“Takut, Mas? Apa yang harus ditakutkan? Apa Mas Arya takut saya meninggalkan Mas dan lebih memilih Zayn, iya? Saya ngga habis pikir sama Mas, sebenarnya apa yang ingin Mas Arya buktikan,” papar Ayda yang akhirnya kembali bicara.Arya yang mengakui dirinya salah pun menundukkan kepala. Ia terlalu cemburu hingga melakukan hal yang diluar kendalinya. “Maaf Ayda, saya hanya ingin melihat ekspresi kamu saat bertemu lagi dengannya … dan ternyata seperti dugaan saya. Kamu berusaha menghindarinya,” jelas Arya mengungkapkan alasannya.“Apa salah kalau saya menghindar? Saya ingin menjaga hati Mas Arya, karena itu saya berusaha menghindarinya,” sergah Ayda yang tak paham dengan maksud ucapan suaminya.“Saya paham, tapi seharusnya kamu bisa bersikap biasa saja. Seperti halnya sama bertemu dengan Laras. Apa saya berusaha menghindarinya, tidak bukan? Saya bersikap biasa karena tidak ada perasaan apapun lagi untuknya. Maaf kalau saya terkesan egois saat memaksa kamu untuk tetap berada di sana. Saat
“Ih pelan-pelan, Mas!” Arya tersenyum dengan ekspresi menyebalkan. “Saya sudah terlatih untuk melakukan ini,” ucapnya dan kembali beraksi. Sedangkan Ayda hanya diam membeku dalam posisinya. Suasana pagi yang dingin adalah waktu yang tepat untuk melakukan aktivitas yang mengeluarkan keringat. Namun, Ayda hanya bisa menggelengkan kepala saat Arya lebih memilih untuk berenang di air yang terasa sangat dingin. “Mas Arya! sudah berenangnya,” rengek Ayda yang khawatir Arya akan masuk angin karena berenang dalam keadaan perut kosong. “Sebentar sayang. Lebih baik kamu ikut saya berenang, pasti akan lebih menyenangkan,” sahut Arya dan kembali menyelam ke dalam air. Sebagai lelaki yang hobi berenang, Arya tak bisa melewatkan kesempatan untuk menikmati sensasi dingin di pagi hari. Meski dalam kondisi lapar, tetapi Arya tetap menikmatinya. Ketika terdengar suara bel kamar berbunyi, Ayda yang semula duduk diam di tepi kolam pun langsung bergegas menuju pintu. Dengan semangat ia membuka pintu u
Arya POV“Membahagiakan kamu adalah tujuan baru dalam hidup saya Ayda. Saya rela melakukan apapun agar kamu selalu berada di dekat saya untuk selamanya,” gumam Arya sambil menatap intens wajah Ayda yang sedang tersenyum bahagia.Pertunjukkan musik yang sedang diadakan di taman membuat Arya merasa tidak menyesal karena sudah mengajak Ayda ke sana. Alunan musik yang terdengar merdu membuat semua pengunjung taman merasa senang. Beberapa orang terlihat bernyanyi bersama sambil melambaikan tangannya. Pertunjukkan di halaman taman memang selalu mengundang banyak pengunjung datang.Sedangkan Arya hanya diam berdiri di barisan belakang sambil memantau Ayda yang berdiri di sampingnya. “Kamu suka lagunya?” tanyanya memastikan.“Tidak terlalu,” jawab Ayda sambil terus menatap ke depan panggung.Arya yang merasa heran dengan jawaban Ayda pun mengernyitkan dahinya. “Kalau tidak suka, kenapa melihatnya?”“Saya memang tidak suka, tapi bukan berarti saya membencinya,” timpal Ayda dengan senyum yang m
Ayda POV“Mas, mau saya belikan teh atau kopi?” tanya Ayda pada Arya yang sejak pulang dari taman terus berbaring di atas tempat tidur dan tanpa mengatakan apapun.“Tidak, perlu. Saya hanya ingin istirahat, lagi pula sudah malam. Lebih baik kamu juga istirahat sekarang,” sahut Arya yang kembali menarik selimut dan memainkan ponselnya.Tanpa mengatakan apapun lagi, Ayda memilih untuk beranjak keluar dan menenangkan diri di balkon kamar. Sejak kejadian di taman, Arya sama sekali tidak mengatakan apapun atau terlihat marah pada Ayda. Sikapnya menjadi dingin seperti sebelumnya dan membuat Ayda merasa semakin bersalah.Meskipun pertemuan dirinya dan Bayu di luar kendalinya, tetapi tetap saja Ayda yakin bahwa Arya sangat cemburu akan hal itu. Terlebih saat ini semuanya terasa sangat berbeda, tak ada kebahagiaan yang terlihat di wajah Arya. Hingga akhirnya, dengan alasan tidak enak badan, Ayda tidak bisa mengganggu Arya dan memilih untuk memberinya ruang.“Maaf, Mas. saya hanya berusaha bers
*** Tak mudah bagi Ayda menjalankan situasi canggung antara dirinya dan Arya. Slama perjalanan pulang menuju rumah, ia bahkan hanya diam tanpa mengatakan apapun. Liburan yang diharapkan bisa merekatkan hubungan malah menjadi sebaliknya. Ayda tak bisa berbuat banyak dan lebih memilih untuk memberi ruang pada Arya. “Wah, akhirnya kalian pulang,” seru Darma sambil menyambut kedatangan Arya dan Ayda. “Iya, Nek.” Ayda turun dari mobil dan bersalaman dengan Darma. Setelah itu tanpa mengatakan apapun, Ayda langsung bergegas masuk tanpa menunggu Arya yang terlihat membicarakan sesuatu pada Darma sebelum masuk. Entah mengapa, Ayda merasa sangat lelah. Sejak semalam ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pikirannya terus terbayang pada kejadian di taman. Kemarahan Arya membuat Ayda kehilangan separuh semangat dalam dirinya. Sesampainya di kamar, Ayda pun merebahkan tubuhnya sejenak. Meskipun perjalanan tidak jauh, tetapi situasi yang terjadi sangat menguras hati. Saat hendak menutup mata, pons
“Good luck, semoga hubungan kamu dengan Arya selalu baik-baik saja,” ucap Laras memberikan kata-kata penutup.“Terima kasih, semoga kamu bisa mendapatkan lelaki yang terbaik,” balas Ayda dan langsung beranjak pergi. Tujuan Ayda selanjutnya adalah bertemu dengan keluarga. Melupakan sejenak masalah adalah hal terbaik agar tidak larut dalam kesedihan yang ia rasakan.Sudah cukup Ayda bersedih hati, ia yakin Arya tidak akan mengecewakan dirinya. Dengan langkah cepat, Ayda pun berjalan menuju mobil yang sudah menunggunya. Tanpa berlama-lama, Ayda meminta supir untuk melajukan mobil dan melanjutkan perjalanan.Pagi hari ini terasa sangat berbeda, ingin rasanya Ayda mengirim pesan pada Arya. Akan tetapi, lagu-lagi perdebatan sebelumnya menjadi penghalang dalam diri Ayda. Meskipun sikap Arya terlihat baik-baik saja, tetapi ia sadar ada sesuatu yang disembunyikan oleh suaminya.Setibanya di rumah, Ayda pun menarik napas panjang dan berusaha bersikap baik-baik saja “Terima kasih, Pak. Sekarang
Setelah mengantri selama kurang lebih setengah jam, Ayda pun berhasil mendapatkan sesuatu yang ia inginkan. Dengan senyum gembira, ia berjalan keluar toko dan menaiki taksi yang setia menunggunya mengantri. “Maaf, ya Pak. Saya membuat Bapak harus menunggu lama,” ucapnya yang merasa tidak enak.“Tidak apa-apa, Mbak. Sudah menjadi tugas saya untuk mengantar penumpang ke tempat tujuan,” timpal bapak supir taksi yang sangat ramah.Perjalanan pun kembali dimulai, Ayda terus melihat ke arah jam di tangan yang sudah menunjukkan pukul delapan malam. Ia takut Arya sudah pulang dan kejutan yang sudah ia rencanakan gagal. Setibanya di kantor Ayda pun bergegas turun setelah memberikan beberapa lembar uang kepada supir taksi yang sudah mengantarnya.Dengan langkah cepat, Ayda pun berjalan menuju ruangan Arya. Beberapa karyawan terlihat sudah bersiap untuk pulang. Ayda terus melangkah dengan harapan Arya masih berada di dalam ruang kerjanya. Saat keluar dari lift, Ayda pun mengembangkan senyuman sa
“Jangan, Mas. Malu nanti dilihat karyawan lain,” ucap Cesya sambil mendorong pelan tubuh Arya agar menjauh darinya.“Hmm, iya deh. Kalau gitu kita pulang sekarang ya,” ajak Arya yang langsung mengurungkan niatnya.Sambil menahan tawa, Ayda pun menganggukkan kepala. Ia tidak tahan melihat ekspresi Arya yang sangat menggemaskan. Tanpa berlama-lama di kantor, Ayda pun berjalan keluar sambil menggandeng tangan Arya yang terasa hangat. Suasana kantor yang mulai terlihat sepi membuat Ayda tak ragu untuk bersikap manja pada Arya.Hatinya Ayda kini sudah merasa lega. Meskipun harus ditinggalkan oleh Arya selama dua hari, tetapi Ayda senang karena hubungannya dengan Arya sudah membaik. Sesampainya di parkiran, Ayda pun bergegas masuk ke dalam mobil. Tak terasa malam semakin larut, Ayda mulai merasa ngantuk dan beberapa kali menguap.“Tahan ya sayang,” ucap Arya sambil mulai melajukan mobilnya.“Iya, Mas. Saya bisa menahan rasa kantuk, tapi saya tidak bisa menahan rindu dengan Mas Arya,” balas
*** “Aydaaaaa!” teriak seseorang sambil merentangkan tangannya. Begitu juga dengan Ayda yang ikut merentangkan tangan sambil berlari menghampiri sosok yang sangat berarti dalam hidupnya. “Ayda kangen banget sama Nenek,” lirihnya dalam pelukan hangat yang sudah lama tak ia rasakan. “Nenek juga sangat merindukan kamu, Ayda. Setelah sekian lama, akhirnya nenek bisa bernapas lega saat melihat kehadiran kamu kembali di rumah ini,” sahut Darma yang sudah setia menanti. Ayda yang merasa terharu pun meneteskan bulir air mata dan langsung menghapusnya. “Maafkan Ayda ya, Nek. Selama ini Ayda pasti sudah membuat hati Nenek sangat terluka,” ungkapnya merasa menyesal. Saat teringat dengan kehadiran Darma secara berulang kali untuk membujuk dirinya yang hanya menyisakan luka. “Sudahlah. Nenek sudah mengetahui alasan dibalik sikap dingin kamu. Sekarang kita lupakan semua masa lalu dan mulai lembaran baru,” sergah Darma yang tak ingin merusak suasana. Tanpa mengingat kenangan pahit dalam hidup,
“Kejarlah. Kalian memang ditakdirkan untuk bersama.” Kalimat yang terdengar menenangkan membuat senyum mengembang sempurna di wajah Ayda. Setelah perjuangan panjang kini akhirnya, ia bisa bernapas lega. Merangkai kisah yang terhenti dengan hati yang telah pulih. “Terima kasih … Ibu,” urai Ayda dengan tatapan penuh kasih sayang. Marisa yang tak menyangka Ayda akan memanggilnya ibu pun langsung meneteskan air mata. Menantu yang selama ini sangat ia benci ternyata memiliki hati yang tulus dan kuat. “Pesawatnya akan pergi dalam waktu satu jam dari sekarang. Cepatlah kejar Arya!” titah Marisa memberitahu Ayda. Tanpa berpikir lama, Ayda pun langsung menganggukkan kepala. saat hendak melangkah pergi, tak lupa Ayda bersalaman dengan Marisa dan mengecup sekilas pipinya. “Ayda tidak akan melupakan kebaikan ibu,” ujarnya dan langsung berlari ke tepi jalan. Mencari kendaraan yang bisa membawanya pada Arya. Dengan penuh semangat, Ayda menunggu taksi yang lewat. Hingga akhirnya, setelah menunggu
“Tidak Ayah. Ayda sudah tidak memiliki hak atas hubungan ini.”Dengan tatapan penuh keyakinan, Rahman berusaha menggapai tangan Ayda yang terkepal kuat. “Kamu selalu memiliki hak atas hubungan ini, Ayda. Ego yang membuat kamu membatasi sesuatu yang tak terbatas. Selama ini kalian terpisah dengan jarak yang diciptakan oleh Marisa, tapi sekarang Tuhan telah memberikan jalan.” Rahman menjeda kalimatnya.Tatapan terus tertuju pada Ayda yang terlihat kehilangan arah. “Sampai kapan Ayda? kamu akan berbohong pada diri kamu sendiri? Apalagi yang harus kamu pikirkan. Saat ini Arya sudah menyerah. Lalu apa kamu akan melakukan hal yang sama?” sambungnya penuh dengan tanya.Sementara itu, pikiran yang kembali berkecamuk membuat Ayda merasa tertekan. Kenyataan dan perasaan berjalan tak beriringan. Ingin rasanya Ayda berlari ke tempat jauh tanpa masalah dan kembimbangan hati yang mengikutinya. Setelah berpikir keras, Ayda pun mendongakkan wajah menatap ke arah Rahman yang berdiri di hadapannya.Ber
“Sudah tidak ada yang harus dipertahankan. Hubungan ini hanya akan saling menyakiti. Saya sudah cukup banyak belajar dari kisah ini. Terima kasih Mas … atas kenangan indah yang telah kamu berikan beserta kehadiran Amara di dalamnya.”Dengan raut penuh luka, Arya mengulum senyuman. “Tidak saya sangka hubungan kita akan berakhir dengan cara ini Ayda. cinta dibalik kesepakatan harus berakhir di atas sebuah keputusan yang sangat menyakitkan. Saya sadar hubungan ini berawal dari sisi egois saya. Namun, satu hal yang saya yakini. Saya tidak akan pernah menyesal.”Tanpa mengatakan apapun, Ayda hanya mengepal kuat kedua tangannya.“Terima kasih untuk kehadiran kamu dan Amara dalam hidup saya. titip putri kecil saya. Saya berikan kebebasan sepenuhnya pada kamu untuk mengurus perceraian kita. Saya tidak akan menghalangi kebahagiaan kamu yang sudah tidak memiliki tempat untuk saya di dalamnya,” sambung Arya yang lebih terlihat pasrah.Sementara itu, Ayda yang merasakan hatinya semakin hancur han
[“Apa yang kamu bicarakan Ayda? Mana mungkin ibu kamu melakukan hal seburuk itu.”]Ayda mengernyitkan dahinya saat Rahman mengelak dari pembicaraan yang mengarah pada masa lalu. Ia bahkan tak kunjung mendapatkan jawaban pasti tentang apa yang sebenarnya terjadi. Hanya ada pertanyaan yang terus terlontar sebagai bahan untuk menghindar.Rasa curiga yang sudah ada pun semakin berkembang nyata. Ayda hanya bisa meratapi nasib yang kini terasa kembali memburuk. Namun, kehadiran sang buah hati di dunia ini seakan memberikan semangat baru dalam hidup Ayda. Ia tak akan pernah menyerah. Masa lalu tak akan mempengaruhi apa yang saat ini sedang ia alami.“Baiklah. Ayda tunggu kehadiran ayah,” ucap Ayda pasrah saat Rahman masih belum siap untuk terbuka padanya.Setelah menutup panggilan telepon, Ayda pun hendak beristirahat sejenak. Menenangkan pikiran sambil menatap sendu ke arah bayi mungil yang tertidur sangat lelap. Situasi yang sulit ditebak membuat Ayda bahkan belum sempat memikirkan nama ya
“Saya bukan berasal dari keluarga kaya. Saya tidak sepadan dengan keluarga Arya yang bergelimang harta. Dengan latar belakang saya ini, Tante membenci saya dan bahkan menyuruh saya untuk meninggalkan Arya meskipun saya sedang mengandung anaknya,” ungkap Ayda yang tidak ragu untuk mengungkapkan perasaanya.Sudah cukup selama ini dirinya diam. Sekarang tidak lagi, Ayda harus berani menyuarakan isi hati dan pikiran di akhir statusnya sebagai seorang istri. “Benar ‘kan Tante? Itu alasan dibalik rasa benci yang Tante rasakan pada saya.” Ayda mengangkat wajahnya dengan penuh keberanian.Menatap Marisa yang terlihat sangat serius menanggapi perkataannya. Suasana pun mulai terasa menegangkan. Saat yang dinanti akhirnya tiba, Ayda berharap bisa melepaskan semua rasa sesak di dada yang disebabkan oleh sikap ibu mertuanya.“Sudah berani ya kamu sekarang? Baiklah. Saya akan memberitahu kamu alasan dibalik rasa benci yang selama ini saya miliki untuk kamu,” sahut Marisa dengan tatapan yang sulit d
"Tarik napas! Dorong yang kuat Ibu!" ujar dokter yang ikut menarik napas. Sudah hampir satu jam lamanya, Ayda berjuang di dalam sebuah ruangan yang terletak di rumah sakit. Dengan peluh keringat yang membasahi wajah, Ayda berusaha sekuat tenaga untuk mengeluarkan sang buah hati. Meski tanpa didampingi orang terkasih, Ayda bertekad untuk bisa menguatkan dirinya sendiri. Telah tiba waktunya bagi Ayda untuk berjuang lebih keras lagi. Hari yang sudah ia persiapkan akhirnya tiba. "Saya yakin Ibu Ayda pasti bisa! Agar lebih semangat, saya akan panggilkan suami ibu yang sedang menunggu di luar," papar dokter Ani yang menangani proses melahirkan Ayda. Disela napas yang mulai tak beraturan, Ayda mengernyitkan dahinya. "Su-suami?" Seingatnya ia tidak datang ke rumah sakit bersama Arya. Dirinya juga melarang Bayu untuk memberitahu Arya bahwa dirinya sedang berada di rumah sakit. "Iya suami Ibu. Saya akan segera memanggilnya," ujar dokter Ani yang langsung membalikkan badan. Akan tetapi, den
8 bulan kemudian … “Saya tidak akan lupa bahwa saat ini Mas Arya masih berstatus sebagai suami saya. Meski hubungan kita sudah tidak baik-baik saja, tetapi saya bukan wanita yang akan melanggar aturan dalam pernikahan,” tegas Ayda dengan sorot mata lelah. Seiring berjalannya waktu, hari demi hari terasa semakin sulit bagi Ayda. Perjuangan mengandung sambil tetap bekerja untuk mengisi hari demi hari memang tidak mudah. Namun, Ayda tak ingin menjadi wanita yang lemah. Meski sering kali mendapat berbagai masalah yang datang. Ayda berusaha untuk tetap kuat dan berdiri di atas kemampuannya sendiri. Seperti saat ini, Ayda berdiri di atas balkon perusahaan bersama Arya yang menatap intens ke arahnya. “Saya tidak suka melihat kamu terlalu dekat dengan Bayu, terlebih jika sedang berada di kantor. Bagaimana pun juga kita harus menjaga nama baik pernikahan kita di hadapan semua karyawan termasuk Bayu. Saya yakin kamu juga pasti sadar kalau Bayu bukan hanya menganggap kamu sebagai seorang tema
“Bayu.” “Sini!” ajak lelaki yang sudah lebih dulu berada di dalam lift. Tanpa ragu, Ayda pun masuk ke barisan beberapa orang yang tersenyum ke arahnya. Keberadaan Arya yang berada di barisan paling belakag tak menyurutkan semangatnya untuk bekerja. “Pagi,” sapa Ayda kepada semua penghuni lift yang lebih dulu berada di sana. “Pagi, Bu Ayda,” balas semua staff secara bersamaan. Kecuali Arya yang terlihat sibuk dengan ponsel yang berada di tangannya. Sementara itu, Bayu yang terlihat berbinar melihat kedatangan Ayda langsung mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. “Ini untuk Mbak,” ucapnya memberikan satu botol susu rasa cokelat. Ayda yang sangat suka susu cokelat pun langsung meraihnya. “Terima kasih,” balasnya dengan senyuman. “Sama-sama. Senang bisa melihat Mbak Ayda setelah sekian lama.” Bayu ikut mengembangkan senyumnya. “Saya juga senang bisa bertemu dengan kamu lagi, Bayu,” sahut Ayda sambil berjalan keluar lift setelah pintu terbuka. Tanpa mempedulikan pandangan Ar