“Ya tuhan, punggungku benar-benar terasa pegal!” Amanda mengeluh. Wanita itu baru saja mendudukkan diri pada sofa di teras vila. Tepat setelah menyapu pelataran rumah yang kotor karena daun-daun pohon yang gugur. Ia membiarkan sapu yang ia gunakan terjatuh mengenaskan di atas lantai. Biarlah, ia akan mengambilnya nanti. Yang perlu dilakukannya saat ini adalah mengatur deru napasnya sendiri.
Ia memejamkan mata, angin sepoi-sepoi yang sangat jarang ia temukan di pusat kota membuat Amanda larut dalam hening. Mencoba merespi apa yang tengah dirasanya saat ini. Di depan vila, hanya ada satu kamera pengawas, letaknya di atas pintu. Amanda tidak memperdulikan itu. Ia hanya ingin duduk sebentar karena tubuhnya terasa sangat pegal.
Perlu diingat kembali, ini adalah kali pertama Amanda menyapu atas kemauannya sendiri. Di rumah, ia selalu mengandalkan semua tugas harian pada pelayan yang ayahnya pekerjakan. Termasuk pakaaian dan kebersihan kamar. Sejak kecil, ayahnya selalu memanjakan putri sematawayangnya. Ia hanya perlu duduk manis di atas sofa sembari menonton serial televisi favoritnya. Oh, Amanda langsung merindukan rumah begituu pemikiran itu mampir dalam otaknya. Lantas ia mengembuskan napas panjang, ternyata kegiatan yang menurutnya sangat melelahkan ini berhasil membuat perutnya keroncongan.
Suara perut berbunyi. Amanda langsung melebarkan mata setelah terpejam lumayan lama. Reflek kedua tangan mungil milik gadis itu mengusap pelan perutnya yang datar. Demi apapun, sejak dulu perutnya sama sekali tidak pernah sampai berbunyi seperti ini. Bahkan sebelum ia merasa lapar, makanan yang Amanda inginkan telah di sediakan pelayan.
Sepertinya tidak untuk sekarang, ia meratapi nasib yang tengah ia jalani saat ini.
Senja yang berdiri di ambang pintu mengamati tiap pergerakan Amanda sejak wanita itu memegangi perutnya. Pintu utama vila memang ia buka, tentunya agar udara di dalamya terganti dengan udara segar dari luar. Ia baru selesai mengepel lantai, lalu menemukan Amanda terduduk dengan raut wajah lapar.
Senja berdeham, ingin membuat Amanda mengalihkan perhatian sebentar.
Dehaman itu langsung ditanggapi Amanda dengan pekikan tertahan, gadis itu memnoleh ke arah sumber suara dengan posisi tubuh yang masih terduduk di tempat semula. Mendapati keberadaan Senja, lantas ia mengembuskan napas panjangnya.
“Sudah selesai menyapu?” tanya pria itu. Amanda tak langsung menanggapi, ia kembali menaatap lurus ke depan sembari bersandar. Pertanyaan tak berbobot apa itu? Tidakkah Senja melihat jika pelataran hingga dalam rumah sudah sangat bersih? Dimana otak pintar yang biasa pria itu gunakan?
“Amanda, aku sedang berbicara denganmu,” ujar Senja kembali. Sepertinya kesal karena merasa terabaikan. Mendengarnya, Amanda mendengus tidak senang. Ia merotasikan bola mata, lalu mengadahkan wajah guna menatap manik jelaga yang berdiri di sisi tubuhnya.
“Apa lantai yang sangat bersih ini tidak cukup untuk memberitahumu?” Amanda bertanya dengan nada kesal. Namun, dalam pandangan Senja, gadis itu malah tampak menggemaskan.
“Sudahlah, kita lanjutkan sore nanti. Kau merasa lapar?” Senja bertanya.
Raut wajah Amanda langsung berubah dengan cepat. Wanita itu beralih menatap Senja dengan tatapan berbinar begitu laki-laki itu menayakan apakah sekarang ia merasa kelaparan.
“Tentu saja, aku merasa lapar. Kau sudah memasak untukku, Senja?” tanya Amanda balik tanpa mengubah raut wajah antusiasnya.
Senja menggaruk kepala belakangnya sebentar, lalu menggeleng pelan. Tanggapan itu perlahan memudarkan senyuman pada wajah Amanda. Firasatnya berubah tidak enak sekarang.
“Seperti biasa, kita hanya bisa mengandalkan hasil ladang. Dan persediaan kita hanya tersisa sedikit,” ungkap Senja apa adanya.
Bahu Amanda kembali merosot, pupus sudah keinginannya untuk makan lebih cepat. Mereka tidak memiliki bahan lebih untuk memasak. Sementara ladang mereka baru saja dipanen. Amanda tidak tahu siapa yang harus di salahkan di sini. Namun tersangka yang jelas dan pasti adalah dirinya sendiri. Ia tidak bisa tidur dengan perut lapar, alhasil beberapa mentimun dan wortel sebagai bahan persediaan selalu ia makan diam-diam.
“Ladang kita belum panen, apa yang harus kita lakukan? Senja, aku benar-benar sangat lapar sekarang,” rengek Amanda. Tangan gadis itu bahkan mengudara menuju kaus rumahan yang dipakai sang pria, lalu menggoyang-goyangkannya dengan gerakan memelas tiada tara. Senja hanya bisa mengigit bibir, apa Amanda sedang menguji keimanannya dengan cara bertinggah lucu seperti sekarang? Jika benar, gadis itu menang.
“Baiklah-baiklah, berhenti merengek seperti itu. Kita bisa meminta sedikit bahan makanan pada Marsha dan Michel,” ujar Senja memberikan usulan. Amanda mengangguk-anggukkan kepala. Itu lebih baik, setidaknya mereka harus berusaha terlebih dahulu.
“Baiklah, ayo pergi. Asal tidak meminta pada Bianca si bibir merah menyala itu, aku bersedia meminta pada siapa saja.”
Senja hanya menggeleng-gelengkan kepala begitu mendengar julukan nyleneh yang Amanda buat untuk Bianca. Hubungan dua gadis itu memang tidak terbilang baik. Sepertinya Senja tidak perlu menegurnya, ini bukan yang tepat.
“Jangan mengulur waktu, ayo pergi sekarang!” Senja berjalan lebih dulu, ia meninggalkan Amanda yang langsung meletakan sapu di samping rumah dan menutup pintu vila yang mereka tempati.
“Senja, jangan tinggalkan aku!” serunya.
Jarak antar vila peserta memang cukup jauh, sekitar dua kilo meter. Amanda menghabiskan sisa tenaga yang ia punya untuk berjalan kaki dengan langkah pelan. Sementara Senja yang jelas memiliki kaki lebar dan tenaga yang lebih besar dibanding pasangannya, berjalan lima langkah mendahului Amanda.
Terik matahari berada di atas kepala, ini masih setengah satu. Amanda benar-benar menggerutu sepanjang perjalanan menuju vila yang Marsha tempati. Dan sialnya, vila yangia huni bersama Senja berletak paling ujung dibandiung vila-vila di dekat pantai ini.
“Sampai juga,” ujar Senja. Kini laki-laki itu membalikkan tubuh, tersenyum lebar pada Amanda yang berjarak lima langkah dari posisi berdirinya. Penampilannya tidak bisa dikatakan baik, bahkan Manda tidak peduli rambut tergerainya lepek karena terpapar sinar matahari.
Ucapan pria itu mengundang embusan napas lega Amanda, Wanita itu langsung menumpukkan tubuh pada sebuah meja di depan vila sembari mengatur napasnya.
“Sangat terlihat jika kau jarang berolahraga,” sindir Senja. Amanda sering kelelahan karena hal sepele. Mendengarnya, Amanda langsung mendengus kesal. Ia memang jarang berolahraga, tetapi itu bukan berarti tidak pernah.
“Aku memiliki riwayat asma, tidak bisa terlalu lelah. Jadi dibanding berlari-lari seperti ini, aku lebih sering senam ringan atau yoga.” Amanda berkata sembari memalingkan wajah.
Senja mengira, Amanda sedang tersinggung. Mau bagaimanapun, ia lupa jika gadis di sampingnya ini selalu berakhir tidak baik saat kelelahan. Ia merasa bersalah sekarang. Suasana di sekitar mereka pun berubah menjadi canggung.
Pintu vila baru saja terbuka, “Senja, Amanda? Apa yang kalian lakukan di sini?” Michel keluar sembari mengangkat alis. Laki-laki dengan wajah bule dan hidung mancung itu menggunakan pell of mask hasil meminta dengan memelas pada Marsha.
“Apa yang kalian berdua lakukan di depan penginapanku?” Michel bertanya untuk kali keduanya saat mendapati kebungkaman Amanda dan Senja. Pria itu menuruni undagan, lalu berdiri di samping Senja tanpa menurunkan kedua alisnya.Senja menatap Michel balik setelah berdeham singkat, ia melirik ke arah pintu vila, lalu menemukan Marsha baru saja keluar dari dalam sana. Wanita itu mengenakan clemek, sepertinya sedang memasak.“Amanda, sungguh itu kau?” Senyuman Marsha merekah saat mendapati wanita itu. Merasa dipanggil, Amanda mengadahkan wajah. Lalu tersenyum sembari melambaikan tangan kanannya. Senjka Marsha membantunya pulih dari sesak napas tempo hari, Amanda tidak lagi merasa harus menjaga jarak dengan gadis cantik itu. Yang perlu dijadikannya musuh yang benar-benar musuh adalah Bianca, Amanda merasa tidak sudi untuk berdekatan dengannya.“Sebenarnya, kami datang untuk meminta bantuan,” ujar Senja memberitahu Amanda langsung menganggukkan kepala untuk dijadikan tanggapan.Lantas Marsha
Amanda membantu Marsha membersihkan sisa makan siang mereka. Mungkin, jika ia berada di kediaman atau villa yang ditempatinya sendiri, ia akan enggan melakukan hal ini. Sayangnya tatapan tajam Senja membuat Amanda terpaksa ikut membantu Marsha. Mau bagaimanapun, mereka secara kasar baru saja menumpang makan. Jadi harus bersikap dengan wajar.Amanda berulang kali bergelut dengan dirinya sendiri, mengatakan jika apa yang tengah dilakukannya saat ini sangat bertolak belakang dengan apa yang biasanya ia lakukan. Di kediamannya sendiri, setelah makan ia akan meninggalkan bekas piringnya di atas meja. Amanda tidak pernah diminta untuk mencuci atau membereskannya. Selain karena merasa jijik, sudah ada pelayan yang ayah pekerjakan untuk melayaninya. Hidup Amanda begitu sempurna jika diingat.“Amanda, bisakah kau? Kupikir kamu tidak bisa membereskan piring seperti ini, maaf,” ujar Marsha. Wanita itu mempertanyakan kelayakan kemampuan Amanda yang tengah membawa setumpuk piring yang mereka gunak
“Amanda!” Seruan kencang terdengar, itu suara Senja. Sontak tubuh Amanda tersentak, lalu menatap ke arah pintu kamar dengan pandangan was-was. Perasaanya tidak enak sekarang.“Ya, tunggu sebentar!” teriaknya balik. Setelahnya, Amanda langsung bergegas menemui Senja, takut jika pria itu marah karena kesalahan yang belum disadarinya.Muka gadis itu belum selesai dipakaikan masker, hanya separuh masker ini diberikan oleh Marsha, gadis itu memang sangat baik kepadanya. Amanda tidak memiliki persiapan hingga sedetail ini. Ia berada di tempat acara saat bangun pagi, itu pun dengan keterkejutan luar biasa karena menyadari keberadaan Senja.“Amanda!” geraman Senja kembali terdengar. Manda langsung melajukan kedua kaki lebih cepat, apa yang membuat pria itu terus menerus berseru dengan nada yang tidak enak di dengar.Kedua kaki Amanda berhenti tepat di dapur setelah mengikuti insting dimana keberadaan Senja saat ini. Napasnya tersendat karena berlari kencang dari kamar hingga dapur, ia mengatu
Makan malam berakhir dengan situasi canggung luar biasa. Senja hanya bisa melirik beberapa kali ke arah Amanda yang setia duduk di sebelahnya. Gadis itu subuk mengunyah makanan tanpa membuka suara, dan itu membuat suasana menjadi berbeda. Senja tidak terbiasa mendapati Amanda terdiam seperti sekarang ini, ia merasa ini tidak benar.Mungkin karena sudah terbiasa dengan sifat banyak bicara Amanda, lalu terkejut begitu mendapatinya terdiam dalam kurun waktu cukup lama. Senja merasa jika gadis itu sedikit tersinggung dengan apa yang beberapa waktu lalu ia katakan. Dan jika memang benar begitu, ia menyesal.“Aku sudah selesai.” Amanda lantas bangkit dari posisi terduduknya. Ia beranjak tanpa berniat menatap Senja yang kini tengah tengadah guna menatap ke arahnya. Amanda merasa suasana hatinya menurun drastis setelah berdialog panjang dengan pria itu. Perkataan Senja terlalu menamparnya, Amanda tidak siap untuk disadarkan paksa. Walau yang dikatakan pria itu tidak salah, Amanda masih sulit
Amanda setia bergeming. Bahkan setelah tangannya membuka kotak makan pemberian Senja, ia belum berniat mengudarakan suara. Fokus atensinya tertuju pada isi kotak makan dalam pangkuan, olahan daging kesukaanya dengan nasi sebagai pelengkap. Senja pasti berusaha keras untuk mendapatkannya, pria itu berkata disiapkan saat subuh tadi. Jika seperti ini, bukannya sepadan atas apa yang pria itu katakan semalam, Amanda malah merasa berhutang. Sudah cukup lama ia tidak memakan daging, dan sekarang keinginan terpendamnya terpenuhi oleh Senja. Pria itu selalu memiliki kejutan tidak terduga.“Makanah, acara hari ini sangat santai. Hanya perlu bertindak seolah sedang bermain, aku harus pergi membantu Michel mengangkut beberapa ranting kayu untuk api unggun malam nanti,” jelas Senja panjang lebar. Pria itu siap bangkit dari posisi terduduk, tetapi gerakannya terhenti begitu Amanda mencekal pergelangan tangannya.“Darimana kamu mendapatkan ini?” Amanda bertanya, gadis itu terpaksa menengadahkan waja
Kini Amanda duduk lebih mendekat dengan Senja. Setelah Brilian menyelesaikan ucapannya mengenai kesepakatan bersama selama perkemahan pesisir pantai dimulai, tiap-tiap pasangan dipersilakan menuju tenda masing-masing sampai pukul sembilan datang.Ternyata, proyek ini memerlukan bantuan banyak kru acara. Perekaman tertunda karena menunggu beberapa juru kamera datang ke lokasi. Tentunya membutuhkan waktu cukup lama mengingat jarak antar kota Kota Jakarta dengan pantai terpencil ini jelas jauh jaraknya. Dan sebenarnya, itu membuat Amanda sedikit lebih rileks. Ia sempat merasa gugup bukan main saat Brilian menjelaskan bahwa dua hari ke depan, kegiatan yang akan mereka lakukan akan berhubungan dengan air.Amanda takut ada kompetensi berenang karena ia tidak bisa berenang, terlebih ia tidak bisa terlalu lama berada di dalam air karena riwayat asmanya. Lebih baik dan lebih disarankan untuk dihindari.Namun jika nanti memang benar ada dan Amanda menghindarinya, Bianca pasti akan mengatainya
Amanda langsung menghentakkan tangan Senja dengan gerakan sedikit kasar. Kini keduanya sudah berada di depan tenda. Senja langsung menatapnya dengan pandangan bertanya, kedua alisnya serta terangkat karena merasa tak mengerti dengan situasi yang terjadi saat ini. Mengapa Amanda merasa kesal? “Kau benar-benar merasa tidak enak badan?” Senja bertanya sambil mengerutkan dahi. Ia tahu jika ucapan Amanda saat ia dikerubungi tim tata rias memang berbohong, tetapi tidak ada salahnya bertanya bukan?Amanda malah beralih menatap ke arahnya dengan pandangan tak percaya. Kini gadis itu berkacak pinggang, tampak seperti ibu-ibu yang siap memulai perkelahian.“Sepertinya kamu memang menikmati waktu bersama gadis-gadis itu,” sindir Amanda. Gadis itu berdecak, lalu memalingkan wajah ke arah lain. Ia menunggu Senja mengudarakan balasan sembari menikmati semilir angin laut yang menerbangkan rambut.Seperti yang sudah Amanda duga, Senja malah tertawa. Pria itu memiringkan kepala, menatapnya dalam deng
“Kamu bicara apa?” tanya Senja. Laki-laki itu sempat mendengar gumaman tidak jelas yang Amanda udarakan sembari menatap lautan lepas. Gadis itu menoleh, menghembuskan napas panjang. Raut wajah bertanya Senja membuatnya kesal.“Bukan urusanmu!” ketusnya. Manda langsung berjalan menjauhi Senja, mencoba merasakan dinginnya air laut lebih lama dari perkiraan. Ia tidak benar-benar kesal terhadap Senja, hanya saja Amanda tidak akan bisa mengendalikan raut wajah bersemunya jika terus menerus ditatap lembut sedemikian. Jadi, ia memilih untuk bersikap ketus. Sikap yang biasa ia paparkan saat berada di dekat Senja. Salahkan saja pria itu, siapa suruh membuat jantungnya berdegup kencang? Padahal ia tidak memiliki riwayat penyakit jantung.Senja tersenyum sebentar, pria itu langsung menyusul Amanda dengan kedua kaki lebarnya. Raut wajah lembut itu sama sekali tidak berbeda. Senja bahkan kembali menampakkan senyuman terbaiknya saat Amanda menatap ke arahnya dengan raut wajah tak bersahabat.“Seper
Warning, adegan dewasa. Punten yang dibawah umur jangan ke sini!*“Senja geli, ih!” Manda merasa bulu kuduknya jadi berdiri semua dan kegelian saat embusan napas Senja mengenai ke ceruk lehernya. Pria itu mungkin sangat gemas dan sekaligus melepas rasa rindunya, mencumbu ceruk leher Manda berkali-kali tanpa henti.“Aku merindukanmu, sangat-sangat merindukanmu, Manda!” Siapa suruh Manda menggemaskan dan membuat Senja merindukannya, jadilah begini.“Aku juga!” Manda mencangkup wajah Senja dengan kedua tangannya agar pria itu berhenti menciumi ceruk lehernya.Senja malah menciumi pipi Amanda, entah kenapa setelah saling jujur dan mengakui perasaan mereka, Senja mendadak sangat gembira dan tidak mau jauh dari Amanda.“Awas ih, jangan dekat-dekat.” Amanda memperingati. Tidak biasanya Senja seperti ini.“Hmmm …. Aku kan calon suamimu. Kamu didekat-dekati oleh Jeremy tidak risih, giliran olehku malah risih.” Senja mengerutkan bibirnya, dia malah merajuk seperti ini kelihatannya lucu, mengge
“Manda kamu dimana?” tanya Jeremy saat teleponnya diangkat oleh Amanda. Handphone Manda berisik sekali saat dia baru pulang mancing, sengaja tadi ditinggal karena takut jatuh ke kali. Ada puluhan panggilan tidak terjawab dan puluhan pesan yang tidak dia balas. Panggilan tak terjawab tentu dari Jeremy, pesan tak terbalas tentu dari keluarga, Jeremy dan sekretarisnya di kantor. Manda ke sini tidak diketahui oleh siapapun. Ayahnya tentu sangat khawatir karena sang putri tiba-tiba menghilang, takut diculik atau tiba-tiba kabur tanpa sebab. Manda tadi mengangkat telepon dari Gustav dulu, Manda jujur kalau dia sedang ikut glamping bersama Senja. Gustav memakluminya dan memberikan izin.Pria itu sangat percaya pada Senja, pasti akan bisa menjaga putrinya. Dia saja dulu dipatuk ular diselamatkan oleh Senja, masa jagain Manda enggak bisa.Setelah mematikan telepon dari Gustav, dia langsung dapat panggilan dari Jeremy, tanpa dilihat siapa orang yang menghubunginya, Manda langsung mengangkatnya
More information: Cerita ini bakal dicetak menjadi buku, untuk informasi pemesanan bisa wa nomor aku 081-9723-0196 atau hubungi meddsosss aku faceboookk dan insstaggramm @lianaadrawi makasih! *Berhari-hari Manda sibuk, berhari-hari juga dia menghindari Jeremy. Malas rasanya melayani pria yang so so perhatian dan romantis, kemana saja dulu, sekarang baru mengejar Manda. Mana Jeremy seperti biasa, ngatur-ngatur, posesif giliran sendirinya tidak mau diatur.Manda cuek bukan berarti tidak peduli, dia menyewa mata-mata kok untuk mengawasi Jeremy, ternyata pria itu masih saja main perempuan, tidak takut kena HIV atau AIDS gitu? Dasar laki-laki brengsek. Bilang mau setia, nyatanya masih jajan.Yang sekarang membuat Manda kesal bukan Jeremy yang masih selingkuh sih, tapi Senja yang hilang bagaikan ditelan bumi. Kemana pria itu? Manda sedih Senja handphonenya tidak aktif, dikirim pesan satu kali tidak dibalas, tidak datang ke acara ulang tahun Manda juga. “Ngeselin deh si Senja, ngilang ent
Dengan perasaan percaya diri yang amat menggebu Jeremy sangat percaya diri jika lamaran ini diterima oleh gadis yang ia cintai. Bukankah dari dulu Manda sangat ingin menikah dengannya, sekarang keinginan itu bakal terkabul, Manda pasti tidak akan menolaknya.Gustav setia menunggu jawaban dari sang putri, dia ingin tahu apakah Manda menerima lamaran Jeremy atau tidak, semua keputusan Manda bakal dia dukung meski dia sangat ingin Manda menikah dengan Senja.Senja adalah pria yang baik di mata Gustav, pria mandiri itu pertama kali bertemu dengannya saat acara liburan setahun yang lalu. Gustav ikut menginap di tempat vila keluarga Senja, saat sedang memancing bersama Martin– ayahnya Senja, dia dipatuk ular dan Senjalah yang memberikan pertolongan pertama sehingga Gustav masih hidup sampai saat ini berkat Senja. Rasa kagum akan tindakan Senja yang baik dan sikapnya yang dewasa membuat dia ingin menjadikan Senja menantunya.Amanda diam seribu bahasa selama beberapa detik, dia tidak terprovo
Gara-gara Jeremy hampir ngajak Manda nganu waktu di kamarnya, Amanda mendiamkan Jeremy selama beberapa hari. Entah kenapa Manda sama sekali tidak tergoda dengan tubuh Jeremy yang dulu dia dambakan. Sensasi bercinta yang dulu sering menggebu bersama Jeremy kini telah hilang, entah diterjang apa, mungkin diterjang angin puting beliung hingga tidak napsu lagi.Tibalah sekarang hari di mana hari yang Amanda tunggu-tunggu, hari ulang tahunnya yang bakal disiarkan secara langsung di acara My Roommate season Manda B’day.Acara ulang tahun ini diselenggarakan di sebuah hotel mewah di kawasan jakarta pusat. Kru MND TV sudah sibuk wara-wiri kesana kemari untuk mempersiapkan acara, pegawai hotel juga sedang sibuk mempersiapkan jamuan tamu dan EO juga sedang sibuk mempersiapkan acara ulang tahun yang sangat meriah ini.Amanda sudah cantik dirias oleh Bubah Alfian dan sudah anggun mengenakan pakaian gaun dari Diana Putri– desainer asal indonesia yang baru-baru ini viral karena sudah merancang paka
“Kita mau kemana lagi? Ini bukan ke arah rumahku, My!” ujar Amanda saat mobil Jeremy malah tidak mengarah ke rumahnya, dia kira habis beli kue mau ke rumah untuk pulang, ternyata tidak, mau dibawa kemana lagi nih?“Ke rumahku!” Jeremy menjawabnya enteng, berarti anak gadis dibawa ke rumahnya itu sebagai tanda keseriusan. Manda kan belum pernah ke sana dan bertemu keluarga Jeremy.“Hah … rumahmu?” Jujur Manda jelas kaget, dari yang tadinya berharap dikenalkan tapi tak kunjung dikenalkan tiba-tiba sekarang Jeremy ada niatan itu. Kemarin kemana aja Jem, baru sekarang bawa anak gadis orang ke rumahnya. Saat Manda sudah menyerah pada Jeremy pria itu mahal punya niatan serius, saat Manda yang serius malah Jeremy terus main-main. Senang sih, tapi Manda seakan tidak siap untuk melangkah bersama Jeremy ke jenjang yang lebih serius.“Iya. Kamu mau aku kenalin ke keluarga aku.” Dia menjelaskan ulang agar Manda tahu kalau hari ini anggota keluarga Jeremy lengkap. Semua orang bilang tidak akan ke
“Selamat siang Om dan Tante!” sapa Jeremy sangat sopan pada calon mertuanya. Cie calon mertua!“Siang juga. Anda siapa ya?” sapa Prilly pada Jeremy, sia tidak pernah melihat ada seorang pria muda yang datang ke sini, rata-rata sudah tua dan itu pun bertamu pada suaminya.“Saya kekasihnya Amanda Tante!” Sungguh mengejutkan, dia terang-terangan mengakui sebagai kekasihnya Amanda. Bi Ijah dan Prilly kaget. Jeremy sungguh mengagetkan banyak orang, sejagat raya pokoknya karena ciuman mereka telah masuk ke siaran langsung dalam acara My Roommate. Banyak akun-akun gosip yang ternyata mencari tahu siapa Jeremy, kesehariannya dan media sosialnya yang mana. Banyak akun-akun yang membandingkan Jeremy dan Senja, ada dua kubu, tim pendukung Manda Jeremy dan tim pendukung Senja Manda.Jeremy bikin semua orang jantungan, keviralan Manda jadi bertambah dan siaran tentang gosip semakin merajalela.“Wah Manda gak suka cerita, ternyata pacarnya cakep sekali!” Prilly sampai terpana melihat wajah Jeremy
“Sini aku bantu!” ujar Senja saat Amanda tengah mengeluarkan koper besar. Mereka saat ini akan pulang ke rumah masing-masing. Kenapa mendadak berat sekali kaki Amanda untuk digerakkan, dia enggan pergi dari sini.Bahkan saking lemas dan tak mau pergi, Manda jadi tidak kuat menarik koper ukuran no 20 ini ke luar dari vila. Senja yang melihatnya langsung ingin membantu, padahal dia juga bawa kopernya sendiri. Pria gentle.“Tidak usah, biar aku saja.” Amanda menolaknya, takut merepotkan Senja, dari awal di sini merepotkan kan, masa sampe balik tetep merepotkan.“Aku saja Manda! Kamu lemas begitu.” Senja peka juga tidak usah dikodein.“Sakit?” tanya Senja sambil menempelkan punggung tangannya di kening Amanda. Dia mengecek suhu tubuh gadis ini takut sedang panas.“Enggak panas kok. Laper?” tanya Pria ini lagi.“Hemm …. Tadi kan kenyang makan nasi goreng buatanku.” Jadi lemasnya Manda bukan dari sakit dan lapar.“Lalu kenapa?” tanya pria ini heran, mau pulang bukannya senang. Senja jadi he
“Ada orang yang ingin bicara denganmu, Tuan!” ujar seorang pria sambil tertunduk memberikan hormat pada tuannya. Pria yang duduk di bangku besar yang bisa diputar itu menoleh dan melepaskan rokok yang semula dia hisap. “Siapa?”“Tuan Jeremy, katanya dia kekasih Nona Amanda!” Ternyata orang yang dia tunggu datang juga.“Suruh dia masuk!” ujar Gustav yang menunggu kedatangan Jeremy, si perusak acara My Roommate. Pintu pun dibuka lebar dan pria yang langsung jadi tren topik FYP di aplikasi mana-mana karena mencium Amanda di acara My Roommate itu kini masuk ke ruangan Gustav, ayahnya Amanda.“Halo selamat siang!” sapa Jeremy. Kemarin dia telah membuat kekacauan, hari ini dia sudah ada di ruangan Gustav untuk mengobrolkan tentang Amanda dan tentang acara My Roommate.“Siang juga!” jawab Gustav sambil membalas jabatan tangan Jeremy.“Boleh saya tahu kamu siapa?” tanya Gustav pura-pura tidak tahu, padahal dia sudah menyelidiki siapa pria ini dan memiliki hubungan apa dengan putrinya. “Sa