"Haikal, kamu kok malah diem aja sih! Kakakmu butuh bantuan tenaga, tapi istrimu gak mau bantu! Ngomong sesuatu kek!" tukas ibu mertuaku kesal
"Bu, benar juga lho ucapan Mila. Anak-anak kami siapa yang akan jaga kalau Mila masak di tempat Mbak Indah. Daffa-Daffi mungkin masih bisa main sendiri, tapi Alina masih sangat kecil. Dan Mbak Indah kan orang kaya, sepertinya gak susah tuh kalau cari orang buat masak-masak, tinggal kasih bayaran yang sesuai aja kan beres."
"Huh, jadi sekarang kamu sudah kena racun si Mila ya! Belain terus istrimu itu!"
Ibu yang merasa kesal akhirnya pergi, apalagi Mas Haikal menanggapi ucapan ibu dengan membelaku. Awalnya dia hanya memandangku dan ibu secara bergantian.
"Sudah ayo sarapan, Mil. Jangan dengarkan ucapan ibu. Ibu kan sudah biasa seperti itu."
Aku tersenyum, akhirnya untuk pertama kali, Mas Haikal membelaku.
"Makasih, Mas."
Indah menghempaskan tubuhnya diatas sofa dengan kasar."Kenapa Indah, kok mukanya ditekuk gitu?" tanya ibu."Ini semua gara-gara Mila, Bu.""Mila? Kamu ketemu dimana bukannya tadi kamu mau ke butik beliin gamis buat ibu?""Iya, gak jadi. Aku ketemu Mila disana, Bu.""Kok bisa, mau ngapain dia disana.""Ya ketemuan sama selingkuhannya lah, Bu. Ibu tau gak, ternyata laki-laki yang biasa bersama Mila itu pemilik butik langgananku, Bu!""Apa?""Ibu tau gak, bahkan laki-laki itu terang-terangan bilang menyukai Mila. Dia muji-muji Mila, Bu. Bahkan dia maki-maki aku dan mau laporin aku ke polisi. Bayangkan, Bu. Aku yang selama ini beli baju langganan di tempatnya, dia justru mojokin aku. Kupikir pemiliknya itu pria baik-baik, ternyata sama aja! Mata keranjang."Ibu terdiam, ia tampak shock mendengar apa yang terjadi pada anak sul
"Tumben lu anteng sekarang, gak galau lagi," tukas Farhan saat jam makan siang bersama.Aku tersenyum. "Ya, gue udah berdamai dengan istri. Terima kasih atas saran lu selama ini.""Cie ... Cieee ... Yang dah kembali baikan, ehem-ehemmm.""Tapi gue jadi dimusuhi ibu sama kakak gue.""Dimusuhi?""Ya, gara-gara gue belain Mila.""Ckck, keluarga lu aneh ya. Lu belain istri sendiri kok malah dimusuhi."Aku mengedikkan bahu. Entahlah, aku juga merasa selama ini tak adil pada Mila. Aku banyak menuntut tapi tak bisa memberinya lebih. Aku tak mengerti kebutuhan dirinya dan juga anak-anak. Jadi seringkali mereka tersakiti karena sikapku.Drrrttt ... Drrrttt ...Ponselku bergetar, ada yang mengirim pesan ke aplikasi hijauku. Dari nomor asing lagi. Kubuka pesan itu. Keningku mengernyit ketik melihat foto yang dikirimkan padaku.
"Tunggu disini dulu sebentar mas. Aku mau mandi. Aku takut sendirian di rumah. Kumohon sebentar saja mas, setelah aku selesai kamu boleh pulang. Please mas.""Ya, baiklah. Cepat sana."Riska tersenyum, kemudian gadis itu berjingkat ke belakang seraya berlari-lari kecil. Aku hanya menggeleng pelan, melihat tingkah gadis itu, dah seperti Nessa aja yang manja.Seketika rasa kantuk menyergapku. Aku beranjak ke teras sekadar menghirup udara malam serta membasuh mukaku agar rasa kantuk ini mereda. Kembali duduk di dalam sofa, tapi nyatanya rasa kantuk ini begitu menggelayuti mataku.Kenapa aku ini? Apa karena terlalu lelah berolahraga jadi seperti ini? Aku menggeleng pelan, lagi-lagi aku menguap. Kulirik jam di arlojiku, sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Menoleh ke dalam, kenapa bocah itu mandinya lama sekali sih!Kupijat pelipisku, agar tetap menjaga kesadaran. Namun nyatanya rasa
Mendengar pertanyaannya, aku jadi kelimpungan sendiri.Ponsel Mila berdering, ada sebuah pesan masuk ke gawainya. Ah, untuk sementara aku lolos dari pertanyaannya."Pembicaraan kita belum selesai, Mas!" sahutnya kemudian melenggang pergi.Aku meraup wajah dengan kasar. Bagaimana aku menjelaskan semua ini pada Mila? Tiba-tiba rasa getir menusuk ke relung hati. Seketika hatiku menjadi gamang. Takut rumah tangga ini akan hancur, padahal belum lama kami baru saja berbaikan."Haikal! Haikal!"Suara panggilan dari luar rumah. Kulihat Mila sudah membukakan pintu."Mana Haikal?" tanya ibu."Ada apa, Bu? Pagi-pagi kok dah nyariin Mas Haikal?" sahut Mila."Ibu ada perlu. Coba panggilin Haikal, ini penting.""Aku disini, Bu."Keduanya menoleh ke arahku."Ada apa, Bu?" tanyaku kemudian.
Waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Tak seperti biasanya Mas Haikal belum juga pulang ke rumah. Kemana dia pergi? Padahal ia bilang ingin makan malam bersama di rumah. Aku sudah memasak makanan spesial untuknya.Lelah menunggu, akhirnya aku ketiduran di sofa. Sampai pagi, Mas Haikal barulah pulang. Ada yang berbeda darinya, ia tampak gelisah saat aku melihatnya. Dan lagi tanda merah di leher, serta kemejanya tercium aroma parfum perempuan, apakah Mas Haikal selingkuh?Ting! Sebuah pesan dari seseorang mengalihkan perhatianku.Glek! Dadaku bergemuruh panas saat melihat foto Mas Haikal dengan seorang wanita. Mas Haikal yang tengah bertelanjang dada, bagian bawahnya tertutup selimut. Serta seorang gadis tidur di sampingnya. Wajah gadis itu sengaja ditutupi oleh stiker emoticon dengan mata love. Gadis itupun tampak tak berbusana, hanya selimut yang menutupi tubuhnya."Mulai malam ini suamimu adalah milikku.
Jangan tanya bagaimana perasaanku saat ini. Hancur sudah pasti. Melihat Mas Haikal yang semakin hari tak respect denganku dan juga anak-anak. Ia sibuk dengan calon istri barunya. Ya, beberapa kali gadis itu datang. Tak segan maupun malu dia bermanja-manja dengan suamiku di depan anak-anak."Bun, memangnya tante itu siapa sih?" tanya Daffa dengan polosnya."Iya Bun, kenapa dia dekat-dekat sama ayah terus?"Sesak sudah pasti. Mendengar pertanyaan polos yang terlontar dari si kembarku. Mereka masih kecil kenapa harus di hadapkan dengan kenyataan seperti ini."Hai ganteng, sini sayang duduk bareng sama tante," sapa Riska pada si kembarku. Daffa dan Daffi melengos, mereka menghampiriku yang berdiri tak jauh darinya."Daffa-Daffi, kalian gak boleh gitu. Sini dulu sebentar, ayah mau kenalin sama calon ibu baru buat kalian," sahut Mas Haikal. Sejenak dia menatapku tapi kemudian beranjak merangkul
Entah sejak kapan aku jadi terpesona dengan gadis itu. Senyuman yang manis dan menggoda membuatku tak bisa berpaling. Apalagi lekuk tubuhnya yang begitu seksi. Pakaiannya modis dan trendy, rambut panjang yang ia kuncir ke atas hingga memperlihatkan leher jenjangnya. Kulit putih mulusnya, makin membuatku terkesima. Aku yang awalnya tak menaruh perhatian apa-apa, serta sebuah malam yang salah membuatku harus menikahinya. Padahal kemarin aku masih ingin mempertahankan Karmila menjadi satu-satunya istriku. Tapi melihatnya menangis karena ulahku jadi tak tega. Apalagi ibu terus saja mendesakku untuk menikahinya.Ijab qobul tadi walaupun sangat sederhana, tapi bisa terlaksana dengan baik. Akhirnya aku resmi memperistri Riska, walaupun kutahu Karmila dan anak-anak keberatan atas keputusanku."Terima kasih, Mas," ucap Riska sembari mengecup pipiku. Gadis ini ternyata agresif juga."Habis ini kalian pulang kemana?" tany
Detik waktu terus berjalan. Jujur saja, sejak Pernikahan kedua Mas Haikal aku tidak bisa tidur. Pikiran ini terlalu banyak beban berat. Seperti malam ini, aku lagi-lagi terjaga. Dada rasanya begitu sesak, sulit untuk bernafas. Kalau begini akhirnya kenapa dulu aku mau diajak pulang kesini lagi? Mas Haikal juga sudah ingkar janji. Kini aku tak ada alasan lagi untuk mempertahankannya.Waktu menunjukkan pukul 04.00 pagi. Anak-anak masih terlelap dalam tidurnya. Dengan hati yang masih dilanda kegamangan, kukemasi baju anak-anakku serta bajuku. Kubawa seperlunya saja. Benar, mulai sekarang aku akan menjadi ibu sekaligus ayah untuk ketiga anakku. Semoga diri ini kuat menjalani ini semua.Setengah jam aku beberes pakaian, lalu membangunkan anak-anak. Rasanya sungguh tak tega, tapi aku tak mau saat kami pergi, Mas Haikal tahu dan melarangku. Aku tak ingin dia mengambil paksa anak-anakku."Nak, bangun sayang. Daffa-Daffi, ayo bangu
Part 32Kuhirup udara kebebasan setelah mendekam dua tahun di balik jeruji besi. Fuh, berulang kali kuembuskan nafas kasar. Kali ini aku benar-benar bebas. Ya, bebas.Penampilan yang sudah tak karuan, rambut gondrong dan tubuh kurus tak menjadi masalah. Rasanya aku sangat rindu. Rindu bertemu dengan anak dan istri lalu ... Alina.Walaupun selama berada di hotel prodeo, Sandrina tak pernah menjengukku sekalipun. Entah kenapa dia. Apa sangat sibuk menjadi seorang model, atau justru kembali pulang ke kampung? Banyak pertanyaan yang berjejalan di otakku.Kulangkahkan kaki, ingin cepat pulang ke kontrakan tapi sepeserpun tak punya uang. Menyedihkan sekali hidupku ini.Suara adzan berkumandang. Hidup di penjara membuatku sadar, aku memang telah banyak meninggalkan ibadah kepada Allah. Aku ingin memperbaiki hidup. Semenjak berada di pesakitan, aku terus belajar sholat dan mengaji. Ternyata ada kedamaian dalam hati kecil ini.Berbe
Season 2 Part 312 tahun kemudian ..."Nak, menikahlah dengan Yudhis, dia laki-laki yang baik. Ayah ingin setelah kepergian ayah, ada yang menjagamu," ucapnya lirih. Pemilik suara itu adalah ayah kandungku, Haikal. Kondisinya saat ini tidak baik-baik saja. Faktor usia yang mulai renta membuatnya sakit-sakitan. Apalagi selama hidup dia mengabdikan dirinya di jalanan, menjadi sopir hingga puluhan tahun.Ya, semenjak aku bercerai dari Mas Tommy, rasanya trauma membuka hati kembali. Meskipun Mas Yudhis dengan gencar selalu mendekatiku, memberikan perhatian lebih. Tapi bayang-bayang trauma masa lalu sering kali hadir. Aku takut kembali disakiti lagi meskipun dia sudah bilang cinta berkali-kali sampai aku bosan mendengarnya."Uhuk ... Uhukk ..." Ayah Haikal kembali terbatuk-batuk. Kini dia tak bisa jauh dari tempat tidurnya karena sakit yang mendera sejak dua bulan terakhir. Kondisi kesehatannya benar-benar drop.Aku menatapnya dengan iba. Padahal selama
Season 2 Part 30"Pasti kamu gak baca semua ya? Kalau aku sedang mencari model untuk majalah dewasa. Tadi aku kan sudah mewanti-wanti untuk membaca semuanya, kau bilang sudah paham. Ingat ya kontrak yang sudah ditandatangani tidak bisa dibatalkan, atau kami akan menuntut denda padamu.""Hah?""Cepat ganti bajumu!""Tapi Miss, ini terlalu terbuka.""Namanya juga model majalah dewasa, nanti kamu juga disuruh pakai bikini doang."Deg! Jantung Sandrina berpacu sangat cepat. Ini memang salahnya, tak membaca kontrak itu dengan seksama. Tapi apa boleh buat, dia sudah menandatangani kontrak itu dan tak mungkin mundur lagi."Ayo ganti, badanmu bagus lho. Pas, sesuai sama kriteria. Habis pemotretan untuk majalah, kamu masih ada job lho.""Job apa?""Ckck! Kamu ini, kenapa gak baca! Usai pemotretan, kamu harus menemani salah tamu di hotel kita, kamar nomor 105, ini kuncinya.""Tunggu, Miss. Jadi ini seperti model plus-plus?"
Season 2 Part 29"Apa? Jadi kamu korupsi, Mas?" tanya Sandrina penuh selidik."Kamu pasti tahu aku tidak melakukan itu, Sandrina."Sandrina terdiam mendengarnya. Tak lama, Tommy langsung dibawa ke kantor menggunakan mobil polisi.Wanita itu berjalan mondar-mandir dengan perasaan cemas setengah mati.'Apa yang harus kulakukan?' Sandrina berbicara sendiri. Terdengar suara Bayu menangis. Sandrina menghampirinya dan menggendongnya seraya menyusui."Habis ini kita ke kantor polisi yuk, Nak. Ayahmu dibawa sama Pak Polisi," ucap Sandrina dengan mata berkaca-kaca.Impian untuk hidup bertiga bersama sang suami dan putranya kini pupus sudah.Ia memandikan anaknya, memakaikan baju dan sepatu bayi. Sandrina pun segera mandi dan bebersih diri. Ia tak sempat sarapan biar nanti beli di warung pinggir jalan sekaligus untuk suaminya.Satu jam kemudian, dia melangkahkan kakinya pergi menuju kantor polisi dengan naik ojek. 
Season Part 28"Ya sudah kalau gitu aku yang kerja.""Kerja?" Keningku mengernyit."Ya, terima tawaran jadi model. Boleh kan?"Aku terdiam sejenak. Ragu dengan apa yang dia katakan. Maksudnya model apa? Semudah itukah jadi model? Bukankah seharusnya ada casting atau audisi yang lainnya."Gimana Mas, boleh kan?" tanyanya lagi penuh harap."Kamu serius pekerjaan itu beneran model? Jangan-jangan cuma bohongan, kamu jangan tergiur kayak gini sih. Cari kerja yang lain aja, yang pasti-pasti.""Mas, ini juga pasti lho. Ada kartu namanya. Gak mungkin kalau bohongan. Bahkan aku diminta datang ke gedung kantorn agencynya kalau gak percaya.""Kamu komunikasi sama dia?""Ya iyalah, Mas. Aku kan penasaran. Udah deh, percaya aja sama aku Mas.""Tapi--""Tenang saja, aku tetap mencintaimu walaupun nanti aku menjadi terkenal. Cintaku tetap untukmu."Kuhela nafas dalam-dalam. "Baiklah dicoba aja, terserah kamu. Aku c
Season 2 Part 27Ponselku berdering berkali-kali. Aku menggeliat malas, menggapai ponsel yang tergeletak di samping aku tertidur. Sebuah panggilan dari nomor kantor."Halo, Pak Tommy cepat datang ke kantor. Ada Tim Audit!" tukas sebuah suara dari seberang telepon."Apa? Tim audit?""Iya, Pak. Bos Yudhis juga sudah turun langsung dia kelihatan marah sekali."Deg! Astaga ada apa ini?"Iya, aku segera kesana.""Cepat ya, Pak. Ditunggu."Mengucek mata, menajamkan pandangan, waktu menunjukkan pukul delapan lewat sepuluh menit."Ya ampun, aku kesiangan!"Melirik ke samping, Sandrina masih memeluk perutku. Aku hanya menggeleng perlahan. Apa dia sangat kelelahan akibat aktivitas semalam? Sampai sekarang malah belum bangun juga. Bukannya bangunin suami, masak, ini malah masih tidur. Duh istriku ini, ck!"Sandrina! Sandrina, bangun!"Menggoyangkan tubuhnya hingga menggeliat malas.
Season 2 Part 26"Bundamu dulu wanita yang sangat kreatif. Bisa mengolah barang sampah menjadi barang yang bernilai jual tinggi. Ayah salut padanya. Dia benar-benar wanita hebat dan mandiri, walau banyak tekanan dari orang-orang di sekitarnya, tapi buktinya ia mampu melewati ini semua," ucap ayah sembari mengenang bunda. Ia tampak berdecak kagum saat mengingat memorinya dulu.Aku tersenyum, menyetujui ucapan ayah. Bunda memang hebat.Ayah melihat-lihat sampai ke dalam dan memandang beberapa sertifikat yang terpajang di dinding. Beberapa sertifikat yang berhasil diraih oleh Bunda yang dinobatkan dalam UKM kreatif dalam bidang usaha dan perindustrian. Ada juga foto bunda yang tengah memegang hasil karya terbaiknya yang memenangkan lomba kreasi. Kulihat ayah memotret foto itu dengan ponselnya. Sekilas kupandangi wajah ayah yang menyimpan banyak kesedihan dan kerinduan yang begitu dalam."Ayah?" panggilku.Dia menoleh dan tersenyum. "Nak, a
Season 2 Part 25Aku merasa sangat bersyukur. Keluargaku kini telah kembali, merasakan kedamaian dan cinta kasih. Ayah Haikal, Kak Daffa, Tante Wulan dan juga aku.Kulihat dua orang lelaki itu saling menitikkan air mata. Pertemuan yang mengharukan, kenangan yang takkan bisa terlupakan. Tapi sayang semua momen penuh haru ini harus berakhir karena ayah di telepon oleh majikannya. Ya, memang sudah tiga hari ayah izin untuk menungguiku di Rumah Sakit.Hari-hari berlalu dengan baik. Kak Daffa dan istrinya menginap di rumah selama beberapa hari. Rumah yang biasanya sepi kini terasa hidup kembali, apalagi si kecil Sekar sedang aktif-aktifnya. Kehadiran mereka mampu mengobati luka kehilangan bayiku."Suamimu benar-benar tega ya! Dia sama sekali tidak datang saat kamu sakit!" Kak Daffa meninggikan suaranya. Emosi mendengar perlakuan suamiku.Aku menghela nafas dalam-dalam. "Jangan sebut dia lagi Kak, aku muak mendengarnya.""Jadi kamu mau cerai?"
Season 2 Part 24_Aku menggedor pintu kontrakan cukup kencang. Setelah bersusah payah berjalan menahan rasa perih dan lara, akhirnya sampai juga di rumah kontrakan."Sandrina, buka pintunya ...!"Tak butuh waktu lama, Sandrina membukakan pintu. "Ya ampun Mas, kamu kenapa?"Aku disambut kekhawatirannya. Dia menutup kembali pintu dan menguncinya."Mas, kok kamu bisa babak belur begini?" tanya Sandrina. Dia membantuku melepaskan sepatu dan kaus kaki lalu melepaskan kemeja."Aku dijegal rampok tadi di jalan, Sandrina," sahutku sembari memegangi bagian tubuh yang terasa begitu sakit dan ngilu."Semua uangku hilang, raib dirampas perampok. Untung saja ponselku dan dompet tidak ikut dibawa."Sandrina hanya menatapku iba. Dia berlalu ke dapur, mengambilkan air hangat lalu membersihkan luka di wajahku."Memangnya tadi kamu jalan sendirian, Mas?""Ya. Kupikir akan lebih efektif kalau mengambil mobil di caf