POV Mila.
"Tinggalkan Alister dan katakan kamu ingin berpisah." Ucapan itu membuat kakiku lemas, aku nyaris terjatuh di lantai. Kata-kata itu masih terngiang di telingaku.
Mbah telah meninggalkan ruang latihan ini tanpa memberi kesempatan untukku bicara. Mungkin karena banyak mengeluarkan tenaga setelah banyak bergerak latihan Muang Thai, aku tidak memiliki tenaga lagi.
"Mila kamu gak-papa?" Jovanka menghampiriku dengan wajah cemas, mengelus bahuku lembut. Sedangkan Agreva telah pergi mencari tahu keadaan Alister.
"Kamu jangan khawatir Pak Alister akan menangani Neneknya."
"Ya Mbak. Aku percaya Mas Alister gak akan ninggalin aku. Tapi aku gak mau Mbah jadi sedih, aku gak mau Mbah benci sama aku."
Keheningan cukup lama di ruangan ini sampai aku akhirnya memutuskan mengganti baju. Aku sudah menunggu Mas Alister menjemputku di kantor seperti janjinya akan cepat datang setelah urusannya selesai. Tapi sudah jam segini dia belum
Malam-malam begini aku mencari penginapan, aku masih punya cukup uang tunai di dompetku. Aku bukan orang susah, tidak. Aku orang susah tapi Alister memenuhi dompetku dengan macam-macam ATM dan uang tunai.Dan yang sekarang kulakukan adalah mematikan Handphone-ku agar tidak ada yang menghubungiku.Malam ini aku memutuskan untuk menginap di hotel, tidak ada pilihan lain. Kasihan Safa sudah sangat lelah. Saat aku hendak memberikan KTP jantungku berpacu cepat saat resepsionis menatapku. Apa dia mengenalku? Nama KTP ku Karmila saja tidak ada embel-embel Bagaskara-- rasanya tidak ada masalah bukan."Berapa malam?""Semalam saja." Jawabku. "Bisa tolong kembalikan KTP saya. " Pintaku setelah dia memeriksa identitasku."Ini, Bu. Terima kasih."Aku mengangguk cepat. Aku bergegas menuju kamar kami. Kalau memang sudah begini nasibku, baik akan kujalani. Bertahan sekuat apa pun y
Ketika Alister pulang ke rumahnya yang pertama kali ia cari adalah istrinya. Baru satu hari ia di tahan karena memukul polisi, sehari baginya setahun jika tidak bertemu dengan istrinya. Namun yang ia dapatkan adalah Oma-nya yang terbaring di atas ranjang dengan wajah pucat tak berdaya.Melihat pemandangan itu kepala dan hatinya berdenyut-denyut tidak nyaman. Ia meringis melihat wanita yang selalu menjaganya sekarang terlihat tak berdaya.Alister tidak tahu mengapa baru sehari tidak di rumah banyak hal yang terjadi di rumahnya. Dokter yang memeriksa Oma-nya berpesan agar jangan membuat wanita tua itu banyak pikiran.Hollsyit!!Alister meruntukki dirinya atas apa yang terjadi pada Oma-nya. Dia bahkan rela jika harus bertukar posisi dengan wanita itu, biar dia yang merasakan kesakitan Oma-nya.Nandia duduk di hadapan Alister yang berdiri. Ia sebenarnya merasa bersalah karena harus membohongi Alister, tapi melihat keadaan ibunya
"Mami jangan menyalahkan diri terus. Kita memang mengusir Mila, tapi Safa di bawa Mila bukan karena mami yang ngusir. " Nandia mengatakan dengan penuh penekanan. Di atas ranjang wanita tua dengan kulit berkeriput itu tampak sangat sedih."Kita sudah menawarkan uang tunjangan untuknya." Kata Nandia angkuh. "Kalau kurang dia bisa minta lagi berapa pun yang dia mau. Tapi dia malah membawa kabur Safa."Pagi itu saat Nandia masuk ke kamar ibunya, dia mendapatkan ibunya sedang menangis terisak. Nandia yakin ibunya menangis karena kepergian Mila yang membawa Safa.Nandia duduk dengan tubuh tegak di sofa. Kedua tangannya bersedekap di depan dada."Lalu bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Safa dan Mila?" Nenek tua itu menggeleng membayangkan hal buruk terjadi pada mereka.Ketika Mila melarikan diri, sehari sebelumnya. Dia sempat bertemu dengan Sam, adik dari suami Nandia. Pria itu menc
Mila tahu yang dia lakukan pada Safa berlebihan. Di rumah Alister Safa diperlakukan seperti tuan Putri, sangat di manja oleh keluarga Alister. Apa pun keinginan Safa pasti dia dapatkan. Tapi Mila dengan keterbatasannya tidak bisa seperti itu. Mila bisa saja membelikan apa yang diinginkan Safa dengan ATM yang bertengger di dompetnya, tapi saat menggesek ATM itu pasti Alister tahu keberadaan mereka.Mila mundar-mandir di kamarnya, dia bingung harus kemana tidak punya tujuan. Ia juga mematikan ponselnya agar tidak ada yang menelponnya. Di luar sana Alister pasti sudah mengerahkan orang untuk mencarinya. Atau lebih baik dia menyerahkan diri pada Alister.Tapi jika dia kembali dia harus terima jika Alister membelenggunya dengan kemarahan suaminya itu. Mila menggeleng. Besok pagi dia harus segera keluar dari hotel ini. Sialnya Mila tidak punya pekerjaan dan tempat tinggal untuk menopang hidupnya."Ayo Mila berpikir."
POV Mila.Kepalaku sakit mungkin ini pengaruh karena terantuk badan mobil saat aku dipaksa masuk ke mobil. Bagian pergelangan tangan kiriku terasa perih dan aku merasakan benda tajam setajam pisau menempel di sana. Aku tidak bisa bergerak karena tanganku diikat di depan."Jangan berteriak kalau masih mau hidup." Tangannya yang kuat menghantam kepalaku agar kepalaku tertunduk. Pria di sampingku mengumpat-umpat dengan kasar, dan saat kesadaranku pulih aku baru sadar kami berada di lampu merah. Dia sengaja menutup tanganku yang terikat di atas paha dengan kain.Saat mobil kembali berjalan, beberapa kilometer ke depan petugas polisi menghadang mobil kami. Mereka sedang melakukan pemeriksaan pada setiap mobil yang lewat."Ah...""Diam! Kamu mau mencari perhatian orang di sekitar sini?" Dia semakin menekan pisaunya di atas ikatan tali tanganku. Aku seperti tidak punya tulang karena shock. Tidak bisa bergerak, tubuhku terhimpit ke pojok karena tubuh
POV MilaKepalaku semakin sakit, segalanya seperti sedang bergerak lambat. Sebagian dari diriku masih berpikir ini tidak benar-benar terjadi, tapi sebagian perasaanku lagi tampak jelas. Aku berjongkok dibawah pohon, menarik ujung bajuku hingga terkoyak. Kurasakan perih dibagian pergelangan tanganku ini bekas pisau penjahat tadi.Aku shock melihat darah dari tanganku mengalir terus, bajuku juga sudah basah karena darah. Kulipat kain sobekan bajuku lalu kuikat dibagian kulitku yang menganga."Aku harus tetap hidup. Safa... maafin mami, sayang." Semoga Alister sudah menemukan anaknya. Aku berusaha menenangkan diri. Keadaan gelap membuatku aman karena aku bisa bersembunyi, tapi tanganku gemetar karena takut... aku takut gelap. Kuletakkan telapak tanganku ke mulut menahan tangisku.Aku takut sekali. Aku duduk menarik kakiku untuk merapat ke depan dada. Jalanan ini sepi tidak ada rumah atau toko orang berjualan.
POV Mila.Aku yakin banget kalau ayahku masih hidup dia akan menghajar pria yang membuatku sedih dan akan melindungiku seperti emas yang berharga. Sayangnya Alister tidak mempunyai bapak mertua yang membuatnya harus laporan jika terjadi apa-apa padaku. Nasib anak yatim-piatu.Sampai di kamar Alister bersedekap dada bersender di dinding menontonku yang sedang membuka baju, lengan tangan kiriku masih sakit jadi aku susah bergerak."Mas, Mila gak usah mandi ya untuk hari ini saja." Ucapku memohon, dia memandangku dengan dahi yang mengkerut. "Kalau aku bau Mas bisa tidur di sofa." Kataku lagi.Dia menegakkan tubuhnya. "Kita kan sekamar. Tidur di sofa juga bau kamu tetap masuk ke hidungku. Entah berapa ton keringat yang kamu keluarkan hari ini." Aku mencebikkan bibir bawah mendengar keluhannya. Hal wajar aku berkeringat, mengingat kejadian yang kualami.Lagian ketiakku tidak memproduksi k
POV: Alister.Hawa dan perasaanku hari ini sungguh membuat moodku buruk, sekarang aku bahkan bermalas-malasan di atas tempat tidur. Untungnya Mila membangunkanku dengan kelembutannya. Kalau tidak aku mungkin tak ingin bergerak dari tempat tidur.Jangan tanya mengapa. Hatiku berasa hampa yang entah kenapa. Untuk keluar rumah aku benar-benar males sekali. Mungkin karena kata-kata Mila yang kemarin membuatku sentimental seperti ini. Dia tahu aku tak bisa berpisah dengannya tapi dia malah membicarakan perpisahan.Hanya membayangkan saja rasanya duniaku berhenti berputar apalagi kalau ketakutannya menjadi nyata. Tapi aku tahu kenapa Mila bicara ngawur begitu. Ini semua karena yang terjadi padanya. Aku mengikuti kata-kata Sam untuk bersabar dan mengikuti proses kalau aku tidak mau kena masalah lagi. Kalian tentu ingat bagaimana aku memukul Wisnu, atasan Sam.Fuck! Dia membuatku menjadi seperti seorang kriminal.
POV Mila.Aku duduk di depan meja rias sambil menyisir rambut panjangku, gaun tidur yang kupakai berwarna cream sangat ramping di tubuhku. Aku mengamati Alister dari kaca dia duduk di atas tempat tidur dengan laptopnya. "Mas, apa Elkana sudah mendapatkan hukuman?" tanyaku.Rasa ngeri masih terasa jika mengingat kejadian itu. Mas Alister mundar-mandir ke persidangan Elkana untuk membuat Elkana tidak bisa keluar dari penjara. Aku hanya diminta jadi saksi dalam satu kali persidangan, Alister pasti tidak ingin aku melihat Elkana."Aku menuntutnya dengan tuduhan pembunuhan Lily dan pencobaan pembunuhan Mang Udin." Dia menatapku dengan rambut yang masih basah karena tadi sepulang kerja dia langsung mandi. "Elkana dihukum mati setelah dia dinyatakan bersalah."Tubuhku menggigil karena mendengar itu, lalu dia kembali berucap. "Ini adalah moment paling mengerikan yang pernah kita hadapi. Tolong sayang... selama sis
Pekerjaan yang paling sia-sia di dunia ini adalah menasehati orang yang sedang jatuh cinta. Kedatangan Alister ke Singapore malah menghidupkan kembali perasaan Kezia pada Alister. Kezia bicara tentang perasaan yang dia rasakan untuk Alister, menceritakan tentang waktu yang ia habiskan bersama Alister di Singapure. Padahal Alister sangat profesional karena pekerjaan.Mila merasa wanita itu sedang berada di alam lain.Mila mencoba memberikan nasehat agar Kezia tenang tapi ia malah menerima tamparan lagi. Agreva kembali mundur karena pisau Kezia di leher Mila bisa membuat wanita itu nekad tanpa sadar."Kenapa kamu ngambil posisiku?" kata Kezia dengan mata dinginnya. "Kamu bikin aku marah... Aku akan menggantungmu... lalu bermain-main dengan mayatmu pakai pisau." Tubuh Mila gemetar, rasa takut membuatnya tidak berani bergerak."Kalau terus begini wanita itu akan nekad membunuh." Suara satpam berbis
Alister menendang pintu kuat hingga Jeha dan seorang laki-laki itu terkejut. Alister menduga pria itu adalah penculik Mila dan juga psikopat yang membunuh Lily. Dia tidak akan membiarkan pria ini kabur meski nyawa taruhannya.Mang Udin masih berbaring tak sadarkan diri. Dibantu alat pernafasan. Bukan hanya itu yang membuat Alister kaget, pria itu membuka maskernya. Ternyata pria disebelah Jeha adalah Elkana. Sudah ia duga Elkana juga terlibat sayangnya mereka terlalu fokus pada Kezia."Kalian ingin membunuh Mang Udin? Kalian juga kan yang membunuh Lily?" Suara Alister penuh emosi, saat ia ingin mendekat tangan Jeha memegang alat pernafasan Mang Udin."Berhenti, atau saya nekad," ucap wanita berambut pendek itu.Alister mundur selangkah dengan tangan ke atas. Elkana tertawa melihat wajah takut Alister. Sangat puas Alister bisa ia kendalikan. Tangan Jeha didekat kepala Mang Udin berjaga-jaga kalau Alister melawan.Alister menatap penuh kebencia
Malam itu Agreva melajukan kecepatan mobilnya. Wajah panik Alister terlihat jelas di wajahnya, bibirnya gemetar menahan emosi dan cemas campur aduk. Salah seorang pelayannya menelpon agar dia cepat pulang karena Kezia mengamuk di rumahnya. Keadaan berbahaya.Alister melirik ke luar kaca dengan dengan geram, begitu juga Agreva yang menjadi supirnya, keadaaan genting begini jalanan macet. Kalau saja dia bisa menabrak mobil yang ada di depannya agar cepat sampai."LEBIH CEPAT LAGI!" Ujar Alister emosi, ketika jalanan mulai longgar.Alister ingat beberapa tahun lalu Kezia memukul Mila di kampus. Meskipun banyak orang di sekelilingnya Kezia tidak takut memukul Mila. Dia wanita paling nekad."LEBIH CEPAT LAGI AGREVA!""Baik Pak." Ucap Agreva menyetir dengan kecepatan penuh.Zia, sebaiknya jaga sikapmu. Tangannya terkepal di atas
POV Mila.Alister dijemput Agreva sejam lalu, mereka pergi menemui orang yang ditangkap polisi. Dia menyerahkan diri begitu saja. Itu hal yang mengejutkan bagi kami. Aku menunggu Alister di dalam kamar, begitu saja aku terpikir untuk mencari berkas tentang perceraian Kezia.Aku melangkah keluar lalu turun ke lantai bawah masuk ke ruang kerja di rumah itu.Aku menemukan di dalam lemari berkas itu, semuanya tersusun rapi. Data kesehatan Kezia, data pribadi suami Kezia juga ada. Pria itu orang Indonesia yang tinggal di Singapure.Maps coklat aku buka, ada foto-foto Kezia berpose dengan percaya diri. Tapi, aku juga menemukan ada foto-foto Kezia yang penuh dengan luka lebam. Ini sama dengan yang pernah Meira alami. Tampak gambar Kezia di wajahnya ada perban yang membelit ke atas kepala. Jantungku bergetar.Aku membuka laptop, mencari data Kezia yang disimpan Alister. Pasti dia menyimpan banyak
POV Mila.Dia memintaku untuk tenang, tapi aku merasakan dari tangannya Alister sedang khawatir. Hidup kami berubah seperti film horor tapi tak berhantu.Beberapa polisi yang kami lewati menatap Alister dengan bermacam-macam ekspresi, aku tebak Alister sering berkunjung ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Ada yang menatapnya sinis ada juga yang ramah, mengingat Alister orang yang tempramental aku bisa mengerti kenapa mereka tidak suka melihat suamiku.Tiba-tiba suara seseorang memanggil kami, tepatnya memanggil Alister. Lebih dulu Agreva yang menoleh pada orang itu."Selaginya istrimu di sini biarkan kami meminta keterangannya." Aku tahu polisi ini, Wisnu orang yang membuat Alister pernah di tahan. Jovanka yang menceritakan. Tangan Alister menggenggam erat tanganku. "Kuharap kalian lebih menurut untuk diajak kerja sama.""Silahkan Pak, aku bersedia. Apa ini soal Lily atau penculikanku?" kataku dengan nada menantangnya."H...." Polisi
POV MilaHal yang terbersit di benakku adalah kejadian aku di culik. Aku bahkan masih ingat dengan orang yang duduk di sebelahku berbisik seperti setan mengancamku. Aku menatap suamiku dengan ekspresi panik. "Mas, siapa pelakunya? Siapa yang ingin mencelakai aku?"pertanyaan itu kuulangi lagi.Alister bergeming.Aku menatap ketiga polisi itu bergantian dengan perasaan takut. Mereka hanya membalas tatapanku tapi tidak menjawab pertanyaanku."Jadi memang ada yang berniat membunuh aku? Tolong ceritakan apa yang terjadi."Yang Sam katakan, "Mobil yang di bawa Mang Udin tiba-tiba rem-nya tidak berfungsi. Mobil itu berhenti di persimpangan. Menurut keterangan ada mobil di belakang mereka dan menabrak bemper sebelah kiri mobil Mang Udin. Mobilnya menabrak pohon besar." Dalam beberapa detik aku terdiam mendengar itu.Kata-kata polisi itu membuatku frustasi. Aku menatap buku catatan yang dibuka Sam. Aku rasa itu ada
POV Mila.Meira menelponku saat aku sedang sendirian, kebetulan sekali aku sangat jenuh sekali di rumah. Sudah jam segini Alister belum juga pulang, mungkin dia banyak pekerjaan jadi terlambat pulang. Obrolan kami seputar kehidupan sehari-hari dan juga tentang penculikanku, dia tahu kasus itu karena masuk berita. Harusnya polisi malu beritanya sudah tersiar tapi pelakunya belum tertangkap."Alister ingin aku pergi entah kemana dia ingin menyembunyikan aku. Mungkin keluar negeri. Idenya bagus banget kebetulan aku belum pernah ke sana." Jawabku pada pertanyaan Meira, nada bicaraku sok tenang padahal aku sangat marah sewaktu Alister bicara itu."Oya? Memangnya dia akan tahan kalau kamu pergi? Kayak gak tahu aja suami kamu gimana, Mila." Tanggapan Meira sama dengan yang kupikirkan. Tapi, detik kemudian dia berubah pendapat. "Tapi, kalau aku boleh saran... aku rasa Alister mengambil keputusan itu untuk kebaikan kamu. Dia itu ga
Setelah Alister selesai dengan pekerjaannya dia menyuruh Agreva dan Jovanka masuk ke ruangannya. Tentu saja hal itu berhubungan dengan penyelidikan mereka. Ekspresi Alister yang serius membuat Agreva dan Jovanka tegang, salahkan kenapa mereka menjadi kepercayaan Alister hingga semua-semuanya melalui mereka."Pak, polisi beberapa hari ini datang ke kantor menanyai para staf." Jovanka melaporkan, dia menceritakan detail dan padat saat polisi-polisi itu mendatangi kantor dengan seragam polisi mereka. Dahi Alister mengerut sempurna. "Saya bilang selagi Bapak tidak masuk seluruh staf dilarang memberikan keterangan.""Sialan! Memangnya mereka siapa berani mencurigai aku. Karena Oma meninggal dan aku beberapa hari tidak bergerak di rumah lantas mereka suka hati bertindak." Kata Alister penuh emosi.Agreva juga melaporkan kelima pria yang yang mereka sewa untuk membantu penyelidikan ini. Sayangnya Alister tidak berjumpa deng