Share

Jalan Keluar

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2022-05-29 11:12:24

Sebelumnya, Bumi sudah menceritakan semua hal terkait “musibah” yang terjadi pada kedua orang tuanya via telepon. Bertukar pikiran, meskipun semua itu tidak mampu mengubah garis takdir yang sudah tertulis. Yakni, Bumi mau tidak mau harus menikahi Damay atau hidupnya yang bisa saja terancam kapan saja.

Untuk itu, ketika ia membawa Damay ke rumahnya, tidak banyak hal yang ditanyakan oleh kedua orang tua Bumi kepada gadis itu.

“Jadi … Damay.” Airin, ibu Bumi memecah kecanggungan yang ada di ruang tamu. “Kamu sudah tahu, kan, kalau Bumi sama Tari mau menikah? Semua sudah disiapkan dan kami nggak mungkin batalin itu semua.”

Damay mengangguk dengan menyematkan senyum kecil di wajahnya. “Sudah, Bu.”

“Dan, kamu tahu juga, kan, kalau kamu dan anak saya itu menikah karena terpaksa?” tanya Airin lagi. “Kalian nggak saling kenal, apalagi cinta?”

Lagi-lagi Damay mengangguk. “Tahu, Bu.”

“Jadi, saya minta tolong jangan pernah jadi beban buat Bumi,” ungkap Airin. “Saya ngerti kalau status kamu sekarang juga istrinya, tapi …” Airin mencolek paha sang suami yang sedari tadi hanya diam di sampingnya. Ia butuh bantuan, untuk mengungkapkan sesuatu yang tidak bisa dibicarakan.

“Damay.” Seno melirik sang istri yang baru saja mencubit kecil pahanya. “Begini, kami nggak akan menelantarkan kamu di Jakarta sendirian. Tapi, kamu juga harus tahu, kalau Bumi nggak akan bisa beristri dua. Jadi, mau nggak mau, Bumi harus menceraikan kamu.”

“Ayah!” protes Bumi sedikit terkejut dengan ungkapan Seno. Bukannya tidak ingin menceraikan Damay, tapi Bumi masih terbayang dengan cerita horor, salah satu anggota dewan ketika mereka berkunjung ke Kalimantan.

Seno langsung mengangkat tangan untuk mencegah putranya berbicara. “Untuk sementara, kami bisa menampungmu di sini. Tapi, untuk ke depannya, demi kenyamanan seluruh keluarga besar kami dan juga keluarga Tari, kamu harus pindah dari sini. Ngekos, dan carilah pekerjaan di luar sana. Dan untuk urusan itu, nanti biar Bumi yang cari kos, dan kerjaan buat kamu.”

Yang bisa Damay lakukan hanya kembali mengangguk. Menuruti semua perintah pemilik rumah, yang akan Damay tempati untuk sementara waktu.

“Kamu masih 19 tahun, kan?” sambung Airin yang setuju saja dengan ucapan sang suami.

“Iya, Bu.”

Airin berdecak mendengarnya. “Lulusan SMA … apalagi dari daerah, mau dicarikan kerja apa di sini? Paling juga pelayan, atau office girl. Ck, cari kos ajalah dulu sebelum dapat kerjaan. Nggak enak nanti ditanyain tetangga kalau kerjaannya cuma pelayan atau OG.”

Bumi mulai memijat pelipisnya. Kalau tahu begini, Bumi tidak akan mengambil cuti tambahan, dan akan ikut pulang setelah mengikuti kunjungan kerja reses Komisi V DPR RI ke Ibu Kota Negara Baru, Nusantara.

Sejatinya, pada saat itu Bumi hanya ingin memenuhi undangan pernikahan sahabat lamanya yang sudah tinggal di Sangatta selama beberapa tahun. Namun, justru Bumi-lah yang lebih dulu melakukan ijab kabul, karena sebuah insiden yang terjadi sehari sebelum acara pernikahan sahabatnya itu digelar.

Daripada harus berlama-lama berada di ruang tamu, Bumi pun berdiri untuk memisahkan memisahkan Damay dan kedua orang tuanya sebentar. “May, bawa kopermu. Biar aku antar ke kamarmu.”

“Biar Imah yang antar Damay ke kamarnya,” ujar Airin menyela lalu memanggil asisten rumah tangga yang bekerja penuh waktu di rumah mereka. “Kamu tetap di sini, karena ada yang harus kita bicarakan.”

Bumi kembali duduk setelah wanita paruh baya yang baru dipanggil oleh Airin muncul.

“Mah, tolong tunjukin kamar buat dia,” tunjuk Airin pada Damay. “Kamar yang sudah saya kasih tahu kemarin.”

Imah mengangguk. “Baik, Bu.”

“Permisi,” pamit Damay dengan mengangguk kecil setelah berdiri dari tempat duduknya. Kemudian ia berlalu, dan berjalan di belakang Imah untuk menuju ke kamar yang sudah disiapkan sebelumnya.

Airin seketika mendesah panjang saat yakin Damay sudah masuk ke bagian dalam rumah mereka. “Bumiiiii!” Airin mengambil bantal sofa yang ada di belakang punggungnya lalu melemparnya pada sang putra dengan kesal. “Bunda sudah nggak bisa ngomong lagi sama kamu! Untungnya Tari dan orang tuanya bisa ngerti! Coba kalau nggak!”

Karena hal inilah, Bumi meminta Tari untuk langsung kembali pulang setelah mengantarnya ke rumah. Ada banyak hal, yang harus Bumi bicarakan secara pribadi dengan kedua orang tuanya terlebih dahulu. Mungkin, besok Bumi baru akan pergi ke rumah Tari dan menjelaskan semua duduk perkara terkait pernikahan mereka.

“Bun, ini cuma kecelakaan di negeri orang,” ujar Seno mencoba memosisikan diri sebagai putranya. “Bumi juga nggak mau nikah sama orang yang nggak dikenalnya. Apalagi, dia sudah mau nikah sebentar lagi.”

“Iya, tapi …” Airin berdecak kesal dan kembali melempar bantal sofa pada putranya. “Masa Bumi sama Damay nggak bisa jelasin kalau mereka itu nggak ngapa-ngapain di kamar!”

“Bagaimana mau menjelaskan, Bun.” Seno lagi-lagi ingin membela putranya. “Bukannya Bumi sudah cerita, dia baru mandi dan keluar cuma pake handuk. Terus Damay, lagi nganti baju di kamarnya Bumi dan sudah lepas baju. Kalau Bunda yang masuk kamar terus lihat Bumi sama Tari dalam keadaan seperti itu, pasti salah paham, kan?”

“Yang jadi masalah itu, kenapa si Damay itu bisa ada di kamar Bumi!” decak Airin langsung bersedekap dan tidak habis pikir. “Habis itu, nggak lama ada orang lain juga langsung masuk ke kamar yang ditempati Bumi dan akhirnya mereka salah paham!”

“Nggak ngerti aku, Bun.” Bumi bersandar pasrah pada punggung sofa. “Posisinya, Damay waktu itu juga baru datang dari Samarinda, jadi nggak tahu apa-apa. Cuma disuruh masuk, dan yaaa… begitu.”

“Nggak masuk akal!” seloroh Airin masih tidak bisa terima dengan pernikahan putranya dengan gadis yang tidak jelas asal-usulnya. "Pintu kamar kamu kenapa nggak dikunci!"

“Memang nggak masuk akal dan lagi apes aja, tapi aku nggak bisa nolak waktu dituntut pertanggungjawaban sama orang-orang dan keluarga di sana,” ujar Bumi membela diri. “Bisa-bisa, aku sampai sini nggak bawa nyawa.”

Airin menarik napas pendek nan dramatis, sembari memegangi dadanya dengan kedua tangan. Kalau sudah menyangkut nyawa dan keselamatan putranya, Airin sudah tidak bisa berkata apa pun.

“Jadi, bagaimana sekarang?” tanya Seno pada putranya. “Kamu juga nggak mungkin punya dua istri, Mi. Kamu mau poligami?”

“Ya enggak, Yah,” ungkap Bumi dengan pasti. “Tapi, aku masih khawatir dengan … kalau aku ceraikan Damay sekarang, aku takut ada keluarganya di sana yang sakit hati dan … Nanti biar aku bicarakan lagi sama Damay, gimana enaknya. Karena kami sama-sama nggak mau dengan pernikahan ini.”

“Kan, justru bagus kalau sama-sama nggak mau,” kata Airin. “Justru dengan begitu keluarganya harus ngerti dong, kalau kalian memang nggak saling cinta, jadi buat apa pernikahannya ini diteruskan? Pokoknya, Bunda maunya kamu ceraikan dia secepatnya!”

“Nggak sesimpel itu, Bun,” sanggah Bumi. “Pokoknya, nggak sesimpel itu. Jadi, biarkan aku bicara lagi dengan Damay, dan nanti kita cari jalan keluar yang terbaik.”

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Amier
nama.enak di dengar
goodnovel comment avatar
Shifa chibii
namany damay tapi hidupny kedepan pasti ma mbak beib dibikin bnyak konflik..peace
goodnovel comment avatar
Aisha Arkana
Hadir mbak outhor... baru baca bab pertama aja sdh panas ini hati .. Damay....oh Damay......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Bukan Istri Sah   Kita Selesai

    Setelah asisten rumah tangga keluarga Bumi meninggalkanya, Damay langsung mengempaskan tubuh di ranjang queen size lalu melipat kedua tangan di atas perut. Tatapannya menerawang pada langit-langit kamar yang menurutnya cukup luas, dengan berbagai rencana yang sudah tersusun di kepala.Damay hanya tinggal menunggu Bumi mencarikan sebuah kos untuknya. Keluar dari rumah tersebut, dan mencari kerja di luar sana. Apa pun pekerjaan yang didapatnya nanti, yang terpenting adalah halal baginya dan cukup untuk menghidupi dirinya sehari-hari. Menjadi pelayan atau office girl pun tidak mengapa. Yang terpenting untuk saat ini adalah, Damay bisa memiliki penghasilan sendiri, agar bisa lepas dari Bumi.Sejurus kemudian, kedua sudut bibir Damay pun terkembang lebar. Setidaknya, ia sudah sampai di ibukota, dan tinggal berusaha melakukan beberapa hal, untuk mencapai tujuannya.“Damay!”Sayup terdengar suara Bumi dari balik pintu, berikut dengan ketukan yang terdengar cukup keras dan tidak sabar. Untuk

    Last Updated : 2022-05-30
  • Bukan Istri Sah   Melanjutkan Rencana

    Airin berdecak ketika melihat putranya menuruni tangga. Ia masih kesal dengan kehadiran Damay, yang tiba-tiba saja menjadi menantu yang tidak pernah diinginkan di rumah mereka. Sudah tidak terhitung lagi, berapa banyak perjalanan yang dilakukan Bumi ke luar kota, bahkan ke luar negeri. Namun, hal sial seperti saat ini, mengapa justru menimpa di saat seperti sekarang. Di mana Bumi, sebentar lagi akan menikah dengan kekasihnya. “Ke mana istrimu itu,” sindir Airin ketika sang putra sudah menginjakkan kaki di lantai satu. “Pasti belum bangun.”“Ayolah, Bun. Dia itu bukan urusanku, jadi jangan pernah tanya apapun tentang dia,” pinta Bumi lalu melewati sang bunda untuk pergi ke dapur. “Pagi ini, aku antar dia ke kosan sekalian berangkat kerja. Jadi tolong, jangan lagi sebut-sebut dan bicarakan dia di depanku.”Airin hanya mendesis kesal menanggapi ucapan putranya. Ia terus berjalan di belakang Bumi, dan sedari tadi sudah mencium aroma masakan yang sudah menggugah selera. Wangi masakan yang

    Last Updated : 2022-06-02
  • Bukan Istri Sah   Sudah Bisa Pergi

    Sang penjaga kos yang akan dihuni oleh Damay, langsung pergi setelah memberi beberapa penjelasan singkat. Meninggalkan Damay, dan Bumi yang masih berdiri di tengah ruang yang berukuran tiga kali tiga meter tersebut.“Aku cuma bisa dapat kosan ini, lumayan layak walau kamar mandinya ada di luar,” terang Bumi lalu membuka jendela nako yang berada di samping pintu. Ia menatap ke lantai satu, yang berisi parkiran motor dari penghuni kos setempat. Bumi jadi berpikir, apa Damay juga butuh kendaraan bermotor untuk memudahkan mobilisasi gadis itu.“Nggak masalah, Kak,” balas Damay lalu duduk di tepi kasur busa yang berukuran single. Ada sebuah meja kecil, yang berada di samping tempat tidur. Serta lemari pakaian yang berada sejajar dengan jendela nako. “Saya tinggal cari kerja aja habis ini. Terus, untuk uang kos, nanti saya ganti kalau sudah punya gaji.”“Nggak perlu diganti,” jawab Bumi cepat, lalu berbalik dengan mengeluarkan dompet dari saku celana bahannya. Bumi mengeluarkan beberapa lem

    Last Updated : 2022-06-04
  • Bukan Istri Sah   Menunggu Waktu

    Tabungan yang dimiliki Damay, memang tidak banyak. Akan tetapi, tidak bisa juga dibilang sedikit jika ia bisa berhemat, ketika tinggal di ibukota tanpa pekerjaan seperti sekarang. Damay bisa menekan biaya makan sehari-harinya. Hitung-hitung, sekalian diet untuk menurunkan bobot badan yang terasa semakin berat.Damay membeli nasi, di warung terdekat dan membaginya menjadi dua kali makan. Untuk sarapan, dan ketika sore menjelang. Sementara untuk lauk, Damay bersyukur karena ada dapur umum yang bisa dipakai bersama di lantai satu, hingga ia bisa memakainya untuk menggoreng telur, atau membuat mi instan jika terpaksa.Sudah seminggu berjalan sejak Damay bertemu Bumi. Sejak itu pula, Damay sama sekali belum mendapatkan pekerjaan. Ternyata, lulusan SMA seperti dirinya tidak mudah mencari pekerjaan di ibukota, meskipun hanya sebagai seorang pelayan, atau office girl, seperti yang pernah dikatakan Airin.Damay pun sudah berusaha berbaur dan mengakrabkan diri, dengan teman-teman kos yang cende

    Last Updated : 2022-06-08
  • Bukan Istri Sah   Benar-benar Selesai

    Napas Bumi terbuang lega, tugas terakhirnya dalam event pemerintah jelang pernikahannya akhirnya selesai. Setelah ini, Bumi akan kembali menjalani rutinitas kantor seperti biasa, sebelum cutinya tiba.Di sela ramah tamah, dan sesi foto di akhir acara debat calon gubernur, Bumi kembali terusik dengan siluet seorang gadis. Bukan sekali ini Bumi melihat siluet tersebut berjalan cepat di sisi ruang, dan tenggelam di ruang setelahnya. Namun, ketika acara debat belum dimulai pun, Bumi juga sempat melihat sosok tersebut berjalan cepat melewati lorong hotel.Bumi sempat mengira, hal tersebut hanyalah halusinasi. Akan tetapi, jika sampai beberapa kali melihat, pun saat acara sedang berjalan, Bumi yakin itu semua adalah nyata. Sampai akhirnya, Bumi memutuskan untuk meninggalkan kerumunan pendukung para pasangan calon, untuk menuntaskan rasa penasarannya.Bumi berjalan tergesa, menuju titik di mana ia melihat sosok tersebut. Terus masuk ke bagian hotel yang paling dalam. Menyusuri sebuah lorong,

    Last Updated : 2022-06-09
  • Bukan Istri Sah   Jaga Sikap

    “Tapi nggak begini juga!” Damay tersentak karena Bumi tiba-tiba menghardiknya. Ingin menjauh, tapi lengan Damay masih berada di cengkraman pria itu. Damay jadi bingung sendiri, apa salahnya kali ini sampai Bumi langsung menghardiknya. “Nggak … begini gimana maksudnya, Kak?” tanya Damay tetap memandang Bumi, kendati jantungnya sudah melaju kencang karena dihardik pria itu. “Dengar, May.” Bumi mengatur napas, agar tidak larut dalam emosi. “Sudah berapa kali lo ketemu Gilang?” “Baru … dua kali sama hari ini.” “Baru dua kali ketemu, tapi, lo sudah mau diantar malam-malam begini sama dia?” Semakin lama, nada bicara Bumi semakin meninggi. “Ini Jakarta, May! Bukan Kalimantan—” “Samarinda,” ralat Damay. “Kalau Kalimantan itu luas jangkauan—” “Jangan pernah potong omongan gue.” Bumi menghela kasar sambil menarik lengan Damay, agar gadis itu semakin dekat. “Ini, Jakarta! Di luar sana, banyak penjahat kelamin yang pura-pura baik dan punya niat terselubung di belakangnya. Pergaulan di sini

    Last Updated : 2022-06-14
  • Bukan Istri Sah   Tidak Tinggal Diam

    Bumi menutup laptop, setelah rapat umum antar divisi selesai. Namun, bokongnya masih enggan beranjak, karena ada beberapa obrolan ringan yang masih hendak ia bicarakan dengan rekan kerjanya. Bertukar pikiran dengan santai, untuk membahas beberapa pekerjaan. “Jadi cuti kapan, Mi?” tanya Baskoro, sang pemimpin redaksi yang hendak beranjak dari ruang rapat. “Dua minggu lagi, Bang.” Baskoro terdiam sejenak, seolah memikirkan sesuatu. Selang beberapa detik kemudian, ia pun mengangguk. “Oke, jangan lupa limpahin job desk ke yang lain, dan jangan matikan hape kalau lagi bulan madu. Siapa tahu kami butuh kamu, sewaktu-waktu.” Baskoro lantas terkekeh, dan disambut oleh beberapa rekan kerja yang masih ada di ruang rapat. Dengan cepat ia melangkah keluar dari ruang tersebut, tanpa mau menunggu respons dari Bumi. Namun, belum sampai lima detik Baskoro melewati pintu, ia langsung mundur teratur. Memutar tubuh 90 derajat dan melihat beberapa karyawan Jurnal Ibukota yang kembali bercengkrama. “Y

    Last Updated : 2022-06-15
  • Bukan Istri Sah   Tujuan Damay

    Pagi itu, Damay sama sekali tidak berminat untuk sarapan. Mengingat rentetan kalimat Bumi tadi malam saja, sudah membuatnya kenyang. Damay bahkan belum mengambil honor atas pekerjaan yang telah ia lakukan kemarin. Untuk itu, Damay hanya bisa pasrah untuk sementara waktu. Menunggu Bumi, yang berjanji akan membawakannya sebuah ponsel baru nanti siang. Akan tetapi, Damay tentunya tidak bodoh. Setelah Bumi memberikannya sebuah ponsel, Damay tinggal bertanya kepada Senna, agar bisa menghubungi seorang teman yang sudah mempekerjakannya kemarin. Setelah itu, Damay tinggal meminta gaji, sekaligus, bertemu Gilang jika memang ada kesempatan. Damay bangkit dengan cepat dari tidurnya, ketika mendengar suara pintu kamar kosnya diketuk. Dengan cepat pula ia membukanya dan langsung mematung saat itu juga. “Lo, yang keluar, atau, gue yang masuk ke dalam.” “Ohh.” Damay yang masih bingung itu, langsung menghela dengan tawa garing. “Kak Gilang … di sini? Tahu … kosan saya dari mana?” “Irma.” “Ohh

    Last Updated : 2022-06-17

Latest chapter

  • Bukan Istri Sah   Giveaway~~

    Halu Mba beb ... Kita langsung aja ya. Berikut ini daftar penerima koin GN untuk lima top fans pemberi gems terbanyak untuk Bukan Istri Sah. Plus, yang sudah ngasih usulan nama anaknya pak Banyu yaa. Amee la : 1.000 koin GN + pulsa 200rb ArPi Kim : 750 koin GN + pulsa 150 rb Zee Sandi : 500 koin GN + pulsa 100 rb Tralala : 350 koin GN + pulsa 50 rb Tyarini : 250 koin Gn + pulsa 25 rb RiztyrieM : 150 koin Gn + pulsa 20 rb Sila klaim via DM ke igeh saia yaa, @kanietha_ dan jangan lupa untuk follow lebih duluuh yaa. Atas semua atensinya untuk pak Banyu juga Damay, saia ucapkan terima kasih banyak-banyak. Kiss so muuch ....PS : Saia tunggu sampe tangga 28 Sept '22 pukul 12.00 siang hari yakk.Kalau masih belum setor, saia anggap HANGUS.🙏🙏🙏

  • Bukan Istri Sah   A Great Relationship

    “Haloo, cucu Eyang …” Airin langsung mengambil alih bayi tampan yang semakin menggemaskan dari gendongan Damay. Mengangkatnya setinggi kepala, lalu memberi ciuman gemas pada kedua pipi gembilnya. Bayi mungil yang sudah berusia tiga bulan itu, hanya bisa tertawa geli dengan ulah wanita yang sudah menganggapnya sebagai cucu sendiri. “Kamu titip sini aja sama Eyang, ya!” seru Airin berbicara pada bayi yang tersenyum melihatnya. “Biar daddy sama mami aja yang ke Kalimantan, sekalian bulan madu.” Seno menggeleng melihat tingkah istrinya, yang memang sangat merindukan seorang cucu. Tidak hanya Airin sebenarnya, tapi Seno juga berharap hal yang sama. Namun, apa mau dikata jika Bumi dan Tari masih belum kunjung diberi keturunan hingga saat ini. Keduanya sudah mengikuti program hamil dan menjalankan semua perintah dari dokter, tapi, sampai saat ini masih belum berhasil. Sejenak, Seno sempat berpikir. Bagaimana bila Damay dahulu kala benar-benar menjadi menantunya. Akan tetapi, Seno dengan s

  • Bukan Istri Sah   Demi Apapun

    Malam yang penuh ketegangan itu, akhirnya bisa dilewati Damay dan Banyu dengan rasa lega. Hanya berdua tanpa keluarga, dan benar-benar buta akan semua hal. Mereka hanya mengandalkan petunjuk dan perintah dokter, serta para perawat yang bertugas untuk mengecek kondisi Damay.Setelah ini, Banyu hanya akan memfokuskan diri dengan keluarga kecilnya. Baru kali ini Banyu benar-benar menghadapi semua ketegangan seorang diri. Tanpa support dari keluarga, yang dahulu kala pernah ia bela mati-matian. Hampir seluruh hidup Banyu, sudah ia curahkan pada Selly, maupun Tari. Namun, tidak satu pun dari keduanya datang, atau paling tidak, menghubungi Banyu melalui panggilan telepon.Hanya ada Adam, yang sesekali mengirimkan pesan untuk bertanya mengenai proses kelahiran cucunya. Sementara yang lain, seolah tenggelam bak ditelan bumi.Justru, orang lainlah yang kini terasa seperti keluarga bagi Banyu. Ada Airin, yang langsung menelepon pagi itu, ketika Damay mengabarkan bahwa sang bayi laki-lakinya sud

  • Bukan Istri Sah   Buruaan

    “Tarik napas.” Damay mengikuti instruksi Banyu, ketika kontraksinya mulai kembali datang. Sejak pria itu kembali dari kantor, yang dilakukan Damay hanyalah menempel pada sang suami. Saat kontraksi itu datang, yang diinginkan Damay hanya berada di dalam pelukan Banyu, dan menginginkan sang suami untuk mengusap punggung, maupun perutnya dengan perlahan. “Masih kuat?” tanya Banyu kembali memastikan kondisi istrinya. Banyu memang tidak bisa merasakan rasa sakit yang mulai kerap menghampiri sang istri. Namun, jika dilihat dari wajah pias disertai bulir keringat yang membasahi wajah Damay, Banyu yakin bahwa rasa sakit itu benar-benar luar biasa. Itu baru kontraksi, bagaimana jika waktu kelahiran itu akhirnya tiba? “Kuat.” Damay berujar lirih untuk menyemangati dirinya sendiri. Sudah hampir seharian ini Damay merasakan sakit yang tidak ada duanya. Sekujur tubuhnya, dari kepala hingga kaki sungguh merasakan semua nyeri tanpa terkecuali. “Tapi sakiiit.” “Sabar sebentar.” Banyu masih memeluk

  • Bukan Istri Sah   Iya, Daddy

    “Sebentar lagi aku tinggal, sebelum makan siang aku balik.” Jelang subuh, Damay mulai mengeluh sakit perut. Baik Airin maupun dokter yang menangani Damay, sudah berpesan agar jangan terlalu panik dalam menghadapi kontraksi jelang hari perkiraan lahir. Apalagi, jika rentang waktu kontraksi tersebut belumlah terlalu rapat, Namun, tidak dengan Banyu. Ketika ia mendengar keluhan yang berbeda dari sang istri, Banyulah yang merasa panik lebih dulu. Semua tas persiapan untuk pergi ke rumah sakit, langsung Banyu letakkan sendiri di bagasi mobil tanpa menyuruh siapa pun. Banyu ingin memastikan dengan mata kepalanya sendiri, jika semua persiapan sudah lengkap dan tidak ada yang kurang sama sekali. Tidak cukup sampai di situ. Begitu pagi menjelang, Banyu segera meminta Damay bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Karena ada meeting yang tidak bisa ditinggal Banyu pagi harinya, maka ia merasa lebih aman jika meninggalkan Damay di rumah sakit. “Tapi kalau ada apa-apa, cepat kabari aku,” tambah Ban

  • Bukan Istri Sah   Langsung Pulang

    “Nggak usah beli boks bayi, taruh aja di kasur, beres. Nggak ribet angkat-angkat.” Banyu masih berdiri di samping boks bayi, yang menarik perhatiannya. Namun, Damay sudah meninggalkannya karena tidak setuju membeli tempat tidur khusus untuk bayi mereka. Bukankah lebih aman jika bayi mungil mereka nantinya diletakkan di boks bayi, daripada di atas tempat tidur? Banyu yang masih ingin membeli tempat tidur untuk bayinya, bergegas menyusul Damay yang tengah berbicara dengan salah satu pramuniaga toko. Banyu menunggu sejenak, sampai Damay menyelesaikan obrolannya sembari menyerahkan daftar catatan perlengkapan bayi yang akan dibeli kali ini. “Bukannya lebih enak dan aman pake boks bayi?” ujar Banyu setelah pramuniaga toko pergi, untuk mencari dan mempersiapkan barang-barang pesanan Damay. “Tetanggaku yang pernah lahiran, nggak ada yang pernah beli boks bayi, aman-aman aja.” Mata Damay menyasar pada kursi tunggu yang berada di sebelah pintu bagian dalam. Kemudian, ia kembali meninggalkan

  • Bukan Istri Sah   Besok Pagi

    “Pak Banyuu.” Damay menempel pada bingkai pintu ruang kerja Banyu. Menguap sebentar, kemudian kembali melanjutkan ucapannya. “Kerjanya masih lama? Aku sudah ngantuk.” Banyu mengalihkan wajah dari laptop. “Tidur aja duluan.” Bagaimana Damay bisa tidur jika tidak ada Banyu di sampingnya. Jika siang hari, Damay memang sudah terbiasa tidur tanpa Banyu, karena suaminya itu memang harus bekerja. Namun, ketika malam menjelang seperti ini, Damay tidak bisa memejamkan mata kecuali ada Banyu di sampingnya. Hal ini sudah terjadi sejak awal-awal kehamilan Damay, dan ini pertama kalinya Banyu belum masuk ke kamar mereka, padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan. “Aku nggak bisa tidur,” keluh Damay kemudian berjalan masuk menghampiri Banyu. Damay mendudukkan dirinya di atas paha Banyu, lalu bersandar pada tubuh sang suami. “Nggak ada yang meluk.” Banyu terkekeh pelan, lalu merengkuh tubuh Damay dengan kedua tangannya. Semakin hari, istrinya itu semakin posesif, manja, dan tida

  • Bukan Istri Sah   Hati Damay

    “Ini pertama, dan terakhir kalinya kita pergi nonton.” Belum ada lima menit mereka berdua duduk berdampingan di dalam bioskop, Damay sudah menguap hingga berulang kali. Saat penerangan di dalam ruang mulai dimatikan, detik itu juga Damay langsung menutup mata dan merajut mimpinya dengan lelap. Menyisakan Banyu, yang pada akhirnya harus menonton film romantis pilihan sang istri, yang sangat membosankan seorang diri. Damay tergelak tanpa melepas tangannya yang bergelayut rapat pada lengan Banyu. “Ngajaknya, sih, pas jam aku tidur siang. Jadinya ngantuk, kan? Apalagi habis makan banyak di rumah bu Airin, tambah lengket mataku jadinya.” Banyu berdecak, tapi tersenyum kemudian saat melihat wajah Damay yang tampak ceria. Lebih baik seperti ini, daripada harus melihat sang istri menangis seperti pagi tadi. “Ini mau makan lagi? Pulang? Atau … ke mana?” “Cari tempat duduk, ngabisin pop corn, terus kita pulang.” Banyu tidak salah jika masih saja menganggap sang istri terlalu naif. Sebenar

  • Bukan Istri Sah   Sekali Aja

    Banyu membuka pintu kamar dengan perlahan. Menghela sejenak, saat melihat Damay sudah berbaring miring dengan memakai selimut yang dipakainya dengan asal. Tubuh Damay masih terlihat berguncang kecil, karena sesenggukan dengan sisa tangis yang belum kunjung hilang.Setelah mendengar semua isi perasaan Damay, Banyu akhirnya menyadari di mana letak kesalahannya. Tari dan keluarganya memang penting bagi Banyu, tapi mereka semua bukanlah hal yang utama setelah ia memiliki istri. Harusnya, Banyu bisa menempatkan diri ketika berada di situasi seperti sekarang.Damay benar tentang Tari. Harusnya, Banyu tidak perlu lagi memikirkan Tari karena sang adik sudah memiliki keluarga sendiri. Tari sudah dewasa dan bahagia bersama Bumi. Jadi, Banyu tidak perlu terlalu mengkhawatirkan bagaimana perasaan Tari saat ini.Banyu naik ke atas tempat tidur dan langsung membaringkan tubuh di samping Damay. Memeluk istrinya dari belakang, kemudian mengusap perut buncit itu dengan perlahan.“Mau ke tempat bu Airi

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status