.
"Nona tampaknya masih ragu-ragu. Sebenarnya tak begitu susah untuk hidup di sini bersama kami sekeluarga, asal Anda bersedia menuruti semua yang kujadikan aturan bersama yang tak boleh dilanggar, dijamin Anda akan sangat berbahagia menjadi bagian keluarga kami."
"Ba-ba-baiklah!" Tak punya pilihan lain dan tak mungkin mundur lagi setelah datang sejauh ini, Maharani akhirnya menyetujui. Sebuah surat yang telah ditandatangani Lady Rose segera berada dalam tangannya. Tulisan tangan wanita itu sangat rapi dan indah, menunjukkan tingkat keterpelajaran yang tinggi. Sempat merasa tidak nyaman, akhirnya Maharani jadi juga membubuhkan tanda tangannya sendiri.
Lady Rose bertepuk tangan tiga kali, kedua anak remajanya ikut bersorak kecil. Namun tatapan tajam mata biru tua ibu mereka seketika membuat keduanya diam seribu bahasa. Memiliki orang tua segalak itu tentu saja membuat keduanya tak bisa berkehendak sesuka hati!
"Keputusan yang tepat, Nona Cempaka! Sekarang pelayan kami akan mengantarkan Anda ke paviliun tempat Anda akan tinggal selama mengajar di sini. Silakan nikmati semua fasilitas yang ada. Hanya satu pesanku," Lady Rose berdiri dan mengedipkan salah satu matanya kepada Maharani, "sama seperti yang belum lama kukatakan kepadamu, dan itu tanpa batas waktu maupun peringatan!"
Maharani hanya bisa mengiyakan.
Fasilitas dan pemandangan yang ada di kompleks kediaman Delucas sangat indah, seperti dalam film-film Everopa. Dikelilingi pegunungan berhawa dingin, masih terasa sensasi musim gugur. Paviliun pribadi tempat Maharani tinggal juga berisi kamar mandi di mana ia bisa mandi dengan air hangat, sebuah beranda kecil dan perapian yang nyaman. Ia teringat pada vila-vila di pegunungan Evernesia. Tempat ini seperti surga kecil di bumi!
"Kurasa ini terlalu mewah untukku, tapi tak masalah! Seperti liburan saja!"
Masalah kembali datang menghampiri saat malam tiba. Maharani diajak untuk berkumpul dengan seisi keluarga itu di rumah utama, tepatnya di ruang makan utama untuk menikmati welcome dinner.
Maharani sudah berusaha berdandan secantik dan sepantas mungkin. Diriasnya wajahnya sendiri dengan make-up glowing namun bernuansa minimalis seperti yang sering ia lihat dalam tutorial-tutorial sederhana di media sosial. Sebetulnya ia cenderung tomboy, namun ia menyukai juga dandanan seperti ini di saat-saat istimewa. Rasanya seperti mau pergi berkencan dengan seorang pangeran! Gaun malam biru muda yang disediakan keluarga Delucas untuk dikenakannya membuatnya tampil beda bagaikan Cinderella. Sempat khawatir karena tak begitu tahan dingin, Maharani bisa merasa sedikit lega karena ruang makan utama itu bukan hanya besar, elegan, dan nyaman. Perapian utama telah dinyalakan sehingga suasana bertambah hangat. Apinya menyala lembut dan berpendar hangat bagaikan di film-film romantis.
Dan tentunya kehadiran lengkap keempat anggota keluarga itu membuat Maharani terhenyak. Rona merah muda seketika muncul pada kedua belah pipinya.
Lady Rose, Leon, Grace, Orion...
Keempat anggota keluarga Lady Rose itu duduk berhadap-hadapan; kedua remaja di satu sisi, Lady Rose dan Orion di sisi lainnya. Sebuah kursi telah tersedia dan ditarikkan seorang pelayan bagi Maharani di ujung meja kayu mewah persegi panjang yang sebenarnya bisa digunakan 10 orang itu. Ia merasa canggung, bukan karena harus duduk di posisi yang strategis itu, melainkan karena ia bersebelahan langsung dengan Lady Rose dan Leon. Grace dan Orion si pemuda misterius berada pada sisi terjauh. "Selamat malam dan selamat datang di perjamuan makan malam istimewa Keluarga Delucas, khusus untuk menyambut tamu agung kita, guru bahasa kita yang datang jauh-jauh dari Evernesia, Nona Maharani Cempaka!" sambut Lady Rose yang berdandan glamor dan bergaun klasik bagai seorang ratu. Sangat kontras dengan Maharani, pancaran auranya begitu kuat, membuat gadis itu sempat minder. Lipstik marun, pipi ber-blush on tegas pada bagian tulang pipinya yang tinggi menjadikannya
Makan malam perdana itu berlangsung begitu meriah sekaligus terasa begitu kaku bagi Maharani. Ia merasa kelaparan, semestinya bisa menikmati semua hidangan yang tersaji mewah di hadapannya ini, sebuah kesempatan yang sangat langka baginya. Terbiasa hidup mandiri dan sederhana di kost kecil murahnya di Evernesia, di ibu kota nan padat bernama Viabata, Maharani sering hanya bisa makan ala kadarnya di warung tradisional pinggir jalan, berlauk nasi putih, telur, sayur, tempe dan tahu. Namun kini di hadapannya tersaji segala jenis makanan mewah yang ia hanya pernah lihat di film-film bernuansa kerajaan. Semuanya dalam porsi yang lebih dari yang bisa mereka makan, seolah-olah mereka sedang berpesta. "Silakan, Nona Cempaka. Kami masih memiliki banyak sekali makanan. Jangan ragu-ragu, bila tidak enak, silakan beritahukan kepada kami agar koki kami bisa memperbaiki mutunya!" Grace Delucas, si bungsu, mencoba untuk memecah kekakuan. "Ya, tentu saja, terima kasih, Nona Delucas!
"Oh, ha-ha-hai, selamat malam, Tuan Delucas," Maharani tergagap menyadari sosok yang tetiba hadir di belakangnya dan kini berdampingan dengannya. Pemuda Everopa itu mengenakan stelan jas semi formal yang tampak elegan namun nyaman dikenakan. Sangat pantas di tubuhnya yang langsing, tinggi, ideal dan atletis. Rambutnya cokelat sedikit gondrong hampir menyentuh bahu. Maharani tampak agak mungil di sisinya. Pemuda itu bertumpu pada pagar beranda, menatap lawan bicaranya dengan pandangan hangat. 'Tidak terkesan genit apalagi penuh nafsu, hanya ramah atau bersahabat. Atau mungkin lebih dari itu?' Demikian sempat terlintas di benak Maharani. "Akhirnya kita bisa bertemu berdua saja, Nona Maharani. Jangan memanggilku Tuan Delucas. Sebenarnya aku bukan tuan besar dalam keluarga ini. Panggil saja aku dengan nama kecilku, Orion." Suara pemuda itu begitu merdu didengar, senyumnya juga begitu manis, bibir lembut berpadu deretan gigi putih bersih terawat. Hidungnya
"A-a-apa yang Tuan Orion, eh, kamu katakan kepadaku?" Maharani memastikan bahwa ia tidak salah dengar. Ajakan Orion Delucas itu membuatnya gugup, terlebih karena tidak ada orang lain di lobi itu. "Aku tidak main-main, jalan setapak menuju paviliunmu cukup jauh dari mansion ini, perlu waktu minimal sepuluh menit untuk mencapainya, apalagi udara sangat dingin dan hujan mulai deras. Terima saja tawaranku." "Ta-ta-pi nanti Lady Rose Delucas tidak akan senang apabila..." Orion mendekat, sepertinya tubuhnya yang tinggi akan merapat lebih dekat apabila Rani tidak mundur selangkah karena masih merasa begitu segan. "Istriku, uh, mengapa aku sebut begitu walau memang kenyataannya, tak akan bisa membantah karena ini memang darurat! Tenang saja, yang penting malam ini kau sehat dan siap mengajar besok dalam kondisi prima! Mari, ikuti aku dan segeralah beristirahat. Di dalam lemari kamar tamu nanti ada banyak gaun tidur bersih dan baru khusus untuk tamu, kau bisa memilih dan mengenakannya!" Or
Sebenarnya Maharani tak ingin melihat dan mendengar semua itu. Tak ayal ia terlanjur mengetahuinya, tak bisa lagi menahan-nahan rasa penasarannya. Seumur umur ia belum pernah menonton satu pun film dewasa, bahkan sinetron dan Drama Khoreya-Everiental saja tak pernah sempat disaksikannya. Namun adegan tak terduga yang tersaji dan tak sengaja diketahuinya telah membuat insting terpendamnya membara. 'Orion, I don't know why, but honestly, I want you too!' Sementara sebuah perasaan lain berkecamuk dalam hatinya, antara kesal, marah, dan... 'Cemburu? ah, tidak, tidak, tidak! Aku bukan tipe gadis cemburuan, apalagi kepada suami orang lain, itu sebuah hal terlarang, aku hanya ingin...' Maharani menggigit bibir, tak tahu harus berkata apa dalam hatinya mengenai istilah yang satu itu. Lady Rose terengah-engah, ia sangat ingin agar suaminya itu memulai saja permainan intim mereka, tak hanya sekadar menyentuh, meremas atau membelai. "
Orion masih berdiri sendirian di beranda itu. Ia masih teringat benar pada kejadian beberapa saat yang lalu.Lady Rosemary kerap menggodanya. Sebagai istrinya yang 'sah', tentu saja wanita itu tak bersalah jika berusaha menggoda dan memikat suaminya dengan segala cara. Tubuh wanita itu memang masih kencang, langsing dan sintal walau sudah memasuki usia empat puluhan. Sebagai pria muda yang tertarik kepada lawan jenis, Orion tentu saja ingin mencoba untuk membuktikan diri. Mungkin lebih seperti tantangan, sebuah pemenuhan kebutuhan fisik belaka. Seperti yang sering dilakukan pria manapun di seluruh dunia, dengan atau tanpa partner. Sangat alami, sangat masuk akal.Namun tanpa cinta, Orion merasa mustahil dirinya bisa bersama dengan siapapun. Ia seorang pemuda penurut dan pendiam yang tadinya menurut saja pada kemauan sang ibu. Ia baru saja kembali dari Everlondon, seorang pianis yang sukses dan mulai populer. Tetapi tiba-tiba saja ibunya memintanya kembali ke Chestertow
"Oh, itu semua hanya mimpi! Walaupun sedikit kesal harus berakhir, syukurlah, bukan kenyataan!" Dini hari menjelang pagi, Maharani mendadak terjaga. Ia sadar jika ia seharusnya tak menginap di sini, harus kembali ke paviliun secepatnya. Semalam ia tak seharusnya berada di main mansion ini, apalagi hanya atas izin Orion. Sang nyonya rumah yang galak tentu akan curiga. Maka gadis itu secepatnya mengenakan pakaian semalam dan diam-diam berlalu dari sana menuju paviliunnya sendiri. Udara pagi buta pegunungan Chestertown masih dingin menusuk tulang walaupun hujan semalam sudah lama berhenti. Maharani berusaha menahannya dengan syal panjang yang ketat membalut leher. Bagaimanapun ia harus membiasakan diri. Ia hanya sempat mandi pagi sejenak dengan air hangat dan berganti busana sebelum kembali ke main mansion untuk memulai tugas di hari pertamanya. Dipastikannya penampilannya sebagai guru privat cukup prima, walau memikirkan akan bertemu dengan Orion lagi sedikit banyak cukup menggelisahka
"Oh, ten-ten-tentu saja!" Cara Orion 'mengajak'-nya sedikit membuat Rani gugup. Pemuda itu memandangnya dalam-dalam seperti ingin sekali mengatakan hal lain, namun sadar jika mereka masih berada di tempat terbuka. Sewaktu-waktu ada pegawai lewat dengan kereta kuda pembawa barang yang masih lazim digunakan di sini. "Terima kasih dan percayalah kepadaku. Jangan khawatir, aku bukan pemuda yang tak sopan! Meskipun aku ingin sekali sesekali bisa memutar ulang waktu agar aku tak berada di sini saat ini." Orion kembali berjalan menuju ke main mansion, seolah masih berusaha menutup-nutupi apa yang ia ingin utarakan. Rani diam-diam mengikutinya dari belakang. Diam-diam ia menikmati, mengagumi tubuh tinggi, ketegapan serta rambut lebat hitam kecokelatan berpotongan gondrong sebahu, ciri khas seorang Orion Delucas. Sosoknya begitu agung dan maskulin, lagi-lagi selalu membuatnya memikirkan adegan intim semalam. 'Oh, why do I want you so bad, as bad as your look last night!' Rani menggeleng sea
"I won't ever forget you, Orion. Begitu pula Rani. Kalian berdua akan kuingat selama sisa hidupku!"Bunker itu cenderung nyaman, malah terkesan elegan-mewah. Segalanya tersedia; listrik, bahan pangan, obat-obatan hingga fasilitas bintang lima lainnya. Sangat berbeda dengan dunia atas yang bertambah tak karuan. Lab Barn masih terbakar hebat. Entahlah dengan Kompleks Delucas yang barangkali mulai porak-poranda. Di lokasi bawah tanah ini, Lady Rosemary Delucas terpacak bersama puluhan survivor. Kedua anak kandungnya mengalami luka parah. Entah bagaimana kondisi Leon dan Grace yang sedang berjuang mempertahankan hidup. Mereka masih dalam perawatan darurat staf Lab Barn yang selamat dan ikut turun bersama penghuni Kompleks Delucas lainnya. Lady Rosemary belum mampu menjenguk mereka, batinnya masih sangat terguncang."Aku berjanji, suatu hari nanti akan keluar dari sini dan melakukan pembalasan, Orion, Maharani, Magdalene! I won't ever forget you all, just wait and see!"**********Beberapa
"Bagaimana sekarang, Orion?""Lari, Rani. Mungkin ini tindakan pengecut, tapi kita memang tak punya apa-apa, tak bisa melumpuhkan makhluk ini. Meskipun aku masih punya ide...""Tuan Dokter! Mengapa Anda malah berbuat ini?" Wanita misterius yang mengantarkan Kenneth turut terkejut."Tak usah ikut campur. Terima kasih telah mengantarkanku kemari, tetapi kau juga kini tak kubutuhkan lagi! Saksikan saja pertunjukannya dan semoga terhibur. Lazarus, go go go. Kejar mereka. Lakukan apapun yang kau inginkan. I don't care. Ha ha ha ha ha!" Kenneth tak menghiraukan, hanya tertawa-tawa."Rani, kita segera keluar dari Kompleks Delucas. Mungkin kita harus berkorban, namun tidak di sini. Kita giring Lazarus sejauh mungkin... Segera, ke sepeda motorku!""Ba-ba-baik..." Rani setuju, "Cepat! Namun bagaimana dengan Anda, Ma'am?" Ia masih sempat-sempatnya bertanya kepada wanita pengantar Kenneth."Aku akan baik-baik saja, just leave. Aku belum sempat mengenal Anda berdua, Nona. Namun aku yakin kalian ora
"Ka-kami-kami bukannya tak mau membukakan pintu untuk Anda, Ma'am, tapi kami khawatir jika para penghuni kompleks ini sampai keluar dari sini. Di dalam sini mungkin sedang 'chaos', tetapi di luar sana, dunia juga sedang berakhir. Lady Rose tahu hanya Kompleks Delucas yang masih punya banyak cadangan sumber daya. Sangat berbahaya apabila dunia luar sampai tahu semua ini, juga apabila mereka memutuskan untuk kembali... Maka beliau dengan tegas melarang..."Alasan panjang lebar petugas jaga itu tak bisa diterima Sang Wanita Misterius. Diam-diam dalam genggaman tangannya ada sepucuk handgun, yang ia keluarkan dan acungkan ke petugas di balik gerbang ganda besi. "Tuan, Anda pilih, nyawa Anda atau buka gerbang ini sekarang juga!"Petugas itu gentar seketika. Meskipun ia patuh pada titah Lady Rose, ia tak mampu menyangkal ia pun takut kehilangan nyawa. "Ba-ba-baiklah!"Tak lama, pintu gerbang terbuka setelah barikade-barikade disingkirkan. Para survivor yang tak sabar hendak keluar seketika
"Jika tidak kulakukan sekarang juga, sesungguhnya aku takkan pernah bisa 'beristirahat dengan tenang' walau dalam bunker nyaman penuh pangan dan segala kebutuhan hingga akhir zaman!" monolog Lady Rosemary sambil menggenggam erat sesuatu dalam saku kanan jubahnya."Mama!" Grace segera pergi dari sisi Rani dan tiba di sisi Sang Bangsawati, belum menyadari apa yang ibunya akan lakukan."Grace, kau pulang juga! Cepat, tunggu apa lagi? Segera masuk ke bunker utama bersama kakakmu yang sudah berada di sana untuk dirawat! Jangan habiskan waktumu di sini!" tepis Rose saat putrinya berusaha memeluk seperti tadi Grace lakukan pada Rani."Ta-ta-tapi Mama juga harus ikut, aku kembali karena menurut titah Papa Orion! Ayo, Ma!" Grace merengek dan meraih lengan ibunya, menarik ke arah bunker. Namun Lady Rose teguh bertahan, "Kau saja dulu, masih ada urusan Mama yang belum selesai di sini!"Suatu firasat buruk tetiba menghinggapi Grace. Ibunya tadi sudah mengeksekusi Edward Bennet Si Pendeta Pengkhian
Orion tak perlu memastikan bahwa ia sedang berhadapan dengan sosok yang mungkin akan menjadi lawan pamungkasnya. Mungkin juga hal terakhir yang dilihatnya di dunia ini. Bukan teman, bukan musuh, bukan siapa-siapanya. Akan tetapi pada titik ini hanya ada satu yang akan selamat, entah dirinya sendiri atau..."Lazarus!"Sosok pria beranggota tubuh asimetris tinggi besar yang keluar dari dalam kobaran api itu sedang terbakar hebat. Namun tubuh hangusnya seolah-olah takkan pernah habis. Bagaikan boneka arang raksasa nan masih panas membara, ia melangkah perlahan. Semakin dekat ke tempat di mana Orion dan Grace berada.Orion berseru selantang mungkin, "Grace, tunggu apa lagi? Cepat pergi dari sini!""Tapi, Orion, aku... Ba-ba-baiklah, aku..." hampir pingsan karena sesak lahir batin, Grace tak mampu lagi menahan diri, "Orion, terima kasih, selamat tinggal, good luck!" Berurai air mata, Sang Putri Bungsu akhirnya berbalik dan angkat kaki secepat yang ia bisa."Terima kasih kembali, Grace, suda
"Anda harus menolongku, Ma'am! Sebab dunia ini , secara harfiah, sebenarnya berada dalam genggaman tanganku!"Kenneth tak tahu mengapa ia tiba-tiba saja mengatakan hal itu kepada wanita asing penyelamatnya, yang baru saja ia kenal. Ia teringat pada hal penting yang sedang ia kerjakan, sesuatu yang belum lama ini ditemukannya secara 'kebetulan'. Ia merasa harus segera menunaikan tugasnya, jika tidak...Wanita itu menggeleng, "Tidak mungkin, dan aku sama sekali tak mengerti. Apa maksud Anda, Tuan?""Aku sesungguhnya seorang dokter, ilmuwan yang secara rahasia turut bekerja sama dengan EHO, sayangnya vaksin untuk mencegah Octagon-33 belum sempat kami temukan dalam waktu sesingkat ini! Virus kali ini jauh lebih sulit dan ganas daripada Virus Hexa-19. Seiring penelitianku, aku berhasil menemukan antivirus sebagai pengganti peluru dan cara membunuh zombie! Seiring itu, kemarin aku bahkan menemukan suatu cara lagi untuk 'menghidupkan' kembali zombie yang sudah mati! Hebat, bukan? Meskipun bel
Bagai tersadar dari mimpi, Lady Rose tersentak. Diturunkannya senjata, akhirnya tak jadi mengeksekusi wanita muda yang pasrah itu. "Walau seandainya Nona Maharani Cempaka tidak ada lagi, itu juga takkan bisa mengubah fakta jika kegilaan betul-betul terjadi! Cepat atau lambat, kita semua pada akhirnya akan mati!"Orion belum terlalu lega, namun ia sedikit banyak merasa harus bersyukur. "Rose, terima kasih. Meskipun kau telah mengelabui keluargaku, akan tetapi kurasa kau masih punya sebetik hati nurani dan kesempatan. Sekarang, kami mohon bawa Leon dan Grace pergi jauh-jauh dari sini! Kurasa memang sudah tiba saatnya semua kegilaan ini diakhiri. Walau dokter Kenneth tak hadir di sini, meski seharusnya ia yang bertanggungjawab atas segalanya, saatku telah tiba, aku rela menjadi pahlawan." Orion tahu bahwa tak ada pilihan lain. Di antara mereka semua kini hanya ia satu-satunya pria dewasa yang dapat menembak dengan jitu. Mungkin itu bisa menolong untuk beberapa saat, memperpanjang hidup s
"Nona Maharani Cempaka! Jika benar kau penyebab putraku Leon jadi terluka parah seperti ini, apalagi jika ia sampai mati, kau juga harus menanggung semua akibatnya!"Suara lantang Lady Rosemary Delucas itu membuat semua orang makin terdiam. Tak ada yang berani membantah kata-katanya. Senjata api dalam genggamannya takkan segan-segan ia kokang dan letuskan seperti saat mengeksekusi Edward Bennet, Sang Pendeta Gadungan."Tidak. Sebaliknya, kami malah berusaha keras menyelamatkan anak Anda. Sesungguhnya Leon hendak bunuh diri dalam misi 'Go Downtown for Hunting' yang gagal!" Rani akhirnya berhasil mengumpulkan segenap keberanian dan mengeluarkan semua uneg-unegnya.Sesaat dua saat Lady Rose terdiam, namun alih-alih terkesan, ia malah berseloroh, "Oh, jadi aku sekarang harus bersyukur, berterima kasih dan menyembahmu, wahai Ibu Guru Perebut Suami Orang?"Masih di bawah todongan Magnum 'istri pertamanya' itu, perlahan Orion berkata untuk membela 'istri keduanya', istrinya yang sejati, "Maha
Pintu ganda Lab Barn nan kukuh dan tinggi besar itu bergetar semakin hebat. Seseorang atau sesuatu sepertinya sedang mengamuk di baliknya. Terkunci di dalam, sepertinya para staf berhasil membuatnya kesal. Meraung-raung tak jelas sambil berusaha keras untuk mendorong dengan segenap tenaga, ia takkan berhenti sampai berhasil membobol jalan keluar satu-satunya!"Monster mengerikan macam apa sebenarnya yang ada di balik sana?" Lady Rose masih berusaha keras menyelidiki apa yang terjadi, menginterogasi staf-staf Lab Barn yang tampak sangat ketakutan itu."Tidak tahu, Ma'am. We're not really sure. Sebenarnya tak ada yang benar-benar tahu makhluk 'hidup' seperti apa di balik pintu itu. Dokter Kenneth Vanderfield pernah berkata bahwa ia berusaha menemukan vaksin. Namun bersamaan dengan proyek itu ia juga berhasil menemukan antivirus atau toksin yang bisa membunuh Virus Octagon. Ya, seperti senjata rahasia yang kini ia bawa ke misi pencarian bahan bakar di Chestertown itu. Sayangnya, ia menutu