"Apa maksudmu?" tanya Emma mengernyitkan dahi."Sebenarnya aku sudah mencoba mengacuhkan kecurigaanku, tapi gelagatnya malah membuatku semakin yakin dengan kecurigaanku.""Kenapa kau curiga?" Emma menarik tangan Hazel agar gadis itu duduk di sampingnya."Semalam ketika kita sedang bernyanyi, aku tidak sengaja melihat Dods mengaduk-aduk minumanmu. Bukankah itu mencurigakan?""Memangnya kenapa kalau dia mengaduk minumanku?" tanya Emma yang merasa Hazel agak berlebihan."Untuk apa dia melakukannya? Aku yakin dialah yang memasukkan alkohol ke dalam minumanmu. Dia pasti merencanakan sesuatu yang buruk terhadapmu.""Hazel, apa kau yakin dengan tuduhanmu ini? Kau tahu kalau itu bisa saja menjadi fitnah?" Emma menatap Hazel dengan mata membesar."Tentu saja aku tidak seratus persen yakin. Tapi bukankah lebih baik untuk berhati-hati?" tanya Hazel mencoba meyakinkan Emma."Aku ...." Emma tidak ingin terpengaruh dengan tuduhan Hazel, tapi keraguan terhadap Dods mulai muncul di dalam hatinya."
"Tuan Dods," seru Hazel dan Emma bersamaan."Aku memang masih harus beristirahat, tapi aku kedatangan temanku yang sangat membutuhkan bantuan. Jadi aku keluar untuk membantunya," jawab Emma gugup."Bantuan apa yang harus kau berikan di toko furnitur?" tanya Dods sambil mengernyitkan dahi."Ceritanya panjang. Maaf Tuan, tapi kami harus segera pergi sekarang," jawab Emma lalu segera menarik lengan Alice dan keluar dengan terburu-buru. Hazel segera mengikuti Emma tanpa menatap Dods.Mereka bertiga segera masuk ke dalam taksi kosong yang sedang berhenti di depan toko, lalu segera meminta supir taksi itu untuk menjalankan taksinya.Hazel dan Emma langsung membuang napas dengan keras, membuat Alice bingung."Bagaimana dia bisa tahu kalau kita kesana? Apa dia mengikuti kita? Wah, pria itu benar-benar menakutkan!" seru Hazel dengan tidak percaya.Mereka bertiga segera pulang dan memutuskan untuk memesan makanan pesan antar, karena khawatir Dods akan mengikuti mereka.***Alice dan Hazel sibuk
"Kakek, selamat ulang tahun," sapa Ethan lalu mencium kedua pipi kakeknya. Dia mengacuhkan Lea, seakan-akan gadis itu tidak ada disana. Lea hanya tersenyum melihat tingkah Ethan yang jelas-jelas menghindarinya."Terima kasih Ethan. Apakah kau mengenal Nona Lea? Dia memiliki suara yang sangat indah, nanti kita harus mendengarnya bersama-sama," ucap sang kakek sambil menepuk-nepuk tangan Ethan.Ethan hanya mengangguk, tanpa mengatakan apapun atau menatap Lea."Ethan, kau sudah datang?" seru Vivi Lucero segera memeluk putranya dengan senang."Aku baru saja tiba," jawab Ethan"Ayah, apa kau sudah tahu kalau aku sedang menjodohkan Ethan dengan Lea?" tanya Vivi Lucero kepada ayahnya sambil menarik tangan Ethan dan Lea."Mama!" bentak Ethan pelan."Benarkah? Aku sangat senang. Ethan kau beruntung kalau Nona Lea setuju untuk dijodohkan denganmu," ucap kakek Ethan sambil tertawa dan bertepuk tangan. "Tentu saja saya setuju Tuan Lucero," sahut Lea dengan suara manja membuat tawa Lucero tua se
"Apa yang dia lakukan? Mengapa dia mengirimkan pesan di jam seperti ini? Apa dia sudah gila?" ucap Emma sambil berdiri dan berjalan mondar-mandir.Emma menyesali kata-kata yang dia keluarkan tadi hanya karena putus asa. Dia segera naik ke tempat tidur dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, lalu memaksa dirinya untuk memejamkan mata.Ethan menatap semua dokumen yang sudah dia selesaikan selama berjam-jam. Punggungnya sakit dan tangannya pegal, tapi yang lebih mengesalkan adalah perasaannya yang masih belum tenang. Entah mengapa kehadiran Lea masih mengganggunya, apalagi kini wanita itu sangat diterima oleh keluarganya.Ethan bersandar ke kursinya dan menatap ke langit-langit dan berguman dengan lirih."Andai ini terjadi 10 tahun yang lalu. Saat aku masih sangat mencintaimu dan tidak sanggup hidup tanpamu. Andai saat itu kau memilihku dan bukan karirmu."Ethan menghela napas panjang. Sudah bertahun-tahun dia melupakan perasaannya terhadap Lea. Bahkan melihatnya setiap hari, karena
Emma segera berlari kembali ke ruang pertemuan. Jantungnya berdetak dengan sangat cepat. Dadanya terasa nyeri tapi bukan karena penyakit. Matanya terasa panas, tapi dia harus menahannya.Emma berdeham membersihkan tenggorokannya sebelum dengan hati-hati masuk lagi ke dalam ruang pertemuan. Emma duduk perlahan di samping Dods, tanpa melirik pria itu. Dia mulai membuka-buka lembaran buku penjelasan presentasi yang ada di hadapannya, mencoba mengalihkan perasaan yang tidak asing ini.Ini adalah perasaan patah hati dan Emma tahu itu. Dia pernah mengalaminya ketika Oliver meninggalkannya dan tidak menyangka akan merasakannya lagi."Halaman 12," bisik Dods yang melihat Emma terus membolak-balik buku itu dengan gelisah."Baik, terima kasih," jawab Emma ikut berbisik lalu membuka halaman yang diberitahu Dods.Emma berusaha mendengarkan perkataan Jonatahan Navarro, tapi semakin lama dia malah semakin tersiksa."Apakah aku boleh pulang duluan? Aku merasa tidak enak badan," bisik Emma yang semak
"Siapa mereka?" tanya Lea yang sudah muncul dihadapan Ethan."Bukan urusanmu. Pulanglah! Aku harus bekerja," perintah Ethan lalu segera meninggalkan Lea dan pergi menemui ayahnya.Lea menatap Ethan yang terburu-buru masuk ke dalam gedung Atlantis. Lalu dia mengalihkan pandangannya keluar dan melihat Emma dan Dods yang baru saja masuk ke dalam mobil."Siapa Emma?" guman Lea lalu segera berlalu.***"Ada apa denganmu? Kata Dods kau kesakitan hingga menangis?" tanya Hazel begitu tiba di rumah sepulang kerja.Alice yang juga baru tiba di rumah langsung mendekati Emma dan memeriksa tubuhnya."Ada apa Emma?" tanya Alice lembut."Aku tidak apa-apa.""Jangan berbohong, lalu kenapa kau sampai menangis?" tanya Hazel lagi."Aku ... aku bertemu dengan seseorang yang membuatku sedih," jawab Emma jujur."Siapa si brengsek Oliver dan kekasihnya itu lagi? Besok di reuni kita. Aku akan menghajar dan merobek-robek tubuh pria itu!" maki Alice, membuat Hazel terkejut sampai matanya membesar dan mulutnya
Semua orang menatap pria yang baru datang itu. Seorang pria yang usianya jauh di atas mereka semua dan itu terlihat dari penampilannya. Pria itu tertawa lebar dengan wajah yang sama sekali tidak enak dilihat."Sayang, kau sudah datang," panggil Casey sambil berdiri lalu berjalan cepat menghampiri pria itu."Meskipun kaya, aku tidak akan mau punya kekasih seperti itu," bisik Alice sambil tertawa kecil."Hush," balas Emma sambil mencubit pelan paha Alice.Sebenarnya dia juga ingin tertawa, bukan menertawakan kekasih Casey, tapi menertawakan dirinya sendiri. Meskipun tidak tampan dan muda, tapi Casey masih memiliki seseorang untuk dia andalkan. Sementara Emma hanya bisa diam, menelan semua ejekan teman-temannya."Sayang, jadikan kau membayar setengah dari semua pesanan makanan kami?" tanya Casey manja sambil menggenggam erat tangan kekasihnya."Tentu saja, silakan pesan saja yang kalian mau," ucap pria itu sambil menatap Casey dengan penuh cinta."Dia hanya membayar setengah saja sombong
"Siapa dia?" bisik teman-teman Emma."Wah, dia tampan sekali," bisik yang lain."Maaf sayang, aku terlambat. Selamat siang semuanya, maaf saya terlambat," ucap Ethan sambil merangkul pundak Emma yang masih belum pulih dari rasa terkejutnya."Emma, apa ini pacarmu? Kau benar-benar hebat dalam memilih pria," seru salah satu teman Emma sambil menatap Ethan dengan kagum.Casey juga menatap Ethan dengan perasaan tidak percaya. Dia sadar kalau sejak dulu para pria memang selalu menyukai Emma. Sebesar apapun usahanya untuk memikat para pria, mereka selalu jatuh cinta pada Emma dulu dan bila Emma menolak, barulah mereka beralih ke Casey.Tapi dia tidak menyangka kalau Emma akan menemukan pria setampan Ethan di tengah ibukota. Casey sendiri sudah mati-matian berusaha dan mengeluarkan banyak uang untuk memperbaiki penampilannya hanya untuk mendapatkan pria jelek dan berumur, yang saat ini lebih memilih untuk menikmati makanan pembuka tanpa peduli dengan keadaan sekelilingnya itu.Casey mendengu
Emma kembali ke rumah sakit saat malam. Dia benar, keadaan sekarang sudah sepi jadi Emma bisa dengan leluasa menemui Ethan. Dia masuk ke dalam kamar Ethan dan sangat bahagia begitu melihat Ethan yang sedang duduk sambil bersandar tersenyum padanya."Apa kau benar baik-baik saja?" tanya Emma sambil berlari ke arah Ethan."Aku baik-baik saja, tapi aku merindukanmu. Mengapa kau baru datang sekarang?""Tadi banyak sekali orang yang ingin menemuimu. Karena itu aku menunggu mereka pulang, agar bisa berduaan denganmu," jawab Emma sambil tersenyum menggoda.Emma melihat sekelilingnya."Mengapa kau sendirian? Apa tidak ada orang yang menjagamu di sini?" "Aku akan pindah malam ini, Tony sedang mengurusnya dan kedua orangtuaku menunggu di rumah sakit Atlantis.""Malam ini?" tanya Emma terkejut."Ya, kau cukup beruntung karena masih sempat bertemu denganku," goda Ethan.Tidak lama kemudian Tony masuk bersama rombongan paramedis. Mereka memindahkan Ethan ke kursi roda dan membawanya."Tuan Tony,
"Keluarga pasien Ethan," panggil perawat dari pintu masuk UGD.Emma segera berdiri dan mendekati perawat, karena kedua orangtua Ethan belum datang. Hazel sudah pulang duluan agar dapat mengistirahatkan kakinya dan Tony sedang menghubungi rumah sakit milik Atlantis meminta mereka untuk mengurus kepindahan Ethan kesana."Ya, saya," jawab Emma."Ada beberapa tindakan yang harus kami lakukan namun membutuhkan izin dari dari keluarga. Apakah anda istrinya?" tanya sang perawat.Emma menggelengkan kepala."Adiknya?"Emma kembali menggeleng."Sepupu? Ibu? Tante?" tanya perawat lagi.Emma terus menggeleng sambil menangis."Kalau begitu anda tidak bisa menandatangani surat ini. Saya mohon, tolong hubungi keluarganya dan minta mereka datang untuk menandatanganinya, kami akan menunggu," ucap sang perawat kepada Emma.Emma benar-benar putus asa dia sedang berbalik ketika melihat ayah dan ibu Ethan berlari ke arahnya."Itu! Itu ayah dan ibunya!" seru Emma senang.Jonathan dan Vivi segera mendekati
[Aku harus kembali ke ibukota karena ada hal mendesak yang harus aku kerjakan. Aku sudah meminta Tony untuk mengurus kalian berdua.]Emma membaca pesan yang dikirimkan Ethan kepadanya. Dia bisa merasakan ada yang berubah dari cara Ethan bicara dengannya meski hanya melalui pesan. Meski berusaha tetap memberikan perhatiannya, tapi seperti ada jarak yang diciptakan oleh pria itu."Ada apa?" tanya Hazel melihat perubahan wajah Emma."Ethan pulang duluan ke ibukota, karena ada pekerjaan mendesak," jawab Emma berpura-pura baik-baik saja."Apa benar karena pekerjaan, atau dia menghindarimu karena kejadian semalam?""Tidak mungkin. Kami bicara baik-baik dan dia sangat bisa menerima penjelasanku. Aku yakin dia benar-benar bekerja," jawab Emma yang sebenarnya juga tidak yakin.Sebenarnya Emma ingin tetap berada di Calamba dan berencana membiarkan Tony dan Hazel pulang berdua saja. Namun Hazel mengancam tidak akan ke rumah sakit kalau bukan Emma yang menemaninya. Gadis itu sangat takut disuntik
Ethan berdiri mematung dengan tangan yang masih menggenggam sebuah cincin berlian di dalam kantongnya."Apa maksudmu?" tanya Ethan bingung dan berusaha keras mencerna maksud perkataan Emma."Mengapa kau tidak mau menikah denganku? Apa kau tidak mencintaiku?" lanjut Ethan mulai sedikit kecewa.Emma menghela napas dalam sambil menatap Ethan sungguh-sungguh."Aku sangat mencintaimu dan kau tahu itu. Tapi ... pernikahan adalah hal lain, dan aku belum siap untuk menjalaninya," jawab Emma sambil berdiri hingga berhadapan dengan Ethan."Apa kau ragu kepadaku? Kau takut tidak akan bahagia bila menikah denganku?""Ethan, ini sama sekali tidak seperti yang kau duga. Bukannya aku tidak percaya kepadamu, aku hanya belum siap menjalani pernikahan," jawab Emma hampir putus asa karena melihat wajah kecewa Ethan."Bagaimana kalau aku memberimu pilihan menikah atau kita putus?" tanya Ethan dengan wajah serius.Emma menatap Ethan dengan tatapan tidak percaya, lalu kembali duduk. Dia tidak menyangka Eth
Tony berdiri mematung begitu pintu dibanting oleh Hazel."Apa? Apa yang sudah aku lakukan?" gumamnya pelan. Dia meremas rambutnya dengan keras, karena menyesali kebodohannya. Dia sangat menyukai Hazel, bahkan dia jatuh cinta pada pandangan pertama kepada gadis itu.Dia mencari tahu semua tentang Hazel dan itu membuatnya semakin menyukai gadis itu. Tapi dia juga sadar akan kedudukannya dan merasa tidak percaya diri mendekati Hazel.Pada saat Hazel mengatakan kalau dia menyukai Tony, pria itu hampir pingsan. Dia tidak menyangka kalau Hazel juga akan menyukainya. Tapi sistem pertahanan diri yang dia miliki, membuatnya mengeluarkan reaksi yang bertolak belakang dengan yang dia rasakan.Kini, dia mengulanginya lagi. Dia kembali mengatakan hal yang tidak dia maksud karena ketakutan. "Aku harus bagaimana sekarang?" Tony menghela napas dalam dengan penuh penyesalan, lalu tiba-tiba teringat kalau Emma dan Ethan belum kembali, jadi Hazel pasti tidak punya tempat menginap. Tony segera keluar
Tony menatap Hazel yang berlari begitu cepat. Dia tidak mengerti mengapa Hazel tiba-tiba mengamuk dan meninggalkannya. Setelah beberapa saat, Tony menyadari gadis itu berlari tanpa tujuan dan dia pasti akan tersesat.Tony segera mengejar Hazel, tapi dia sudah menghilang. Tony mulai merasa khawatir dan mencari Hazel dengan panik. Tiba-tiba dia mendengar suara minta tolong dan segera berlari ke arah suara itu. Tony terkejut ketika melihat Hazel duduk di tanah sambil menangis."Nona Hazel, anda tidak apa-apa?" tanya Tony khawatir dan langsung berjongkok mendekati Hazel.Hazel yang ketakutan dan kesakitan langsung memeluk Tony dan menangis dengan kuat."Ayo, kita kembali ke penginapan," ajak Tony sambil melepaskan dekapan Hazel yang masih menangis."Kakiku sakit, aku tidak bisa berdiri," jawab Hazel sambil menangis.Tony kembali berjongkok."Letakkan tangan anda di leher saya," perintah Tony lalu langsung mengangkat tubuh Hazel seperti mengangkat seorang bayi.Hazel begitu terkejut hingga
"Maksudmu kau akan berpisah dengan Ethan?" tanya Hazel kaget. Emma tersenyum lalu menjawab dengan tenang."Tentu saja tidak. Aku sudah katakan aku sangat mencintainya dan tidak mungkin hidup tanpa dirinya.""Lalu apa maksudmu kau akan pindah ke Calamba? Sementara sudah jelas kehidupan Ethan ada di ibukota."Emma menghela napas panjang, lalu mengembuskannya. Dia tidak menjawab Hazel dan malah mengalihkan pembicaraan."Sudahlah, itu hanya rencanaku. Sekarang katakan padaku, bagaimana dengan kau dan Tony?"Hazel mendengus lalu memajukan bibirnya begitu mendengar nama Tony. Emma tersenyum, dia lega karena pembicaraan tentang dia dan Ethan akhirnya berhenti."Entahlah, aku tidak peduli. Aku sedang berusaha melupakannya.""Mengapa? Kalian bahkan belum memulai apa-apa, kenapa langsung berakhir?" "Emma, kau tahu aku menurunkan harga diriku hingga ke tanah dengan menyatakan perasaanku kepadanya. Tapi dia malah mengkritikku karena mengungkapkan rasa sukaku kepadanya, dan hingga hari ini dia sa
Emma menghela napas sambil menatap punggung Lea. Dia yang dulunya adalah penggemar berat Lea, berubah menjadi musuh sang diva dan berakhir menjadi orang asing yang saling memaafkan kemudian melupakan.Setelah menunggu beberapa saat, Emma bangkit dan keluar dari kafe itu. Kini dia tidak punya tujuan. Pulang ke rumah hanya akan membuatnya meringkuk kembali di atas tempat tidur, tapi dia tidak punya tujuan lain, selain pulang atau ke Calamba."Emma!" teriak Hazel yang sangat terkejut karena bertemu Emma di tempat yang tidak dia duga."Hazel, apa yang kau lakukan disini? Bukankah ini masih jam kerja?""Aku baru selesai menemui klien di restoran itu," jawab Hazel sambil menunjuk sebuah restorang yang tidak begitu jauh."Kau sendiri apa yang kau lakukan disini?""Aku baru saja bertemu Lea.""Apa? Untuk apa kau menemui wanita itu? Apa yang dia katakan? Apa dia mengatakan hal-hal yang buruk kepadamu?" cecar Hazel yang tidak suka kepada Lea."Jangan khawatir, kami hanya menyelesaikan apa yang
"Lea? Ada apa?" tanya Emma sambil duduk dengan wajah tegang."Apa kita bisa bertemu?" tanya Lea pelan."Sekarang?" "Ya, kalau kau tidak keberatan. Kalau kau sibuk aku bisa menemuimu siang, sore atau malam hari nanti," jawab Lea membuat Emma mengernyitkan dahi."Mengapa kau ingin bertemu? Setahuku tidak ada urusan apapun lagi diantara kita.""Ada yang ingin aku bicarakan. Jangan khawatir aku tidak akan menyerangmu. Kau tentukan saja dimana tempat yang membuatmu nyaman untuk kita bertemu," jawab Lea tenang."Aku ... Aku akan menghubungimu," sahut Emma lalu segera mematikan teleponnya.Emma menatap layar teleponnya sambil menyipitkan mata."Aku hanya ingin tidur seharian dan menenangkan tubuhku. Mengapa hal itupun tidak bisa kudapatkan? Mengapa kau harus bertemu denganku? Dan bodohnya, mengapa aku tidak langsung menolakmu?" gumam Emma sambil meletakkan teleponnya dan menutup wajahnya dengan kedua tangan.Emma memikirkan beberapa saat lalu mengirimkan pesan kepada Lea.[Mari bertemu sian