"A-aku ke toilet sebentar."
Nada dengan cepat membuka kembali matanya seiring dengan tangan kanannya terangkat menahan dan berusaha menepis tangan Arion yang telah hampir menyentuh kulit wajahnya.Ashera juga cepat-cepat berdiri dari duduknya, melangkah mundur memberi jarak antara dirinya dengan Arion karena saat ini jarak mereka sangat dekat, apalagi tadi Arion ingin menyentuh wajahnya.Jantungnya benar-benar sedang berlomba dengan deburan ombak melebihi ombak lautan lepas. Dadanya berdebar bagai genderang perang. Ashera benar-benar terkejut dan shock dengan kehadiran Arion di tempat itu."Aleysa, kenapa?" Kedua ujung alis Arion mengernyit dan hampir menjadi satu melihat sikap kekasihnya yang aneh dan terkesan gugup menghindarinya. "Apa kamu marah padaku karena aku terlambat, tidak menjemputmu dan mengantarmu ke sini?" Arion pikir Aleysa marah karena dia tidak menuruti permintaan Aleysa.Ashera bingung. Dia tercengang mendengar dugaan dan perkataan Arion. Dia"Aku membayarmu untuk menemaniku. Tidak akan kubiarkan menghindar." Gavin tiba-tiba menahan Ashera dengan cengkeraman tangannya.Alangkah kagetnya Ashera melihat perubahan sikap dan cara bicara Gavin. Ashera terperangah. Untungnya ada topeng yang menutupi sebagian wajahnya sehingga ekspresi kaget Ashera tidak terlalu terlihat. Meski begitu, tetap saja rasa kaget itu membuat Gavin semakin menekan tangannya."Tapi, aku mau minum," ucap Ashera menguatkan alasannya dan mengelak tuduhan Gavin."Nanti saja setelah aku perkenalkan kamu pada mereka!""Tapi-" Ashera cukup ragu untuk pergi. Bukan karena kehadiran Arion saja, tapi yang membuatnya merasa sangat tidak nyaman adalah kehadiran wanita yang ada di samping Arion. Dia yakin wanita itu adalah Aleysa. Pakaian dan penampilan mereka yang sama yang membuat Ashera sangat enggan pergi ke sana."Aku membayarmu untuk menyelamatkan statusku, jadi menurutlah!" Kembali Gavin menekan Ashera.Ashera kesal dengan penekan
"Aku ke toilet," bisik Ashera. Dia sudah tidak tahan lagi mendengar apapun yang mereka katakan."Aku antar." Gavin merasa tidak enak hati."Tidak perlu," tolak Ashera, lalu pergi meninggalkan mereka.Ashera berjalan dengan cepat meninggalkan rombongan itu dan segera pergi ke toilet. Rasanya dia harus mendinginkan kepala dan hatinya. Bila mungkin ingin menenggelamkan ke dalam air dan menguyurnya agar perkataan-perkataan yang telah masuk ke dalam telinganya luntur dan hilang.Sesampainya di toilet, Ashera tidak benar-benar pergi untuk maksud tertentu. Ashera lebih memilih menenangkan diri dengan bercermin. Masih dengan perasaan kesal, topeng yang menutupi wajahnya segera dilepas untuk mengurangi rasa penat."Sialan! Mereka pikir aku barang taruhan?" kesal Ashera berbicara dengan bayangannya sendiri.Sungguh hatinya terasa sangat sakit saat ini. Rasanya ingin dia menangis meratapi nasibnya yang rumit, hanya saja Ashera tidak akan pernah melakukannya. Dia tidak p
"Apa ada yang menyakitimu?" Arion tampak cemas dan khawatir melihat sikap Ashera yang dia kira adalah Aleysa, kekasihnya terlihat gusar.Arion juga langsung mendekati Ashera dan menyentuh lengannya, sontak saja Ashera refelks menghindar dan menepis tangan Arion. Dia lupa bila penampilannya malam ini mirip dengan Aleysa dan Arion selalu menganggapnya Aleysa."Aleysa?" Arion kaget atas penolakannya."Maaf." Cepat-cepat Ashera menepis rasa kaget Arion agar pria itu tidak curiga padanya. "Maaf, aku hanya kaget saja,"sambungnya kembali.Ashera masih belum bisa tenang, terbukti beberapa kali dia menoleh ke arah toilet. Hal itu jelas saja membuat Arion kembali heran dan bingung. Pria itu tidak bisa bila tidak bertanya dan hanya diam saja."Aleysa?""Aku mau pulang." Ashera menarik tangan Arion dan mengajaknya pergi tanpa menunggu jawaban dari Arion."Tunggu!" Arion menahan langkah Ashera. Ashera terpaksa harus bertatap mata dengan pria tunangan kakaknya. Sebenarnya bisa saja dia pergi begit
Arion terus membujuk dan mencari tau alasan kekasihnya tidak mau diantar sampai rumah temannya dan saat itu ponselnya berdering. Dilirik siapa yang menghubungi. Saat melihat nama yang tersembul pada layar ponselnya, Arion sempat kaget dan matanya hampir melompat. Kembali matanya melirik ke arah wanita yang duduk di sampingnya dan saat ini sedang memalingkan wajah memperhatikan luar jendela.Bibir Arion tersenyum tipis penuh arti, lalu mematikan deringnya dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana. Terdengar helaan napas pelan dan panjang. Ada makian bodoh untuk dirinya sendiri, namun ada juga perasaan menggelitik. Bisa-bisanya dia melakukan kecerobohan itu. Ada juga sumpah serapah dan janji untuk wanita yang ada di sampingnya itu. Bahkan dia akan membuat wanita itu membayar atas apa yang telah dilakukan padanya malam ini.Meski telah menyadari kecerobohan dan kesalahannya, tapi Arion tidak mau membiarkan begitu saja. Ada dorongan untuk mengimbangi dan mengikuti alur yang
Malam ini Arion benar-benar tidak bisa tidur dengan lelap. Telah mencoba untuk menutup mata rapat-rapat, bahkan sampai menggunakan penutup mata, tetap saja tidak bisa menghilangkan bayangan wanita yang mempunyai wajah mirip dengan Aleysa, kekasihnya.Bantal guling menjadi korban. Benda mati itu terkadang masuk dalam pelukannya, terkadang terlempar ke atas dan menjadi tumpuan kepalanya. Dan kali ini, benda empuk itu berada di atas badan Arion karena dia menggunakan kedua tangannya menjadi bantalan kepala.Bola mata menerawang tinggi menembus langit kamar, sedangkan pikirannya masih penuh dengan bayangan Ashera."Apa mungkin Aleysa memiliki saudara kembar?" gumamnya menebak. "Tapi dia hanya memiliki satu saudara, itupun laki-laki," sambungnya seolah menjawab pertanyaannya sendiri.Sejauh ini, Arion telah mengenal keluarga Aleysa dan tidak ada yang mengatakan bila Aleysa memiliki saudara kembar atau saudara yang lainnya selain Justin, adik lelakinya.Hingga malam be
"Arion, ada apa?" Aleysa heran dan bingung Arion melepaskan pelukan mereka. Padahal selama ini Arion tidak pernah melakukan hal itu. Semenjak malam itu, setiap kali Aleysa memeluknya untuk beberapa saat, Arion hampir selalu mengakhiri terlebih dahulu dengan berbagai alasan. Hanya saja hal itu dilakukan tidak terlalu mencolok, tapi kali ini sedikit mencolok sehingga Aleysa curiga."Apa kamu beli parfum baru lagi?" Sembari menyingkap rambut Aleysa dan menyelipkan di belakang telinga."Harum, ya?" Aleysa tersenyum penuh percaya diri. Kecurigaan yang sempat dipikirkan seketika tertepis oleh pertanyaan Arion. Aleysa merasa lega."Ya, harum sekali," sahut Arion. "Apa ini parfum baru lagi? Aku belum pernah merasakannya," sambungnya kembali mengusap rambut Aleysa."He'um. Sebelum datang ke sini, aku membelinya dari teman. Dia yang merekomendasikan. Bagaimana? Apa kamu suka wanginya?" cerita Aleysa dengan bangga.Wajahnya berseri. Dia pikir Arion menyukai aroma parfu
"Ashera, mau ke mana?" Trixi tampak khawatir dan penasaran melihat sahabatnya berjalan dengan langkah sedikit cepat tidak seperti biasanya.Ashera tersenyum menunggu sampai Trixi benar-benar sampai di hadapannya."Aku mau ke kasir," jawab Ashera sembari berbalik dan berjalan beriringan dengan Trixi."Apa rumah sakit sudah menangih biaya perawatan ibumu lagi?" Trixi menghentikan langkah mereka. Menghadapa Ashera dan memperhatikan Ashera dengan sorot mata iba dan simpati."Tidak," jawab Ashera mengetahui kecemasan Trixi. "Aku ingin membayar sebagaian biaya perawatan ibuku," sambung Ashera menjelaskan tujuannya pergi ke kasir."Kamu punya uang?" Lagi-lagi Trixi bertanya dengan wajah iba."Ya, sedikit." Ashera kembali berjalan dan diikuti oleh Trixi."Apa kamu pinjam uang dari cafe? Atau ...." Trixi menghentikan ucapannya.Bukan hanya ucapannya saja yang berhenti, tetapi juga langkahnya dan rasanya tidak lengkap bila dia tidak menghentikan dan menahan lan
Ashera tidak berani memutar tubuh menghadap pria yang memanggilnya. Andai saja yang memanggilnya bukan suara dingin Arion, kemungkinan dia akan langsung berputar menanggapinya. Sayangnya, suara yang memanggilnya adalah milik Arion sehingga Ashera memiliki rasa ragu.Sekali Ashera menghirup napas, lalu menghembuskannya secara halus dan perlahan. Hal ini terjadi hingga hitungan ketiga dan akhirnya dia berputar balik."Anda memanggil saya, Tuan?" tanya Ashera mengarahkan sorot mata pada Arion.Jantung Ashera berdetak cepat ketika pria yang disapanya tidak langsung menjawab pertanyaannya. Arion bangkit dan berdiri, lalu berjalan mendekati Ashera dengan langkah santai, namun tampak sangat menggetarkan.Ternyata bukan hanya sorot mata dan suara serta aura wajahnya saja yang dingin, langkah Arion saat mendekati Ashera pun terasa dingin hingga tubuh Ashera terasa beku.Rasanya tidak cukup Arion membuat jantung Ashera melakukan senam hanya dengan suara dan tatapannya saj
"Hentikan, Aleysa!" teriak Arion sembari menangkis dan menahan tangan Aleysa ketika akan menampar wajah Ashera.Sejak tadi dia terdiam bukan karena tidak ingin menyelesaikan masalah ini. Arion hanya tidak ingin mencegah Ashera menumpahkan segala kemarahan, kekecewaan yang sejak lama dirasakan dan terkubur dalam hidupnya.Arion baru bertindak ketika Aleysa hendak menyakitinya. Mencelakai istrinya. Bukan hanya menahan tangan Aleysa saja, tapi Arion mendekap Ashera dalam pelukannya sebagai bentuk perlindungan."Arion, kamu-"Arion menghempaskan tangan Aleysa kasar dan menghujani dengan tatapan marah.Bukan hanya Aleysa yang terkejut, meski sebenarnya Arion pernah memperingatkan sebelumnya. Semua orang yang ada di sana memperhatikan mereka tidak kalah terkejutnya. Selama ini yang mereka tau, Arion sangat mencintai Aleysa, bahkan menjadikan wanita itu ratu. Sampai tidak ada yang berani menyentuhnya. Tapi hari ini, apa yang terjadi di depan mata mereka membuktikan bila Alyesa masih kalah d
"Ashera, apa yang kamu katakan? Apa kamu menuduh aku telah membunuhnya? Kamu juga menjadikan aku orang yang pantas disalahkan atas kematiannya?"Alesya tidak terima dan merasa Ashera sedang menuduh dan menyudutkan dirinya atas kematian ibu mereka. Meski Zanna meninggal saat dikurung olehnya, namun Alesya tetap merasa tidak membunuhnya."Apa aku mengatakan seperti itu?" tantang Ashera.Alesya memberi ekspresi mencibir. Secara tidak sadar, Aleysa telah menunjukkan kesombongan dan sifat aslinya yang selama ini ditutupi dari Arion."Meski tidak mengatakan secara langsung, tapi ucapanmu termasuk tuduhan," jawab Aleysa tetap tidak mau kalah.Ashera tertawa kecil menanggapi. Kedua tangan terlipat di depan dada. Tatapannya terus menghunus Aleysa, menilik ke dalam manik mata kakak perempuannya itu."Kamu seharusnya berterima kasih karena aku telah menguburkan wanita miskin itu dengan layak," sambung Aleysa.Aleysa merasa dirinya telah menjadi pahlawan karena telah memberi penghormatan terakhir
Arion: Jangan biarkan tumbuh akar di tubuhku karena menunggumu terlalu lama!Ashera: Belum selesai.Arion mengirim emot kesal.Ashera tertawa kecil melihat emot yang dikirm Arion padanya.Sejak hari di mana Ashera mendengar secara langsung apa yang dikatakan Arion pada Kafi di rumah sakit, hubungan mereka semakin dekat layaknya suami istri sungguhan. Keraguan Ashera tentang dirinya sebagai pengganti, tidak ada lagi dalam hatinya. Bukan hanya perkataan saja, Arion pun membuktikan dengan sikap dan cara memperlakukannya. Ashera dapat merasakan bila dia telah memiliki cinta Arion seutuhnya dan mengakui bila dia pun telah jatuh cinta."Ashera, fokuslah!" Fathan yang sejak tadi memperhatikan sedikit geram melihat Ashera lebih sering melihat ponsel dan tersenyum sendiri, daripada memperhatikan presentasi yang sedang dibacakan oleh klien mereka."Maaf." Ashera segera menyembunyikan ponselnya di bawah meja, di atas pangkuannya, tapi masih saja sesekali melirik dan jemarinya masih aktif memba
"Emmmm ...."Sudut bibir Arion tersenyum melihat wanita di samping tidurnya mengeliat dan berganti posisi. Senyumnya semakin lebar saat posisi itu menguntungkan baginya. Ashera yang tadi tidur membelakanginya sedangkan dia memeluknya, kini berputar haluan sehingga mereka saling berhadapan. Untungnya lagi, Ashera langsung merapatkan pelukan mencari kehangatan pada tubuhnya. Ashera menyembunyikan wajah dalam dada bidangnya.Karena tidak ingin mengganggu tidur nyenyak sang istri, Arion pun terdiam tanpa bergerak. Bahkan untuk bernapas pun rasanya sayang sekali. Dia takut pergerakan dada dan hembusan napasnya membangunkan Ashera.Arion telah berusaha tenang, tapi ada saja yang mengusik ketenangan mereka dan membuat Ashera kembali mengubah posisinya."Sial" makinya lirih saat dering ponselnya terdengar nyaring.Arion kesal karena lupa mematikan nada dering ponselnya saat hendak tidur semalam. Karena terlena oleh cinta dan cumbuan, dia pun turut terlelap bersama Ashera setelah ritual malam
"Kalau begitu, aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi," ucap Ashera.Ashera kembali bangkit sembari meraih jas dan tas kerja Arion yang diletakkan di samping duduknya."Tidak perlu!" Arion kembali menahan dengan menyentuh tangan Ashera. "Tetap di sini dan temani aku makan!" "Tapi-"Arion menyentuh kedua sisi pundak Ashera dan memintanya kembali duduk dengan santai di sampingnya.Ashera pun patuh. Meski sedikit canggung dan kaku, tapi dia tidak membantah perintah suami."Ini sudah sangat larut, aku takut bila harus makan sendirian," ucap Arion mencari alasan.Percaya?Tidak. Ashera tidak percaya dengan alasan yang diberikan Arion untuk menahannya. Kulit dahinya pun sedikit berkerut.Arion bukan tidak peka pada ekspresi wajah istrinya. Dia hanya berpura-pura tidak peka saja."Buka mulutmu!" Arion menyodorkan sesuap penuh ke arah mulut Ashera."Aku tau kamu juga belum makan," sambung Arion ketika Ashera tidak juga mau membuka mulutnya. Melainkan malah menatapnya lekat.Masih mena
"Apa Ashera belum kembali?""Belum."Arion merasa cemas dan khawatir ketika tiba di perusahaan tidak melihat Ashera di meja kerjanya. Nomornya juga tidak aktif. Menurut informasi yang dia dapat, istrinya itu pergi menemui temannya setelah terjadi pertengkaran dengan salah satu karyawannya di toilet umum."Bagaimana dengan Trixi?" Arion melihat Fathan."Sama, nomornya tidak dapat dihubungi."Berkali-kali Fathan menghubungi nomor Trixi, tapi sama dengan nomor Ashera. Nomornya tidak aktif, Fathan malah masuk ke dalam pesan suara untuk ditinggalkan.Arion bertambah cemas. Karena terburu-buru setelah mendapat telepon dari Kafi tentang kondisi Aleysa, dia melupakan Ashera. Padahal istrinya itu lebih membutuhkan dirinya di saat orang lain memandangnya sebelah mata."Bagaimana dengan wanita itu? Apa sudah memberinya hukuman?" "Sesuai dengan perintahmu. Aku sudah minta HRD untuk memecat dan memasukkan namanya dalam daftar hitam. Seumur hidup, tidak akan ada perusahaan yang berani menerimanya
"Tuan, Ashera sekarang sudah menjadi istri Anda. Dia pasti akan mengikuti semua yang Anda katakan. Tolong minta dia mendonorkan darahnya untuk Alesya, putriku!" mohon Kafi menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.Arion terdiam. Wajah dinginnya tetap dingin dengan tatapan lekat. Ada gelombang dalam hati yang tidak bisa dipahami oleh siapa pun, termasuk Kafi.Terdengar helaan napas panjang sebelum akhirnya Arion memutar tubuh menghadap serong menghindari Kafi."Tuan, aku tau Anda sebenarnya mencintai Alesya dan aku yakin pasti tidak mau Alesya mati. Aku mohon, tolong bujuk Ashera mendonorkan darahnya untuk Alesya!" Kafi mengejar Arion.Arion kembali menatap dalam dan lekat wajah memelas Kafi. Ada rasa kasihan, iba dan miris melihat pria yang biasanya terlihat angkuh dan tegar, kini tampak lusuh, lesuh dan menyedihkan. Hanya saja ada perasaan marah dan geram yang tidak bisa diungkapkan, alias terpendam dalam hati. Arion menahannya.Sejak kedatangan Arion ke rumah sakit untuk meli
"Ashera, selamat ya. Kamu sudah berhasil merebut Arion dari saudaramu sendiri," ucap salah seorang wanita saat mereka bertemu di dalam kamar mandi umum perusahaan.Setelah menikah dengan Arion, ini kali pertamanya Ashera masuk kerja. Sejak semalam hal ini sudah mengganggu pikiran Ashera. Dia yakin dengan hal ini, di perusahaan pasti akan ada yang mencibir dan menganggapnya salah, telah merebut Arion dari Aleysa."Jaga bicaramu!" sahut Ashera tetap terlihat tenang dan terkesan tidak peduli."Memiliki wajah mirip dan lebih polos ternyata tidak menjamin menjadi orang baik," sindirnya lagi.Ashera menegakkan punggung dan mematikan kran air, lalu mengambil tisu dan mengeringkan tangan. Sorot matanya menatap lekat dan tajam wanita di samping yang memandangnya telah merebut Arion dari Aleysa dengan cara licik, menjatuhkan Aleysa lewat klarifikasinya."Sebaiknya tidak usah bicara kalau kamu tidak tau yang sebenarnya, daripada ucapanmu itu membawa petaka bagi dirimu sendiri!" Wanita itu malah
"Katamu tidak ada orang di rumah, lalu mereka?" Mata Ashera mengarah pada dua pria yang sedang berjaga di luar rumah.Arion pun turut mengarahkan pandangnya sesuai arah pandang Ashera. Tidak butuh waktu lama untuk mengerti dan paham apa yang dimaksud dan dikhawatirkan Ashera."Anggap saja mereka bukan orang!" tanggap Arion cuek bebek dan seenaknya sendiri.Mata Ashera membola mendengar perkataan Arion. Masalahnya bukan harus menganggap mereka apa? Melainkan dia merasa malu dan sangsi. Bisa saja mereka hanya berpura-pura tidak tau apa yang telah terjadi di ruang makan saat Arion mencumbu dan membawanya melayang.Ada rasa marah dan kesal dalam hatinya. Hanya saja dia tidak bisa menyalahkan Arion sepenuhnya. Dia pun menikmati, bahkan tidak menolak sama sekali saat Arion melakukan tugas dan kewajibannya sebagai suami dan sebaliknya. Hanya saja dia merasa malu bila membayangkan orang-orang itu tau apa yang mereka lakukan."Ashera!" Arion membangunkan Ashera dari lamunannya. "Masih memikir