"Nggak tau, Dit. Orang kampung sini sampai sekarang juga nggak tahu siapa suami Syahdu. Dikiranya kamu malah suami yang membawa Syahdu pergi dulu.""Sudah, biarin, Ma, orang berpikir begitu. Nanti lama-lama kebenaran juga akan nampak sendiri," ujar Mas Adit.*** Besoknya, pagi-pagi aku mengajak Dinda main. Pengin pamitan sama temen-temen karena nanti siang aku mau pulang. Mas Adit masih tidur jadi aku pamit Mama saja. "Mo kemana kamu pagi-pagi gini?" tanya Mama yang lagi masak di dapur."Syahdu mau main dulu ya, Mak. Mau pamitan sama temen-temen.""Jangan ikut-ikutan Adit manggil Mak. Panggil Ma! Perempuan pagi-pagi sudah main! sini bantuin Mama masak sekalian Mama ajarin kamu masak biar makin disayang suamimu!""Di kost Mas Adit nggak ada kompor, nggak ada beras, nggak ada panci, nggak ada wajan.""Alesan kamu! Bilang saja males!""Nanti ya, Ma, bantuin masaknya. Syahdu mo main dulu." sambil menggendong Dinda aku berlari kecil meninggalkan Mama."Syahduuu!" tak kupedulikan teriakan
Tiba-tiba seorang laki-laki yang sangat kukenal, menyisir kerumunan dan menghampiriku."Mas Banyu! Syahdu takut! Mas Adit hilang!""Syahdu ... Ada apa? Kenapa menangis? Kemana suamimu?""Nggak tau, Syahdu nggak tau. Mas Adit tadi katanya mo pipis tapi nggak balik-balik sampe sekarang," tangisku tersengal sengal."Dari jam berapa kamu menunggu di sini, Syahdu?" "Perempuan ini duduk di sini dari tadi pagi, Pak." Perempuan yang duduk di sampingku membantu menjawab."Ayo ikut Mas Banyu dulu, nanti kita hubungi suamimu, kita cari. Ayo, Syahdu!" Aku tak beranjak sama sekali."Nggak mau! Syahdu mau nunggu Mas Adit di sini.""Mau sampai kapan nunggu di sini. Ini sudah siang menjelang sore Syahdu. Kamu dan Dinda belum makan, kan?""Sudah, dikasih Ibu itu.""Oke, Mas Banyu temenin kamu nungguin suamimu di sini." Mas Banyu meraih Dinda dari gendonganku.Awalnya Dinda nggak mau digendong tapi setelah diiming imingi dibeliin es krim baru mau. "Sebentar ya, Syahdu, aku ajak Dinda nyari es krim du
"Kamu memaafkan mereka, Syahdu?" tanya Mas Banyu seperti tidak percaya dan kujawab sekali lagi dengan menggangguk."Jangan jahat sama Syahdu dan Dinda lagi, ya? Jangan sakiti Syahdu dan Dinda.""Iya, Syahdu, kami berdua tidak akan menyakiti kamu lagi. Makasih ya, Nak." Mereka berdua kemudian memeluk Syahdu."Baik Bu, Arumi, karena Syahdu memaafkan kalian, aku tidak akan menyeret kalian pada yang berwajib. Aku hanya akan menyeret dan menghukum Rangga. Tapi bukan berarti kalian bebas tanpa syarat! Kalian harus bersikap baik pada Syahdu. Ikut menjaga Syahdu dan Dinda. Posisi Syahdu bukan lagi pembantu di sini jadi jangan sekali kali menyuruh nyuruh Syahdu!""Iya, Ibu janji.""Arumi juga janji.""Sekarang aku minta tolong, Rum. Siapkan kamar buat Syahdu juga makan buat kami.""Baik, Mas.""Sini, Syahdu, biar Dinda kugendong. Kamu mandi dan makan dulu sana." Ibu berubah menjadi sangat baik.Dan malam itu aku akhirnya bisa tidur nyenyak setelah menangis sepuasnya karena kangen Mas Adit.***
"Apa? Gila kamu, Banyu! Syahdu ini ibu tirimu. Mana boleh menikahi ibu tiri!""Ayah tidak pernah berhubungan badan dengan Syahdu, Bu! Ayah menikahi Syahdu waktu Syahdu sedang hamil. Bagiku itu sudah cukup. Tidak ada yang bisa melarangku untuk menikahi Syahdu.""Apa maksudmu, Banyu? Jadi Dinda bukan anak Ayahmu? Lalu kenapa kamu harus bertanggung jawab pada dia?!" "Karena sebenarnya Dinda anakku, Bu!""Banyu! Kamu bohong kan untuk melindungi perempuan ini supaya bisa tinggal di sini?" "Nggak, Bu. Sebenarnya Syahdu adalah perempuan istimewa di masa laluku.""Arumi tidak mau dimadu! Tidak mau! Apalagi dimadu dengan perempuan gila itu! Anak itu tidak mungkin anakmu, Mas!""Dinda anakku! Dulu sebelum lulus SMA, waktu aku liburan di rumah embah, aku pernah menodai Syahdu, aku telah merenggut kesuciannya. Lalu kutinggal balik ke Bekasi dan akhirnya menikahimu, Rum. Tapi sebenarnya sampai kita menikah, aku tak pernah benar-benar melupakan Syahdu. Lalu 2 tahun kemudian aku baru tahu ternyata
Bunga ilalang Part 27_ Gila"Banyu, tolong! Ini Arumi mengamuk!" Teriak Ibu dari lantai atas.Mas Banyu yang sedang menyuapiku bubur, buru-buru meletakkan mangkok, "Sebentar ya, Syahdu," lalu tergopoh gopoh ke lantai atas.Sejak aku hamil dan nggak bisa masuk nasi, Mas Banyu telaten menyuapiku bubur sedikit demi sedikit supaya aku nggak muntah. Mas Banyu juga sangat memanjakanku. Tak boleh menyentuh pekerjaan rumah sedikitpun. Aku cuma disuruh tiduran terus. Bahkan Dinda pun dicarikan pengasuh. Setiap pulang kerja Mas Banyu juga langsung ke kamarku. Samar-samar kudengar suara Mbak Arumi berteriak teriak dan suara barang-barang yang berjatuhan seperti dilempar. Entah apa yang terjadi dengannya. Memang beberapa hari belakangan ini, Mbak Arumi terlihat aneh. Sering duduk diam dengan penampilan berantakan, rambut acak acakan. Bahkan setiap melihat Mas Banyu bersamaku yang biasanya marah tapi akhir-akhir ini hanya diam. Kupikir Mbak Arumi memang sudah berubah jadi orang baik.Lagi, terd
"Papaaaaaa!" Jeritku lalu spontan memeluk papanya Mas Adit tanpa sungkan karena haru dan bahagia.Papa terlihat kaget tapi akhirnya memelukku sambil mengelus rambutku seolah aku mendapatkan kasih sayang seorang bapak lagi."Ini, Pa, istrinya Adit?" tanya seorang laki-laki di samping Papa dan Papa hanya menjawab dengan mengangguk."Papa, Mas Adit mana? Ini siapa, Pa? Kok wajahnya mirip Mas Adit.""Ini Mas Yoga, Syahdu, kakaknya Adit.""Terus Mas Adit mana?""Kamu dan Dinda baik-baik saja, Syahdu?" Aku mengangguk."Papa, Mas Adit! Mas Adit mana?" Kupegang kedua lengan Papa dan kugoyang goyang badannya berharap mendapat jawaban."Sebentar, Syahdu, Papa ada urusan dengan suami palsumu itu dulu." "Apa maksud anda menyebutku dengan suami palsu? Anda hanya tamu di sini jadi jaga ucapan Anda!" "Lalu apa sebutan yang pantas untuk anda yang mencuri istri orang?! Anda juga tahu, kan? Syahdu ini masih sah istri anak saya, Adit! Lalu kenapa anda nekat menikahinya, Tuan Banyu?!" tanya Papa berap
"Mas Adit! Papa! Mama! ... Syahdu pulang!" Aku berdiri di depan pintu memanggil mereka tapi tak ada sahutan, aku masuk saja ke dalam karena kebetulan pintu terbuka.Dinda pun ternyata masih kenal dengan rumah ini. Langsung minta turun dari gendongan Mas Banyu lalu manggil-manggil Mas Adit."Papa Dit! Papa Dit! Eyang!" Kugamit tangan Dinda sedangkan Mas Banyu menunggu di teras, nggak mau kuajak masuk."Mas Adit! Papa! Mama! Ini Syahdu pulang!" Aku terus berjalan menyusuri ruang demi ruang dan sampai di taman belakang aku melihat punggung seorang lelaki yang duduk di kursi tapi ada rodanya dan seorang wanita yang memakai kerudung di sampingnya.Mereka terlihat akrab, si wanita menyuapi si lelaki. Kakiku semakin mendekat pada mereka. "Mas Adit mana? Mama mana? Papa mana?" Tanyaku pada mereka"Mereka menoleh ke arahku, mataku membulat, tersentak, "Mas Adiiiiit!"Aku dan Dinda berlari memeluk Mas Adit, "Mas Adit, Syahdu kangen. Kenapa Mas Adit ninggalin Syahdu di Stasiun? Jangan tinggalin
Sesampai di rumah Embah, aku berlari ke kamar. Kuhempaskan tubuh ke ranjang, menangis tersedu sedu, meluapkan segala perasaan yang aku juga tak mengerti. Baru kali ini aku merasakan."Syahdu, kamu itu kenapa? Semua permintaanmu sudah Mas Banyu turuti. Kita pulang kampung, kamu ketemu Adit, tapi masih saja kamu sedih begini." Mas Banyu mengusap kepalaku yang membelakanginya."Terima kenyataan Syahdu. Kamu ditakdirkan untukku. Dan Adit ditakdirkan untuk perempuan itu. Mulai detik ini lupakan Adit. Kita tutup lembaran lama, kita mulai rumah tangga kita dengan lembaran baru, fokus mempersiapkan segala sesuatunya untuk kelahiran buah hati kita."Lalu dia berbaring di sampingku, lengannya melingkar erat memelukku, "Mas Banyu kangen kamu yang dulu, Syahdu. Yang tatapan polosnya hanya untuk Mas Banyu. Kamu ingat, Syahdu, dikamar ini pertama kali, tubuh kita menyatu, dan akhirnya mengikat erat jiwa kita. Kamu satu satunya perempuan di hati Mas Banyu dan Mas Banyu juga yakin saat itu Mas Banyu
"Mas Banyumu, Syahdu!""Mas Banyu?!" Aku tersentak, " Ngapain Mas Banyu di sana, Mas Adit?""Kan aku bilang, orang itu jadi pasienku, pasien Dokter Hans, berarti apa?""Berarti Mas Banyu gila?!""Iya, Syahdu. Tadi Mas Adit juga nggak percaya. Keadaannya sangat menyedihkan. Yang keluar dari mulutnya cuma namamu dan Dinda. Syahdu ... Dinda ... Gitu terus. Tatapan matanya kosong. Dan yang lebih menyedihkan dia buta, Syahdu.""Mas Banyu!" Aku pun menangis histeris."Tadi aku sempet tanya saudara yang kebetulan menjenguknya. Kamu tahu ternyata Banyu mendonorkan mata buat putrinya yang sangat ia cintai dulu sebelum dimasukkan ke penjara.""Jadi mata Dinda itu mata Mas Banyu, Mas Adit?" Mas Adit mengangguk dan aku pun menangis sejadi jadinya."Mas Adit! Syahdu mau ketemu Mas Banyu, Mas Adit! Anterin Syahdu ke Mas Banyu!" rengekku."Enggak, Syahdu! Untuk keadaan sekarang belum aman.""Pokoknya Syahdu mau ketemu Mas Banyu! Kalau Mas Adit nggak mau nganterin, Syahdu mau kesana sendiri! minta d
Sampai akhirnya kami harus kembali ke perantauan. Mas Adit sudah sembuh total dan menutuskan untuk melanjutkan kuliah lagi. Dito sudah berumur 3 bulan jadi sudah aman untuk melakukan perjalanan jauh."Kamu yakin, Dit membawa Syahdu ke Jakarta? Apa bisa dia mengasuh 2 anak sendirian?" tanya Mama khawatir."Syahdu bisa kok, Ma." jawabku"Jangan sepelein Syahdu, Ma. Dia memang punya kekurangan. Tapi dia juga punya naluri seorang ibu. Nih buktinya, Dinda tumbuh dengan baik dan sehat.""Iyo Yo, Dit. Cantik lagi nih Dinda nya."."Maaf ya, Mbak Syahdu, Mbok Nah nggak bisa ikut. Mbok Nah pengin menikmati masa tua di kampung.""Iya, Mbok Nah, nggak pa pa. Sekarang Syahdu udah bisa ngapa ngapain sendiri, udah diajarin masak Mbok Nah juga kan. Yang penting Syahdu ada di samping Mas Adit. Itu sudah cukup.""Iya, Mbak Syahdu, Mbok Nah sudah tenang sekarang, Mbak Syahdu pasti aman dan bahagia sama Mas Adit. Mas Adit nitip Mbak Syahdu, ya.""Iya, Mbok. Tenang saja.""Dit, sudah kamu nurut sama Papa,
"Syahdu nggak pa pa. Syahdu janji nggak selingkuh. Mas Adit juga janji jangan nyari istri lagi, ya?""1 istri saja aku nggak bisa ngasih nafkah batin, gimana mau 2, Syahdu. Kamu ada-ada aja. Kamu tuh yang bisa selingkuh.""Nggak, Syahdu nggak bakal selingkuh. Syahdu sayang Mas Adit.""Lha iya, selingkuhanmu dah di penjara. Mo selingkuh sama siapa.""Mas Adiiiiiit!" Kucubit saja lengannya.***Setelah latihan tiap hari bersamaku, 2 bulan berikutnya, Mas Adit akhirnya bisa berjalan normal kembali walaupun masih pakai tongkat. Semangat Mas Adit yang menggebu gebu telah mempercepat proses penyembuhan.Pagi ini kami berdua jalan pagi menyusuri jalanan pedesaan yang masih sepi. Udaranya segar sekali. Diusia kehamilanku yang sudah mendekati lahiran, disarankan banyak jalan biar persalinan lancar katanya. Makanya tiap hari, Mas Adit yang bersemangat ngajak jalan, sekalian terapi buat Mas Adit juga."Duuuh, yang terkenang dengan seseorang ...," ledek Mas Adit sambil menyikut lenganku ketika k
Hari hariku selanjutnya terasa suram melihat Dinda yang lebih banyak nangisnya daripada diemnya. Selalu rewel, nangis terus nggak pagi, nggak siang, nggak malem. Naluri seorang ibu, bisa merasakan apa yang dirasakan Dinda. Dia kesepian dan ketakutan.Yang bisa menghiburnya hanya suaraku dan suara Mas Adit. Setiap kami diam dia nangis. Penginnya kita ngomong terus, ngajak ngobrol dia. Tidurpun nggak bisa lepas dari kami. Minta kupeluk juga Mas Adit."Tapi, Dit, anak Anggita yang di perut ini juga butuh kamu" rengek Anggita manja ketika Mas Adit ijin mo tidur di kamarku "Tolong dong, Nggit. Ngalah dulu. Kasihan, Dinda. Dia pengin tidur dipeluk papanya. Kamu jangan egois kayak gitu!" Seru Mas Adit.Akhirnya Mas Adit sekarang tidur bersama kami tidak peduli Anggita sewot. Buat Mas Adit kebahagiaan Dinda lebih penting dari segalanya.Satu satunya harapan kami hanya menunggu ada orang yang mau mendonorkan matanya. Papa terus berusaha. Mas Adit yang bersikeras pengin mendonorkan mata akhirn
Setelah seminggu dirawat akhirnya aku boleh pulang. Senangnya ... walaupun ada yang kurang karena Dinda masih dirawat di Rumah sakit di Semarang. "Syahdu, nanti ada kejutan buatmu." ucap Mama ketika perjalanan pulang dari rumah sakit. Hanya Mama dan sopir yang menjemputku karena Papa dan Mas Yoga nungguin Dinda di Semarang. Dan Mas Adit nungguin Anggita yang lagi sakit katanya."Kejutan buat Syahdu? Kejutan apa, Ma?" "Kalau aku ngomong sekarang namanya bukan kejutan dong, Syahdu. Nanti nyampe rumah."Setelah melewati hamparan sawah, kami pun sampai di rumah Mas Adit. Terlihat Mas Adit yang sudah menyambutku di pintu gerbang."Akhirnya, istriku yang lucu menggemaskan ini kembali juga ke rumahku." "Mas Adit!" Kupeluk Mas Adit yang duduk di kursi roda. "Syahdu, lihat ini ada siapa?" panggil Mama, Aku melepaskan pelukan Mas Adit menoleh ke arah Mama.Seorang wanita tua yang pakai kebaya berdiri di samping Mama. Kuusap usap mataku. Rasanya tidak percaya. "Mbok Nah!" Aku berlari ke ar
Bunga ilalangPart 34_Merajut_memori_lama"Dinda kritis di rumah sakit, Dit.""Dinda ... Dinda kenapa, Mas Adit?!" Aku yang mendengar nama Dinda disebut langsung teriak panik tapi Mas Adit tak menjawabku malah menjalankan kursi rodanya menjauh dariku.Tapi lamat-lamat aku bisa mendengar percakapan mereka."Kritis kenapa, Pa?" "Kecelakaan di tol Semarang. Polisi mengejar mobil yang dikendarai Banyu. Perhitungan mereka kalau ditangkap di jalan, mereka tidak sempat merencanakan sesuatu untuk menggunakan Dinda sebagai tameng.""Lalu, Pa?""Tapi ternyata perhitungan polisi meleset. Banyu menabrakkan mobilnya pada besi pembatas jalan dengan kecepatan tinggi, Dit. Menurut pengamatan polisi dia sengaja menabrakkan karena tidak terlihat mobil oleng atau menghindari sesuatu.""Innalilahi. Apa maunya, Banyu itu! Bisa bisanya dia senekat itu! Terus bagaimana keadaan mereka, Pa? Keadaan, Dinda?""Semua kritis, Dit, termasuk Dinda. Mereka di rawat di rumah sakit di Semarang. Ini Papa dan Mas Yog
"Dinda ... Mama kangen. Dinda baik-baik ya, Dinda jangan rewel," aku terisak isak mengingat Dinda, sangat sedih, inilah pertama kalinya aku berpisah dengan Dinda."Mas Yoga, nggak ikut ke sini, Pa?" tanya Mas Adit."Mas Yoga pulang dulu tadi.""Kalau Papa dan Mama mau pulang, pulang aja dulu. Biar Syahdu kujagain.""Yakin kamu bisa jagain Syahdu dalam keadaan begini? Nanti kalau ada orang suruhan Banyu kesini terus nyulik kamu gimana?" "Nggak nggak, Pa. Mana berani di tempat umum begini. Di depan juga banyak suster. Ini ada bel juga. Yakin, Adit bisa. Adit pengin mengenal Syahdu lebih dekat. Nggak tau kenapa, dekat dia itu rasanya lain. Apa karena diperutnya ada anakku, ya?""Cie yang mau jadi Papa ... Dit, Adit, berarti memang perasaanmu ke Syahdu itu dulu benar-benar dalem, ya. Cinta sejati. Dalam keadaan amnesia pun Syahdu tetap istimewa. Yo Wis lah. Kita pulang dulu, ya. Nanti maleman kita kesini lagi," ucap Papa yang tak henti hentinya meledek Mas Adit."Nggak usah kesini, Pa.
"Malam itu ... saya ditelepon Pak Banyu. Beliau membeberkan sebuah rencana yang harus saya laksanakan. Saya disuruh ke stasiun pagi-pagi habis subuh. Saya juga disuruh mencari orang-orang bayaran untuk melaksanakan rencana Pak Banyu. Di Stasiun, saya dan orang-orang bayaran itu menunggu instruksi Pak Banyu. Pak Banyu 1 kereta dengan target yaitu Mas Adit dan Mbak Syahdu ini. Setelah kereta sampai di stasiun, Pak Banyu mengarahkan saya pada target yang baru turun dari kereta. Saya mencari waktu yang tepat untuk menjalankan aksi yang sudah dibeberkan Pak Banyu. Nah, kebetulan sekali Mas Adit ke toilet. Di depan toilet itulah saya berpura pura kecopetan. Orang suruhan saya menjabret tas saya. Saya minta tolong pada Mas Adit. Mas Adit pun berlari mengejar pencopet alias orang suruhan saya itu. Sengaja orang suruhan saya itu berlari ke arah jalan raya kemudian menyebrang jalan. Dan orang suruhan saya yang lain bertugas membawa motor dengan kencang, menabrak Mas Adit. Rencana berjalan d
"Kamu yang ninggalin aku. Kenapa kamu nggak ada di sisiku saat aku di rumah sakit. Kenapa kamu malah nikah dengan laki-laki brengsek itu.""Waktu di Stasiun itu, Mas Adit lama sekali, nggak dateng-dateng. Syahdu takut. Lalu Mas Banyu datang membawa Syahdu ke rumahnya lalu menikahi Syahdu.""Mungkin Allah memisahkan kita di stasiun melalui tangan Banyu untuk menguji kekuatan cinta kita, Syahdu. Nyatanya sejauh apa kita dipisahkan akhirnya bertemu kembali. Memang sudah nasibku, Syahdu, nggak bisa terpisah dari kamu!" Tiba-tiba Mas Adit memencet hidungku yang membuatku kaget."Mas Adit sudah inget sama Syahdu?""Nggak! Aku nggak mau nginget kamu! Apalagi inget kamu selingkuh sama si Banyu itu. Sakit, Syahdu!""Selingkuh itu apa?""Kamu nikah sama orang lain!""Mas Adit juga selingkuh sama perempuan itu! Syahdu nggak suka!""Iyalah, memang kamu doang yang bisa selingkuh. Aku juga bisa. Gini-gini aku punya penggemar. Anggita itu perempuan yang tergila gila padaku. Bukan kamu doang yang pun