Setelah lusa kemarin Katrina menjenguk Anggia bersama rombongan karyawan lain, sore ini Katrina datang seorang diri untuk kembali menjenguk Anggia sebab ada amanah dari Aki dan Nini yang harus dia sampaikan.
Untungnya, hari ini Katrina tidak melihat keberadaan Reyhan di kamar rawat Anggia. Setidaknya dia tidak perlu merasa gugup di dalam sana.
Setelah menyelesaikan tugasnya, Katrina pun mohon pamit pada Abi dan Umi. Dia hendak pulang ketika langkahnya terhenti di ambang pintu sebab kedatangan Hardin dan Reyhan.
Ke dua laki-laki itu sempat terkejut.
"Loh, Katrina? Kamu sendirian ke sini?" tanya Hardin spontan, sementara Reyhan hanya diam dan langsung berlalu dari pintu karena Anggia sudah memanggilnya lebih dulu.
"Iya Pak. Habis mengantar sesuatu untuk Abi dan Umi. Titipan dari Aki dan Nini di Bandung," jawab Katrina seadanya.
"Sekarang, kam
Poor Katrina... Ayo dong kasih semangat untuk Katrina di kolom ulasan ya... Semoga suka...
Sepuluh tahun yang Lalu. Taman Belakang Sekolah. Teruntuk kamu calon kekasih halalku. Aku tau Tuhan kita berbeda. Tapi aku percaya perbedaan bukanlah akhir dari segalanya. Terima kasih sudah bersedia menjadi putri bulanku. Terima kasih sudah menerimaku apa adanya. Terima kasih sudah merubah kesulitan hidupku semudah membalikkan telapak tangan dengan kehadi
Ini hari terakhir Anggia di rumah sakit. Besok dia sudah diperbolehkan pulang oleh tim medis. Hari ini Katrina kembali mendapat amanah dari keluarganya di Bandung, dia di suruh untuk datang menjenguk Anggia hari ini. Sekedar mengetahui keadaan Anggia. Padahal keluarganya sudah merencanakan hal ini dengan Omah dan Opah Hardin. Mereka ingin membicarakan masalah perjodohan itu dengan Katrina secara langsung. Mereka tidak mau pernikahan ini hanya disetujui oleh sebelah pihak. "Assalamualaikum," ucap Katrina, kepalanya menyembul dari balik pintu ruang rawat Anggia. "Waalaikumsalam," jawab suara Omah Tantri dan Anggia bersamaan. Pandangan mereka tertuju ke arah pintu. Katrina melangkah masuk dengan membawa sekantong plastik buah apel sebagai buah tangan. "Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga," ucap Omah senang. Katrina mencium tangan Omah Tantri seraya memberikan bara
Katrina benar-benar tidak habis pikir. Sebenarnya apa yang ada dipikiran Hardin, mengapa dia tiba-tiba menyetujui perjodohan ini? Padahal jelas-jelas dia tahu, Katrina tidak mencintainya. "Assalamualaikum, ini aku Katrina. Aku mau bicara," Katrina membenarkan posisi handphonenya supaya lebih nyaman. Sebab hatinya benar-benar tidak tenang sekarang. Katrina merasa belum siap menerima perjodohan ini, tapi jika Hardin sudah mengiyakan itu artinya pihak keluarga mereka tinggal menumpukan harapannya hanya pada Katrina seorang. Ini berat. Katrina takut tidak akan sanggup memikulnya sendirian. Terlebih dia juga tidak mau mengecewakan keluarganya."Waalaikum salam. Ada apa? Kan bisa diomongin di Kantor?" sahut sebuah suara diseberang. Suara Hardin. "Aku bukan mau membicarakan masalah kantor. Ini tentang kita. Hmm, maksud aku tentang rencana perjodohan kita," Belum selesai Hardin terkejut begitu mendapati han
Bandung. Podomoro Park. Ini adalah hari spesial untuk Anggia yang sengaja sudah dipersiapkan oleh Omah dan Opah sejak jauh-jauh hari. Hari pertunangan Anggia dan Reyhan. Omah dan Opah sengaja merahasiakan hal ini dari semua orang, termasuk Hardin dan juga keluarga besar Ustadz Maulana. Mereka yang kini sudah berkumpul di kediaman keluarga Surawijaya. Menunggu kedatangan sang cucu tercinta. Kak Zaenab langsung menarik Katrina begitu melihat Katrina dan keluarga Om Rudy sampai disana. "Ada apa Teh?" teriak Katrina bingung. Kak Zaenab mengajak Katrina menjauh dari teras. "Teteh mau tanya sama kamu, itu laki-laki yang mau menikah sama Gia, yang namanya Reyhan, itu bukan Reyhan yang kamu ceritakan sama Tetehkan Trina?" wajah Kak Zaenab terlihat panik. Katrina ikutan bingung. Bingung ha
Reyhan masih duduk di kursi di pinggir kolam renang. Tak sama sekali berniat untuk beranjak dari tempat itu. Saat ini dia benar-benar butuh waktu untuk berpikir. Reyhan bukan tipe laki-laki yang gegabah apalagi ceroboh. Dia cenderung lebih banyak menggunakan akal sehatnya ketimbang harus bertindak tanpa ada alasan yang kuat. Apalagi jika harus menuduh tanpa bukti. Hingga akhirnya dia hanya menimang-nimang apa yang sebenarnya terjadi. Lagipula, nama Ustadz Maulana itukan tidak mungkin hanya satu orang saja di Bandung. Dan dia berharap Ustadz Maulana yang dimaksud oleh Pak Gunawan bukanlah Ustadz Maulana yang menjadi kerabat keluarga Hardin. Karena jika benar begitu, Reyhan tidak akan sanggup menerima kenyataan. Ini tidak boleh terjadi. "Oh, ternyata disini orangnya. Gia cariin kemana-mana juga," teriak Anggia kesal. Dia kelelahan sehabis berjalan mencari Reyhan di sekitar pekarangan rumahnya yang luas. "Kakak ngapain dis
"Woy, malah molor disini? Bangun lo, itu keluarga Ustadz Maulana pada mau pamit pulang." teriak Hardin pada Reyhan yang terlihat asyik tertidur di kamar tamu. Walau sebenarnya Reyhan tidak benar-benar tidur. Dia hanya sekedar memejamkan mata saja. "Lo sakit?" tanya Hardin lagi. Ketika dilihatnya tampang Reyhan yang tidak biasa. Reyhan bangun dari tidurnya dan duduk dipinggir tempat tidur. Tatapannya menatap lurus ke arah lantai. "Gue udah tahu tempat tinggal Katrina dan siapa keluarga Katrina di Bandung," ucap Reyhan pelan. Hardin kaget. Tampangnya langsung panik. Tapi dia tetap berusaha untuk tenang. "Ya... Bagus dong? Kenapa nggak lo samperin aja?" "Ini alamatnya. Gue cuma mau tanya dan memastikan aja, apa alamat ini sama dengan alamat ustadz Maulana, kerabat keluarga lo itu?" Hardin mengambil Handphone Reyhan. Di sana tertulis sebuah Alamat. Jl.
Hardin masuk ke dalam ruangannya bersama Katrina dan Kisya. Mereka terlihat bercakap santai. Bahkan sesekali Hardin tertawa. Hardin melirik ke arah jendela kaca di ujung ruangan. Reyhan terlihat sedang berdiri menatap ke arah luar jendela. Membelakangi Hardin. "Baiklah, kalian boleh istirahat sekarang. Oh ya, Trina, mengenai permohonan resignmu, nanti aku pertimbangkan lagi," "Baik, Pak." jawab Katrina. Matanya sempat melirik ke arah jendela. Meski hanya sekilas. Hardin berjalan menghampiri Reyhan dengan senyuman yang terus mengembang. "Sorry ya, jadi lama nunggu. Kerjasama perusahaan kita dengan perusahaan Mr. Kennedy berjalan lancar. Prospeknya pasti bakal bagus banget buat perkembangan perusahaan kita kedepannya. Kita rayain yuk nanti malem? Ayolah..." Reyhan tersenyum, tipis. "Keliatannya lo bahagia banget ya? Hidup lo sekarang udah lengkap. Hebat." puji Reyhan. Hardin menepuk bahu Reyhan. "Semua ini berkat lo juga, Han."
Semua terasa seperti mimpi bagi Reyhan. Awalnya Reyhan memilih untuk tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Hingga kemudian Katrina mengulangi kalimatnya untuk yang ke dua kali. Memperjelas sekaligus menikam hatinya lebih dalam lagi. Dan akhirnya, mata bening itu kembali berkaca-kaca. Hati itu kembali patah untuk yang kesekian kalinya. "Selamat ya, kalau begitu." ucap Reyhan lirih. Dia tersenyum getir. Susah payah Reyhan mengerjapkan matanya sambil menengadahkan wajahnya ke atas. Sekuat tenaga menahan sesak di dadanya. Jiwa kelelakiannya menolak untuk meneteskan air mata di hadapan banyak orang. Hingga setelahnya air mata itupun hilang. Bersamaan dengan harapan yang telah dia jaga selama ini. Dulu rasanya seperti air h