"Silakan duduk!" kataku sambil tersenyum.
Pak Haris duduk dan aku langsung memulai rapat penting itu. Alif sampai di tempat persembunyian mereka. "Roni, di mana Fauzi? Apa dia masih belum kembali?" tanya Alif sambil merasa penasaran. "Tentu saja, kalian selalu sibuk sampai melupakan aku." jawab Roni sambil tersenyum. Fauzi langsung datang ke tempat mereka. "Itu dia!" kata Alif sambil tersenyum. "Kenapa kamu terlambat?" tanya Roni sambil merasa kesal. "Aku yakin kedatangan aku tidak berbeda jauh dari Alif. Kenapa aku disebut datang terlambat?" tanya Fauzi sambil merasa bingung. "Kalian ini selalu saja sibuk dengan urusan wanita. Bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Roni sambil merasa bingung. "Sebaiknya kita mencari keberadaan ibunya Alif." jawab Fauzi sambil tersenyum. "Apa itu akan bisa dilakukan dengan cepat?" tanya Roni sambil merasa bingung. <"Seperti itu apa? Maksud kamu saya itu menyebalkan." kataku sambil tersenyum."Sedikit." kata Zidan sambil tersenyum."Berani juga kamu, ternyata kamu ingin potong gaji bulan ini." kataku sambil tersenyum."Jangan, ibu Alea. Saya tidak ingin dipotong gaji. Maafkan saya." kata Zidan sambil tersenyum."Bagus itu, saya harus pergi." kataku sambil tersenyum.Aku langsung kembali ke meja makan Dita."Apa anda sudah selesai, ibu Alea? Ini makanan anda sudah dingin." kata Dita sambil tersenyum."Benarkah? Baik, tidak masalah." kataku sambil tersenyum."Kenapa Zidan begitu lama? Dia tidak tahu jika waktu makan siang hampir selesai." kata Dita sambil merasa kesal."Sebentar lagi dia akan kembali." kataku sambil tersenyum."Kenapa ibu bisa begitu yakin?" tanya Dita sambil merasa bingung.Zidan langsung duduk di dekat kami."Maaf, aku terlambat." kata Zidan sambil
"Alea, jika kamu sudah selesai. Bisakah kita bermain permainan itu? Sepertinya itu cukup menyenangkan." kata Alif sambil tersenyum."Permainan apa?" tanyaku sambil merasa bingung."Pemainan itu!" jawab Alif sambil menunjukkan ke arah permainan di lantai atas.Aku melihat ke atas dan ternyata Alif mengajak aku bermain permainan menari."Ternyata permainan itu. Baik, aku akan mencoba itu." kataku sambil tersenyum.Alif langsung membawa belanja aku menuju kasir dan aku langsung membayar semua belanja itu. Alif merasa kesal karena dia tidak bisa membayar belanjaan aku."Kenapa kamu diam saja? Apa yang membuat kamu merasa sangat kesal? Apa kamu ingin segera bermain?" tanyaku sambil merasa bingung."Maafkan aku, Alea. Seharusnya pria yang membayar belanjaan seorang wanita. Aku merasa seperti teman bukan kekasih kamu." jawab Alif sambil cemberut."Tidak perlu seperti itu. Aku belanja untuk diri aku send
Alif menggunakan puluhan lain untuk menggunakan mesin boneka itu. Aluf terus mencoba dan akhirnya dia berhasil mendapatkan boneka itu."Akhirnya aku bisa mendapatkan boneka ini. Pasti Alea senang saat menerima boneka ini." kata Alif sambil tersenyum.Alif langsung pergi ke kantor dan menemui aku di ruang kerja."Alif!" kataku sambil tersenyum."Alea, kamu harus menutup mata sekarang!" kata Alif sambil tersenyum."Tutup mata? Untuk apa?" tanyaku sambil merasa bingung."Tutup saja!" kata Alif sambil tersenyum."Baik, aku akan menutup mata." kataku sambil tersenyum.Saat aku menutup mata, Alif mendekati dan memberikan boneka kepada aku. Aku langsung membuka mata dan melihat boneka itu."Ternyata kamu sudah berusaha keras untuk mendapatkan boneka ini. Aku tidak menyangka bahwa kamu akan mendapatkan boneka ini. Akhirnya kamu berhasil." kataku sambil tersenyum."Tentu saja, aku tidak in
"Apa? Ini foto masa kecil aku. Kenapa foto ini bisa berada di lemari Alea? Apa Alea menyimpan foto aku ini? Ini sangat memalukan, aku terlihat sangat lugu dan polos. Ini foto terburuk sepanjang sejarah." kata Alif sambil merasa malu.Alif langsung menyimpan foto kecilnya. Saat itu, Tamara langsung pergi ke ruangan Andre."Ini dokumen yang kamu inginkan." kata Tamara sambil tersenyum."Apa kamu bisa menemani aku? Kita harus pergi ke proyek dan memeriksa pembangunan itu?" tanya Andre sambil tersenyum."Boleh, aku akan menemani kamu. Kamu pasti akan menemui pak Beni." jawab Tamara sambil tersenyum.Mereka berdua pergi ke proyek pembangunan itu. Dalam perjalanan, Andre menanyakan pendapat Tamara tentang kalung yang dia sudah beli."Bagaimana pendapat kamu tentang kalung ini?" tanya Andre sambil menunjukkan kalung itu."Bagus sekali. Untuk siapa kalung ini?" tanya Tamara sambil merasa penasaran."Untuk sese
"Ternyata kamu masih mengingat kejadian itu." kata Andre sambil tersenyum."Tentu saja, itu adalah kejadian tidak terlupakan sepanjang sejarah Andre." kata Tamara sambil tersenyum."Aku ingat saat kamu jatuh di depan semua teman kelas kita. Kamu menjatuhkan minuman ke wajah kakak kelas yang sedang kamu sukai sampai dia merasa malu dan pergi." kata Andre sambil tersenyum."Benar itu, aku merasa bersalah terhadap dia. Aku langsung kehilangan harapan untuk dekat dengan dia. Lebih baik mundur daripada ditolak oleh dia. Itu akan sangat memalukan bagi aku." kata Tamara sambil tersenyum."Tidak masalah, terkadang harus ada yang membuat kita merasa malu sampai ingin tertawa. Supaya hidup terasa beraneka ragam. Tidak berjalan dengan datar. Kita memiliki kisah untuk diceritakan kepada pasangan kita nanti." kata Andre sambil tersenyum."Aku setuju dengan kamu, Andre." kata Tamara sambil tersenyum."Tentu saja, aku memang benar."
Rara mulai berhenti menangis dan merasa senang. Aku merasa salah karena menjanjikan sesuatu yang sangat sulit. Alif melihat ke arahku dan tersenyum. Alif langsung memegang tanganku."Jangan khawatir, aku akan menemukan orang tua dia. Aku tidak akan membiarkan kamu merasa sedih. Aku bisa mencari seseorang. Itu sudah tugas aku, tidak akan sulit bagi aku menemukan orang tua dia. Kamu harus percaya kepada aku." kata Alif sambil tersenyum."Baik." kataku sambil cemberut."Jangan cemberut, kamu harus tersenyum. Aku tidak akan mengecewakan kamu. Aku pasti akan menemukan orang tua dia." kata Alif sambil tersenyum."Baik, Alif." kataku sambil tersenyum.Kami sampai di rumahku."Rara, apa kamu ingin makan sesuatu?" tanyaku sambil merasa bingung."Aku menang sangat lapar. Aku ingin makan." jawab Rara sambil merasa sedih."Kamu duduk sebentar saja di sini. Aku sudah memesan makanan untuk kita bertiga." katak
Roni memikirkan perkataan Alif itu benar. Roni tidak akan aman jika dia terus tinggal di tempat ini."Baik, aku akan tinggal dengan kalian berdua." jawab Roni sambil merasa kesal."Bagaimana dengan aku? Kenapa kamu tidak mengajak aku, Alif?" tanya Fauzi sambil merasa kesal."Kamu akan tinggal di rumah Dita, bukan?" tanya Alif sambil tersenyum."Kenapa aku tidak bersama kalian saja? Bagaimana jika aku ditangkap oleh mafia itu? Bagaimana jika mereka menemukan aku di rumah Dita?" tanya Fauzi sambil merasa khawatir."Bodoh, mafia itu bukan polisi. Mereka tidak akan bisa memasuki tempat tinggal seseorang. Mereka hanya akan mencari tempat yang mencurigakan dan sepi. Tempat yang tidak memiliki kepemilikan atau pemilik yang kurang jelas. Sedangkan Alea dan Dita, mereka tidak berurusan dengan para mafia itu." Jawab Alif."Benar itu, aku pikir kamu sudah mulai pandai. Ternyata kamu masih saja lambat, Fauzi." kata Roni sambil te
"Aku sudah tidak memiliki tenaga untuk mendorong batu sebesar ini. Aku tidak kuat." kata Roni sambil merasa lelah."Apa kamu pikir kami sanggup?" tanya Alif sambil merasa kesal."Benar, Roni. Aku lelah tapi ini harus kita lakukan." kata Fauzi sambil merasa kesal.Mereka mencoba mendorong batu besar itu dengan sekuat tenaga. Sampai akhirnya mereka berhasil mendorong batu besar itu."Berhasil, kita harus maju lagi." Kata Alif."Syukurlah, aku tidak perlu lari lagi. Tenaga sudah terkuras dengan sangat dalam." kata Fauzi sambil merasa lelah."Aku sangat lapar, aku ingin segera makan." kata Roni sambil merasa kesal."Kita masih harus mencari jalan keluar sebelum pergi mencari makanan." kata Alif sambil merasa bingung."Ke mana lagi kita harus pergi?" tanya Fauzi sambil merasa bingung."Kita harus menemukan jalan ke arah pulang." Jawab Alif.Semakin mereka maju, mereka semakin tid