Home / Romansa / Cinta Cita / Cinta Cita ~ 84

Share

Cinta Cita ~ 84

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Mendengar suara deritan pagar rumahnya bergeser, Cita bangkit dari tempat tidur dan menyingkap gorden kamarnya. Ketika melihat Arya tengah menarik kembali pagar dan menutupnya, Cita lantas keluar kamar dan membukakan pintu untuk sang suami.

“Sorry telat,” ujar Arya sambil meringis ketika melihat Cita berdiri di bibir pintu. “Restoran Padangnya lumayan rame pas jam makan siang gini.”

Bukannya meraih kantong kresek yang disodorkan Arya, Cita justru menghabiskan jarak lalu memeluk sang suami.

“Itu, sih, ngotot pulang,” ujar Cita sambil memonyongkan bibir. “Padahal tadi aku sudah bilang, mas Arya makan di kantor aja daripada bolak balik.”

“Itu karena ada yang mau aku omongin.” Arya mengecùp bibir Cita, lalu mengajak sang istri masuk ke dalam rumah. Mereka langsung menuju meja makan dan bersiap makan siang bersama.

“Ada masalah di kantor?” tanya Cita segera mengambil dua buah piring, lalu meletakkannya di meja makan. Sambil mengeluarkan bungkus nasi padang dari kantong kresek, Cita mendeng
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (10)
goodnovel comment avatar
yenyen
waaaahhh blushing
goodnovel comment avatar
Siti Juli
wah lagi romantis nya ini mah..m
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
berasa real banget ini kehidupan rumah tangganya mereka... waktunya untuk Cita berbahagia....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 85

    “Mas, pak Jodi barusan ngirim desain 3D rumah papa yang mau direnov,” ujar Cita sambil menghempas tubuhnya di tempat tidur. Di sampingnya, Arya masih memangku laptop karena harus mengecek beberapa berkas yang dikirim ke email-nya. “Kalau mau lihat, buka hapeku ada di email. Aku mau tidur cepat.”Padahal, malam ini adalah malam minggu. Rencananya, mereka akan pergi nonton setelah pertemuan keluarga ayah Duta dan Arkatama selesai dilaksanakan. Namun, Qai mendadak menelepon atas perintah Pras dan meminta Arya mengirimkan beberapa berkas. Karena itulah, mereka akhirnya pulang dan saat ini Arya sedang memilah-milah file yang diminta oleh pria tua itu.“Sudah yakin mau dibuat kos-kosan?” tanya Arya tanpa menoleh.“Yakin! Biar ada passive income tiap bulan,” terang Cita sudah memikirkannya hingga berulang kali. Lagi pula, Harry setuju dengan idenya karena bisa menjadi sumber pemasukan lain yang berkepanjangan.“Aku ngikut kamu aja.” Arya hanya bisa mendukung, karena merasa tidak memiliki hak

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 86

    “Aku nggak nyangka, konsep nikahanmu mewah begini, Mas?”Duta tertawa ringan mendengar ocehan Arya. Pagi ini, ia kembali berangkat ke Surabaya untuk memastikan semua hal terkait pernikahannya secara langsung. Meskipun semua sudah ditangani oleh Wedding Organizer, tetapi Duta ingin melihat kembali venue yang akan ia gunakan dan segala tetek bengeknya.“Nikah begini, ternyata bikin kepala pusing, Ar.”“Pusing mikirin biaya?” ceplos Arya tanpa berpikir.“Aku bahkan nggak ngeluarin biaya sepeser pun,” sanggah Duta. “Kecuali transportku sendiri. Di luar itu, semuanya dari “sponsor”.”“Sponsor?” Arya masih berlagak bodoh.“Papaku, ayah, papamu. Terus ada juga dari om Lex sama tante El yang kaget, karena aku tahu-tahu mau nikah sama Leoni tanpa dengar kabar apa-apa kalau kita lagi deket.”“Bersyukur, Mas,” sahut Arya masih berdiri di samping Duta yang tengah mengurus reservasi kamar hotel di resepsionis.“Aku bersyukur, Ar.” Duta menjeda obrolannya karena harus bicara sejenak pada resepsioni

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 87

    “Nikahan mbak Chandi dulu, nggak kayak gini.” Arya cukup takjub dengan semua dekorasi mewah yang ada di pernikahan Duta dan adiknya. “Kamu ... nggak iri, kan?”Arya khawatir jika sang istri memiliki rasa cemburu yang terpendam, karena pernikahan mereka tidak semewah dan semegah resepsi Duta dan Leoni. Setelah melakukan banyak pembicaraan dengan Sandra, Arya baru menyadari istrinya itu kerap memendam semua sakitnya sendiri. Cita enggan berbagi, karena tidak ingin menyusahkan dan merepotkan orang lain.“Mas, resepsi begini ini capeeek banget,” ungkap Cita mengingatkan Arya akan alasannya meminta intimate wedding kala itu. “Aku sudah pernah sekali sama Pandu, kan? Jadi, aku nggak mau lagi. Enakan kayak kita kemarin. Singkat, padat, dan nggak terlalu capek.”“Kalau—”“Titip Kasih bentar,” sela Awan sambil menarik kursi kosong di samping Cita. Kursi tersebut memang sengaja Cita kosongkan untuk Kasih yang mengabarkan akan terlambat datang. “Aku mau ambilin makan.”“Oh!” Saat melihat Awan, A

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 88

    Arya mengernyit dan membuka mata ketika mendengar suara yang tidak biasa. Sambil mengumpulkan kesadarannya, ia melihat pada sisi tempat tidur yang sudah terlihat kosong. Menyadari hal tersebut, Arya bangkit perlahan lalu berjalan menuju kamar mandi.Saat melihat Cita terduduk lemas di samping kloset kamar mandi, di situlah kesadaran Arya kembali sepenuhnya.“Sayang! Kamu kenapa?” Arya bergegas menghampiri Cita dan bejongkok di samping sang istri. Arya menempelkan punggung tangan ke dahi Cita untuk mengecek suhu tubuhnya. “Ayo ke rumah sakit, kamu lemas gini. Habis muntah?” tanya Arya segera menekan tombol flush untuk membersihkan cairan yang baru saja Cita muntahkan. “Kepalaku tambah pusing,” ujar Cita pelan. Merasa tidak memiliki tenaga untuk bangkit. “Perutku mendadak mual pagi-pagi.”“Kamu nggak telat makan, kan?” Arya mengingat-ingat, selama menghabiskan akhir minggu kemarin mereka sama sekali tidak telat makan. Bahkan, mereka berdua justru lebih banyak menyantap makanan dari bia

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 89

    “Maaf kalau aku ngerepotin.”Walaupun bahagia tidak terkira, tetapi Cita masih memiliki perasaan tidak enak hati karena Harry dan Sandra tiba-tiba harus terbang ke Singapura. Setelah hasil general check up tidak ada masalah, kedua orang tua Cita segera memesan tiket karena khawatir dengan keadaannya.“Siapa yang bilang kalau kamu ngerepotin.” Sandra mengusap kepala Cita yang berbaring di tempat tidur. Kondisi kehamilan Cita yang kedua ternyata sangat berbeda dengan yang pertama dahulu kala. Putrinya terlihat pucat dan tidak bertenaga.“Kamu nggak pernah ngerepotin,” timpal Harry yang duduk di tengah tempat tidur menemani Cita. “Justru Papa sama mami senang, karena kamu lagi hamil.”“Kak Kasih ... nggak papa?” tanya Cita kembali merasa tidak nyaman. Cita merasa seperti telah merebut Harry dari kakak perempuannya.Kasih memang sudah menelepon Cita dan wanita itu ikut berbahagia atas kehamilannya. Namun, Cita tetap saja memiliki perasaan tidak enak karena telah menjauhkan Harry dari putr

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 90

    “Awan nelpon,” ujar Harry terburu setelah keluar kamar. “Kasih kontraksi.”Sandra berhenti mengupas jeruk dan meletakkannya di meja. “Maju berarti,” ucapnya sembari berdiri lalu mengusap pundak Cita yang duduk di sebelahnya. Mereka memang sudah berencana kembali ke Jakarta minggu depan, tetapi sepertinya harus dimajukan karena perkiraan hari lahir Kasih ternyata di luar prediksi. “Kita balik hari ini?”“Kalau dapat tiket, iya.” Harry mengangguk dan menoleh pada Arya yang baru menutup pintu kamar. Menantunya itu sudah terlihat rapi dan akan bersiap pergi karena ada meeting direksi di pagi hari. “Ar, bisa tolong lihatkan tiket ke Jakarta hari ini? Kasih kontraksi dari subuh tadi.”“Sudah kontraksi?” Arya mengangguk-angguk dan segera mengeluarkan ponsel untuk mencari tiket. Tanpa beranjak ke mana-mana, Arya segera membuka aplikasi pemesanan tiket dan mencari jadwal penerbangan yang ada. “Mau sore atau malam, Pa?”“Sore ada?”“Ada, emm ...” Arya melihat ketersediaan kursi di pesawat. “Bus

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 91

    Pelan dan pasti, Cita mulai menaruh rasa percayanya pada Arya. Setiap perhatian dan kesungguhan sikap yang ditunjukkan pria itu, benar-benar membuat Cita semakin nyaman dan menumbuhkan rasa cinta yang semakin besar. Arya tidak pernah menutupi apa pun darinya dan mereka selalu membicarakan semua hal agar tidak terjadi kesalahpahaman.“Hamil di negeri orang itu, susahnya kalau lagi ngidam gini.” Cita kembali mengeluh, karena tidak bisa memakan makanan yang diinginkannya. Sebenarnya, Sandra juga bisa membuatkan makanan yang diinginkan Cita, tetapi tetap saja ada sesuatu yang terasa kurang. Di lain sisi, Cita juga tidak enak jika meminta sang mami terus-terusan membuatkan makanan yang diinginkannya.“Kamu sendiri yang minta pindah ke Singapur, loh, ya,” balas Arya yang malam ini memenuhi keinginan sang istri untuk pergi ke salah satu sentra kuliner yang ada di tengah kota. “Kamu nyalahin aku, Mas?” Cita mulai merengut. Menunduk menyantap nasi hainannya. “Nggak.” Arya buru-buru berujar a

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 92

    “Siapa lagi yang mau ditelpon?”Cita menggeleng pelan melihat sikap Arya yang berubah 180 derajat. Hampir semalaman tidak tidur, ditambah dengan ketegangan yang mereka hadapi di siang harinya di ruang bersalin, ternyata tidak membuat tenaga Arya terkuras. Suaminya itu benar-benar tampak bersemangat menghubungi semua keluarganya, untuk mengabarkan perihal kelahiran putra pertamanya.Dari sini pula, Cita semakin menyadari bahwa sifat dasar Arya yang periang, agak konyol, dan terlalu baik memang tidak bisa diubah. Setiap kali Arya menelepon keluarganya, mereka selalu menghabiskan waktu yang cukup lama untuk berbicara dengan banyak gurauan yang seakan tidak pernah ada habisnya.“Sudah semua sepertinya.” Arya terkekeh kemudian beranjak menghampiri bayi mungilnya yang tengah tertidur lelap di boks bayi.Setelah melihat perjuangan Cita yang luar biasa di ruang persalinan, membuatnya merasa belum siap menambah anak dalam waktu dekat. Mereka memang pernah berencana untuk memiliki tiga atau emp

Latest chapter

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 95 (FIN)

    Cita memicing saat menatap batita yang sibuk memindahkan mainan dari kamarnya ke kamar Harry. Bocah berusia dua tahun itu mondar mandir dan membiarkan beberapa mainan kecilnya berjatuhan, tanpa memungutnya kembali.Gusti melakukan itu semua untuk menyelundupkan mainannya di koper Harry atau Sandra, karena Cita hanya mengizinkan putranya membawa dua buah mainan saja ke Jakarta.“Gus—”“Sudah, biarin,” sela Arya setelah memastikan kelengkapan berkas yang akan dibawanya ke Jakarta. “Biarkan dia sibuk dengan mainannya. Daripada nanti di Jakarta dia rewel, karena mainannya ditinggal seperti waktu itu. Lagian kita lumayan lama di Jakarta sama Surabaya, jadi sudahlah.”Napas Cita terbuang pelan sembari mengusap perut buncitnya. Saat ini, ia tengah mengandung anak kedua dengan kondisi kehamilan yang benar-benar sehat. Tidak ada keluhan apa pun, seperti ketika mengandung Gusti dahulu kala. Untuk itulah, Arya tidak ragu mengajak Cita terbang ke Jakarta, sekaligus berkunjung ke Surabaya dalam wak

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 94

    “Itu tadi ... Mas Nando kapan datangnya?”“Ha?” Setengah mengantuk, Arya membuka mata. Ia melihat Cita meletakkan Gusti di boks bayi yang berada tepat di samping tempat tidur. Satu sisinya terbuka, sehingga memudahkan Cita untuk meng-ASI-hi jika bayi tampan itu terbangun sewaktu-waktu. “Akhirnya dia tidur juga.”“Hem, digendong Mami baru dia tidur.” Tanpa mematikan lampu kamar, Cita merebahkan tubuh yang penat karena hampir seharian menemui tamu tanpa henti. Ia memang sempat beristirahat, tetapi tetap saja terasa sungkan berlama-lama jika ada keluarga jauh yang datang berkunjung. “Anaknya Kak Kasih malah tidur sama papa. Padahal jarang ketemu, tapi mau-mau aja.”“Enak banget mereka.” Arya merapatkan diri, lalu memeluk erat tubuh sang istri. “Ke sini malah bulan madu.”Cita menepuk lengan Arya karena pertanyaannya belum juga terjawab. “Itu tadi, Mas Nando kapan datangnya? Terus, siapa yang ngasih tahu dia kalau kita lagi ada acara keluarga?”Arya menarik napas panjang. “Mantan penggemar

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 93

    “Senang tinggal di sini?” tanya Kasih sambil terus menyantap es krimnya sedikit demi sedikit. Setelah membeli es krim di sebuah kafe yang berada tepat di samping gedung apartemen, mereka duduk santai lebih dulu menikmati waktu senggang dengan damai.“Senang.” Cita mengangguk sambil menoleh pada Kasih yang duduk di sampingnya.“Bahagia?”“Bahagia,” jawab Cita tanpa ragu, karena memang seperti itulah kenyataannya. Ia bahagia bisa bersama suami dan kedua orang tuanya, lalu ditambah dengan bayi mungil yang semakin melengkapi kehidupan Cita saat ini.“Syukurlah.” Kasih menghela panjang. Kendati ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya karena kepindahan Harry, tetapi Kasih sudah mengikhlaskan itu semua demi kebahagiaan keluarga mereka.Lagipula, Kasih juga menyadari bagaimana kerasnya kehidupan yang dilalui Cita sejak kecil. Karena itulah, Kasih tidak mencegah kepergian Harry ke Singapura agar bisa bersama Cita. Biarlah Harry menebus semua hal yang tidak pernah dilakukannya di sisa usianya, a

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 92

    “Siapa lagi yang mau ditelpon?”Cita menggeleng pelan melihat sikap Arya yang berubah 180 derajat. Hampir semalaman tidak tidur, ditambah dengan ketegangan yang mereka hadapi di siang harinya di ruang bersalin, ternyata tidak membuat tenaga Arya terkuras. Suaminya itu benar-benar tampak bersemangat menghubungi semua keluarganya, untuk mengabarkan perihal kelahiran putra pertamanya.Dari sini pula, Cita semakin menyadari bahwa sifat dasar Arya yang periang, agak konyol, dan terlalu baik memang tidak bisa diubah. Setiap kali Arya menelepon keluarganya, mereka selalu menghabiskan waktu yang cukup lama untuk berbicara dengan banyak gurauan yang seakan tidak pernah ada habisnya.“Sudah semua sepertinya.” Arya terkekeh kemudian beranjak menghampiri bayi mungilnya yang tengah tertidur lelap di boks bayi.Setelah melihat perjuangan Cita yang luar biasa di ruang persalinan, membuatnya merasa belum siap menambah anak dalam waktu dekat. Mereka memang pernah berencana untuk memiliki tiga atau emp

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 91

    Pelan dan pasti, Cita mulai menaruh rasa percayanya pada Arya. Setiap perhatian dan kesungguhan sikap yang ditunjukkan pria itu, benar-benar membuat Cita semakin nyaman dan menumbuhkan rasa cinta yang semakin besar. Arya tidak pernah menutupi apa pun darinya dan mereka selalu membicarakan semua hal agar tidak terjadi kesalahpahaman.“Hamil di negeri orang itu, susahnya kalau lagi ngidam gini.” Cita kembali mengeluh, karena tidak bisa memakan makanan yang diinginkannya. Sebenarnya, Sandra juga bisa membuatkan makanan yang diinginkan Cita, tetapi tetap saja ada sesuatu yang terasa kurang. Di lain sisi, Cita juga tidak enak jika meminta sang mami terus-terusan membuatkan makanan yang diinginkannya.“Kamu sendiri yang minta pindah ke Singapur, loh, ya,” balas Arya yang malam ini memenuhi keinginan sang istri untuk pergi ke salah satu sentra kuliner yang ada di tengah kota. “Kamu nyalahin aku, Mas?” Cita mulai merengut. Menunduk menyantap nasi hainannya. “Nggak.” Arya buru-buru berujar a

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 90

    “Awan nelpon,” ujar Harry terburu setelah keluar kamar. “Kasih kontraksi.”Sandra berhenti mengupas jeruk dan meletakkannya di meja. “Maju berarti,” ucapnya sembari berdiri lalu mengusap pundak Cita yang duduk di sebelahnya. Mereka memang sudah berencana kembali ke Jakarta minggu depan, tetapi sepertinya harus dimajukan karena perkiraan hari lahir Kasih ternyata di luar prediksi. “Kita balik hari ini?”“Kalau dapat tiket, iya.” Harry mengangguk dan menoleh pada Arya yang baru menutup pintu kamar. Menantunya itu sudah terlihat rapi dan akan bersiap pergi karena ada meeting direksi di pagi hari. “Ar, bisa tolong lihatkan tiket ke Jakarta hari ini? Kasih kontraksi dari subuh tadi.”“Sudah kontraksi?” Arya mengangguk-angguk dan segera mengeluarkan ponsel untuk mencari tiket. Tanpa beranjak ke mana-mana, Arya segera membuka aplikasi pemesanan tiket dan mencari jadwal penerbangan yang ada. “Mau sore atau malam, Pa?”“Sore ada?”“Ada, emm ...” Arya melihat ketersediaan kursi di pesawat. “Bus

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 89

    “Maaf kalau aku ngerepotin.”Walaupun bahagia tidak terkira, tetapi Cita masih memiliki perasaan tidak enak hati karena Harry dan Sandra tiba-tiba harus terbang ke Singapura. Setelah hasil general check up tidak ada masalah, kedua orang tua Cita segera memesan tiket karena khawatir dengan keadaannya.“Siapa yang bilang kalau kamu ngerepotin.” Sandra mengusap kepala Cita yang berbaring di tempat tidur. Kondisi kehamilan Cita yang kedua ternyata sangat berbeda dengan yang pertama dahulu kala. Putrinya terlihat pucat dan tidak bertenaga.“Kamu nggak pernah ngerepotin,” timpal Harry yang duduk di tengah tempat tidur menemani Cita. “Justru Papa sama mami senang, karena kamu lagi hamil.”“Kak Kasih ... nggak papa?” tanya Cita kembali merasa tidak nyaman. Cita merasa seperti telah merebut Harry dari kakak perempuannya.Kasih memang sudah menelepon Cita dan wanita itu ikut berbahagia atas kehamilannya. Namun, Cita tetap saja memiliki perasaan tidak enak karena telah menjauhkan Harry dari putr

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 88

    Arya mengernyit dan membuka mata ketika mendengar suara yang tidak biasa. Sambil mengumpulkan kesadarannya, ia melihat pada sisi tempat tidur yang sudah terlihat kosong. Menyadari hal tersebut, Arya bangkit perlahan lalu berjalan menuju kamar mandi.Saat melihat Cita terduduk lemas di samping kloset kamar mandi, di situlah kesadaran Arya kembali sepenuhnya.“Sayang! Kamu kenapa?” Arya bergegas menghampiri Cita dan bejongkok di samping sang istri. Arya menempelkan punggung tangan ke dahi Cita untuk mengecek suhu tubuhnya. “Ayo ke rumah sakit, kamu lemas gini. Habis muntah?” tanya Arya segera menekan tombol flush untuk membersihkan cairan yang baru saja Cita muntahkan. “Kepalaku tambah pusing,” ujar Cita pelan. Merasa tidak memiliki tenaga untuk bangkit. “Perutku mendadak mual pagi-pagi.”“Kamu nggak telat makan, kan?” Arya mengingat-ingat, selama menghabiskan akhir minggu kemarin mereka sama sekali tidak telat makan. Bahkan, mereka berdua justru lebih banyak menyantap makanan dari bia

  • Cinta Cita   Cinta Cita ~ 87

    “Nikahan mbak Chandi dulu, nggak kayak gini.” Arya cukup takjub dengan semua dekorasi mewah yang ada di pernikahan Duta dan adiknya. “Kamu ... nggak iri, kan?”Arya khawatir jika sang istri memiliki rasa cemburu yang terpendam, karena pernikahan mereka tidak semewah dan semegah resepsi Duta dan Leoni. Setelah melakukan banyak pembicaraan dengan Sandra, Arya baru menyadari istrinya itu kerap memendam semua sakitnya sendiri. Cita enggan berbagi, karena tidak ingin menyusahkan dan merepotkan orang lain.“Mas, resepsi begini ini capeeek banget,” ungkap Cita mengingatkan Arya akan alasannya meminta intimate wedding kala itu. “Aku sudah pernah sekali sama Pandu, kan? Jadi, aku nggak mau lagi. Enakan kayak kita kemarin. Singkat, padat, dan nggak terlalu capek.”“Kalau—”“Titip Kasih bentar,” sela Awan sambil menarik kursi kosong di samping Cita. Kursi tersebut memang sengaja Cita kosongkan untuk Kasih yang mengabarkan akan terlambat datang. “Aku mau ambilin makan.”“Oh!” Saat melihat Awan, A

DMCA.com Protection Status