"Oh, jadi kamu masih belain dia ya? Oke!! Awas saja! Jangan salahkan, kalau aku nekat!"
"Apa maksudmu, Ris?"
Riska terdiam dengan sorot mata penuh kebencian.
Haikal menghela nafasnya dalam-dalam. "Aku takkan biarkan kamu bertindak nekat, Ris. Sama saja kamu telah mempermalukanku di depan Mila. Terlebih ada laki-laki sok jagoan itu di sampingnya. Benar-benar memuakkan!" Haikal menggeram kesal. Sementara Riska masih bergeming. Kebenciannya terhadap Mila semakin memuncak.
'Masa iya aku kalah sama wanita kampungan itu! Aku yakin anak-anaknya lah yang dijadikan tameng untuk kedekatan mereka kembali. Apalagi Mas Haikal terlihat masih mengharapkannya. Takkan kubiarkan dia berbuat lebih lanjut. Aku akan buat perhitungan. Tunggu saja.' Batin Riska mulai meracau sendiri.
Riska membanting pintu kamarnya. Wanita itu merasa kesal dengan sang suami karena ia telah membela mantan istrinya itu dari
"Halo Assalamualaikum.""Waalaikum salam, Mas. Apa sudah ada kabar tentang si kembar?""Iya. Saya mau pergi ke tempat si kembar berada.""Benarkah?""Iya. Tadi saya dapat kabar dari asisten saya. Mereka disandera di Gudang pabrik kosong.""Apa mereka baik-baik saja?" Netra Mila mulai berkaca-kaca."Ya, saya akan menyusulmu sekarang dan sudah melaporkan kejadian ini ke polisi. Sebentar lagi pelaku sebenarnya akan segera tertangkap.""Alhamdulillah beneran kan, Mas?""Iya. Saya tutup dulu teleponnya dan segera ke rumahmu.""Terima kasih, Mas."Semalam, setelah mengantarkan makanan untuk Mila, Denny terus gencar mencari keberadaan si kembar. Ia menambah personel untuk misi pencarian ini. Bahkan dia sendiri pun berkeliling dari satu tempat ke tempat yang lain. Hingga ia menemukan titik
Haikal menjatuhkan pantatnya dengan kesal di sofa ruang tamu rumah ibunya."Kamu kenapa, Haikal? Kenapa kesal begitu? Kamu bertengkar sama Riska?""Bagaimana gak kesal, Bu! Riska, dia yang sudah menculik si kembar, Bu. Dia dalangnya!""Apa? Mana mungkin, Kal! Riska kan wanita baik-baik.""Gak mungkin gimana, Bu. Aku dengar sendiri dia berbicara di telpon sama seseorang!"Wanita paruh baya itu terdiam, seolah tak percaya apa yang dilakukan oleh menantu barunya."Anakku, darah dagingku diculik oleh ibu tirinya sendiri! Ibu bisa bayangkan betapa jahatnya dia, Bu! Riska sungguh keterlaluan!""Ibu gak nyangka Riska yang melakukan semuanya, memangnya dia punya dendam apa sama anak-anak. Rasanya itu tidak mungkin!""Tidak mungkin bagaimana? Kenapa sih ibu selalu belain Riska? Apa karena dia anak orang kaya?"
"Po-polisi?" pekik Riska dalam hati. Seketika jantungnya berdetak dengan kencang. Apa yang harus ia lakukan.Tok ... tok ... tok ...Suara ketukan pintu itu kembali membuatnya takut. Ia berjalan menjauh dari pintu dengan langkah mundur."Ris, siapa yang datang? Kenapa pintunya gak dibuka?" tanya Haikal saat melihat gelagat aneh pada Riska. Pria itu berjalan melewatinya, Riska menahannya kemudian menggeleng perlahan."Kamu kenapa sih? Kayak orang ketakutan aja, biar aku saja yang buka pintu," ucap Haikal mengibaskan tangannya."Aku mohon jangan, Mas. Jangan dibuka," pinta Riska, ia takut luar biasa. Takut kalau langsung ditangkap. Haruskah ia merasakan dinginnya jeruji penjara."Halo, permisi ... Apa ada orang di dalam?" teriak suara dari luar. Haikal memandang Riska dan pintu secara bergantian."Permisi ...!"Akhirnya Haikal menuju ke pint
Karmila tersenyum senang saat anak-anaknya diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Sebuah pelukan hangat menyambut mereka.Tentu saja, kali inipun dia dibantu oleh Denny."Jagoan, sudah siap pulang?" tanya Denny pada Daffa-Daffi."Siap dong, Ayah!" Daffa segera menutup mulutnya ketika keceplosan bicara. Denny mendekat lalu mengacak rambut keduanya dengan lembut."Hahaha, tidak apa-apa, ayo masuk mobil."Dengan riang mereka masuk ke mobil mewah milik Denny. Lelaki itu mengantar Mila dan anak-anaknya ke rumah kontrakan."Mas, terima kasih banyak ya selama ini udah nganterin kami, udah mau direpotin.""Iya, sama-sama. Saya langsung pulang ya, ini ada pekerjaan mendadak," pamit Denny."Baik, Om. Terima kasih banyak. Kapan-kapan ketemu lagi ya, Om!" ucap Daffi. Mereka berdua melambaikan tangannya."Iya sayang," sahut Denny.
"Mila, bolehkah aku memeluk anak-anak?"Wanita itu hanya mengangguk. Sedetik kemudian, Haikal memeluk ketiga anaknya dalam satu dekapan. Ia menumpahkan segala rasa disana. Perasaan rindu yang membuncah serta perasaan bersalah. Lelaki itu menangis, air matanya jatuh berderai. Bahkan ia tak malu, Mila melihatnya menangis. Karena saat ini lelaki itu merasa berada di titik terendah."Ayah minta maaf, Nak. Ayah minta maaf. Selama ini ayah abai terhadap kalian. Ayah minta maaf, Nak ..." Haikal tergugu hingga membuat Alina ikut menangis.Haikal melepaskan pelukannya, lalu menggendong Alina yang menangis semakin kejer. Gadis kecil mungil itu masih takut bila bertemu dengan ayah kandungnya sendiri."Sayang, sayang, tidak apa-apa, Nak. Ini ayah."Alina tetap menangis. Mila segera meraih Alina dari gendongan mantan suaminya itu."Alina sepertinya masih takut denganmu, Mas. Biar aku s
"Ibuuuu bertahanlah, Bu ...!"Sesampainya di klinik terdekat, para perawat menyambutnya, tubuh penuh darah itu langsung dibawa dengan brankar dorong menuju ruang UGD."Sebaiknya Mbak tunggu disini saja, atau urus-urus data administrasinya dulu," cegah seorang perawat laki-laki saat Indah hendak menemani ibunya.Indah mengangguk pelan. Ia tak tahu apa yang harus dia lakukan. Gara-gara masalahnya justru sang ibu jadi seperti ini.Langkahnya sedikit terseok, hatinya begitu pilu, melihat darah yang banyak berceceran di tubuh wanita yang telah melahirkannya.Indah mengambil ponselnya lalu menelepon adik-adiknya."Haikal, hiks hiks.""Ya, Mbak. Ada apa?""Kal, tolong segera ke rumah sakit. Ibu kecelakaan.""Apa?""Ibu ditabrak motor, Kal. Sekarang lagi di UGD.""Baik, Mbak. Aku segera kesana."
"Ibu min-ta ma-af ..."Mila tersenyum, lalu duduk bersimpuh di depan wanita yang rapuh itu. Ia memegangi tangannya yang gemetaran."Iya, Bu. Sudah Mila maafkan. Mila juga minta maaf kalau punya salah sama ibu."Butiran bening menitik dari sudut matanya. Ia mengangguk sambil tersenyum menahan haru."Kalau begitu, aku permisi ya, Bu. Semoga ibu cepat sembuh seperti sedia kala. Maaf Mila gak bawa apa-apa. Oh iya hanya ada ini," ucap Mila sembari memberikan bunga anggrek botol hasil kreasinya dan beberapa aksesoris bros.Wanita tua itu menatap mantan menantunya dengan sayu."Ini hasil kreasi tanganku sendiri. Lumayanlah buat hiasan di ruang tamu. Ibu berkenan kan menerima ini?" Pertanyaan Mila hanya dijawab anggukan kepalanya."Syukurlah, kalau begitu aku dan anak-anak pamit pulang, Bu. Kasihan mereka belum istirahat, tadi habis ikut aku pelatihan."
"Mila ..."Mila mendongak, sesaat terpana melihatnya. Sudah lama ia tak melihat laki-laki itu."Gimana kabarmu, Mil?" tanya lelaki itu dengan nada lembut."Mas? Alhamdulillah, aku baik-baik saja. Mas kok bisa ada disini?" Mila balik bertanya.Denny tersenyum. "Iya, dua hari yang lalu aku pulang. Aku rindu Indonesia. Tapi aku lebih rindu padamu."Mendengar ucapannya sontak membuat pipi Mila merona merah."Ehem ehem, cie cieeee ..."Tiba-tiba Wulan nimbrung, ia senang menggoda kakaknya. Ledekan Wulan membuat Mila makin salah tingkah. Bahkan ia meletakkan barang dalam posisi terbalik."Mbak, itu kebalik, Mbak.""Eeh, i-iya," sahut Mila gugup, ia tersenyum kaku."Oh ini--""Dia Wulan, adikku, Mas," sahut Mila cepat. Denny tersenyum menyapa adik Mila dengan ramah.
Part 32Kuhirup udara kebebasan setelah mendekam dua tahun di balik jeruji besi. Fuh, berulang kali kuembuskan nafas kasar. Kali ini aku benar-benar bebas. Ya, bebas.Penampilan yang sudah tak karuan, rambut gondrong dan tubuh kurus tak menjadi masalah. Rasanya aku sangat rindu. Rindu bertemu dengan anak dan istri lalu ... Alina.Walaupun selama berada di hotel prodeo, Sandrina tak pernah menjengukku sekalipun. Entah kenapa dia. Apa sangat sibuk menjadi seorang model, atau justru kembali pulang ke kampung? Banyak pertanyaan yang berjejalan di otakku.Kulangkahkan kaki, ingin cepat pulang ke kontrakan tapi sepeserpun tak punya uang. Menyedihkan sekali hidupku ini.Suara adzan berkumandang. Hidup di penjara membuatku sadar, aku memang telah banyak meninggalkan ibadah kepada Allah. Aku ingin memperbaiki hidup. Semenjak berada di pesakitan, aku terus belajar sholat dan mengaji. Ternyata ada kedamaian dalam hati kecil ini.Berbe
Season 2 Part 312 tahun kemudian ..."Nak, menikahlah dengan Yudhis, dia laki-laki yang baik. Ayah ingin setelah kepergian ayah, ada yang menjagamu," ucapnya lirih. Pemilik suara itu adalah ayah kandungku, Haikal. Kondisinya saat ini tidak baik-baik saja. Faktor usia yang mulai renta membuatnya sakit-sakitan. Apalagi selama hidup dia mengabdikan dirinya di jalanan, menjadi sopir hingga puluhan tahun.Ya, semenjak aku bercerai dari Mas Tommy, rasanya trauma membuka hati kembali. Meskipun Mas Yudhis dengan gencar selalu mendekatiku, memberikan perhatian lebih. Tapi bayang-bayang trauma masa lalu sering kali hadir. Aku takut kembali disakiti lagi meskipun dia sudah bilang cinta berkali-kali sampai aku bosan mendengarnya."Uhuk ... Uhukk ..." Ayah Haikal kembali terbatuk-batuk. Kini dia tak bisa jauh dari tempat tidurnya karena sakit yang mendera sejak dua bulan terakhir. Kondisi kesehatannya benar-benar drop.Aku menatapnya dengan iba. Padahal selama
Season 2 Part 30"Pasti kamu gak baca semua ya? Kalau aku sedang mencari model untuk majalah dewasa. Tadi aku kan sudah mewanti-wanti untuk membaca semuanya, kau bilang sudah paham. Ingat ya kontrak yang sudah ditandatangani tidak bisa dibatalkan, atau kami akan menuntut denda padamu.""Hah?""Cepat ganti bajumu!""Tapi Miss, ini terlalu terbuka.""Namanya juga model majalah dewasa, nanti kamu juga disuruh pakai bikini doang."Deg! Jantung Sandrina berpacu sangat cepat. Ini memang salahnya, tak membaca kontrak itu dengan seksama. Tapi apa boleh buat, dia sudah menandatangani kontrak itu dan tak mungkin mundur lagi."Ayo ganti, badanmu bagus lho. Pas, sesuai sama kriteria. Habis pemotretan untuk majalah, kamu masih ada job lho.""Job apa?""Ckck! Kamu ini, kenapa gak baca! Usai pemotretan, kamu harus menemani salah tamu di hotel kita, kamar nomor 105, ini kuncinya.""Tunggu, Miss. Jadi ini seperti model plus-plus?"
Season 2 Part 29"Apa? Jadi kamu korupsi, Mas?" tanya Sandrina penuh selidik."Kamu pasti tahu aku tidak melakukan itu, Sandrina."Sandrina terdiam mendengarnya. Tak lama, Tommy langsung dibawa ke kantor menggunakan mobil polisi.Wanita itu berjalan mondar-mandir dengan perasaan cemas setengah mati.'Apa yang harus kulakukan?' Sandrina berbicara sendiri. Terdengar suara Bayu menangis. Sandrina menghampirinya dan menggendongnya seraya menyusui."Habis ini kita ke kantor polisi yuk, Nak. Ayahmu dibawa sama Pak Polisi," ucap Sandrina dengan mata berkaca-kaca.Impian untuk hidup bertiga bersama sang suami dan putranya kini pupus sudah.Ia memandikan anaknya, memakaikan baju dan sepatu bayi. Sandrina pun segera mandi dan bebersih diri. Ia tak sempat sarapan biar nanti beli di warung pinggir jalan sekaligus untuk suaminya.Satu jam kemudian, dia melangkahkan kakinya pergi menuju kantor polisi dengan naik ojek. 
Season Part 28"Ya sudah kalau gitu aku yang kerja.""Kerja?" Keningku mengernyit."Ya, terima tawaran jadi model. Boleh kan?"Aku terdiam sejenak. Ragu dengan apa yang dia katakan. Maksudnya model apa? Semudah itukah jadi model? Bukankah seharusnya ada casting atau audisi yang lainnya."Gimana Mas, boleh kan?" tanyanya lagi penuh harap."Kamu serius pekerjaan itu beneran model? Jangan-jangan cuma bohongan, kamu jangan tergiur kayak gini sih. Cari kerja yang lain aja, yang pasti-pasti.""Mas, ini juga pasti lho. Ada kartu namanya. Gak mungkin kalau bohongan. Bahkan aku diminta datang ke gedung kantorn agencynya kalau gak percaya.""Kamu komunikasi sama dia?""Ya iyalah, Mas. Aku kan penasaran. Udah deh, percaya aja sama aku Mas.""Tapi--""Tenang saja, aku tetap mencintaimu walaupun nanti aku menjadi terkenal. Cintaku tetap untukmu."Kuhela nafas dalam-dalam. "Baiklah dicoba aja, terserah kamu. Aku c
Season 2 Part 27Ponselku berdering berkali-kali. Aku menggeliat malas, menggapai ponsel yang tergeletak di samping aku tertidur. Sebuah panggilan dari nomor kantor."Halo, Pak Tommy cepat datang ke kantor. Ada Tim Audit!" tukas sebuah suara dari seberang telepon."Apa? Tim audit?""Iya, Pak. Bos Yudhis juga sudah turun langsung dia kelihatan marah sekali."Deg! Astaga ada apa ini?"Iya, aku segera kesana.""Cepat ya, Pak. Ditunggu."Mengucek mata, menajamkan pandangan, waktu menunjukkan pukul delapan lewat sepuluh menit."Ya ampun, aku kesiangan!"Melirik ke samping, Sandrina masih memeluk perutku. Aku hanya menggeleng perlahan. Apa dia sangat kelelahan akibat aktivitas semalam? Sampai sekarang malah belum bangun juga. Bukannya bangunin suami, masak, ini malah masih tidur. Duh istriku ini, ck!"Sandrina! Sandrina, bangun!"Menggoyangkan tubuhnya hingga menggeliat malas.
Season 2 Part 26"Bundamu dulu wanita yang sangat kreatif. Bisa mengolah barang sampah menjadi barang yang bernilai jual tinggi. Ayah salut padanya. Dia benar-benar wanita hebat dan mandiri, walau banyak tekanan dari orang-orang di sekitarnya, tapi buktinya ia mampu melewati ini semua," ucap ayah sembari mengenang bunda. Ia tampak berdecak kagum saat mengingat memorinya dulu.Aku tersenyum, menyetujui ucapan ayah. Bunda memang hebat.Ayah melihat-lihat sampai ke dalam dan memandang beberapa sertifikat yang terpajang di dinding. Beberapa sertifikat yang berhasil diraih oleh Bunda yang dinobatkan dalam UKM kreatif dalam bidang usaha dan perindustrian. Ada juga foto bunda yang tengah memegang hasil karya terbaiknya yang memenangkan lomba kreasi. Kulihat ayah memotret foto itu dengan ponselnya. Sekilas kupandangi wajah ayah yang menyimpan banyak kesedihan dan kerinduan yang begitu dalam."Ayah?" panggilku.Dia menoleh dan tersenyum. "Nak, a
Season 2 Part 25Aku merasa sangat bersyukur. Keluargaku kini telah kembali, merasakan kedamaian dan cinta kasih. Ayah Haikal, Kak Daffa, Tante Wulan dan juga aku.Kulihat dua orang lelaki itu saling menitikkan air mata. Pertemuan yang mengharukan, kenangan yang takkan bisa terlupakan. Tapi sayang semua momen penuh haru ini harus berakhir karena ayah di telepon oleh majikannya. Ya, memang sudah tiga hari ayah izin untuk menungguiku di Rumah Sakit.Hari-hari berlalu dengan baik. Kak Daffa dan istrinya menginap di rumah selama beberapa hari. Rumah yang biasanya sepi kini terasa hidup kembali, apalagi si kecil Sekar sedang aktif-aktifnya. Kehadiran mereka mampu mengobati luka kehilangan bayiku."Suamimu benar-benar tega ya! Dia sama sekali tidak datang saat kamu sakit!" Kak Daffa meninggikan suaranya. Emosi mendengar perlakuan suamiku.Aku menghela nafas dalam-dalam. "Jangan sebut dia lagi Kak, aku muak mendengarnya.""Jadi kamu mau cerai?"
Season 2 Part 24_Aku menggedor pintu kontrakan cukup kencang. Setelah bersusah payah berjalan menahan rasa perih dan lara, akhirnya sampai juga di rumah kontrakan."Sandrina, buka pintunya ...!"Tak butuh waktu lama, Sandrina membukakan pintu. "Ya ampun Mas, kamu kenapa?"Aku disambut kekhawatirannya. Dia menutup kembali pintu dan menguncinya."Mas, kok kamu bisa babak belur begini?" tanya Sandrina. Dia membantuku melepaskan sepatu dan kaus kaki lalu melepaskan kemeja."Aku dijegal rampok tadi di jalan, Sandrina," sahutku sembari memegangi bagian tubuh yang terasa begitu sakit dan ngilu."Semua uangku hilang, raib dirampas perampok. Untung saja ponselku dan dompet tidak ikut dibawa."Sandrina hanya menatapku iba. Dia berlalu ke dapur, mengambilkan air hangat lalu membersihkan luka di wajahku."Memangnya tadi kamu jalan sendirian, Mas?""Ya. Kupikir akan lebih efektif kalau mengambil mobil di caf