"Ah gapapa," jawab Abizar sambil tersenyum dan mengalihkan pembicaraan kepada hal lainnya.Langit sudah dewasa, dia begitu mudah paham dan peka dengan semua yang didengar ataupun yang dia lihat.Dia sangat yakin, kalau ada sesuatu yang disembunyikan oleh Abizar kepadanya.Dan di satu sisi, Abizar juga merasa begitu takut. Langit memiliki masalah dengan Fargo. Dia tidak mau kejadian lama terulang, karen Fargo adalah manusia berhati iblis.Awal mula Abizar memilih tinggal di desa itu karena memiliki masalah dengan Fargo. Mereka memang sejak awal adalah rival bisnis. Namun, semakin lama Fargo semakin menggila. Bahkan gerak Abizar saja menjadi sangat terbatas, dan akhirnya semakin sulit bergerak. Teror dan fitnah begitu lancar dijalankan Fargo. Itulah yang membuat Abizar menyerah, menutup semua bisnisnya. Dan sayangnya hanya sedikit modal yang didapatkan. Semua asetnya seperti direbut paksa, karena tidak ada harganya. Tidak ada yang mau membeli dengan harga mahal. Semua karena Fargo.Abi
Langit tidak menjawab, dia tampak menikmati pemandangan yang tidak akan ditemukannya di kotanya.Entah apa yang aman Jingga katakan kalau Langir memutuskan apa yang harus dilakukannya. Bahkan bisa jadi pilihan yang akan diambilnya itu tidak pernah terpikirkan oleh Abizar. Bisa jadi tidak disarankan."Ada apa?" tanya Jingga yang juga sudah menyelesaikan makannya."Gak ada apa-apa," jawab Langit."Apa yang kamu pikirkan?" tanya Jingga lagi."Hanya sedang menikmati pemandangan ini dan melihat mereka yang tampak bahagia dengan pekerjaannya," jawab Langit.Jingga hanya tertawa mendengar jawaban dari Langit. Karena sepertinya Langit memang butuh udara yang segar untuk menenangkan pikirannya.Keduanya kembali ke rumah saat senja mulai gelap. Bahkan Biru tampak sudah mandi sore dan sibuk menonton televisi sambil menikmati cemilan."Jalan sampai kemana?" tanya Bu Hani melihat kedatangan anak tirinya dan menantunya itu."Hanya melihat-lihat sawah dan orang-orang yang pulang," jawab Jingga."Mot
"Bagus deh kalau sadar," ujar bu Hani bergumam, namun masih bisa di dengar oleh Langit.Yang tidak kalah terkejut saat mendengar jawaban dari Langit tentu saja Jingga. Menurutnya, Langit menyia-nyiakan kesempatan yang ada.Entah pilihan apa yang akan diambil oleh Langit, Jingga tidak lagi peduli. Langit terlalu bodoh baginya. Hanya mementingkan perasaan bu Hani, tanpa peduli kehidupan mereka kelak."Kamu akan memilih salah satu tawaran yang papa berikan beberapa hari lalu?" tanya Abizar yang merasa tidak sabar menunggu Langit meneruskan kalimatnya.Langit menggelengkan kepalanya. "Tidak juga."Dan jawaban dari Langit itu membuat Jingga rasanya ingin tertawa. Entah apa yang ada di dalam pikiran Langit."Jadi?" tanya Abizar lagi."Berikan saja padaku pabrik yang diambang kebangkrutan itu. Biarkan aku menyelamatkannya."Langit menjeda kalimatnya, dia melirik ke arah bu Hani yang tampak menyunggingkan senyumannya. Beliau sangat bahagia mendengar jawaban Langit."Jika aku berhasil, berikan
"Maju," jawab Langit dengan santai melangkahkan kakinya semakin mendekat ke arah pabrik.Dan sepertinya saat ini pabrik itu juga tidak lagi produksi untuk umum, hanya produksi untuk pemakaian pribadi. Dan juga karyawan hanya bisa dihitung dengan jari.Dengan membulatkan tekadnya, Langit tetap terus percaya kalau dia mampu membuat pabrik itu berdiri kokoh. Dan namanya akan semakin dikenal oleh orang karena usahanya sendiri, bukan karena nama Abizar."Jangan memaksakan diri. Papa bisa berikan yang lainnya kalau kamu ada pilihan lain," ujar Abizar masih mencoba membujuk Langit."Aku bisa," jawab Langit.Setelah seharian melihat dan mempelajari perusahaan itu, Langit paham dengan kendala yang mereka hadapi yaitu akses yang tidak terlalu baik.Langit berniat akan membangun akses terlebih dahulu sembari perlahan memperbaiki proses. Dan pastinya dia akan memperbaiki sumber daya manusia nya.Bukan hanya di dalam pabrik yang menjadi perhatiannya. Termasuk lingkungan sekitar. Itu karena dia mem
“Kenapa kau tampak sangat ketakutan? Bukannya kau membenci bu Hani?” tanya Jingga.Langit menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan Jingga. “Aku tidak membencinya, beliau sangat baik. Hanya saja beliau memiliki rasa takut itu wajar, dan aku tidak mau membuat keluarga mereka bermasalah.”“Munafik!” ledek Jingga.“Aku serius, makanya aku mengambil pilihan untuk menyelesaikan masalah pada perusahaan mereka yang hampir bangkrut saja, karena itu adalah pilihan yang terbaik. Bu Hani tidak merasa aku akan merebut harta mereka, dan aku juga bisa mengembangkan diri disana,” jawab Langit dengan santai.Jingga tersenyum, dia tampak begitu menikmati rokok yang ada di tangannya itu. Bahkan jika dilihat sekilas, malah Jingga lebih pro daripada Langit saat memegang rokok.“Ya, semoga semuanya berjalan sesuai dengan harapanmu,” ujar Jingga.“Dan kalian nantinya akan ikut tinggal disana, tidak mungkin kalian akan menumpang terus di rumah ini,”jawab Langit.Jingga tidak menjawab. Dan yang Jingga pik
“Kami tidak punya alamat,” jawab Langit sambil menghela nafas berat.“Kami sudah tahu kalau kalian saat ini berada di luar kota! Jangan main-main denganku, aku tidak akan segan-segan menghabisimu. Kembalikan Jingga!” teriak suara di ujung telepon.Langit kembali menatap layar ponselnya, dia memastikan kalau itu adalah Fargo. Namun, suara yang dia dengar itu bukanlah suara Fargo.“Mengapa aku harus kembalikan Jingga? Dia istriku dan wajib ikut kemanapun aku pergi,” jawab Langit lagi.“Jangan memancingku! Katakan sebelum aku bertindak! Dan kalian tidak akan bisa selamanya bersembunyi, karena aku pasti akan menemukan kalian walaupun ke lubang semut!” bentak suara lelaki itu.Langit yakin kalau itu adalah orang suruhan Fargo. Dan bisa jadi mereka sudah membaca dimana terakhir kali ponsel Langit dan Jingga aktif. Entah apa yang ada di pikiran Fargo sehingga beliau tampak menguber-uber anaknya sendiri.Dan Fargo juga pastinya sangat paham kalau Langit dan Jingga itu terikat pernikahan. Lang
"Bagaimana?" tanya Araka lagi setelah Langit terdiam beberapa saat.Langit tersenyum ke arah Araka. "Jangan merasa bersalah kepadaku. Aku gapapa."Araka menatap Langit dengan serius, padahal Langit baru saja tiba di rumah. Namun, Araka sudah mengajaknya serius."Aku serius. Kalau kamu mau, kalian bisa tinggal di kota. Dan Biru bisa melanjutkan di sekolahnya yang lama," ujar Araka masih mencoba untuk menjelaskan kepada Langit tujuan dia meminta Langit bergabung ke perusahaannya.Langit menggelengkan kepalanya."Aku tidak termasuk ke dalam kualifikasi kamu. Aku tidak memiliki kemampuan itu, jangan merusak perusahaan kamu sendiri dengan menerima orang sepertiku," jawab Langit melihat Araka sambil tersenyum, seolah dia mengatakan kepada sang adik kalau dia tidak apa-apa."Kemampuan bisa dipelajari," ujar Ara."Biar aku melanjutkan perjuangan ini. Aku juga ingin berdiri di kakiku sendiri," jawab Langit."Fighting! Kalau itu sudah tekadmu, aku gak bisa maksa," ujar Ara kemudian sambil memge
“Jadi, sebenarnya ada masalah dengan hak asuh Biru?” tanya Abizar yang sangat terkejut mendengar apa yang Langit katakan.Jingga menggelengkan kepalanya. “Tidak ada masalah. Sejak awal, hak asuh Biru memang jatuh kepadaku. Hanya saja, Dion yang terus berusaha untuk merebut Biru.”Abizar menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan Jingga. Dan itu artinya sebenarnya tidak ada masalah hukum dengan status Biru. Hanya mungkin ada kesalahpahaman antara kedua orang tuanya.“Apa ada masalah lain sebagai alasan dia ingin merebut Biru?” tanya Abizar lagi.“Karena dia tidak mau warisan orang tuanya jatuh kepada orang lain. Sebab, dia sudah dihapus dari daftar waris karena melakukan penggelapan uang dalam jumlah besar. Sehingga harta warisan itu jatuh ke anaknya. Dan anaknya adalah Biru, makanya dia berusaha mati-matian untuk merebut Biru kembali. Sebab, dia ingin menguasai harta warisan itu,” jawab Jingga menjelaskan.“Sebenarnya Dion tidak pernah menyayangi Biru. Bahkan sejak awal dia tidak pe
Hingga malam mereka berada di rumah Fargo dan Leni, mereka membantu mempersiapkan segalanya dan juga ternyata minimarket yang sudah disiapkan oleh Langit dan Jingga itu semuanya sudah terisi. Mereka hanya tinggal membukanya saja dan melayani, bahkan minumarket tersebut dilengkapi dengan mesin kasir dan semuanya.Juga ada kontak supplier yang akan mengisi minimarket mereka, pokoknya Fargo dan Leni hanya tinggal duduk diam mengelola minimarket tersebut. Dan mereka berharap kalau keduanya benar-benar serius dan bisa membuat minimarket tersebut lebih maju. Meskipun kondisinya mereka benar-benar berubah 180 derajat, berubah dari mereka yang awalnya seorang pengusaha seorang pemilik perusahaan yang tinggal di perumahan mewah biasa dilayani dengan beberapa orang pembantu. Dan sekarang mereka benar-benar melakukannya sendiri dengan tangan dan kaki mereka sendiri. Tapi, Langit melihat adanya keseriusan di wajah Fargo dan Leni.“Kami akan pulang, nanti kapan-kapan kami akan datang lagi ke sini
“Sekarang kemana tujuan kalian?" tanya Langit kepada Fargo. Fargo dan Leni tampak menggelengkan kepalanya, karena mereka saat ini tidak tahu harus kemana. Sebab mereka tidak memiliki tujuan, beberapa hari setelah diusir oleh pihak bank mereka memilih tinggal di hotel. Namun, ternyata biaya hotel pastinya terus membengkak dan mereka tidak mungkin terus-menerus untuk tinggal di hotel tersebut. Apalagi dengan kondisi mereka yang tidak memiliki apapun. Mereka pastinya tidak akan bisa membayar dan sudah bisa dipastikan kalau mereka pastinya memilih hotel bintang lima.“Kalau begitu nanti setelah bertemu Jingga dan juga setelah bertemu Zaki, kita akan makan. Aku akan mengantarkan kalian ke rumah yang kami siapkan itu. Kami sudah membeli rumahnya waktu itu kami menawarkan rumah karena memang kami sudah menyiapkan untuk tempat kalian tinggal dan juga di samping rumah tersebut ada minimarket yang juga nanti silakan kalian kelola untuk biaya kehidupan sehari-hari. Memang rumah yang kami siapka
Dua hari setelah Langit dan Jingga mendatangi rumah Fargo dan Leni ditolak karena tidak mau mengajak keduanya tinggal di rumah Maika.Akhirnya hari itu ternyata pihak bank berusaha untuk menggusur mereka rumah. Mereka sudah diwajibkan meninggalkan rumah dan semua kendaraan yang mereka miliki juga sudah disita.Dan menurut informasi yang Langit dapatkan, kalau semua itu juga masih terdapat kekurangan beberapa miliar dari semua asetnya tersebut.Meskipun keduanya menolak tawaran dari Langit dan Jingga pada malam itu, namun Langit tetap menyediakan sebuah rumah untuk kedua mertuanya itu. Karena dia yakin suatu saat kedua mertuanya pasti akan kembali ke rumah tersebut, sebab kalau rumah mereka sudah digusur mereka tidak memiliki tempat tinggal lagi.Tok! Tok! Tok! Pintu kamar Langit dan Jingga diketuk dari luar siang ini dengan pelan.Langit dan Jingga sedang beristirahat di kamarnya bersama dengan Zaki. Kebetulan hari ini adalah hari libur. Jadi, Langit sedang menemani Jingga di rumah d
"Tidak bisa, Pa! Kami tidak bisa mengajak kalian tinggal satu rumah dengan kami. Kalau kalian tidak mau ya sudah kalian tinggal saja di sini sampai kalian diusir oleh bank, kami tidak peduli lagi. Kenapa sih kalian selalu saja memaksa keinginan kalian, seharusnya kalian itu sadar dengan semua yang kalian alami," ujar Jingga berteriak saking kesalnya sambil berdiri bersiap meninggalkan kedua orang tuanya yang terus memaksa Langit untuk mengajak mereka tinggal bersama di rumah Maika.Bagaimana bisa mereka mau tinggal di rumah milik Maika, sedangkan pemilik rumah juga masih tinggal di sana. Berbeda kalau Fargo dan Leni mau tinggal bersama dan tidak ada Maika disana, tapi ini Maika saja masih tinggal bersama Langit dan Jingga di rumah tersebut. Dan keduanya memaksa untuk tinggal di rumah itu, hanya karena mereka merasa malu turun kasta yang biasanya tinggal di rumah besar dan mewah dan memiliki perusahaan harus tinggal di rumah sederhana yang kecil.Langit dan Jingga hanya akan memberikan
Tanpa terasa setahun sudah kelahiran Zaki, hari ini dirayakannya pesta ulang tahun untuk bayi yang sudah bisa berjalan tersebut. Semua orang bersukacita. Pun termasuk Biru yang saat ini sudah beranjak remaja. Dia akan memasuki ke sekolah lanjutan pertama, dia akan tinggal di kota bersama Langit dan Jingga di rumah Maika. Dia merasa begitu senang dengan pencapaiannya telah berhasil menyelesaikan sekolahnya di desa. Meskipun tinggal di desa, namun Biru tidak kalah dengan anak yang bersekolah di kota. Dia memiliki kemampuan yang hebat, kecerdasannya tinggi. Kemampuan akademiknya sangatlah tinggi.Dan seperti biasa, Fargo dan Leni belum ada perubahan sedikit pun. Mereka masih terus saja memanfaatkan Langit dan Jingga. Sudah tidak terhitung lagi berapa besar bantuan yang diberikan Langit kepada mereka.Hingga suatu hari, seminggu setelah acara ulang tahun Zaki, Langit menerima kabar dari surat kabar yang mengatakan kalau saat ini Fargo benar-benar jatuh, semua perusahaannya habis terjual d
Hari-hari yang dilalui Langit begitu bahagia setelah kehadiran anaknya. Setiap pulang bekerja rasanya semua letih dan lelahnya langsung hilang karena melihat senyuman dan tumbuh kembang anaknya yang begitu pesat.Sekarang ini anaknya sudah berumur 5 bulan, wajahnya semakin gemuk dan putih. Bayi berusia 5 bulan tersebut semakin lama semakin mirip dengan Langit.“Aku merasa tidak adil, tapi aku tidak tahu harus protes ke siapa," ujar Jingga di suatu weekend di saat mereka semua sedang berkumpul di rumah Maika.Semua orang tua Langit berkumpul di sana seperti biasa, mereka bermain bersama cucu. Kegiatan baru mereka saat ini adalah setiap weekend pasti berkumpul untuk melihat perkembangan cucu mereka.Mendengar apa yang disampaikan oleh Jingga, membuat semua orang melihat ke arahnya. Saat ini bayi Zaki sedang digendong oleh Abizar dan Hani, keduanya tampak sedang bermain bersama bayi Zaki.“Maksud kamu kenapa tidak adilnya? Bagaimana?" tanya Bu Juni kepada menantunya itu. Bu Juni sedikit
Beberapa saat Leni berdiri di depan pintu. Tidak seorangpun mempersilakannya masuk karena semua orang tidak bisa lagi berkata apa-apa. "Bahkan ketika Mama sudah di sini pun, kau tidak mempersilahkan Mama masuk. Begitukah caramu mau nyambut Mama? Dan Begitukah caramu menghormati mertuamu, Langit?" tanya Leni kemudian.“Kalau mau masuk masuk aja, Ma. Semua orang di sini tidak ada yang izin untuk masuk, karena semua yanga datang ke sini atas kabar yang disampaikan olehku. Termasuk Mama juga kan sudah mendapatkan kabar dariku kalau Jingga mau melahirkan. Dan setelah Jingga lahiran juga aku kembali mengabarkan kepada kalian. Dan juga disini semuanya adalah keluarga,” jawab Langit.“Entah apa yang dimaksud Mama dengan kami tidak memberikan kabar. Mungkin maksud Mama kami tidak menjemput. Maaf, kalau untuk menjemput kami tidak akan sempat untuk menjemput kalian. Karena di sini juga aku sedang menunggu istriku yang mau melahirkan. Sekarang mama sudah datang ke sini dan mau masuk, ya silakan m
“Baiklah kalau begitu, aku hanya mengabarkan. Disini aku tidak pernah memaksa Papa dan Mama untuk datang kemari," ujar Langit kemudian.Langit mematikan sambungan telepon tersebut dan menghela nafas berat, sedangkan Jingga tampak memandang wajah Langit dalam. Dia seolah paham dengan apa yang diterima oleh Langit tersebut.“Tidak apa-apa yang penting kalian sudah mengabarkan. Tugas kita itu hanya memberitahu. Kalau nantinya tanggapan mereka tidak mau datang yaitu terserah mereka. Tugas kalian sebagai seorang anak sudah ditunaikan kalian mengabarkan kepada kedua orang tua Jingga kalau akan segera melahirkan, siapa tahu nanti mereka berubah pikiran dan datang untuk menemui cucunya. Nanti mereka akan kembali marah seperti saat dulu saar baru hamil tidak diberitahukan," ujar Maika menenangkan Langit dan Jingga.Pasangan suami istri itu hanya menganggukan kepalanya. Langit terus memegang tangan Jingga dan mengelus kepala sang istri dia ingin memberikan kekuatan kepada Jingga yang saat ini s
Setelah kejadian itu hubungan antara Maika dan keluarga Lubasya kembali memanas. Bukan hanya Dodi yang kembali memusuhi Maika, tapi Dodi berhasil mengajak seluruh keluarga yang lainnya untuk memusuhi Maika.Bahkan mereka dengan terang-terangan kali ini meminta kepada Maika untuk mengembalikan semua harta yang didapatkan dari hasil bekerja dengan Lubasya Group. Maika hanya menggelengkan kepalanya dia benar-benar tidak menyangka, kalau ternyata hubungan antara keluarga Lubasya itu bukanlah hubungan keluarga melainkan hubungan harta. Mereka saling memanfaatkan di sana sini. Padahal mereka juga mempersiapkan untuk anak mereka masing-masing. Tapi entah mengapa mereka sangat tidak ikhlas ketika Maika memberikan harta itu kepada Langit.“Ma, tadi ada utusan dari Lubasya Group mendatangi kantorku,” ujar Langit kepada Maika setelah dia pulang dari kantor.Langit biasanya memang langsung memberikan laporan kepada Maika jika ada sesuatu hal atau berita atau informasi apapun yang dia dapatkan m