Hari demi hari pun berlalu. Tak terasa sudah tiga bulan lebih ia berada di kampung halamannya sejak kepulangannya waktu itu.
Bilal telah tumbuh menjadi anak yang pintar dan tentunya berwajah tampan. Ia mewarisi ketampanan dari ayahnya dan juga kepintaran dari ibunya. Dan dia sudah pandai berjalan sekarang, hingga Mamanya selalu kerepotan menjaga anak itu.
Bilal menjadi hiburan dan kesayangan seisi rumah, karena ocehan dan celotehannya yang selalu mengundang tawa dan menghibur mereka.
Sementara Almira yang selalu menyibukkan diri dengan mengasuh dan merawat anaknya itu belum terfikir untuk mencari seorang pengganti dari almarhum suaminya yaitu Putra. Ia merasa masih terlalu cepat untuk memikirkan hal itu.
Hingga suatu hari perempuan itu secara tidak sengaja berjumpa dengan Firman yang kala itu bermaksud untuk sarapan pagi di warung milik orang tuanya itu.
"Selamat pagi, saya mau sarap
Suasana di pagi hari itu sangat cerah sekali, angin berhembus sepoi - sepoi. Burung - burung berkicau riang seakan menyambut pagi yang indah. Mentari yang merah lembut menyapa kulit seorang perempuan muda nan cantik.Dialah Almira. Saat ini ia sedang berjalan - jalan pagi bersama anak laki - laki satu - satunya yaitu Bilal. Ia memang sengaja menuruti perkataan ayahnya kemarin, agar tidak berdiam diri di rumah saja. Karenanya pagi ini ia dan anaknya mencoba menikmati pagi itu dengan perasaan yang riang gembira serts ceria. Sesekali ia mengibaskan rambutnya yang panjang terurai itu sambil mendorong kereta roda dua yang dinaiki oleh Bilal. Sementara bocah itu tertawa gembira sambil berceloteh ala balita yang riang gembira."Sudah yuk sayang mainnya, saatnya kita pulang sekarang. Bilal kan mau sarapan pagi dulu, iya kan sayang?" ucap perempuan itu pada jagoan kecilnya.Yang disapa hanya tertawa berderai sambil memamerka
"Aku tidak pantas mas untuk menjadi pilihanmu, karena masih banyak gadis - gadis di luar sana yang lebih pantas untukmu!" Almira menahan tangisnya yang tersendat di tenggorokan, sedangkan Firman memandang wajah perempuan yang telah mengisi hatinya itu dengan tatapan penuh harap. "Aku hanya ingin dirimu lah yang akan mendampingi hidupku kelak Almira! Entah, aku juga tidak mengerti akan perasaanku ini. Yang aku tahu, hanya dirimu yang telah memberi arti dan semangat hidup bagi jiwaku yang kosong selama ini!" Semua berawal dari suatu sore, ketika Almira sedang mengajak Bilal berjalan - jalan di taman bermain anak - anak yang ada di dekat rumah kedua orang tuanya. Taman yang asri dan cantik, yang memang sengaja dibuat oleh Pemerintah Kota setempat untuk warga yang ingin berekreasi dan sekedar menghilangkan beban karena rutinitas pekerjaan. Di pintu gerbang nampak tertulis "Taman Rekreasi Keluarga
"Aku berangkat dulu Almira, jaga diri kamu baik - baik. Jaga Bilal, dia sudah banyak kemajuan dan kepintaran. Aku pergi hanya dua bulan saja. Aku mohon setelah itu akan mendapat kabar yang baik darimu!"ucap lelaki itu pagi harinya pada Almira. Ia sengaja menemui perempuan itu di warung sambil sekalian pamit untuk berangkat menjalankan tugas di Halmahera. "Insya Allah akan aku pikirkan lagi mas, semoga kabar dariku nanti merupakan kabar baik untuk kita semua. Mas Firman hati - hati juga disana ya mas?" ucap perempuan itu sambil menahan isaknya yang hampir terlepas. Entah mengapa ia merasa sedih sekali melepas kepergian lelaki itu. Mungkinkah lelaki itu telah mendapat tempat tersendiri di hatinya. Sedangkan Bilal yang baru selesai disuapin makan itu hanya tersenyum sambil tangannya hendak meraih jemari tangan Firman. Dengan lembut lelaki itu meraih Bilal dari pelukan mamanya. Dan se
"Aku harus yakin dengan pilihanku, kalau tidak aku akan menyesal. Putra adalah masa lalu, sedangkan Firman adalah masa depan. Ya Allah berilah hamba jalan keluar tuk memilih dan menjawab iya atau tidak!" batin perempuan itu. Malam itu tak seperti biasanya. Almira gelisah sekali, bukan karena suhu udara yang memang panas sekali, namun ia,gelisah memikirkan waktu kepulangan Firman yang tinggal lima hari lagi. Itu artinya siap atau tidak, ia harus segera memberi jawaban kepada Firman atas permintaan lelaki itu untuk menjadi istrinya. Secara sadar dan tidak ia sepertinya melihat Putra suaminya itu. Laki - laki itu berdiri di tepi tempat tidurnya mengenakan baju berwarna putih sambil tersenyum kepadanya dan menganggukkan kepalanya. Entah apa maksudnya. "Putra...!" Almira menyebut nama suaminya itu. "Kaukah itu sayang? Aku kangen sekali padamu sayang?"
"Ayo, abang Bilal mandi dulu yuk. Nanti kita jalan - jalan lagi keliling komplek bang!" ucap suami Almira pada jagoan kecilnya itu. Bilal pun berlari menghambur ke pelukan papa Firman sambil tertawa sumringah. Yah sudah dua bulan sejak pernikahan Almira dan Firman. Mereka telah tinggal di rumah kontrakkan Firman untuk sementara waktu. Alhamdulilah, Almira sedang mengandung buah cintanya dengan Firman. Sepertinya Allah mendengar doa - doa dari keduanya agar mereka segera mendapatkan adik untuk Bilal. Dimulai suatu pagi, ketika Firman hendak berangkat bekerja. Istrinya mendekat padanya sambil merapikan kerah baju suaminya yang agak sedikit terlipat. "Mas, sepertinya Bilal mau segera mendapat adik nih mas!" ucap istri cantiknya itu sambil tersenyum bahagia "Hah ...! Kamu hamil sayang ...!" "Iya mas! Aku juga nggak tau kalau kita akan secepat ini diberi momongan mas!" "Alhamdulilah!" "Ternyata apa yang menjadi k
Almira mencoba melangkah masuk ke dalam rumah, sambil meringis menahan sakit ia pun berbicara sendiri. " Aduh! Mas Firman kemana sih? Kok lama amat. Perutku sakit mas, kamu kemana mas?" Sambil berjalan masuk ke rumah ia mencoba berpegangan dengan benda - benda apa saja yang di pegangnya. Dan akhirnya ia duduk di sofa ruang tamu sambil mengelus - elus perutnya yang terasa sakit itu. Ia pun membaca doa - doa yang ia bisa sambil terus berharap suaminya segera datang. Tak lama kemudian terdengar deruman mesin mobil masuk ke halaman rumah. Firman datangdengan tergopoh - gopoh, kemudian ia langsung mencari - cari dan memanggil nama istri tercintanya itu. "Sayang ...! Kamu dimana ini aku sayang?" Tak terdengar jawaban. Ia pun mulai merasa khawatir dan cemas. "Almira ...!" "Aku disini mas!" Firma
Ketika ia tersadar dari pingsannya, Ia pun melihat rumahnya ramai sekali. Dan terdengar para tamu yang datang membaca surah Yasin, Almira bingung dan bertanya pada ibu - ibu yang berada di dekatnya. "Ada apa ini bu, kok ramai sekali?" "Mbak Mira yang sabar ya, ini musibah mbak." "Musibah? Musibah apa bu?" Ia hampir saja berteriak. "Ia suami mbak Almira meninggal dalam kecelakaan tadi sore." "Ya Allah Ya Tuhanku!" "Mas Firman...!" "Huuu...! Huuu...! Huuu!" Almira pun menangis sesunggukkan ia tak menyangka harus kehilangan lagi suami tercinta. Terulang kembali luka lama sama seperti ia kehilangan suami pertama yaitu Putra. " Anak - anak saya kemana bu, kok nggak ada?" "Oh anak - anak mbak Mira ada tuh diasuh dan diungsikan ke rumah sebelah, kasihan nggak bisa tidur yang kecil mbak " Perlahan Almira mencoba bangkit dari tidurnya ia ingin melihat suaminya itu untuk yang terakhir kalinya. Dan ke
Suasana sibuk sekali malam itu. Para tetangga berinisiatif dan bahu membahu mempersiapkan segala keperluan untuk acara Tahlilan nanti. Ada yang menggelar tikar, menyapu rumah, mempersiapkan sound system, dan membentuk petugas-petugas yang akan bertugas nanti. Mulai dari MC, Qori, petugas peribadatan, dan doa. Sementara itu ibu-ibu warga komplek pun tak ketinggalan mempersiapkan snack atau konsumsi yang akan dihidangkan untuk para petakziah nanti. Hmmmmm! "Alhamdulilah ya Allah aku dikaruniai dan dikelilingi oleh tetangga dan teman-teman yang dengan rela mau menolong dan membantuku"gumam perempuan itu. Matanya sibuk mencari-cari keberadaan ibunya. Oh itu dia! Ibunya sedang menggendong Siska sambil mengobrol dengan tetangga lain. Ia pun berjalan dan mendekati ibunya dan berkata, "Almira, sudah sana nggak usah sibuk-sibuk! Kamu duduk saja di ruang tamu sambil menerima tamu yang d
Deghhh!Jantung Almira berdetak lebih cepat. Ia hanya tak menyangka ada lelaki yang berani menggodanya dan membuat ia salah tingkah."Almira..." ucapnya menyambut jabatan tangan lelaki itu dan menyebutkan namanya."Hmmmm... Nama yang cantik secantik orangnya.""Ehem, ehem, Robi ini Almira sahabatku!"Windi pun memperkenalkan sahabatnya itu kepada Robi teman sang suami. Sementara tatapan mata Robi tak lepas dari Almira. Seolah hendak menelanjanginya. Perempuan itu merasa jengah, pipinya bersemu merah. Untunglah Windi memperkenalkan ia dengan temannya yang lain. Sehingga rasa malunya dapat segera hilang.Mereka terlibat pembicaraan yang hangat disertai dengan canda dan tawa. Suara pembawa acara mengumumkan bahwa acara akan segera dimulai. Windi mengajak Almira menuju panggung dimana telah berkumpul Ryuga beserta tamu undangan lainnyaAcara resmi ulang tahun Ryuga dimulai. Acara dibuka dengan kata sambutan dari tuan rumah. Suami dari Windi itu pun mulai menyampaikan kata sambutannya. D
Hari itu Almira disibukkan dengan berbelanja barang- barang yang dibutuhkan untuk memulai bisnis onlinenya. Semula ia menghubungi teman lamanya yang sudah lama membuka bisnis onlinenya. Terutama yang menyangkut dengan fashion. Ia adalah teman sewaktu Almira sekolah dulu. Dan kini sukses merambah bisnis pakaian. Mulai dari dewasa, remaja, anak-anak, bahkan balita dan bayi. Namanya Windi. Ia mempunyai toko sendiri. Nama tokonya adalah Istana Fashion. Dari Windi Almira banyak belajar mengenai bisnis toko online dan bagaimana bisa menarik pelanggan. Alhamdulilah! Setelah beberapa bulan kemudian, toko onlinenya semakin maju dan berkembang pesat. Orderan onlinenya semakin banyak. Ia semakin disibukkan oleh permintaan pelanggan. Terutama jenis pakaian wanita dewasa dan remaja. Almira bekerja dari rumah, selain bisa mengurus rumah, ia juga bisa mengurus ketiga buah hatinya. "Wind, makasih ya...berkat bantuan kamu toko online yang aku kelola lumayan maju." 'Oh iya Mira sama-sama aku senang
Suara adzan Subuh berkumandang, membangunkan Almira dari mimpi indahnya. Namun cuaca yang begitu dingin di pagi ini serta merta membuat dirinya menarik kembali selimut yang menutupi tubuhnya. "Wah sudah pagi, aku harus segera bangun karena aku tidak mau terlambat untuk mengurus pencairan asuransi nanti." Lalu ia segera bangkit dan berdiri, meletakkan selimut dan berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Brrrrrrr! Dinginnya sampai menusuk ke tulang. Samar-samar ia mendengar suara air hujan yang jatuh di atap rumah. Tik...! Tik...! Tik...! Ternyata sedari semalam hujan turun deras sekali. Namun karena merasa capek dan lelah sekali ia pun tidur nyenyak. Sehingga tak mendengat suara hujan yang turun tadi malam. Perlahan ia mengambil mukena dan langsung memakainya. Kemudian mengerjakan sholat Subuh dengan khusy
Suasana sibuk sekali malam itu. Para tetangga berinisiatif dan bahu membahu mempersiapkan segala keperluan untuk acara Tahlilan nanti. Ada yang menggelar tikar, menyapu rumah, mempersiapkan sound system, dan membentuk petugas-petugas yang akan bertugas nanti. Mulai dari MC, Qori, petugas peribadatan, dan doa. Sementara itu ibu-ibu warga komplek pun tak ketinggalan mempersiapkan snack atau konsumsi yang akan dihidangkan untuk para petakziah nanti. Hmmmmm! "Alhamdulilah ya Allah aku dikaruniai dan dikelilingi oleh tetangga dan teman-teman yang dengan rela mau menolong dan membantuku"gumam perempuan itu. Matanya sibuk mencari-cari keberadaan ibunya. Oh itu dia! Ibunya sedang menggendong Siska sambil mengobrol dengan tetangga lain. Ia pun berjalan dan mendekati ibunya dan berkata, "Almira, sudah sana nggak usah sibuk-sibuk! Kamu duduk saja di ruang tamu sambil menerima tamu yang d
Ketika ia tersadar dari pingsannya, Ia pun melihat rumahnya ramai sekali. Dan terdengar para tamu yang datang membaca surah Yasin, Almira bingung dan bertanya pada ibu - ibu yang berada di dekatnya. "Ada apa ini bu, kok ramai sekali?" "Mbak Mira yang sabar ya, ini musibah mbak." "Musibah? Musibah apa bu?" Ia hampir saja berteriak. "Ia suami mbak Almira meninggal dalam kecelakaan tadi sore." "Ya Allah Ya Tuhanku!" "Mas Firman...!" "Huuu...! Huuu...! Huuu!" Almira pun menangis sesunggukkan ia tak menyangka harus kehilangan lagi suami tercinta. Terulang kembali luka lama sama seperti ia kehilangan suami pertama yaitu Putra. " Anak - anak saya kemana bu, kok nggak ada?" "Oh anak - anak mbak Mira ada tuh diasuh dan diungsikan ke rumah sebelah, kasihan nggak bisa tidur yang kecil mbak " Perlahan Almira mencoba bangkit dari tidurnya ia ingin melihat suaminya itu untuk yang terakhir kalinya. Dan ke
Almira mencoba melangkah masuk ke dalam rumah, sambil meringis menahan sakit ia pun berbicara sendiri. " Aduh! Mas Firman kemana sih? Kok lama amat. Perutku sakit mas, kamu kemana mas?" Sambil berjalan masuk ke rumah ia mencoba berpegangan dengan benda - benda apa saja yang di pegangnya. Dan akhirnya ia duduk di sofa ruang tamu sambil mengelus - elus perutnya yang terasa sakit itu. Ia pun membaca doa - doa yang ia bisa sambil terus berharap suaminya segera datang. Tak lama kemudian terdengar deruman mesin mobil masuk ke halaman rumah. Firman datangdengan tergopoh - gopoh, kemudian ia langsung mencari - cari dan memanggil nama istri tercintanya itu. "Sayang ...! Kamu dimana ini aku sayang?" Tak terdengar jawaban. Ia pun mulai merasa khawatir dan cemas. "Almira ...!" "Aku disini mas!" Firma
"Ayo, abang Bilal mandi dulu yuk. Nanti kita jalan - jalan lagi keliling komplek bang!" ucap suami Almira pada jagoan kecilnya itu. Bilal pun berlari menghambur ke pelukan papa Firman sambil tertawa sumringah. Yah sudah dua bulan sejak pernikahan Almira dan Firman. Mereka telah tinggal di rumah kontrakkan Firman untuk sementara waktu. Alhamdulilah, Almira sedang mengandung buah cintanya dengan Firman. Sepertinya Allah mendengar doa - doa dari keduanya agar mereka segera mendapatkan adik untuk Bilal. Dimulai suatu pagi, ketika Firman hendak berangkat bekerja. Istrinya mendekat padanya sambil merapikan kerah baju suaminya yang agak sedikit terlipat. "Mas, sepertinya Bilal mau segera mendapat adik nih mas!" ucap istri cantiknya itu sambil tersenyum bahagia "Hah ...! Kamu hamil sayang ...!" "Iya mas! Aku juga nggak tau kalau kita akan secepat ini diberi momongan mas!" "Alhamdulilah!" "Ternyata apa yang menjadi k
"Aku harus yakin dengan pilihanku, kalau tidak aku akan menyesal. Putra adalah masa lalu, sedangkan Firman adalah masa depan. Ya Allah berilah hamba jalan keluar tuk memilih dan menjawab iya atau tidak!" batin perempuan itu. Malam itu tak seperti biasanya. Almira gelisah sekali, bukan karena suhu udara yang memang panas sekali, namun ia,gelisah memikirkan waktu kepulangan Firman yang tinggal lima hari lagi. Itu artinya siap atau tidak, ia harus segera memberi jawaban kepada Firman atas permintaan lelaki itu untuk menjadi istrinya. Secara sadar dan tidak ia sepertinya melihat Putra suaminya itu. Laki - laki itu berdiri di tepi tempat tidurnya mengenakan baju berwarna putih sambil tersenyum kepadanya dan menganggukkan kepalanya. Entah apa maksudnya. "Putra...!" Almira menyebut nama suaminya itu. "Kaukah itu sayang? Aku kangen sekali padamu sayang?"
"Aku berangkat dulu Almira, jaga diri kamu baik - baik. Jaga Bilal, dia sudah banyak kemajuan dan kepintaran. Aku pergi hanya dua bulan saja. Aku mohon setelah itu akan mendapat kabar yang baik darimu!"ucap lelaki itu pagi harinya pada Almira. Ia sengaja menemui perempuan itu di warung sambil sekalian pamit untuk berangkat menjalankan tugas di Halmahera. "Insya Allah akan aku pikirkan lagi mas, semoga kabar dariku nanti merupakan kabar baik untuk kita semua. Mas Firman hati - hati juga disana ya mas?" ucap perempuan itu sambil menahan isaknya yang hampir terlepas. Entah mengapa ia merasa sedih sekali melepas kepergian lelaki itu. Mungkinkah lelaki itu telah mendapat tempat tersendiri di hatinya. Sedangkan Bilal yang baru selesai disuapin makan itu hanya tersenyum sambil tangannya hendak meraih jemari tangan Firman. Dengan lembut lelaki itu meraih Bilal dari pelukan mamanya. Dan se