Olivia kini sedang menyimak cerita Salma tentang sekertaris baru yang sedang berbuat onar. Kejadian itu sangat menggeparkan kantor karena Grace yang berlari sambil menangis dan Max yang teriak mengejar Grace."Terus kenapa bisa tau kalau tuan Max punya hubungan sama sekertaris baru?" tanya Olivia yang masih bingung."Ih, nona Kintan sendiri yang bilang tau kalau dia itu kekasih barunya tuan Max!" seru Salma.Olivia membelakkan matanya sambil menutup mulut."Gila tu orang!" sahut Olivia."Yakan! Sekarang katanya nona Grace lagi kabur entah kemana, tuan Max lagi tantrum tuh nyari nona Grace." Ucap Salma.Olivia jadi sedikit khawatir. Dirinya lah yang menyembunyikan Grace dan sama sekali tidak ingin membuat Grace kembali pada lelaki sialan itu.Sudah cukup Grace mendapatkan banyak sekali cobaan dalam hidupnya. Dari ayahnya yang sering meminta uang dan ibunya yang meninggal karena penyakit kronis. Grace pasti sudah tidak bisa menerima sed
"Sejak Olivia lembur, dia tidak memberi kabar lagi padaku padahal ini sudah larut malam. Kemana ya dia?" gumam Grace didepan meja makan. Ia sudah memasak makan malam untuk dirinya dan Olivia karena hari sebelumnya Olivia memberi kabar bahwa dirinya akan pulang malam ini. Tapi jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam namun Olivia tak juga datang. "Huh, aku jadi mengkhawatirkannya." Ucap Grace kini bangkit dari duduknya. "Aku harus menghampirinya!" lanjutnya. Grace segera bersiap dengan pakaian yang tertutup agar tidak dikenali oleh orang di kantor. Kantor Max biasa tutup pukul sepuluh malam, maka Grace masih punya waktu sampai kantor itu tutup. . "Selamat datang nona, saat ini kantor tidak bisa menerima bantuan apapun, apa ada kepentingan lain anda datang kemari?" tanya salah satu karyawan yang berada dimeja depan pintu masuk. Grace mendekati wanita itu dengan sedikit hati hati. "Ah, saya kemari untuk menemui teman saya. Namanya Olivia, apa dia masih ada di kantor?" tanya Gra
Grace terduduk diujung ranjang. Ia memperhatikan keseluruh ruangan, disana tertata sekali dengan rapih pajangan-pajangan mahal.Sebenarnya sejak pertama ia datang ke rumah ini, dia sudah bisa menyadari kalau Max sangat menyukai seni. Dari lukisan hingga patung semua terpanjang di meja.Ceklek.Max membuka pintu kamarnya dengan membawa sebuah nampan berisikan makanan. Pria itu tersenyum manis sambil berjalan mendekati Grace."Makanlah sayangku, kamu pasti butuh banyak nutrisi." Max terduduk disamping Grace dan mulai mengaduk bubur yang ia bawa.Grace memperhatikan pergerakan Max. "Apa kamu tau aku alergi ayam?"Max menghentikan pergerakannya lalu melirik kearah Grace."Kalau begitu ada yang kamu inginkan selain ini?" tanya Max dengan serius.Grace mengangguk semangat. Ini adalah saat yang tepat untuk dirinya membebaskan Olivia dari tuduhan palsu."Temanku, Olivia. Kamu yang menjerumuskannya ke penjara kan?"Max terdiam sebentar. Ia kemudian menyimpan nampan berisi bubur lalu menggengga
Grace sudah berdandan rapih untuk segera bertemu dengan Olivia, sahabat terbaiknya. Mereka sudah cukup dekat untuk dikatakan sahabat, makanya Grace sangat menyayangi Olivia sebegitunya.Gadis itu beranjak dari powder roomnya dan menarik knok pintu, namun aktivitasnya terhenti ketika knok itu tidak bisa dibuka."Ke kunci? Kayaknya aku nggak pegang kunci deh." Gumam Grace.Grace memukul pintu dengan cukup keras untuk meminta pertolongan pada orang yang ada diluar. "Ada orang? Aku kekunci didalam!" teriak Grace.Hening, tak ada yang menyaut.Grace menjauhkan diri lalu meraih ponselnya, ia mengetik nomor Max dan mencoba untuk menghubunginya."Hallo? Ada apa Grace?" tutur Max dari telepon."Max, aku terkunci di kamar, bisakah kamu menyuruh orang diluar untuk membukanya?" jelas Grace.Max terdengar sedang tertawa pelan membuat Grace mengerutkan dahinya. "Aku yang menyuruh mereka untuk menguncimu, karena kamu tidak boleh kemana-mana lagi, Grace."Grace membelakkan mata tak menyangka. Ia tau
Pintu terbuka, menampilkan Max yang baru saja pulang dari kantornya. Max mengedarkan pandangan untuk mencari Grace, dan pandangan itu terhenti begitu melihat Grace yang sedang terduduk disofa yang ada di kamarnya.Pria itu sedikit terkekeh. Grace sudah dipastikan akan marah padanya, maka dari itu Max membawakan banyak sekali makanan untuk Grace agar gadis itu bisa memaafkan Max dengan sepenuh hati."Grace, aku pulang."Tidak ada jawaban. Grace yang duduk memunggungi itu masih saja terdiam membuat Max merasa curiga."Grace, apa kamu marah padaku?"Masih tidak ada jawaban.Bukan hal biasa jika Max gampang emosi. Ia menghentakkan kakinya berjalan mendekati Grace dan memegang pundak gadis itu."Aku memanggilmu! Kena--"Max membelakkan matanya terkejut bukan main. Terlihat darah mengalir ditangan kiri Grace dengan Grace yang sudah tidak sadarkan diri."PELAYAN!".Max terduduk diam didepan pintu operasi. Walaupun Grace hanya mengalami luka ringan, tapi pendarahan yang keluar dari tangan Gr
Grace dan Max kini telah meresmikan hubungan pernikahan mereka. Mereka menikah dengan cara sederhana, hanya beberapa anggota keluarga dan kerabat perkantoran."Aku memberi selamat kepadamu, kau sudah menjadi wanita yang sukses!" ucap Kintan kepada Grace membuat Grace sedikit kebingungan."Sukses?"Kintan tertawa. "Iya, sukses dari kupu-kupu malam menjadi nyonya muda kaya raya." bisik Kintan membuat Grace membelakkan matanya.Kintan masih tertawa melihat ekspresi Grace. Grace menggepalkan tangannya kesal ingin sekali melayangkan tamparan pada wanita yang ada dihadapannya ini."Grace, apa yang sedang kau lakukan?" Max datang menghampiri membuat Grace merasa sedikir tenang. Grace mendekati Max dan merangkulnya didepan Kintan membuat Kintan kepanasan. Max melirik pada Kintan, ia melihat jelas bahwa wanita itu sedang kesal sekarang karena melihat kemesraan Max dengan Grace.Max sengaja menambah panas dengan meraih pinggang G
Grace dan Max sudah siap untuk pergi ke dokter kandungan. Mereka akan segera memeriksa bagimana keadaan kandungan Grace saat ini. Jaga-jaga jika sang wanita tidak sehat, Max sangat tidak ingin Grace sakit.Sesampainya mereka di rumah sakit, Max menghantar Grace dengan begitu romantisnya membuat Grace merasa senang saat ini."Silahkan berbaring nyonya." Titah dokter yang langsung disetujui oleh Grace.Wanita itu segera berbaring dan dokter memeriksa perutnya. Dokter mengarahkan alat untuk mencari janin yang tengah dikandung Grace."Wah, selamat nyonya, anak anda ada dua!"Grace menatap Max dengan begitu bahagianya membuat Max ikut tersenyum."Apa bayinya sehat?" tanya Max.Dokter tersebut mengangguk lalu memperhatikan layar yang menampilkan bayi."Ibunya sedang bahagia ya? Bayinya terlihat senang. Tolong dipertahankan ya." Ucap dokter.Grace tertawa pelan lalu mengangguk. Max menatap Grace dengan sayu dan tersenyum menyadari kalau gadis itu kini tengah bahagia."Nah sudah selesai. Saya
Hari yang Grace nantikan telah tiba. Liburan romantisnya ke negeri Swiss membuat wanita itu tersenyum senang menikmati salju yang kini turun dari langit. Sejujurnya, Grace tidak pernah merasakan salju sama sekali. Karena dirinya lahir dari keluarga miskin, ia jadi tidak bisa pergi kemana pun sesuka hati. Boro-boro berpergian, untuk sesuap nasi saja mereka kesulitan karena ayahnya yang sering berhutang judi kesana kemari. Mengingat itu membuat Grace jadi kepikiran dengan orang tuanya. Apa kabar ayahnya sekarang? Setelah terakhir menemui Max, ia tidak pernah muncul lagi, apa Max melakukan sesuatu? "Grace.. apa yang kamu pikirkan? Kamu tidak boleh banyak pikiran!" seru Max sambil mengalungkan tangannya dipinggang Grace. "Ah, tidak. Aku hanya kepikiran keluargaku saja." Max mengerutkan dahi. "Aku kan keluargamu, Grace." Grace terkekeh pelan mendengar itu