“Val, kata kak Roni, Papa udah sadar dan udah pindah ke ruang perawatan.”
Risko dan Valerie sedang siap-siap untuk pulang dari rumah sakit. Niatnya Valerie ingin langsung pergi ke kantor, tapi ternyata urusan administrasi tidak bisa diselesaikan pagi-pagi sekali. Untungnya laptop selalu ada di mobil dan membuat Valerie bisa mengerjakan pekerjaannya sambil ia menunggu selesai urusan administasi.“Oh iya Risko. Kemarin Faris chat aku katanya dia minta maaf sama kamu,” ujar Valerie.“Oh iya? Disa bisa minta maaf juga?” tanya Risko sambil terkekeh.“Hahhaa aku juga bingung. Risko, sekali lagi maafin aku ya,” ujar Valerie.Risko menatap Valerie dengan intens. Menjelajah ke matanya, mata yang memancarkan kesedihan yang amat dalam. Risko ingin mata itu berbinar lagi. Ia ingin mata itu memancarkan kebahagiaan seperti waktu ia memasak.“Valerie, enggak ada yang perlu dimaafin karena kamu emang enggak saAnita tidak tahu akan dibawa kemana oleh Faris. Mereka sudah berada di jalan sekitar 10 menit dan belum ada tanda-tanda kalau mereka mau sampai. Anita berasumsi kalau mereka masih lumayan jauh.“Anita, kamu suka lagu apa?” tanya Faris memecah keheningan. Sedari tadi tidak ada yang bicara sama sekali. Anita benar-benar bingung harus bersikap bagaimana jika dirinya hanya berduaan dengan Faris nemun bukan dalam konteks pekerjaan.“Tipe lagu yang saya suka lagu-lagu local Pak. Kayak kerispatih, wali kayak gitu-gitu,” kata Intan.“Saya kira orang kayak kamu Sukanya avril, justin Bieber gitu gitu.”“Orang kayak saya gimana maksudnya Pak?” tanya Anita. Dia benar-benar takut salah bicara, karena sebelumya belum pernah sama sekali ia berbicara diluar hal pekerjaan dengan Faris.“Ya wanita metropolitan. Dengan kerja kantoran, gaji diatas rata-rata, kalo ngopi di tempat fancy, setiap minggu ke mall untuk “me t
“Kebetulan saya lagi enggak punya pacar Pak, males pacaran, kayaknya umuran saya udah emggak usah pacaran sih,” ucap Anita menggantung.“Emang umur kamu berapa?” tanya Faris.“Hahahha, Pak tau enggak untuk beberapa orang terutama wanita, nanya kayak gitu tuh sensitive, sedangkan Bapak nanya seolah nanya mau makan enggak. Se gampang itu haha.”“Eh emang iya?” tanya Faris.“Iyaa. Tapi kalo saya sih enggak apa-apa. Saya umur 28 Pak,” ujar Anita.“You really don’t look like a 28 years old woman,” ujar Faris tulus.“Emang keliatannya kayak berapa?” tanya Anita.“Saya kira kamu 22 or 23.”“Kenapa berfikir kayak gitu Pak?” tanya Anita.“Muka kamu bener-bener masih keliatan 22 atau 23an.”Wajah Anita yang berkulit bersih dan putih, dengan makeup seadanya, dan rambut yang selalu di kuncir kuda, kecuali ada meeting formal. Juga Anita yang seringkali memakai blouse-blouse berwarna cerah untuk pergi ke kantor, juga style kesukaannya kaus dan celana jeans jika sedang hari bebas. Tidak terlihat s
Anita tiba-tiba membeku, di dalam ruangannya, ia menemukan Faris sedang shalat. Ia tidak menyangka, Faris yang pikirannya sangat modern tetapi tidak pernah lupakan ibadahh.Karena merasa kurang nyaman, akhirnya Anita meletakkan rotinya di meja kerja Faris dan keluar dari ruangan Faris. Anita benar-benar salah mengira selama ini. Ia kira dengan sikap Faris yang serba modern dengan latar belakang keluarga berada, dan memiliki otak bisnis dari ayahnya, Faris sudah melupakan caranya berterimakasih pada Tuhannya.Tapi ternyata ia salah, Faris benar-benar masih memegang teguh ajaran Tuhannya. Anita jadi semakin merasa respect pada Faris. Wanita seperti apa yang menolak Faris untuk dijadikan istri?“Anita, makasih ya rotinya,” Anita yang sedang bengong di mejanya kaget mendengar suara Faris yang tiba-tiba keluar dari ruangannya hanya untuk berterimakasih padanya.“Iya Pak, sama-sama,” ujar Anita sambil tersenyum.Faris masuk ke ruangannya da
Faris bangun tidur dalam keadaan kedinginan. Ternyata ia lupa mematikan AC ketika ingin tidur. Karena biasanya ia akan mematikan AC ketika mau tidur, kondisi kantor sudah dingin tanpa perlu menyalakan AC jika malam.Faris melirik jam di dindingnya, masih pukul 06.10, masih terlalu pagi.“Anita pasti belum bangun nih,” ujar Faris. ia tersentak. Mengapa ia memikirkan Anita terus-terusan? Ada apa sebenarnya dengan dirinya? Apa karena semalam ia memutuskan untuk tidak mengganggu Valerie dan mencoba membuka hati untuk orang lain, dan kebetulan ada Anita di depan matanya, ia jadi memikirkan Anita terus? Ah nanti juga kalo ada wanita lain, Anita gue lupain, begitu pikir Faris.Faris keluar ruangannya untuk melihat Anita. Tapi ia tidak melihat ada Anita. Faris menghampiri meja Anita mungkin ia tidur di bawah meja. Tapi Faris juga tidak melihat ada Anita.Faris mencari kesana kemari, ke pantry, juga tidak ada Anita. Faris langsung menelpon An
Valerie sedang mengunjungi Ayah Risko yang sudah beberapa hari masuk ke ruang perawatan, sudah tidak ada di ruang ICU lagi. Valerie lega melihat Pak Ayub - Ayah Risko semakin hari semakin segar. Luka di tubuhnya juga sudah semakin membaik.“Pagi om,” sapa Valerie.“Pagi Valerie,” balas Pak Ayub.“Maaf ya Om saya baru bisa ke sini, dari kemarin kerjaan lagi banyak yang kepending jadi enggak sempet kesini, ini karena sabtu jadi saya libur,” ujar Valerie.“Enggak apa-apa Val, Om seneng kamu ke sini, dan terimakasih udah jagain anak bontot om yaa,” kata Pak Ayub sambil melirik iseng ke arah Risko.“Apaan si Pah,” jawab Risko sebal. Ia memang sering dibilang anak bontot oleh ayahnya. Memang ia anak bontot yang berarti anak bungsu, namun sebutan anak bontot membuatnya seolah-olah ia adalah anak yang sangat manja.“Om gimana kondisinya?” tanya Valerie.“Udah lebih baik. Tapi kay
“Sebenernya Mama tuh enggak terlalu detail untuk masalah pencatatan, ya dia basicnya emang bukan bisnis, jadi yang penting setiap tanggal 25 semua karyawan bisa gajian, bahan bisa kebeli dan usaha jalan terus.”Risko dan Valerie sedang berada di ruang kerja Bu Rika. Hari ini Valerie sudah janji bahwa ia akan mencoba untuk melanjutkan usaha KS burger. Bagaimana nantinya, apakah ketakutannya terbukti atau tidak, setidaknya ia sudah berusaha mencoba.Ruangan ini hanya ruangan kecil yang berisi 1 meja kerja berukuran 1 meter, dan sebuah lemari brankas. Diatas meja terdapat 3 tumpukan kertas, sebuah laptop, sebuah printer kecil di ujung meja.“Ini setau aku ya, ini tuh struk penjualan yang Mama print setiap malem pas toko udah tutup, struk ini isinya semua penjualan hari itu. Udah kerangkum. Jadi bisa dilihat di sini, ada yang cash, ada yang pake kartu. Trus yang cash uangnya di cocokin sama fisik uangnya, biasnaya kalo lebih nanti dipisahin, kalo k
Valerie masuk ke kamar Risko. Kamar Risko sementara dihuni oleh Roni selama ia ada di sini. Sementara Risko masih tidur di rumah Valerie. Risko hanya mengambil sebuah gitar dan beberapa helai kemeja untuk bekerja, Risko memang tidak membawa banyak baju karena untuk dipakai Roni, terutama kaus.Valerie menjelajahi kamar Risko. Ia melihat ke berbagai sisi kamar yang didominasi warna hitam dan putih ini.“Kamar kamu rapih ya, apa karena Roni yang nempatin?” tanya Valerie.“Jangan skeptis gitu. Kamar aku emang selalu rapih, yak arena aku jarang di kamar. Aku lebih banyak di kantor daripada di rumah, sekalinya di rumah juga di toko, bantuin Mama sama Papa kalo akhir pekan.”“Kamu Cuma mau ambil itu?” tanya Valerie yang melihat Risko seperti sudah selesai dengan segala urusan packing barang.“Iya ini aja. Kaos aku tinggal buat dipake Kak Roni, nanti kalo mau beli aja,” jawab Risko.“Yaudah yuk
“Risko, maksud kamu bayarin semua belanjaan aku apa sih?” tanya Valerie ketika mereka sudah sampai di mobil.“Kalo kamu permasalahin masalah aku bayarin, aku juga akan masalahin setiap kamu masakin dan manjain aku ya,” balas Risko.Valerie tersenyum mengerti. Ia benar-benar beruntung bertemu dengan Risko. Ia merasa setengah dari beban hidupnya berkurang dan dipikul bersama dengan Risko.Sampai di rumah, Valerie langsung membereskan semua yang mereka beli di supermarket tadi. Semua bahan sayuran dimasukkan dan ditata dengan sangat rapih di sebuah kulkas khusus sayuran.Semua bahan daging, ayam, daging sapi, ikan semua dijadikan satu di freezer. Ia juga membeli bahan instan seperti chicken wings dan chicken nugget, juga kentang goreng instan. Valerie sengaja membeli yang instan in case ia tidak sempat memasak.Sedangkan kulkas yang satu lagi berisi semua minuman. Kulkas didominasi dengan air putih, sisanya adalah kopi dingin dan i
“Jadi gini Bu Valerie..”Faris mendengarkan di depan pintu dengan Valerie yang ada di tempat tidur.“Ibu pernah punya histori radang tenggorokan ya?” tanya Dokter Ali.“Iya dok,” jawab Valerie.“Nah radang tenggorokannya itu kumat bu, jadi demam, enggak enak badan. Lidah juga pahit. Ini enggak apa-apa kok. Cuma butuh istirahat aja, makan juga jangan sembarangan dulu ya bu. Trus banyakin minum air putih.”Valerie mengangguk-angguk. Sudah bukan hal baru dirinya terkena radang tenggorokan. Biasanya jika ia banyak pikiran, atau tubuhnya sedang lelah, radangnya bisa memerah dan membuatnya tidak enak badan.Namun kali ini, sakitnya luar biasa. Mungkin karena ia benar-benar tidak memperhatikan makanan atau minuman apa yang ia konsumsi belakangan, ditambah lagi dengan aktifitasnya yang tidak ada behentinya.“Ini saya buat resep untuk radang tenggorokannya ya, nanti bisa ditebus di apotik. Kalo 3 hari be
Pukul 4 pagi, Valerie dan Faris baru sampai di rumah. Tubuh mereka sudah lelah dan mengantuk.“Kamu apa aku yang mandi duluan?” tanya Valerie.“Kamu aja dulu, abis itu baru aku,” jawab Faris.Setelah Valerie dan Faris mandi, keduanya langsung tertidur. Namun, kali ini Valerie merasa dingin yang dirasakan berbeda dari dingin yang biasanya.“Pasti gara-gara mandi abis begadang nih,” pikirnya.Valerie merapatkan selimutnya dan menaikkan suhu AC nya agar tidak terlalu dingin. Tapi ternyata tidak membantu sama sekali, tubuhnya menggigil saking dinginnya. Faris yang merasakan ada getar disampingnya, membuka mata dan melihat Valerie dalam keadaan menggigil.“Val, kamu kenapa? Dingin ya?” tanya Faris. Valerie mengangguk.Faris buru-buru menuju lemari, ia mengambil 2 pasang kaus kaki dan memakaikannya di kaki Valerie bersamaan. Ia mematikan AC, dan menyalahkan Air cooler. Tidak sedingin AC, namun tetap m
“Enggak apa-apa. Aku selalu kabarin ibuku kok kalo belom pulang,” jawab Anita.“Oh ya?”“Iya, aku lagi sama siapa, aku lagi dimana, ngapain, aku pasti kabarin ibuku. Sebenernya dia enggak minta, tapi emang aku yang selalu ngabarin biar enggak kuatir,” jelas Anita.“Oke kalo gitu.”Risko menyandarkan punggungnya ke sandaran kursinya. Ia memejamkan mata, tanpa sadar ia sudah terlelap tidur. Tidak berbeda dengan Anita, setelah memastikan semua pintu terkunci dan AC tetap menyala, Anita jatuh tertidur.Tapi tidak lama kemudian, Anita bangun, ia tidak bisa tertidr jika kondisi mobil tidak berjalan. Lagi pula, tidak baik untuk pernafasan. Buru-buru Anita membuka semua jendela dalam mobil Risko.Angin malam langsung berebut masuk. Malam ini tidak terlalu dingin sebenarnya, tidak seperti malam-malam kemarin. Tapi sudah cukup membuat Anita mengencangkan jaketnya.Anita melihat ke layar, sudah nomor
Valerie yang tadinya sedang serius mengerjakan laporan langsung bangkit dari duduknya.“Serius??” tanya Valerie sambil menghampiri Anita.“Iya Val. Dia bilang mau jadi suamiku tadi,” jawab Anita.“And you said yes?” tanya Valerie, dia benar-benar exited mendengar kabar ini.“Iya Val,” jawab Anita malu-malu.“Wahhhhhh keren banget kalian berduaaa, jadi kapan nih?” tanya Valerie. Ia menarik tangan Anita untuk duduk di sofa bersama dirinya dan Faris.“Masih lama kok. Aku mau kenal Risko dan keluarganya lebih dalam lagi, juga mau kenal sama temen-temannya Risko dulu. Soalnya kan kita kenalnya baru, jadi enggak langsung cepet juga. Minimal 3 bulan aku minta waktu, ya Ris?” tanya Anita kepada Risko.“Iyaa, aku juga mau kenal dulu sama keluarga dan temen-temennya dia. Abis itu kita diskusi lagi, baru deh tentuin tanggal,” jawab Risko. Ia duduk di kursi yang tadi Vale
Anita terdiam. Ia tidak menyangka Risko secepat itu melamar dirinya.“Anita?” tanya Risko.“Eh eh maaf Risko. Aku kaget, enggak nyangka kamu secepat itu ngelamar aku,” ujar Anita.“Iya makanya. Aku juga mikir kamu pasti ngerasa ini cepet banget. Tapi aku udah ngerasa cocok sama kamu. Aku mau hidup aku sama kamu.”Anita menatap Risko, mencari kebohongan dalam mata Risko, tapi ia tidak melihatnya sama sekali. Risko terlihat tulus, ia tidak terlihat bohong sama sekali.“Risko, kamu yakin? Kita belum lama kenal loh..” ujar Anita.“Aku yakin. Aku bisa kenal kamu nanti setelah nikah. Enggak apa-apa kok. Aku beneran yakin mau nikah sama kamu, kamu adalah calon istri yang aku rasa terbaik buatku, buat Papaku, buat keluargaku.”Anita tersentak.“Aku bahkan belom sempet kenal sama keluarga kamu, kalo mereka enggak suka sama aku gimana?” tanya Anita.“Eng
Anita dan Risko sudah duduk di dalam rumah makan. Mereka duduk berhadapan dengan pemandangan langit yang cerah. Dengan lampu-lampu kecil cantik menghiasi interior rumah makan tersebut yang makin terlihat ketika sudah gelap.Angin malam menerbangkan rambut Anita yang dikuncir hanya setengah.“Dingin ya?” tanya Risko.“Lebih tepatnya adem, bukan dingin. Yang waktu di Villa nya Faris aja aku kuat kan,” ujar Anita.“Oh iya bener.”“Kamu tau tempat ini darimana sih? Bagus banget tau,” ujar Anita.“Dulu pernah makan di sini sama temen kantor rame-rame. Kita dari luar kota trus mampir kesini eh ternyata bagus banget.”Obrolan mereka terselak oleh pelayan yang mengantarkan makanan untuk Risko dan Anita. 2 piring nasi dengan ayam goreng dan sambal juga lalapan tersaji di depan mereka. 2 gelas jus buah naga pun tidak luput dari pesanan.“Makasih Mas,” ujar Anita.“Sama-sa
Hari-hari selanjutnya dijalani Valerie dan Faris dengan masih bekerja di KS burger. Selama satu minggu Faris bekerja di sana sebagai pelayan banyak sekali pelajaran yang bisa ia ambil. Faris mengerti kenapa Risko bisa sebijaksana itu.Faris juga belajar untuk selalu menempatkan kepentingan orang lain diatas kepanetingannya sendiri, bagaimana ia harus menghargai orang lain, dan sama sekali tidak merasa diatas yang lainnya.Faris menilai, ilmu-ilmu seperti ini benar-benar mahal untuk dipelajari. Ia bisa menerapkannya di dunia kerja setelah ia masuk kerja nanti.“Val, hari ini aku izin lagi yaa. Mumpung masih ada Faris, jadi kamu enggak sendirian. Sabtu Minggu aku di sini kok,” ujar Risko.“Kamu belakangan izin mulu deh perasaan,” selidik Valerie.“Pacaran dia tuhhh,” Faris langsung menyerbu Risko begitu masuk ke dalam ruangan.“Seriusss Risko? Wahhh kenalin kaliiiiii pacarnyaaa,” ujar Valer
“Weiiii yang abis cari pacar, udah dapet?” tanya Faris begitu melihat Risko sampai di toko.“Hahhaa, enggak ada yang buang,” ujar Risko.“Seneng banget roman-romannya,” goda Faris.“Hahahha iya, lumayan lah. Gimana toko hari ini?” tanya Risko.“Aman, tenang aja. Setidaknya enggak ada ibu-ibu yang godain gue hari ini,” Faris sedang mengelap-ngelap meja. Ia benar-benar menikmati perannya dari hari ke hari bekerja di sini. Sepertinya Faris mulai berfikir ingin pindah Haluan menjadi pengusaha kuliner daripada kantoran.“Hahahah, bisa aja lo. Gue liat-liat makin jago aja ngelap mejanya. Udah deh Ris, gue ngeri lo kegirangan kerja ginian, inget lo CEO.”“Ternyata enak ya Ko kerja kayak gini,” Faris duduk di atas sebuah meja yang baru saja ia bersihkan. Apron seragam dari KS burger terlihat begitu pas di tubuh Faris.“Enaknya?” tanya Risko. Ia ikut duduk di seb
Anita masih tersenyum lebar selesai dari menonton film yang berjudul Notebook.“Bagus filmnyaaaa,” ujar Anita.“Bagus filmnya apa suka endingnya?” tebak Risko.“Hahaha bener. Aku selalu jatuh cinta sama film yang happy ending.”“Typical perempuan sih. Rata-rata perempuan tuh suka banget film yang happy ending. Kayak enggak suka gitu tokoh utamanya tersakiti.”“Hahhaha iya bener tau.”“Makan dulu yuk,” ajak Risko.“Boleh.”Anita dan Risko memilih makan ayam goreng cepat saji yang ada di mall itu. Anita dan Risko memesan paket nasi dengan ayam super besar.“Kamu enggak mau pesen burger atau kentang?” tanya Anita.“Nope. Di toko banyak dan enak, ngapain aku pesen di sini,” ujar Risko.“Yeee bisa aja. Iya juga ya. Trus kenapa kita enggak makan di toko kamu aja sih,” ujar Anita.“Lah iya juga hahaha