Share

S2| 144. Surat Wasiat

“Surat wasiat?” desah Julian dengan alis terangkat penuh tanya.

“Apakah ini tidak terlalu cepat? Ayah kami baru saja meninggal,” ujar Max, menjelaskan keterkejutan sang kakak.

Sambil tersenyum bijak, sang notaris menggeleng lambat. “Daripada bersedih mengenang kepergiannya, kalian lebih baik berbahagia memikirkan hartanya yang jatuh ke tangan kalian.”

“Tapi kami tidak seperti itu,” desah Gabriella dengan alis tak senang. Nyawa mertuanya tentu jauh lebih berharga dibandingkan warisan.

Alih-alih merasa bersalah, pria berdasi biru itu malah menaikkan sudut bibirnya. “Maaf, Nyonya. Itu adalah baris pertama dalam surat wasiatnya.”

Seketika, mata dan mulut sang wanita membulat. “Oh, maaf,” gumamnya disertai ringisan.

“Tidak masalah,” sahut pria berbadan gempal itu sebelum berbalik menghadap pelayan. Sedetik kemudian, ia mengeluarkan sekeping CD dari balik jas dan menyodorkannya. “Bisakah kalian membantu saya memutar video ini?”

Dalam

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status