Aldric tercenung menatap putranya. Alex menunduk menatap piring dengan satu tangan menopang dagunya. Ternyata kemewahan tidak serta merta membuat Alex lupa pada Ibunya. Hanya beberapa jam terpisah, anak itu sudah merindukan Sandra."Daddy tanya Mommy ya. Apa Mommy bisa video call sekarang?"Alex mengangkat wajahnya dengan mata berbinar. "Iya, Dad. Mau."Pengusaha itu tersenyum lalu meraih ponselnya. Walaupun ia pernah berjanji tidak akan menghubungi Sandra lebih dulu, tetapi Ini alasan yang bagus untuk berbicara dengannya. Aldric mengetikkan pesan kepada ibu dari anaknya.Aldric : San, bagaimana keadaanmu? Alex ingin video call. Bisa?Tidak ada balasan. Sandra juga belum melihat pesannya. Padahal ia sudah bersemangat berbalas pesan dengan wanita yang sering terlintas di pikirannya akhir-akhir ini."Mungkin Mommy masih istirahat. Mommy belum membalas pesan Dad. Kita ke taman belakang dulu sebelum berenang. Bagaimana?"Meski masih tampak kurang bersemangat, Alex mengangguk. Ia menghabis
“Ke mana wanita itu?”Aldric menyipitkan mata menatap Ibunya. Pertanyaan Helen membuat suasana semakin canggung. Apalagi Alex jelas-jelas menampakkan wajah dingin kembali saat orang ia panggil Granny tampak tidak menyambutnya dengan hangat.“Sandra di Jerman. Alex hanya beberapa hari saja di sini,” jawab Aldric.“Begitu? Jadi kalian sudah mencapai kesepakatan untuk merawat anak ini dengan pembagian waktu pengasuhannya?” tanya Alonso.“Dad! Tolong jangan bahas ini di depan Alex,” protes Aldric.“Tidak apa-apa, Dad. Aku akan berpura-pura tidak mendengar saja,” tukas Alex pada Aldric dalam bahasa Jerman.Mendengar jawaban datar Alex, Aldric langsung menyesali keputusannya mengenalkan orang tua dengan putranya. Ia sangat tidak menduga, Helen dan Alonso bersikap acuh terhadap cucunya sendiri. Ia lalu membalas pernyataan Alex dalam bahasa Jerman.“Maafkan orang tua Daddy. Mereka masih terkejut oleh kehadiranmu.”Helen mengangkat alisnya. Ia tidak fasih berbahasa asing namun mengenali bahasa
Sandra memberikan tatapan serius. “Tidak,” jawabnya singkat.“Kalau aku, aku sangat berharap kalian bisa bersama. Apalagi, Aldric terlihat sayang sekali pada Alex.”“Sayang Alex, belum tentu sayang pada Ibunya kan?”Leah tersenyum misterius. “Siapa tau tumbuh juga rasa sayang di antara kalian.”Sandra meringis mendengar pernyataan sahabatnya. “Impossible.”Leah mengangkat bahunya. Ia tidak ingin berbicara lebih banyak lagi. Bisa-bisa ia membocorkan bahwa Aldric kini sudah menjadi seorang mualaf demi mendekatkan diri dengan Alex. Dan ia yakin, pengusaha kaya raya itu juga menaruh perhatian pada sahabatnya.Saat subuh, Aldric membangunkan putranya. Mereka beribadah bersama. Aldric memangku putranya saat mereka mengikuti doa dan dzikir pagi bersama melalui online.“Jadi Dadydy sekarang bisa sholat?” tanya Alex.“Daddy masih belajar. Kamu ajari Daddy jika Daddy salah ya. Ustadz Rachman bilang, kamu pintar sekali menghapal juz 30.”“Daddy juga pasti bisa. Semangat,” ucap Alex dengan mengan
"Apa Alex sudah pernah berlatih golf sebelumnya?" Tanya Alonso kepada Marvin."Tidak, Tuan Besar. Ini pertama kalinya Tuan Muda Alex berlatih golf."Mereka sedang mengamati Aldric melatih cara memegang stik golf kepada putranya. Kemudian, lelaki itu juga mendemonstrasikan bagaimana mengayun stik tersebut. Terakhir ia mempraktekkan cara memukul bola yang tepat.Alex tampak serius. Ia berkali-kali mengangguk mendengar penjelasan Sang Ayah. Tiba saatnya Alex memegang stiknya sendiri.Mulai dari memegang, mengayun stik golf kemudian memukul bola. Percobaan pertama kurang berhasil. Walaupun Alex sudah benar dalam memegang stiknya namun terlihat masih belum tepat saat memukul bola.Aldric kemudian memegangi lengan Alex. Mereka mengayun stik berdua dan memukul bola. Bola meluncur jauh.Anak kecil itu pantang menyerah. Ia mencoba lagi sendiri. Hingga tepuk tangan bersahutan saat ia berhasil."Kamu yakin ini pertama kalinya anak kecil itu bermain golf?" Tanya Alonso lagi kepada Marvin."Tentu
"Mereka di Bristol, Tuan, " ucap Marvin.Asisten sigap itu segera mengecek signal jam tangan Alex saat Madam Mary mengatakan Alex dibawa pergi oleh Grandma dan Grandpanya.Wajah Aldric menegang hingga terlihat urat-urat di lehernya. Ia menggertakkan gigi menahan emosi. Sungguh ia tidak menduga, orang tuanya menculik cucunya sendiri.Tanpa banyak bicara, Aldric menatap jalanan di samping. Mereka langsung menuju airport begitu mendapat berita Alex berada di kota kecil di pinggir Inggris. Kebahagiannya kini terganti dengan kenestapaan.Tiga jam kemudian, mereka menelusuri sebuah jalan di pinggiran Sungai Avon. Aldric berdecak kesal saat mereka pun harus menyebrangi sungai. Ia tidak pernah tau orang tuanya memiliki aset di daerah ini."Alex!" teriak Aldric saat mereka sampai di bangunan tua yang masih terlihat mewah."Alex!" Sekali lagi Aldric berteriak. Ia tidak perduli para pelayan menatapnya dengan ketakutan.Suara teriakan Aldric menggema di bangunan tua itu. Napasnya memburu saat ia
"Aku tidak mengira Daddy bisa sekejam ini," Aldric kembali menahan amarahnya."Kejam bagaimana? Wanita itu lebih tidak manusiawi dengan menyembunyikan keturunanmu selama hampir empat tahun,” balas Alonso."Bahkan kamu tau pun bukan karena kejujurannya." Helen kini ikut-ikutan menyerang Aldric."Itu dilakukan karena Sandra takut aku mengambil Alex. Sekarang terbukti, tapi bukan aku yang menculik Alex, melainkan kalian.""Pokoknya Daddy tetap akan mempertahankan Alex di sini!""Tapi aku juga sudah memiliki rencana sendiri, Dad. Alex itu anakku. Aku yang paling berhak memutuskan.""Memutuskan apa? Merawat Alex bergantian dengan Ibunya? Terus-terang itu adalah rencana yang buruk.Seraya mengembuskan napas beratnya, Aldric beristigfar berulang kali di dalam hati. Ia memiliki rencana besar yang belum dapat ia ungkapkan kepada orang tuanya. Ia hanya bisa terus membantah keinginan Helen dan Alonso."Untuk saat ini, keputusan itu yang terbaik untuk kami bertiga, Dad.""Tapi tidak baik untuk Ke
“Aku mau pulang ke Jerman sekarang!”Alex menatap dingin kedua mata hijau milik ayahnya. Ia memang sudah merasakan ketidaknyamanan saat pertama kali bertemu Grandpa dan Grandma. Meski begitu, demi kesopanan, ia harus tetap menurut. Hingga akhirnya ia mendengar Grandpa mengatakan ia adalah anak haram.“Sayang, kamu lihat sendiri kan? Mommy, Daddy Luke dan Auntie Leah belum bisa dihubungi. Sabar ya. Daddy pasti akan antar kamu ke Jerman,” tutur Aldric.Beberapa detik kemudian, bahu Alex terlihat terguncang pelan. Ia menutp wajahnya. Lalu menangis tersedu.“Hiks, hiks, aku mau sama Mommyku.” Isak Alex.Melihat putranya menangis, Aldirc segera mengangkat tubuh Alex dan mendudukkannya di pangkuan. “Sayang, tolong jangan begini. Daddy sedih melihat kamu menangis.”“Aku mau Mommy.” Alex mengulangi permintaannya.Seraya mendekap Sang Putra, Aldric mengangguk memberi kode kepada asistennya. Marvin segera menelepon, berkordinasi untuk melaksanakan keinginan Alex. Saat itu sudah menjelang tengah
Marvin memesan kamar suite untuk Aldric dan Alex. Tak tanggung-tangggung, satu lantai hotel itu juga di booking agar tidak ada tamu yang memperhatikan kebersamaan Tuan dan putranya.“Suka kamarnya?” tanya Aldric kepada Alex.“Besar dan mewah ya, Dad. Pasti mahal sekali harga sewanya,” ucap Alex dengan lucu.Aldric hanya membalas pernyataan Alex dengan tersenyum dan mengusak lembut kepala putranya.“Jangan khawatir Tuan Muda. Jangankan menyewa satu kamar di hotel satu hari, membeli bangunan hotel ini pun, Tuan Aldirc mampu melakukannya,” ucap Marvin.Mendengar jawaban Marvin, Alex membulatkan matanya. Ekspresi anak kecil itu membuat asisten Aldric itu tergelak. Sementara itu, Aldric hanya tersenyum sambil menggeleng-geleng.“Uang Daddy banyak sekali ya, Uncle Marvin?” bisik Alex sambil melirik Aldric yang sedang melihat-lihat buku menu.Asisten Aldric itu hanya mengedipkan satu matanya kepada Alex. Ia lalu menjelaskan bagian-bagian dari hotel terkenal di Jerman itu kepada anak berusia
Sandra berhasil menembus komunitas pendidikan di Inggris. Namanya diperhitungkan dan selalu dibawa-bawa saat ada perbincangan mengenai sistem pendidikan internasional. Bahkan, seringkali Sandra menjadi pembicara ataupun moderator pada seminar bergengsi di negara-negara Eropa. Karir Aldric pun semakin meningkat. Ia tidak perlu lagi mengontrol perusahaannya. Uang-uang yang ia investasikan kini sudah bekerja untuk dirinya dengan menghasilkan pundi-pundi kekayaan yang sangat besar. Sore ini, keadaan mansion kembali ramai. Keluarga Javier dan keluarga Osborn serta sahabat-sahabat Aldric dan Sandra berkumpul untuk merayakan kesuksesan Sandra. Malam ini, wanita cantik itu akan menerima penghargaan dari sebuah media pendidikan sebagai salah satu wanita yang cukup berpengaruh di Inggris. “Cantik sekali,” puji Aldric menatap penampilan istrinya. “Terima kasih, sayang. Kamu juga tampan sekali.” Sandra balas memuji suaminya yang telah menggunakan stelan jas mewah yang elegan senada dengan gaun
Semua kepala menengok ke arah kepala pelayan. Saat lelaki itu bergeser dan memperlihatkan tamu yang datang, Sandra menutup mulutnya. Sementara, Aldric mengembangkan senyum.“Madam Mary!” pekik Alex. Anak lelaki itu segera berlari mendekat dan memeluk tamu yang ternyata adalah Madam Mary dan Jason.Aldric berdiri menyalami tamu-tamunya. Sementara Sandra masih terduduk dengan satu tangan menutup mulutnya. Dengan pandangan haru, wanita itu menatap Madam Mary, mantan pelayan setia Aldric yang juga selalu menjaganya dan Alex di masa sulit mereka.“Nyonya Sandra,” sapa Madam Mary seraya mengulurkan tangannya.Sandra menatap tangan tersebut, ia berdiri lalu memeluk wanita setengah baya di depannya. Bahagia sekali mendapat kunjungan dari orang yang menyayangi mereka. Jason, suami Madam Mary sekaligus mantan pelayan setia Helen dan Alonso pun salling berjabatan dengan penuh haru.“Ayo, silahkan duduk,” ajak Aldric.“Maaf, Tuan. Kenalkan, ini putra kami, Daniel.” Madam Mary menggiring putranya
“Mommy, Abang mau jaga Adik Nayya malam ini. Abang tidur di kamar Adik, ya?” pinta Alex.“Mmm … sebaiknya Abang Alex tanya Daddy. Biasanya, Nayya tidur bersama Daddy,” ucap Sandra dengan lembut pada putranya.Aldric yang mendengar permintaan putranya dan jawaban Sandra, seketika teringat pada nasehat Marvin.“Boleh. Tentu saja, Abang Alex boleh tidur menjaga Adik Nayya,” balas Aldric cepat.Jawaban Aldric membuat Sandra menoleh menatap suaminya. Tumben sekali, ia mau dipisahkan dengan Nayya malam ini. Aldric menangkap tatapan heran istrinya.“Lagipula, Daddy kangen tidur berdua saja dengan Mommy,” imbuh Aldric lagi.“Yeayyy … Abang tidur sama Adik.” Alex melonjak-lonjak senang. Tetapi, kemudian, Alex teringat akan sesuatu.“Tapi, Dad, kalau Adik Nayya menangis, Abang harus bagaimana?”“Ada baby monitor di kamar Adik. Jadi, kalau Adik Nayya menangis, kami akan dengar. Mommy akan datang dan menyusui Adik Nayya.”“Oh, oke.” Alex mengacungkan jari jempolnya.Menjelang tidur, Aldric dan Sa
Sandra menggeleng samar mendengar bisikan suaminya. Ia tidak langsung menjawab karena ada suster bersama mereka. setelah Nayya menyusu dengan tenang, suster menjauhi mereka.Pebisnis mapan itu menatap mulut bayinya yang sedang menghisap. Kedua pipinya terlihat kembang kempis. Tangan mungil Nayya mengenggam jari kelingking ibunya.“Sepertinya nikmat sekali,” canda Aldric.“Memang nikmat ya, Nay. Soalnya Nayya cuma boleh minum ASI saja,” balas Sandra.“Nayya, Daddy boleh minta, nggak?”Aldric memang berbicara pada bayinya. Tapi, tentu saja pertanyaan itu ditujukan pada ibunya. Sandra mencebikkan bibir merespon perkataan sang suami.“Apa rasa ASI, sih, My love?”“Mana aku tau? Aku kan tidak pernah mencoba. Pertanyaan yang aneh.”Aldric terkekeh. “Kok, kamu jadi sensitif begitu. Nanti Nayya jadi terganggu dengan suara Mommy yang tidak ramah.”“Maaf, ya, Nay. Daddy suka usil sama Mommy,” Sandra berkata pada bayinya dengan senyum di bibir.“Daddy ‘kan cuma bertanya, karena Nayya belum bisa
Alex mendorong stroller Nayya dibantu Aldric. Sandra melingkari lengannya pada pinggang suaminya. Pintu kaca besar otomatis terbuka saat mereka akan keluar.Kebetulan, Keluarga Javier dan orang tua Aldric pun sedang berada di taman. Bahkan Marvin, Leah dan Kevin juga tampak mengobrol akrab dengan kakak-kakak Sandra.“Marv, Kev, Kalian ke sini?” sapa Aldric.“Leah,” Sandra pun menyapa dan memeluk sahabatnya.“Kami ‘kan belum menjenguk Sandra dan bayi kalian,” cetus Marvin. “Tuan Alonso mencegah kami mengunjungi rumah sakit karena nanti Sandra tidak dapat istirahat.”“Iya, maaf. Itu juga permintaanku.”“By the way, selamat, ya,” ucap Marvin. Mereka berpelukan secara maskulin yang kemudian juga diikuti dengan Kevin.“Bagaimana kabarmu, Sandra?” tanya Marvin.“Semakin hari semakin membaik, insyaAllah,” balas Sandra.“Marv sayang, lihat Nayya deh. Cantik sekali,” ucap Leah yang memperlihatkan Nayya dalam dekapannya.“Apa kamu sudah cuci tangan, Leah?” Aldric mengerutkan dahi melihat putrin
Akhirnya Sandra kembali ke mansion. Seorang suster senior rekomendasi dari rumah sakit, ikut diboyong Helen. Wanita tua itu tidak memperdulikan protes yang keluar dari mulut putranya saat lelaki itu mengatakan tidak membutuhkan seorang suster.“Kamu akan butuh. Kasihan Sandra jika tidak ada yang membantu mengurus bayinya!” ucap Helen tegas kepada Aldric.“Aku yang akan membantu Sandra, Mom. Aku mau mengurus Nayya sendiri,” kilah Aldric.“Tidak bisa. Kamu juga belum berpengalaman. Yang ada, Sandra nanti malah tambah stress dibantu kamu.”Aldric mengembuskan napas panjangnya. Ia akhirnya mengalah. Apalagi, tidak ada satu pun keluarga yang mendukungnya. Semua setuju, Sandra membutuhkan bantuan seorang suster di mansion.Keadaan Sandra sendiri sudah lebih baik. Setelah berbaring dan mendapat perawatan di rumah sakit selama tiga hari, kini wanita itu mulai bergerak aktif. Walaupun terkadang, gerakannya terhenti karena
Alex menggenggam rangkaian bunga indah di tangan kanan. Tangan kirinya memegang kotak berwarna merah muda. Anak lelaki tampan itu membawa hadiah yang akan ia persembahkan untuk ibu dan adik perempuannya.Di sampingnya Alzam berjalan membawa bungkusan. Bungkusan berisi susu almond untuk putri tercinta yang baru saja melahirkan bayi perempuan cantik. Minuman itu diyakini berkhasiat untuk melancarkan produksi ASI.Setelah mengetuk pintu, Alzam membuka pintu. Alonso segera berdiri saat melihat besannya masuk. Mereka berpelukan dengan akrab.“Selamat pagi. Bagaimana kabar cucu cantik kita hari ini?”“Ia sedang menyusu.” Helen menoleh pada tirai tertutup di samping mereka.“Oh, baiklah. Susu almond untuk ibu menyusui aku letakkan di dalam lemari pendingin, ya.”“Iya.”Alex lalu menghampiri Grandma dan Grandpanya. Anak lelaki itu mencium telapak tangan keduanya. Helen dan Alonso membalas dengan mengecup sayang kepala serta pipi cucu tampan mereka.“Apa kamu membawa bunga untuk Mommy?” tanya
Helen mengamati bayi cantik di dalam dekapannya. Ia berdiri dan mengayun pelan sambil terus tersenyum. Tangannya pun tak henti mengelus kulit halus cucu cantiknya.“Cantik sekali cucu grandma, ya,” puji Helen. Entah sudah berapa puluh kali ia mengucapkan kalimat tersebut sejak melihat Nayya.Hingga Alonso datang menghampiri dan kini berdiri di samping istrinya. Lelaki tua itu juga ikut mengelus kepala baby dan sesekali menciumnya.“Sudah! Jangan diciumi terus. Nanti Nayya bangun!” desis Helen galak.Sandra terkekeh. “Sama seperti Aldric semalam, Mom. Nayya sedang asyik menyusu malah dicium-cium hingga akhirnya menangis.”Kepala Helen menggeleng mendengar penuturan menantunya. Wanita itu meletakkan Nayya sangat hati-hati di dalam box bayi. Lalu, box tersebut ia tutup dengan kelambu halus.“Kamu mau makan, darling?” tanya Helen.“Boleh, Mom.”“Eits, sudah. Di ranjang saja. Biar Mommy yang antar makananmu.” Helen mencegah Sandra yang akan turun dari tempat tidur.Sandra menurut. Ia duduk
Tak hentinya Aldric menatap wajah mungil di dekapan Sandra. Bayi perempuan cantik itu sedang menyusu pada ibunya. sesekali, lelaki itu mencium pelan kepala sang putri.“Sayang!” protes Sandra. “Nanti dulu cium-ciumnya. Dia sedang menyusu.”“Baby cantik wangi sekali, My love. Dia pakai parfum bayi apa?”Sandra terkekeh geli mendengar pernyataan suaminya. “Bayi belum boleh pakai pewangi apapun, sayang. Ini murni aroma tubuh Baby.”“Benarkah? Kok wangi sekali?” Aldric kembali mencium rambut dan pipi putrinya.Gerakan Aldric membuat bayi yang sedang menyusu itu berhenti mengisap sari makanan dari sang ibu. Matanya menatap Sandra. Kepala mungil bayi perlahan bergerak mengusel dada di hadapannya.“Tuh ‘kan, Baby jadi berhenti menyusu karena kamu ganggu,” gerutu Sandra. Wanita itu lalu mencoba memasukkan kembali area areolanya ke dalam mulut bayinya.Namun, bayi pe