Sefia sedikit terkejut, apalagi langkah Zavier sangat singgap dan terlihat terburu-buru dan tidak menjawabnya sama sekali.
"Eh, ada apa?" tanyanya dengan bingung.
Matanya terbuka lebar, mencoba memahami apa yang sedang terjadi.
"Zavier?" serunya sekali lagi, suara penuh tanya.
Zavier tersenyum, meskipun terlihat sedikit terengah-engah. Dengan cepat, dia meletakkan bantal dan selimut yang dipegangnya di samping ranjang, lalu mengganti selimut yang ada di atas ranjang dengan yang dia bawa.
Dia juga menukar bantal dengan cepat, sambil berkata, "Tukar ya... Aku kurang bisa tidur tanpa bantalku," ucapnya lalu pergi dengan tergesa.
"Eh ... "
Sefia hanya bisa menatap ke arah pintu yang baru saja ditutup oleh Zavier, kebingungannya semakin bertambah. Apa yang baru saja terjadi? Mengapa Zavier tiba-tiba berubah pikiran? Tapi sebelum dia bisa memikirkan lebih jauh, dia melihat bantal dan selimut yang baru diletakkan di ranjang.
Dengan pe
"Zavier... dia masih ada dalam ingatanku, ohh, ini salah!" desisnya, lalu Nayla memekik dan mendorong tubuh Michael menjauh, lalu duduk di tepi ranjang, membenahi pakaiannya yang sempat terbuka sedikit, mencoba mengatur kembali pikirannya yang kacau dengan napas terengah-engah."Nay ...," panggil Michael dengan lembut.Michael merasakan getaran kecemasan dari Nayla, dan hatinya tergetar oleh ketidakpastian yang tersirat dalam kata-katanya.Namun, sebelum dia bisa merespons, Nayla bergerak cepat menuju pintu, tampaknya berniat untuk tidur di ruang tamu."A-aku, maafkan aku, Michael. A-aku akan tidur di ruang tamu saja!""Eh, Tidak, Nayla, tunggu ...," kata Michael dengan lembut, menghentikan langkah Nayla."Aku tidak mau memaksamu. Aku yang akan tidur di ruang tamu. Kamu bisa tetap di sini."Nayla menatap Michael dengan penuh kejelasan dalam pandangan mata. "Tapi..."Nayla merasa malu atas apa yang sudah terjadi. Dia kehabisan k
Sementara di apartemen Michael, di kamar mandinya, Nayla segera memoles wajahnya dengan make-up tebal, mencoba menyembunyikan lingkaran hitam yang terbentuk di bawah matanya.Dia merasa malu dengan penampilannya yang lelah, tak ingin orang lain melihat bagaimana keadaannya sebenarnya.Namun, di dalam hatinya, dia juga merasa cemas dengan apa yang akan terjadi selanjutnya."Tidak, tidak ini tidak cukup," gumam Nayla kepada dirinya sendiri, melihat hasil polesannya di cermin. "Tapi tidak apa-apa. Aku harus tetap berusaha.""Ini, ahh ... seperti panda!" geramnya.Dengan hati yang berdebar, Nayla bergerak menuju ke dapur, bergabung dengan Michael yang ternyata sedang sibuk mengatur meja sarapan. Aroma wangi tercium di sekeliling ruangan.Selamat pagi," sapa Michael dengan suara bariton dan senyum hangat. Nayla melihat ada lingkaran hitam di bawah mata pria itu. Wanita itu tersenyum kecil, menyadari bahwa pria itu juga tidak bisa tidur dengan nye
Chayo menaikkan kacamatanya lalu menjawab, "aku tahu ... mencari bukti bahwa Nyonya Nayla tidak berselingkuh, tetapi apa yang akan Anda lakukan bila ternyata Nyonya memang tidak berselingkuh?"Mendengar pertanyaan sang asisten yang cukup berani, Zavier menatap pria gempa itu dalam-dalam lalu menelan salivanya sendiri dengan kasar."Saya tidak akan menceraikannya!""Maaf, Tuan. Bagaimana dengan Nyonya Sefia? Apakah Tuan berencana memiliki dua istri sekaligus?"Brang!!!Dengan marah, Zavier membuang layar kecil LED yang ada di depannya sehingga barang itu pecah berhamburan di lantai. Chayo segera mundur beberapa langkah dan meminta maaf."Tuan, maafkan atas kelancangan saya, tetapi semua ini perlu dipertimbangkan," ucap Chayo sambil menundukkan kepala.Dia menyaksikan bagaimana Nayla selalu terpuruk pada saat menjadi istri Zavier. Pria itu sering pulang malam dan beralasan sedang lembur padahal sedang menikmati makan malam romantis bers
Mereka duduk bersama di sekitar tempat tidur Nadira, berbagi cerita dan tawa kecil. Tetapi di balik senyumnya, Nayla merasa terkoyak. Dia tidak bisa menutupi perasaannya yang tumbuh, meskipun mencoba untuk bersikap kuat di hadapan adiknya dan Michael.Nayla sesekali ikut dalam perbincangan, tetapi apa pun yang keluar dari mulutnya tidak mendapat tanggapan serius dari sang adik.Setelah beberapa saat berbicara, Nadira merasa lelah dan meminta Michael menemaninya sampai dia tertidur."Michael, temani Nadira sampai tertidur ya?" pinta Nadira dengan suara lembut. Kekuatan fisiknya masih lemah sehingga perbincangannya tadi menguras banyak tenaganya."Tidurlah, saya akan datang lagi besok, okey?"Namun, Nadira menggelengkan kepalanya pelan dan sebelah tangannya masih menggenggam tangan pria itu dengan erat.Michael terpaksa harus menunggu sampai terdengar dengkuran halus dari wanita yang terlihat pucat itu.Perlahan, Michael menarik tangann
Nayla mengangguk pelan. "Aku akan melamar kerja besok. Ada beberapa lowongan yang belum sempat kusinggahi."Michael menatap wanita itu dengan penuh perasaan lalu mengambil tangannya dan menggenggamnya erat. Dalam hati, dia ingin sekali mengucapkan sebuah kata lamaran untuk Nayla, tetapi dia takut semua terlalu cepat. Dia menyadari bahwa wanita itu masih membutuhkan waktu untuk menyembuhkan luka dalam hatinya dan di sisi lain ada Nadira yang masih harus diurus oleh mereka."Aku akan kembali ke Jakarta untuk mengurus pekerjaanku. Bila Dokter mengizinkan Nadira pulang, maka biarlah dia pulang. Terus berada di Rumah Sakit mungkin membosankan baginya."Nayla menoleh ke arah Michael seolah-olah menyatakan tidak setuju, tetapi pria itu memegang bahunya dan menenangkannya."Carilah seorang perawat untuk menjaga Nadira di rumah. Aku akan kembali ke Bogor dalam dua hari. Semua akan kita atasi perlahan, okey?"Setelah mempertimbangkan perkataan Michael, Nayla
Selama ini, Michael sangat serius dalam pekerjaannya dan tidak pernah bermain dengan wanita mana pun walau di kalangan entertainment, dia menjadi idola karena karakter dan penampilannya yang maskulin seperti sang ayah.Dengan tubuh tinggi dan kekar berotot, maka Michael mendapat nilai plus yang membuatnya menjadi idaman para wanita.Sang ibu segera maju untuk menjadi penengah."Michael, Ibu ... ibu akan mencarikan seorang istri untukmu dan kamu akan menjalani kencan buta, bagaimana?"Mendengar hal itu, Michael terkejut lalu tertawa, "aduh, Ibu. Zaman apa ini? Mengapa masih harus melakukan kencan buta?""Tapi, ini ... kamu harus paham, Michael. Kita berasal dari keluarga dengan status terhormat, kamu tidak mungkin menikah dengan seorang janda. Itu, tidak akan dianggap oleh para anggota keluarga yang lain."Michael mengenggam tangan ibunya dengan tatapan serius, "Ibu, yang paling mengerti kehidupanku adalah diriku sendiri, yang menjalani juga.
Nayla merasa hangat mendengar kata-kata tersebut. Dia tahu bahwa di balik sikap tegas Michael, terdapat hati yang begitu hangat dan penuh kasih.Beberapa saat kemudian, mereka dipanggil ke meja pendaftaran untuk menyelesaikan tagihan rumah sakit. Nayla melihat angka yang tertera di kertas itu dan hampir tercekat. Tagihan itu jauh lebih besar dari yang dia perkirakan.Michael melihat ekspresi Nayla dan segera menyadari kebingungan dan kekhawatirannya. Tanpa ragu, dia mengambil kertas tagihan itu dari tangan Nayla."Tenanglah, aku yang akan membayar ini," tawar Michael dengan suara mantap.Nayla terkejut. "Tidak, Michael. Aku tidak bisa menerima ini. Ini terlalu banyak," protesnya.Michael menggelengkan kepala dengan tegas. "Kalian sudah cukup banyak mengalami kesulitan akhir-akhir ini. Izinkan aku untuk membantu."Nayla melihat ke arah Michael dengan mata berkaca-kaca. Dia tidak bisa menahan air matanya lagi. Kelembutan dan ketulusan yang dit
Panggilan diputuskan dan Michael menyeruput minumannya."Apa yang terjadi?" tanya kerabat lama Michael yang bernama John."Entahlah, pria gempal itu ingin bertemu. Dengan kejam dia membatalkan semua kontrak dan aku sungguh berharap dia menyesal.""Dia hanya membutuhkan wanita, mengapa kamu tidak memberikannya, lagipula wanita itu hanya seorang janda."Bugh!Perkataan John mendapat sebuah pukulan di perutnya oleh Michael."Aduh, ini sakit!" keluhnya."Aku masih belum mengeluarkan semua tenagaku. Jaga ucapanmu atau kamu akan sering dipukuli orang lain!""Ya ya! Aku tahu bagaimana kuatnya dirimu di atas ring tinju, tapi aku memiliki perut yang empuk! Dan perkataanku memang sesuai dengan keadaan." John memegang perutnya yang kesakitan sementara Michael kembali menyeruput minumannya tanpa rasa bersalah."Hei, jangan katakan padaku, kamu mencintai janda itu?"Michael memberikan lirikan tajam kepada John sehingga temanny
***Akhir yang bahagia***Zavier tersenyum dingin, tatapannya penuh perhitungan. "Mereka bersekongkol," jawabnya dengan nada rendah namun tegas. "Mereka mencuri identitas Nayla dan membuat istriku menderita sampai lupa ingatan. Mereka mempermainkan hidupnya, menghapus kenangan berharga yang pernah kami miliki. Jika mereka pikir bisa lolos begitu saja, mereka salah besar."Asistennya tetap tenang di ujung telepon, menunggu instruksi lebih lanjut. "Apa rencana Anda, Tuan?"Zavier menatap jauh ke depan, matanya dipenuhi dengan tekad. "Rebut kembali wajahnya," katanya penuh arti, "dan biarkan dia yang palsu itu lupa ingatan. Buat dia merasakan apa yang dialami Nayla. Jika mereka berani mengambil hidup istriku, maka aku akan mengambil kembali apa yang mereka curi. Wajah yang mereka ciptakan, kenangan yang mereka bentuk... biarkan semuanya hancur dan musnah."Asistennya mengangguk di ujung telepon, memahami apa yang dimaksud oleh Zavier. "Baik, Tuan. Saya akan m
Sefia tersentak dan menoleh dengan cepat, matanya memperlihatkan keterkejutan yang jelas. "Oh, Zavier... Aku hanya... ada urusan mendadak," jawabnya tergagap. "Kamu tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat."Namun, Zavier tidak begitu saja percaya. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuatnya curiga, dan keinginannya untuk mencari tahu lebih lanjut muncul dengan kuat.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia membiarkan Sefia pergi lebih dulu, tetapi tidak lama kemudian, Zavier masuk ke mobilnya dan mulai mengikuti dari belakang.Zavier menjaga jarak, memastikan bahwa Sefia tidak menyadari keberadaannya. Dia mengemudi perlahan, mengikuti mobil Sefia dengan hati-hati. Setiap belokan yang diambil wanita itu semakin mempertegas kecurigaan Zavier. "Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?" gumamnya dalam hati."Dia memang tidak terlihat seperti Nayla yang menjadi milikku, matanya, suaranya berbeda, juga tingginya. Mengapa aku tidak pernah menyadarinya?" g
"Sara, a-aku akan memberimu bayaran tambahan... untuk... untuk apa yang terjadi tadi malam."Mendengar itu, kedua mata Sara membulat dan timbunan air mata mulai berkumpul dengan cepat.Kata-kata itu menusuk hati Sara. Seolah-olah semua yang terjadi di antara mereka hanyalah sebuah transaksi, bukan sesuatu yang memiliki makna.Wajahnya yang semula penuh cinta berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. "Bayaran?" sergahnya dengan suara tajam, matanya menatap Bram dengan penuh kekecewaan."Jadi, menurutmu aku hanya seorang pelayan yang bisa dibeli? Apa yang terjadi semalam hanyalah sesuatu yang bisa kau bayar untuk menghapusnya?"Bram terdiam, tidak menyangka reaksi Sara akan sekeras itu. Ia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata untuk meredakan situasi, tetapi Sara melanjutkan sebelum dia sempat berbicara."Aku bukan barang yang bisa kau tawar, Tuan Bram yang terhormat! Apa pun yang terjadi semalam... itu bukan hanya tentang uang
Telinganya seolah tuli terhadap kata-kata yang dilontarkan Sara. Baginya, dalam kondisi mabuk itu, Sara adalah Nayla yang kembali kepadanya, dan ini adalah kesempatan untuk merengkuh wanita yang selama ini ia dambakan."Jangan pergi lagi, Nayla... kumohon..." bisiknya penuh keputusasaan, menahan tubuh Sara di atas ranjang. Merobek pakaian yang dia kenakan dan mulai menyesapi leher jenjang milik Sara.Sara berusaha mendorong Bram menjauh, mencoba menyadarkannya dari keadaan mabuknya. "Tuan Bram, ini bukan Nayla! Kamu mabuk! Lepaskan aku!" katanya dengan suara keras dan gemetar. Namun, usahanya tidak cukup kuat untuk membuat Bram sadar.Perasaan takut dan kebingungan bercampur dalam benak Sara. Ia tahu bahwa pria ini sangat terobsesi dengan Nayla, tetapi ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.Dalam upaya terakhir, ia mengumpulkan semua kekuatan yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Bram, berguling dari ranjang
Wajah Nadia—atau Nayla, seperti yang sering terlintas di pikirannya—begitu mirip dengan sosok yang ia ingat sebagai istri yang ia cintai. Bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari cara dia berbicara, senyuman lembutnya, dan caranya melihat ke arah Zavier seolah mengenali bagian terdalam jiwanya. Setiap tatapan mata, setiap gerakan tubuh, terasa seperti sebuah déjà vu yang tak dapat dijelaskan.Bibirnya dan ciumannya.Namun, wanita yang sekarang berada di rumahnya—yang selama ini ia yakini sebagai Nayla—terasa berbeda.Seolah-olah ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terlihat namun bisa ia rasakan. Tatapan matanya kosong dan jauh, sentuhannya tidak lagi memberikan kehangatan yang dulu pernah mereka bagi."Apakah aku telah dibutakan oleh keputusasaanku untuk mendapatkan kembali istriku? Apakah wanita itu benar-benar Nayla?" pikir Zavier.Zavier menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, berusa
Zavier segera menoleh ke arah Nayla, yang sekarang duduk tegak di sofa dengan rambut kusut dan matanya yang setengah terbuka. Ia tahu bahwa situasinya bisa menjadi buruk jika tidak segera mengendalikan keadaan."Nayla, tenang dulu," ujarnya dengan nada menenangkan di ponselnya. "Aku sedang membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."Namun, kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Sefia. "Membantu seseorang? Di tengah malam seperti ini? Dan suara wanita itu, kenapa dia bersamamu?" Sefia semakin naik pitam, suaranya menggambarkan kemarahan dan rasa cemburu yang membara.Zavier menghela napas panjang, menyadari bahwa penjelasan sederhana tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita yang mengaku sebagai istrinya itu."Nadia sedang menghadapi situasi yang rumit, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Percayalah, aku tidak melakukan hal yang salah," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hatinya dia tahu ba
Zavier menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban di balik tatapan mata Nadia. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar wajah yang mirip dengan Nayla. Mungkin, entah bagaimana, kita pernah memiliki hubungan yang lebih dari yang kita sadari.""atau... kamu adalah Nayla yang asli?" tanya Zavier, tetapi pertanyaan itu lebih kepada dirinya sendiri karena Nadia hanya menatapnya dengan wajah sendu.Mereka duduk dalam diam untuk sesaat, menikmati kehangatan yang masih tersisa dari momen itu. Meski ada banyak kebingungan dan pertanyaan yang masih menggantung di udara, keduanya merasakan ikatan yang aneh tapi nyata, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah waktu yang lama terpisah.Hujan mulai turun dengan deras di luar, butiran airnya membasahi jendela dan terdengar irama lembut yang menenangkan suasana.Zavier memandang keluar sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Nayla. Tanpa banyak bicara, ia menuntunnya ke r
Zavier kembali melangkah menuju Nayla dan berkata, "Kamu istirahat di dalam dan aku akan mengantar Joen pulang terlelbih dahulu. Setelah itu, aku akan datang dan membawa makanan untukmu, okey?"Nayla mengangguk dengan patuh dan memberikan senyuman yang hangat lalu melambaikan tangan kepada Joen.Mereka pun kembali masuk ke mobil, dan Zavier mengantarkan Joen pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, pikirannya berputar-putar, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil. Siapa sebenarnya wanita yang ia bawa ke rumah kosong itu? Apakah dia benar-benar Nayla yang asli, atau hanya hasil dari obsesi gila Bram yang menciptakan tiruan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, dan Zavier tahu, jawaban yang akan ia temukan mungkin akan mengubah segalanya.Setelah memastikan Joen kembali dengan aman, Zavier segera kembali ke rumah kosong tersebut. Ia harus berbicara dengan wanita itu, mencari tahu siapa sebenarnya dia, dan apa yang sebenarnya ter
Setelah kehabisan tenaga untuk melampiaskan amarahnya, Bram berjalan terseok-seok ke arah kamarnya. Pintu dibanting keras di belakangnya, menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu.Sara berdiri di depan pintu, sementara beberapa pelayan mulai dia atur untuk membersihkan pecahan kaca yang berhamburan di ruangan tamu.Beberapa saat kemudian, terdengar suara botol dibuka dan bau alkohol menyebar dari balik pintu. Bram menenggak minuman keras dengan kasar, mencoba menghilangkan rasa frustrasi dan kehampaan yang begitu dalam.Dia merasa telah melakukan segalanya—mengubah Sefia menjadi mirip Nayla, dan berpikir bisa memiliki Nayla perlahan—namun kenyataannya, Nayla yang sesungguhnya masih tetap tidak dapat dia miliki.Dalam kamar yang gelap itu, Bram merasa benar-benar kalah. Tidak peduli seberapa banyak dia mencoba mengendalikan keadaan, kenyataan selalu membuatnya merasa seperti sedang mengejar bayangan yang tak pernah bisa ia raih.Pria itu