Gavin sudah mulai putus asa, beberapa anak buah yang ia suruh tak kunjung menemukan keberadaan Nayara, ia bahkan menyewa detektif swasta untuk menemukan mantan pacarnya tapi belum ada yang membuahkan hasil. Kini ia yang hampir kehilangan kewarasan mulai mempertaruhkan semuanya untuk menemui Keanu agar dapat memberitahunya di mana keberadaan Nayara dan anaknya. Tak ada lagi kesabaran yang tersisa untuknya menunggu kabar Nayara dari usahanya sendiri.
Gavin sudah bersiap memasuki rumah Keanu, ia meletakkan harga dirinya di depan pintu, melucuti seluruh ego yang menahannya untuk datang menemui Keanu. Ini adalah jalan terakhir yang pada akhirnya di pilih oleh Gavin. Entah seperti apa yang akan terjadi nanti di dalam, ia sudah memutuskan datang kesini sendirian tanpa siapa-pun yang mengetahuinya.
Keanu jelas menerima dengan dada membusung kedatangan Gavin, ia bahagia seperti Singa yang mendapati mangsa masuk ke dalam kandangnya sendiri. Robi membawa Gavin menuju ruang latiha
Mata Keanu berbinar setelah menemukan sebuah rumah sederhana di tepi pantai, ia turun dari mobil dengan membawa banyak hadiah. Senyumnya merekah lebar akhirnya bisa menemui kakaknya yang sudah dua bulan pergi tanpa kabar. tangan kanan lelaki itu mengepal, mengetuk perlahan pintu kayu bercat coklat yang telah pudar. Bik Sri membukakan pintu dengan perlahan, bukan senyuman yang terpancar untuk sambutan Keanu tapi malah mata merah yang sudah bengkak efek menangis dalam dua hari ini.“Ada apa Bik? Apa ada yang tidak beres?” tanya Keanu begitu melihat raut kesedihan Bik Sri. Wanita tua itu malah menangis kencang, tangannya memukul-mukul ke arah dada Keanu. Wanita itu terus menangis tanpa menjawab pertanyaan Keanu. Kaki Keanu mulai lemas, barang bawaan yang sempat ia genggam dengan tangan kiri berjatuhan perlahan. Ia meninggalkan Bik Sri yang masih menangis di depan pintu dan mulai memasuki rumah kecil itu.“Kak Yara, di mana kamu? Aku datang kak?&rdq
Satu hari setelah Gavin dihajar Keanu, ia mulai masuk kerja di kantor manajemen Stone. Luka lebam masih menghiasi beberapa daerah wajah, tubuhnya beraroma Koyo yang ia tempel di setiap sisi. Dava jelas terkejut melihat keadaan sahabatnya itu, entah apa yang terjadi pada Gavin. Sejak kejadian Ara di rumah Arka, mereka bertiga belum saling bertemu lagi.‘119. Ke kantor Gavin sekarang!’ bunyi pesan yang Dava kirim ke ponsel Arka.Dava belum berani bertanya pada Gavin, wajahnya terlihat dingin dan menakutkan. Dava lebih memilih menunggu kedatangan Arka untuk menginterogasi secara bersama. Ia hanya duduk diam di kursi tamu depan meja Gavin sambil membolak-balikkan majalah, matanya sesekali melirik ke arah Gavin yang sibuk mengecek berkas di atas mejanya.“Apa yang terjadi?” tanya Arka begitu masuk ke ruang kerja Gavin. Nafasnya naik turun karena bergegas datang setelah mendapat pesan 119 yang berarti keadaan darurat. Gavin langs
Mivi menemukan Mika sedang mengacak-acak lemarinya. Mika tak menyadari bahwa kakaknya sudah pulang kerja dan menatapnya dari balik pintu kamarnya.“Apa yang kau lakukan?”Mika ter jingkat mengerti Mivi sudah berada di kamar. Mivi mendekat ke arah Mika dengan tatapan tajam. Ia tidak suka Mika menyusup ke kamarnya tanpa izin.“Apa yang kau cari?”“A-aku ingin melihat apakah ada baju pestamu yang bisa kupakai!” jawab Mika ketakutan.Mivi tertawa terbahak-bahak, bagaimana mungkin Mika yang berat badannya dua kali lebih banyak dari dirinya mencari dress dari lemari bajunya. Tawa Mivi membuat Mika merasa malu, ia ingin menangis tetapi dengan keras ia membendung air mata itu. Mivi menggeser tubuh adiknya ke kaca lemari, mereka kini berdiri sejajar di hadapan lemari.“Look at this! Dari ujung kaki hingga rambut, we are different! Bagaimana kamu bisa berpikiran bajuku bisa muat untu
Ara sudah siap dengan baju perangnya, tekadnya begitu mantap ingin membumi hanguskan kemesraan yang tercipta antara Arka bersama wanita cantik di seberang mejanya. Ia tak peduli meski kakaknya yang menyeramkan berada di sana. Ia melangkah penuh percaya diri sambil menyibakkan rambutnya ke belakang. Gavin yang menangkap jelas langkah adiknya menuju ke meja mereka membuat ia dengan sigap berdiri dan melangkah menghampiri Ara. Sorot matanya tajam, ia mencengkeram lengan Ara dan menghentikan langkahnya.“Kembali ke mejamu! Jangan mempermalukanku di sini!” titah Gavin tepat di telinga Ara.“Aku hanya ingin menyapa saja kak!” alibi Ara. Gavin tak menjawab dan malah menatap tajam ke arah Ara.“Baiklah, aku akan duduk kembali,” jawab Ara lesu.Arka menatapnya dari seberang, hatinya tiba-tiba saja merasa sakit. Anastasya menyadari pandangan Arka yang tak teralihkan, ia akhirnya ikut memutar kepalanya menuju arah belakang penasar
Dava pucat pasi begitu mendapati Mika melakukan penawaran 100 juta untuknya. Rasa malu dan runtuhnya harga diri membuat kakinya mulai terasa lemas. Apalagi setelah Mika melakukan penawaran banyak mata yang menatapnya dengan kasihan karena mendapatkan tawaran tertinggi dari gadis gendut. Gavin dan Arka sama terkejutnya ternyata gadis yang sedari tadi hanya diam duduk di samping mereka bisa menawar Dava dengan harga sefantastis itu. Mereka merasa kasihan tetapi juga bahagia melihat temannya itu kini harus berkencan dengan seorang gadis gendut.“Tiga, dua, satu! Penawaran makan malam bersama Dava ditutup dengan angka 100 juta! Fantastis sekali!” teriak Mc, “Ayo kakak berbadan subur dengan baju kuning silakan naik!” MC berusaha keras menahan tawa tapi tidak bisa. Kini ia berbalik arah dan tertawa. Tawa itu jelas terlihat oleh Dava yang berada di sebelahnya.“Shit!” maki Dava lirih.“Sorry,!”Mi
Dava pergi dengan harga diri yang jatuh hingga ke dasar. Ia berharap besok tidak ada artikel berita yang memuat kabarnya menghadiri pertunangan dengan gadis gendut itu. Meski sangat kesal dengan Mika tetapi sisi lain hati Dava merasa kasihan pada gadis itu. Kesalahannya hanya satu, yaitu menjadi gadis yang lugu dan naif.‘Ini bukan salahku,’ batin Dava yang mulai di liputi rasa bersalah telah mempermalukan Mika di depan banyak orang, ‘Aku berharap dia tak muncul di hadapanku lagi!’ guman Dava sambil menaruh sebatang rokok di celah bibirnya. Gavin dan Arka menemukan Dava tengah terduduk sendiri di taman di temani asap rokok yang mengepul.“Beberapa hari yang lalu ada yang marah-marah ketika kedua sahabatnya menyimpan rahasia darinya, tapi ternyata dia sendiri juga menyimpan rahasia,” sindir Gavin sembari duduk di sebelah Dava.“Sudah umum jika orang lebih memilih menyimpan kejadian memalukan dirinya untuk mempertahankan h
Di dalam kamar mandi lagi-lagi Mika lebih memilih menyembunyikan air matanya dari balik ruang kecil. Ia menangis dalam diam, ada banyak orang yang menggunakan kamar mandi, ia tidak bisa lagi menangis tersedu dan membuat wanita lain lari ketakutan. Ia sudah cukup di permalukan hari ini dan tidak ingin diseret keluar oleh satpam karena mengganggu kenyamanan. Ia mengelap tiap tetes air matanya dengan tisu gulung, kepalanya di sandarkan pada dinding toilet. Ada beberapa kali pintu toiletnya di ketuk, tapi ia tak bergeming, “Gunakan toilet sebelah, bukankah masih banyak yang lain! Jangan antri di sini aku masih lama!” jawab Mika tiap kali pintunya di ketuk oleh pengguna toilet lain. Hari ini gadis itu hanya ingin menangis menghabiskan semua air mata yang tersisa untuk Dava, esok akan menjadi titik baliknya. Ia tidak ingin lagi menangis untuk lelaki yang telah mempermalukannya itu. Ia begitu di butakan oleh sikap baik Dava, tapi ternyata ia sama seperti kebanyakan pria lai
Seorang wanita berusia 50 lebih sedang menunggu Arka di depan apartemennya. Ia sudah menunggu sejak satu jam lalu, bel yang ia bunyikan tak membuat seorang-pun keluar dari rumah itu. Perempuan ini memilih menunggu sambil duduk berjongkok. Kaki tuanya tak cukup kuat untuk menopangnya berdiri lama. Kecantikan masih terpancar jelas dari kulitnya yang selalu ia rawat. “Kamu sudah pulang Nak?” Sapanya sambil berdiri menyambut kedatangan putranya yang sudah lima tahun lebih tak ia temui. Anaknya itu tak pernah menerima kehadiran ibunya sejak kejadian lima belas tahun lalu. “Bukankah aku sudah bilang, jangan temui aku lagi! Aku sendiri yang akan menemuimu saat jantungmu tak mampu lagi menopang dirimu!” kata Arka kasar pada ibunya. Kalimat sama yang pernah ia ucapkan lima tahun lalu untuk ibunya yang sedang di rumah sakit saat berpura-pura sakit hanya agar Arka mau menemuinya. “Ayah tirimu sakit parah, setelah kematiannya ibu akan menyerahkan semuanya padamu!” kata i
Lima tahun Kemudian“Halo Kak Nay, apakah Arka ada di rumahmu sekarang? Beritahu padanya untuk cepat pulang,” kata Ara di dalam teleponnya.“Bukankah dia ada di rumahmu? Dia berkata bahwa Arka sedikit tidak enak badan dan akan membawakan vitamin.”Hening sejenak di dalam sambungan telepon, mereka mencium aroma licik dari kedua suami mereka. Ara segera menambahkan Arumi ke dalam panggilan grup WA.“Apakah Gavin dan Arka di sana sekarang?” tanya Ara.“Tidak, bukankah dia ada di rumah Gavin untuk bermain bilyard?”Tiga wanita di dalam sambungan telepon itu terdiam. Amarah menjalar dari ujung kaki hingga kepala mereka. Nayara yang sedang memegang pisau dapur segera mencacah timun di talenan dengan keras, Ara yang sedang mengulaskan pensil alis di wajahnya mematahkan pensil itu hingga menjadi dua, sementara Arumi yang sedang mengolesi roti dengan selai stroberi melahap langsung dua lapis roti sekaligus.Ara mendengus saat ponsel Ar
Tiga hari kemudianAra sibuk membuat coretan di kertas putih dengan tatapan penuh antusias dari Nayara dan Gavin.“Bagaimana gaunnya tampak indah kan?”Ara menunjukkan hasil coretannya yang dibuat tak kurang dari lima menit.Gavin menggeleng, “Tidak, dadanya terlalu terbuka, buatlah seperti gaun Cate Maddleton waktu menikah. Tapi belahan dadanya jangan terlalu rendah.”Ara menghela nafas, ia kemudian membuat gambar lagi dengan inspirasi gaun pengantin Cate Maddleton namun sedikit ia rubah pada bagian bawah dan juga bagian lengan.“Seperti ini?” tanya Ara lagi.“Tidak-tidak, bagian roknya terlalu mengembang.”Ara kembali menyobek kertas itu, meremasnya dengan erat lalu membuangnya ke sampah. Ia kembali menggambar contoh baju pengantin dan menyodorkan kembali pada kakaknya.“Tidak, ini terlalu sederhana.”Ara yang jengkel akhirnya membanting pensilnya di me
Gavin bergegas menuju gedung pusat Leaf Corp masih dengan pakaian kemarin yang lusuh. Ia hanya sempat membasuh wajahnya dengan air mineral, sebenarnya ia bisa saja menggunakan toilet di SPBU tapi ia belum terbiasa menggunakan toilet bersama selain hanya untuk buang air dalam keadaan mendesak.Begitu memasuki ruang kerja kakeknya Gavin terkesiap begitu mendapati bahwa Nayara sudah berada di dalam.“Apa yang sudah kakek katakan padanya?” tanya Gavin dengan wajah yang dingin.Nayara segera bangkit dari tempat duduknya dan meraih lengan Gavin.“Tenanglah, Kakek hanya menyuruhku untuk berkunjung.”Kakek Gavin mendengus dengan wajah yang acuh, “Apa kamu selalu punya pikiran buruk tentang kakekmu?”Gavin terdiam dan Nayara hanya mampu mengucapkan kata “Maaf” untuk mewakili Gavin.“Lihatlah penampilanmu sangat mengerikan hanya dalam tiga hari setelah memutuskan hubungan dengan keluargamu s
Di pagi hari Dava terus menyeret tubuh Gavin untuk bangun, Gavin bersikeras melawan tindakan Dava. Ia tetap menarik selimut dan memilih tidur kembali. Dava tak menyerah dan terus menyeret tubuh Gavin turun dari ranjang.“Aku masih mengantuk, ini masih jam enam. Apa yang kamu inginkan sebenarnya!” pekik Gavin jengkel.“Bantu aku membeli Jas baru, ini adalah harus pernikahanku. Aku tidak mungkin memakai jas yang lama. Antar aku juga membeli cincin pernikahan. Ayolah waktuku tidak banyak!”“Pergilah tidur, sepertinya kamu masih bermimpi!”“Cepatlah mandi dan jadilah saksi di pernikahanku!”Dava mendorong tubuh Gavin ke kamar mandi. Gavin tak punya pilihan lain kecuali mandi dan mengikuti perkataan tuan rumah.Sepanjang pagi ia merasa lelah karena mengantar Dava membeli jas baru di salah satu desainer dan juga ke toko perhiasan. Ia bahkan melupakan jadwal sarapan karena terus mengikuti Dava.
Arumi sampai di rumah ketika tengah malam, ayahnya sudah menunggu dengan penuh amarah di ruang tamu. Lampu ruang tamu yang sengaja di matikan membuat Arumi tidak menyadari bahwa ayahnya tengah duduk menatap dirinya yang berjalan dengan mengendap-endap seperti seorang pencuri.“Apakah kamu baru saja bersenang-senang dengan Dava?”Arumi terkejut pada suara berat yang baru saja menghentikan langkahnya .“A-ayah,” keringat dingin mulai mengucur di dahi Arumi. Saat lampu di nyalakan ia bisa melihat seringai dingin dari tatapan ayahnya .“Maaf ayah, aku terlambat datang. Ada acara pesta pernikahan teman.”“Oh, ada Dava juga kan di sana? Kenapa kamu masih saja mengekor pada pria itu. Bukankah kamu bilang akan pergi melanjutkan study ke Australia?”“Ayah, itu adalah keputusan yang aku buat dalam keadaan tidak jernih. Aku tidak bisa pergi ke sana lagi sekarang.”“Apakah itu kare
Pernikahan berlangsung lancar, banyak pasang mata yang merasa iri pada visual kedua pengantin yang seperti pangeran dan putri dari negeri dongeng. Mereka bahkan berasal dari status tinggi yang sama. Saat Leaf Corp dan Sparkling Cosmetic bersatu, keduanya akan menjadi kekuatan bisnis yang besar. Kakek Gavin banyak mendapat sanjungan dari semua tamu bisnis tentang berapa beruntungnya ia mendapatkan cucu menantu dengan kualifikasi seperti Arka.“Aku merasa bahagia saat melihat pasangan Ara, tapi menjadi begitu jengkel saat menoleh pada pasangan Gavin,” keluh Kakek Gavin pada istrinya.“Kita sudah tua, kenapa kamu tak membiarkan mereka hidup dengan pilihannya masing-masing. Aku tidak ingin Gavin menjadi seperti Geby yang pada akhirnya memilih untuk tidak menikah. Aku sudah tua dan ingin mati dengan tenang tanpa memikirkan Geby dan juga Gavin akan menua sendiri.”Mendengar perkataan istrinya, urat tegang di wajah Kakek Gavin mengendur. Pandang
Ara bersiap di ruang tunggu pengantin perempuan, ia sangat cantik dengan balutan gaun pengantin putih off-shoulder dengan A-line dengan model ini bagian bahu dan leher Ara terlihat sangat indah dengan kulitnya yang seputih susu.Di dalam ruang itu Ara sedang di temani oleh Nayara dan juga Arumi yang tampak cantik dengan gaun bridesmaid model A-line berwarna biru laut.“Oh, ternyata kamu yang akhirnya di nikahi Arka?” kata Bela begitu memasuki ruang tunggu pengantin. Ia mengenakan gaun berwarna merah dengan belahan kaki hampir setinggi pangkal paha.Bela adalah teman kuliah Ara, ia pernah berpacaran dengan Arka satu tahun lalu selama satu bulan. Gadis itu masih tergila-gila dengan Arka, ia merasa sangat cemburu ketika Arka akhirnya memilih Ara sebagai pasangan hidup Arka.“Bagaimana kamu bisa masuk. Aku tidak merasa sudah mengundangmu!”“Kamu tidak mengundangku, tapi kakekmu mengundang ayahku!”Ara menghela
Telepon Gavin berdering setelah rapat, ia menarik nafas dalam saat melihat panggilan telepon yang tertera adalah dari kedua orang tuanya. ‘Kabar tentang Nayara pasti sudah terdengar sampai telinga mereka,’ batin Gavin. “Aku di rumah besar, Pulanglah!” “Baik,” jawab Gavin sebelum menutup telepon dari Kakeknya. Ia menarik nafas dalam bersiap untuk badai yang akan segera datang, mengingat kakeknya bahkan jauh-jauh datang dari Bogor di usia tuanya. “Apa kamu tidak bisa mencari gadis lain?” Lelaki tua itu memekikkan suaranya begitu Gavin memasuki ruang tamu. “Dia adalah satu-satunya wanita yang ingin aku nikahi!” “Tidak, Cari yang lain! Aku tidak ingin wanita gila menjadi cucu menantuku!” “Kakek! Itu sangat keterlaluan!” untuk pertama kali Gavin meninggikan suaranya pada lelaki tua itu. Kakek Gavin tidak bisa menyembunyikan betapa marah dan kecewanya dia pada cucu laki-laki yang ia miliki. “Dia menderita Skiz
Setelah sebuah kaki jenjang menariknya dari kerumunan wartawan dan membawanya ke dalam lift, pandangan yang tadi buram kini mulai mendapatkan cahayanya kembali. Pria yang tengah merengkuh bahunya adalah Dava, pria tampan yang selalu ada saat dirinya butuh pertolongan.Arumi menundukkan wajahnya yang memerah, ia tidak harus menatap Dava jika tidak ingin benteng yang baru saja ia bangun runtuh.“Kamu tidak harus melakukannya begitu jauh. Kamu hanya perlu jujur padaku tanpa harus mengatakannya ke seluruh dunia,” kata Dava. Begitu ia mendapatkan telepon dari Gavin soal jumpa pers yang akan di adakan Arumi, ia langsung loncat dari tempat tidurnya.“Aku harus sedia payung sebelum hujan, identitasku yang sebenarnya pasti akan terendus media suatu saat nanti.”Dava kehilangan kata-kata, bagaimanapun yang di katakan Arumi adalah kebenaran. Tidak mudah menyimpan rahasia tentang siapa dirinya, ia adalah seorang artis dengan banyak pesaing bah