SELAMA pelajaran Fisika Pak Judi, Adelia tidak berkicau seperti biasanya. Ia hanya diam, diam seribu bahasa, sebelah tangannya pun menopang dagunya dengan pandangan mata yang kosong. Dan kadang gadis itu senyum-senyum sendiri tidak jelas. Friska yang memang sedang sibuk mencatat pun tidak memperhatikan nya, Ia ingin fokus dengan pelajaran yang selalu menjatuhkan nilainya itu.
Di fikiran Adelia saat ini hanya ada satu nama yaitu, Dicky, si pangeran kodoknya. Jujur, rasa rindunya kepada pemuda itu sedikit terobati. Baru sedikit ya? Belum sepenuhnya. Karena rindu itu akan benar-benar terobati kalau Ia sudah bertemu dengannya. Selama Ia remaja ini, tak pernah Ia memikirkan cowok manapun selain Dicky. Karena Adelia memang sudah menyukainya sejak kecil dan rasa itu masih abadi sampai sekarang ini.
Bisa dibilang juga kalau Dicky itu cinta monyetnya Adelia. Dalam hati gadis itu pun terputar salah satu lagu milik Utopia yang berjudul Hujan. Lagu itu melantun mengiringi angan-angannya bersama Dicky di fikirannya.
Dua sejoli itu berdiri dengan posisi saling berhadapan di tengah taburan bunga-bunga dengan berbagai warna yang disusun membentuk hati dan di sekelilingnya dibatasi oleh lilin-lilin kecil. Malam ini adalah pertama kalinya mereka bertemu setelah 10 tahun berpisah.
Pemuda tampan yang memiliki postur tubuh tinggi tegap walaupun agak cungkring sedikit dan dengan gaya rambutnya yang dibikin poni dan menutupi setengah dahinya itu Dicky. Sedangkan gadis cantik namun sedikit tomboy di hadapannya itu Adelia.
Mereka saling beradu pandang, mencari keteduhan yang mampu menyejukkan hati masing-masing. Kerinduan yang teramat dalam itu pun hilang sudah, berganti dengan kebahagiaan walaupun masih dengan status mereka yang hanya sebatas teman.
Dicky terkekeh geli melihat gadis di hadapannya yang sedari tadi menahan senyumnya yang ingin keluar, "Kalo mau senyum, ya senyum aja lagi! Nggak ada yang ngelarang kok! Malah bikin gue tambah suka!" kata Dicky.
Hal itu membuat pipi Adelia pun tampak seperti habis memakai blush on, "Ih~ rese ya! Udah ah natapnya, males!" umpat Adelia sembari mengalihkan pandangannya kearah lain.
Dicky langsung tertawa kecil mendengar penuturannya, "Yee dasar, putri keong!" kata Dicky sembari mencubit pipi Adelia.
Gadis itu sedikit meringis kemudian mengusap-usap pipinya, "Aduh~ sakit Dicky!" kesal Adelia sembari menoyor kepala Dicky.
"Gitu doang juga!" gemas Dicky sembari mencubitnya sekali lagi.
"Dicky sakit ih! Rese' banget deh!" gerutu Adelia sembari memanyunkan bibirnya dan mengusap-usap pipinya.
"Hmm.. Sakit ya? Mau gue obatin nggak? Dijamin deh langsung enakan!" kata Dicky setelah Ia mengeluarkan senyum devilnya.
"Nggakk!!" ketusnya.
"Yee serius! Ayo tutup mata biar gue obatin! Cepet!" kata Dicky.
"Emang bisa? Terus kenapa harus tutup mata segala? Ngobatinnya gimana?" tanya Adelia ragu.
"Rahasia! Udah cepetan tutup mata!" kata Dicky.
"Nggak mau!" kata Adelia.
"Nurut aja kenapa, ayo tutup mata!" gemas Dicky.
"Ih, ngapain sih! Nggak perlu diobatin Dicky! Keras kepala banget sih!" keukeuh Adelia.
"Adelia tutup mata!" gemas Dicky (2).
"Nggakkk!" keukeuh Adelia (2).
"Tutup mata!" gemas Dicky (3).
"Nggakk!" keukeuh Adelia (3).
"Tutup mata!" gemas Dicky (4).
"Nggakk!" keukeuh Adelia (4).
"Tutup mata!" gemas Dicky (5).
"Nggak Dickyy! Udah nggak sakit juga!" kesal Adelia.
"Nggak papa! Udah tutup mata aja!" kata Dicky ngotot.
"Nggakkk!" keukeuh Adelia (5).
"Tutup mata!" gemas Dicky (6).
"Kenapa maksa banget sih! Ini udah nggak sa-" kesal Adelia terpotong karena tiba-tiba saja Dicky..
Cupps~
Cupps~
Dicky mencium pipi kanan dan kiri Adelia cepat.
Hal itu spontan membuat Adelia pun melotokan matanya, "DICKYY!! INI KALI KEDUA YAA LO CIUM PIPI GUEE!! DASAR RESE" teriak Adelia dengan pipi merah padamnya sembari menoyor lagi kepala Dicky, namun berkali-kali. "Aduh duh~ Adell!! Lo kenapa sih suka banget noyor gue! Kalo kepala gue kenapa kenapa gimana? Mau tanggung jawab?" kata Dicky sembari menghentikan aktivitas Adelia dengan menahan pergelangan tangannya. "Lebay Lo, gitu doang juga!!" umpat Adelia sembari melepaskan cekalan tangan Dicky. "Hahhahaa!!" tawa Dicky. "Lagian Lo tuh ngapain sih, cium-cium gue! Ini sakral tau nggak! Yang
"Lo hari ini kenapa sih, Del? Nggak biasa banget deh ngelamun di kelas!" tanya Friska setelah Ia meneguk sedikit minuman dingin yang tadi sempat dibelinya di koperasi. Saat ini mereka berada di taman, di salah satu tempat duduk yang terbuat dari batu dan melingkari meja di tengahnya yang terbuat dari batu juga. "Ah gue belum cerita sama Lo sih? Jadi Lo nggak tau!" jawab Adelia lalu menyambar minuman Friska dan memintanya sedikit. "Emang apaan sih? Gue kemaks nih, Lo ceritain deh sekarang! Gue kan sahabat Lo dari SMP, jadi gue harus tau segala tentang Lo!" kata Friska sembari menunjuk Adelia. "Yaudah sekarang gue cerita! Jadi gini, gue tuh punya temen, temen kecil. Cowok, namanya Dicky. Kita sering banget maen bareng. Tapi pas kita udah berumur 7 tahun, dia cabut. Ke Paris. Karena bokapnya dia mau ngembangin bisnisnya disana, jadi mau nggak mau dia sama nyokapnya mesti ikut! Terus gue sama dia
"Ahaha yaa gue juga nggak tau! Cuma inget di dongeng itu aja sih kalo ada kodok dateng pas hujan-hujan itu tandanya dia jelmaan seorang pangeran yang ingin terbebas dari kutukannya! Terus kalo dicium sama perempuan dia bakalan bisa berubah jadi pangeran beneran. Sama halnya dengan keong! Kalo ada keong dateng pas hujan-hujan itu tandanya dia jelmaan putri cantik yang ingin terbebas dari kutukannya! Terus kalo dicium sama laki-laki, keong itu bakalan beneran berubah jadi putri cantik itu! Jadi, gue sama Dicky ngebuktiin deh, bener apa nggak sih dongeng itu? Maklum lah kan kita masih anak kecil, jadi nggak tau kalo dongeng itu cuma fiktif!" kata Adelia panjang lebar. "Hahahhahaa jelas lah! Mau Lo cium sampe mulut Lo berbusa juga nggak bakalan berubah jadi pangeran! Hahahhahaa!" ejek Friska. "Ih~ Friska! Malah ketawa! Gue kan udah bilang! Waktu itu gue masih kecil, jadi nggak tau!" kesal Adelia sembari mengerucutkan bibirnya.
Permen karet. Hanya dua kata itu yang mampu memperbaiki mood Reno yang tiba-tiba saja memburuk seketika melihat kertas di tangannya, kertas yang pada bagian atas tertulis Ulangan Harian 2 Matematika. Reno menatap malas kertas itu sebentar kemudian meremasnya santai. Karena nilai yang tertulis di dalamnya itu ditulis dengan menggunakan tinta merah. Jadi, sudah jelas Ia akan mengulangnya lagi. "Dapet berapa Lo, Bos?" tanya Ivan sembari mendekat kearah Reno yang masih stay duduk di meja guru. Cowok itu dengan bangganya memperhatikan kertas ulangannya, "Gue nih, dapet 4! Keren kan? Gue belum pernah loh dapet nilai segede ini pas ulangan matematik! Paling sering juga dapet 2 kalo nggak yah 2,5!" tambah Ivan dengan gayanya yang begitu sok. Reno menatapnya heran sembari menaikkan sudut bibirnya. Sham pun menghampiri dua sohibnya itu dan saling berpandangan dengan Reno. Mereka langsung geleng-geleng kepala bersamaan ke
Adelia berjalan menuruni undakan kecil untuk menuju parkiran. Gadis itu pun langsung menuju motor Ninja merahnya dan menaikinya kemudian memakai helf full face nya dan menyalakan mesin motornya. Tak butuh waktu lama, motor Adelia pun telah menjauhi pelataran sekolah. Dengan jagonya Adelia mengendarai motornya membelah jalanan di ibukota. Beberapa menit dalam perjalanan, Ia pun sampai di rumah. Adelia memelankan laju motornya ketika berbelok memasuki halaman rumahnya itu, Ia berhenti di depan garasi kemudian mematikan mesin motor dan melepas helm full face nya yang langsung saja Ia letakkan diatas tanki motor. Adelia pun turun dan melangkah kecil menuju undakan yang memang menjadi akses jalan menuju pintu utama, Ia berjalan santai di undakan dengan satu belokan tersebut. Saat sampai di atas. Adelia mengernyitkan dahinya heran, karena biasanya Marissa selalu membiarkan pintu ut
MARISSA dan Renata menatap intens dua orang muda mudi yang kini duduk di sofa di depan mereka dengan saling membuang pandangan masing-masing berlawan arah. Marissa menyilangkan kakinya lalu menggelengkan kepala memperhatikan anak gadisnya yang seperti tidak ada rasa berdosa itu. "Adelia ... Kamu nggak mau minta maaf sama Dicky, teman kecil kamu yang baru aja balik dari Paris setelah 10 tahun dia tinggal disana? Dan sekarang dia yang berniat mau kasih surprise ke kamu biar kamunya seneng tapi malah kamu sambut dengan nuduh dia maling dan gebukin dia pake sapu? Kamu nggak mau minta maaf? Emang di wajahnya ada tampang kriminal apa? Orang jelas-jelas ganteng kayak Zian Malik gitu? Jahat banget sih Del?" tanya Marissa panjang lebar juga penuh penekanan di setiap katanya. Begitu mendengar kata ganteng, Dicky pun berbalik menatap kearah Marissa. Pemuda itu tersenyum menyadari dirinya dipuji, "Ah tante nih bisa aja? Eman
Deg-deg-an. Itulah yang Adelia saat ini rasakan. Berjalan beriringan dengan Dicky di sebelahnya menelusuri taman kompleks yang letaknya tak jauh dari rumahnya. Dengan gadis itu yang masih memakai seragam khas GHS. Sedari tadi diantara mereka pun tidak ada perbincangan, hanya suara gesekan antara sepatu dengan aspal jalan yang terdengar. Entah kenapa suasana menjadi canggung seperti itu. Adelia menjerit dalam hatinya sembari menggigit bibir bawahnya untuk menahan senyumnya yang entah kenapa sedari tadi ingin keluar. Ya Tuhann!! Kenapa gue deg-degan kayak gini coba? Padahal nggak ngapa-ngapain, cuma jalan barengg doangg!! Aduhhh kayaknya kelinci dalam hati gue lagi pada lompat-lompat deh!!
"Lo kayaknya suka banget ya makan es krim, sampe belepotan gitu?" tanya Dicky sembari memperhatikan cara Adelia memakan cornetto black and white nya yang begitu rakus. Saat ini mereka sedang duduk bersebelahan di salah satu bangku taman, di bawah pohon, dengan ice cream di tangan mereka, "Abisnya laper gue!" jawab Adelia. Tangan Dicky terulur untuk membersihkan sudut bibir Adelia, membuat gadis itu pun menghentikan aktivitasnya dan menoleh kearah Dicky. Pemuda itu. Cinta monyetnya. Membersihkan bibirnya yang belepotan.
SATU hal yang tidak pernah terlintas dalam benak Adelia selama ini, yaitu kenyataan bahwa Raisha ternyata bermuka dua alias musuh dalam selimut. Setelah benar-benar mendengarkan cerita Friska kemarin di telfon, emosi cewek itu benar-benar tersulut dan terbakar. Benar-benar tidak habis fikir dengan ke-kejam-an Raisha-plus Cherry and the gank, memutus rem motornya. Masih untung ia bisa selamat, kalau tidak? Memangnya Raisha mau mengganti dengan nyawanya? Itu jelas tidak mungkin.Dan hari ini, gadis itu sudah bertekad akan melabraknya. Walaupun Dicky pula sudah berkali-kali memberinya nasihat untuk tidak terlalu emosi, tapi tetap saja, Adelia tetap Adelia, Adelia yang frontal, brutal, bar-bar, tidak takut dengan apapun, tidak ingin ditindas, atau apalah itu. Karena gadis itu juga tidak mungkin bisa diam saja, seakan-akan tidak terjadi apa-apa sementara dalam emosi dalam dirinya terus bergejolak.Karena masalah ini juga sudah kelewatan. Memutus
BEBERAPA kali Dicky mengetuk-ketukkan jari tangannya di atas meja. Terhitung sejak istirahat pertama yang telah usai beberapa menit yang lalu kemudian disusul pelajaran berikutnya yang juga telah berlangsung beberapa menit, Adelia tak kunjung menampakkan batang hidungnya di kelas. Hingga kini terketuklah pintu hati pemuda itu untuk angkat pantat dari kursinya dan ijin keluar kelas dengan alasan ke kamar mandi.Apa tuh cewek marah ya sama gue? Sialan! Gue-nya juga si yang bego, mau-mau aja makan bareng sama Raisha. Duh! Lo kemana sih Del?Di setiap langkahnya menyusuri koridor yang sepi, Dicky tak henti-hentinya memikirkan Adelia dan merutuki kebodohan dirinya. Beberapa pesan sudah Dicky kirimkan namun tidak dibalas, panggilan pula tidak diangkat. Ia telah mengunjungi beberapa tempat seperti: kantin, perpustakaan, bahkan ruang musik-walaupun ia tahu, cewek itu tidak mungkin berada disana-tetapi Adelia masih belum juga ketemu.
HARI terus berganti. Tak terasa bulan Februari telah habis dan mulai memasuki bulan baru, Maret. Karena memang lukanya tidak parah, keadaan Adelia semakin kesini semakin membaik. Dan setelah diperbolehkan keluar dari rumah sakit beberapa hari yang lalu, kini gadis itu dapat menghirup udara lagi dengan bebas dan menjalani kehidupan seperti biasanya.Mungkin setelah adanya insiden yang mencelakakan Adelia beberapa waktu lalu, membuat Dicky semakin menunjukkan perhatiannya. Seperti saat ini, baru saja Adelia terbangun dari tidurnya-disaat matahari mulai merangkak naik-Dicky telah datang menghampirinya dengan semangkuk bubur ayam yang tadi dibelinya di warung makan gang depan pagi-pagi sekali."Gimana rasanya? Enak?" tanya Dicky, sembari memperhatikan Adelia menyantap makanan itu. Untung saja gadis itu bangun tepat waktu, sehingga Dicky tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk membangunkannya.Masih mengunyah, Adelia men
CUACA pagi ini sedikit mendung. Tidak seperti hari-hari biasanya. Sama seperti hati Dicky ketika pemuda itu menginjakkan kakinya di halaman sekolah. Setelah semalaman ia tidur di rumah sakit karena menjaga Adelia, pukul 6 tadi ia baru bisa pulang ke rumah dan langsung bersiap-siap ke sekolah.Sebenarnya, Dicky ingin absen hari ini karena ia ingin tetap berada di samping Adelia. Hanya takut saja kalau gadis itu tiba-tiba membutuhkan sesuatu dan ia tidak sedang bersamanya. Namun, Adelia tentu tidak ingin kalau Dicky sampai tertinggal pelajaran di kelas hanya karena menjaganya, sehingga ia harus memaksa pacarnya itu untuk tetap masuk sekolah sampai Dicky akhirnya menuruti perkataannya."Pagi Dicky!"Seseorang bersuara feminim tiba-tiba datang dan menepuk pundaknya dari belakang lalu disusul dengan langkahnya yang langsung ia sejajarkan dengan Dicky. Pemuda itu kontan menoleh. "Raisha?"Senyum
CAHAYA matahari di siang bolong nampaknya begitu membakar kulit Dicky dan teman-teman satu timnya yang tengah bermain basket di lapangan outdoor. Berpeluh-peluh keringat yang menetes di setiap wajah itu, membuat mereka terlihat semakin kece-apalagi Dicky, tingkat ketampanannya bertambah begitu wajahnya terekspos oleh sinar matahari.Tak sedikit pasang mata kaum hawa di sekeliling lapangan yang menyaksikan aktivitas mereka. Bahkan, sesekali ada yang menjerit begitu melihat Dicky memasukkan bola ke dalam ring dengan mulus dan dari sudut manapun.Dug~Dug~Dug~Suara pantulan bola basket dengan lantai lapangan, juga decitan sepatu, dan suara bariton cowok-cowok itu amat mendominasi. Dari satu arah, Adelia datang dengan membawa minuman dingin dan handuk kecil kemudian duduk di salah satu bangku di bawah pohon yang berada di pinggir lapangan. Ikut menyaksikan mereka.&nbs
"Kriinggg ..''BEL masuk khas GHS baru saja dibunyikan oleh seorang security di ruang TU, getaran suaranya pun merambat hingga terdengar ke seluruh penjuru sekolah itu. Terlihat murid-murid dari berbagai angkatan mulai berbondong-bondong memasuki kelas masing-masing, termasuk Adelia, Friska, dan Dicky. Entah, setelah mengetahui kenyataan kalau ternyata Dimas memiliki hubungan khusus dengan Raisha-terbukti saat cowok itu menjemputnya tempo hari, kini Friska lebih sering berangkat siang.Di bangku paling belakang dan deretan ke 3 dari barat, Adelia mendudukkan pantatnya di tempat duduk yang berada disana, diikuti Friska di sampingnya sementara Dicky duduk di bangku sebelah mereka."Hhh .. Kalian makin hari makin lengket aja deh gue liat-liat! Udah kayak perangko aja! Bikin gue iri tau nggak!" celetuk Friska sambil menghempaskan tas selempangnya di atas meja.Mendengar itu, membuat Dicky dan Adeli
LANGIT sudah benar-benar gelap. Dicky berkali-kali menelfon Adelia namun yang ia dapatkan hanyalah suara mbak-mbak operator yang mengatakan bahwa nomor yang dituju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Sedari tadi Dicky juga hanya berjalan mondar-mandir di balkon kamarnya. Ia merasakan hatinya tidak tenang. Cemas dan khwatir amat berkecamuk dalam dirinya karena gadis itu belum juga menampakkan batang hidungnya sampai saat ini."Adel kemana sih? Udah jam segini kok nggak pulang-pulang?" pemuda itu bergumam seraya melirik arloji dalam pergelangan tangannya. "Apa gue cek ke sekolah aja kalik ya?" fikirnya.Karena tidak ingin terjadi apa-apa, Dicky akhirnya memutuskan untuk mencarinya di sekolah. Ia berjalan cepat menuju garasi untuk mengeluarkan mobil dan segera meluncur keluar meninggalkan rumahnya, juga rumah Adelia, yang begitu sepi itu. Ya! Pasalnya, orangtua mereka dengan kompaknya pergi ke luar negeri tanpa sepengetahuan Dicky
DERAP langkah kaki Adelia tampak menyusuri lorong-lorong koridor yang masih sepi, baru beberapa saja yang datang karena hari masih terlalu pagi. Ya! Karena ini hari Senin dan ia tidak mau terlambat upacara. Namun, langkahnya terlihat santai dan tidak begitu semangat. Pandangannya pun kosong, sepertinya suasana hati sedang tidak secerah matahari pagi. Berkali-kali Adelia menghela nafas dan mengeratkan pegangannya pada tali tas ranselnya.Arahnya berjalan pun tidak menuju ke kelasnya, namun ke tempat lain. Hingga tak lama, gadis itu sampai di sebuah taman yang lumayan luas dan letaknya berada di belakang sekolah, yang notabenenya jarang dikunjungi oleh murid-murid. Rerumputan hijau tampak berembun, udara masih segar. Adelia segera berjalan menuju sebuah kursi panjang yang ada disana."Aduh~ Kenapa masih sakit aja sih, udah diobatin juga tadi malem!" gadis itu mendudukkan pantatnya disana. Jari-jari tangannya meraba bagian sudut bibir yan
SALAH satu hal yang paling jarang-bahkan tidak pernah, dilakukan oleh seorang Adelia adalah memasak. Oleh karena itu, Marissa memaksanya untuk belajar supaya gadis itu menjadi perempuan yang benar-benar perempuan. Namun, sedari tadi gadis itu hanya menekuk wajahnya sembari memotong wortel dengan asal-asalan. Sehingga potongan wortel yang dihasilkan pun ada berbagai macam ukuran dan bentuk, ada yang besar, ada yang kecil, ada yang segitiga, dan ada pula yang kotak.Tak~Tak~Tak~Suara pisau dengan papan begitu mendominasi dapur itu. Sementara Adelia memotong wortel, Marissa sibuk menggoreng ayam. "Aduh, kamu salah motongnya, Del! Jangan gede-gede gitu, tipis-tipis aja, kamu gimana sih?" omel wanita itu saat memperhatikan kerja anak gadisnya yang ternyata diluar ekspektasi."Yang penting kan dipotong ma? Biar kenyang kan kalo gede-gede gini!" ujar Adelia masih dengan aktivitas mem