***** Dava mengikuti Cia yang berjalan mendahuluinya. Dia tidak tau apa yang akan mereka lakukan di gedung Apartemen mewah itu. Cia tidak mengatakan apapun dan hanya terus berjalan ke arah lift. "Kita mau kemana, Ci?""Pulang!" Cia hanya menjawab dengan santai. Dava tidak mengerti arti kata 'Pulang' yang Cia ucapkan."Ini apartemen punya lo?" Cia tak menjawab lagi. Di lantai 5, Cia keluar. Dava mengikutinya, tempat itu sepi, tidak ada orang satupun. Dava hanya mengikuti Cia sambil membawa makanan yang mereka beli tadi. Setelah berjalan melewati beberapa pintu, Cia akhirnya berhenti. Dava juga ikut berhenti, gadis itu mengetik pin yang ada di depan pintu. Dan pintu terbuka. Saat membuka pintu, Dava di kejutkan oleh suara seorang anak kecil yang berlari ke arah Cia. "Mama!" serunya sambil memeluk Cia. Cia segera meletakkan tas sekolahnya, lalu membalas pelukan Nuca."Hey jagoan." Cia mencium pipinya beberapa kali, lalu menggendongnya. Sebelum itu,
**** Malam harinya, Dava terbangun karena merasa haus. Saat berjalan menuju dapur, cowok dengan manik abu itu mendengar suara keybord yang tengah di ketik tepat di kamar milik Cia. Dava yang penasaran mendekat, lalu mengetuk pintu kamar Cia."Ci, lo masih bangun?" tak ada jawaban seperti biasa. Tapi dia masih mendengar suara ketikan Keyboard itu. Dava menghela napasnya, lalu kembali berkata, "gue masuk ya." tanpa di duga, pintu kamarnya tidak terkunci. Dava masuk ke kamar Cia, dan melihat Nuca yang sudah tidur di kasur, sedangkan Cia tengah duduk di kursi, di depannya ada sebuah meja kerja berukuran sedang. Meja itu di penuhi tumpukan berkas-berkas dan sebuah lampu yang berdiri tepat di samping meja kerjanya. Lampu itu menyala terang, sedangkan lampu utama di kamar itu sudah di matikan."Lo masih kerja aja sih Ci. Ini udah malem loh!" Dava mendekat dan berdiri di depan meja kerja Cia."Lo nggak tidur?" Cia bertanya tanpa melihat Dava sedikitpun. Tatapannya seri
*****"Nih pake." Rio memberikan sebuah kemeja berwarna putih kepada Dava. "Sama ini juga." Dava awalnya bingung, Rio memberinya sebuah kemeja putih dan celana bahan berwarna abu-abu. "Cepetan ganti baju lo sebelum Cia balik." setiap kali Cia datang ke kantornya, Cia selalu mampir ke sebuah kedai kopi untuk membeli segelas latte panas yang sering ia minum sebelum rapat. Dava bergegas masuk ke mobil bagian belakang untuk mengganti kaus santainya dengan kemeja dan celana bahan, lengkap dengan ikat pinggang dan juga, setelah Rio melihat Dava keluar, dia mengambil jas yang masih tergantung di bagian bagasi lalu memberikannya pada Dava."Nih pake." setelah melihat Dava yang sudah rapi, Rio merasa masih ada yang kurang, maka dari itu, Rio kembali membuka bagasi, lalu mengambil sebuah kotak dan memberikannya pada Dava."Ini juga nih!" Dava menurut, membuka kotak itu yang berisi jam tangan berwarna silver. Dava yakin jam tangan itu lebih mahal dari harga sepeda motornya, ka
***** Gevin duduk menunggu Cia sudah hampir satu jam. Padahal, Gevin tau bahwa Cia bukanlah orang yang suka terlambat, karena terlalu lama, Gevin berniat menghubungi Cia. Namun, belum sempat mengambil ponselnya, Gevin justru melihat Cia yang duduk tak jauh dari kursinya. Gevin segera bangkit berdiri dan mendekati kekasihnya."Ci, kok nggak bilang kalo udah sampe?!" Cia mengalihkan tatapannya dari ponsel ke arah Gevin, lalu berkata dengan santai."Udah selesai." Gevin duduk di depan kursi Cia dan menatapnya bingung."Selesai? Apanya?" Gevin tidak mengerti sama sekali, Cia juga tak berniat menjawab, lalu Gevin tak sengaja melihat gadis yang baru saja ia ajak bicara, gadis itu melambaikan tangan padanya, lalu diapun terkekeh pelan. "Ooh, kenapa Ci. Lo cemburu ya?" Cia menatap Gevin dengan tatapan yang seakan berkata, 'serius lo tanya itu?!" Gevin masih terkekeh lalu berdiri dan mendekati Cia. Cia diam tak tau jika Gevin mendekatinya karena dia sendiri sudah kembal
***** Dava keluar dari lift dan melihat Cia yang belum berangkat sekolah pagi ini. Gadis itu tampak melamun, bahkan Cia tampak tidak fokus."Belum berangkat, Ci?" Dava mengambil gelas dan mengambil minuman, dia pikir Cia mengabaikannya seperti biasa, tapi entah kenapa kali ini aneh. "Ci ... Cia?" Cia terkejut dengan kehadiran Dava di sampingnya."Sejak kapan lo di situ!" Dava menatap Cia bingung. Cia benar-benar melamun?"Sorry, gue ngagetin ya?" Cia menatap kesal Dava lalu menganbaikannya begitu saja. "Dia kenapa ya?" Dava khawatir.***** Di sekolah, Dava tak menemukan keberadaan Cia, jadi dia menghubungi Rio dan bertanya apa Cia memiliki pekerjaan lain, atau dia sedang bermain-main. Namun, jawaban Rio membuatnya bingung.'Kalo hari senin, Cia nggak pernah ke sini kalo pagi. Coba aja lo telfon Nanda atau Niki.' Dava akhirnya menghubungi Nanda, tapi jawabannya juga sama. Cia tak berada di sana. Dava jadi khawatir, terlebih Cia tidak fokus pagi tadi
***** Tepat hari itu juga di malam hari, akhirnya Cia kembali ke rumah dengan Dava yang menunggunya di ruang tamu. Cia membawa paper bag berukuran sedang di tangannya. Melihat kedatangan Cia, Dava yang biasnaya bertanya dari mana? Atau kemana aja? Kini hanya mengikuti Cia dengan santai, lalu bertanya."Udah makan?" Cia berhenti melangkah, lalu memberikan paper bag tadi pada Dava."Udah." dengan santai masuk ke dalam lift meninggalkan Dava yang hanya bingung menatap paper bag pemberian Cia. Saat membuka, Dava tersenyum, ada cake kesukaan Dava di dalam paper bag itu. Apa Cia berniat meminta maaf karena sudah membuat Dava khawatir dengan Cake itu."Manis banget adek gue!" Dava benar-benar senang malam itu.***** Paginya, saat Dava baru keluar dari kamarnya, dia melihat Cia tampak bolak balik di dalam kamarnya, kebetulan pintu kamarnya terbuka. Dava baru pertama kali melihat pintu kamar Cia terbuka tanpa penjagaan begitu."Ci, mau berangkat bareng?
*****"Dava, gue ..." sebelum Gevin menyelesaikan ucapannya, satu pukulan mendarat di wajahnya."Brengsek lo!" Dava menarik kerah baju Gevin dan menatapnya tajam."Mulai sekarang! Lo, nggak ada hubungan apapun lagi sama Cia. Berhenti deketin dia dan jangan lagi ganggu dia!" Dava mendorong Gevin lalu berniat masuk ke dalam mobil, tapi Gevin berteriak padanya. Beberapa orang melihat kejadian itu."Dav! Biarin gue ngomong sama Cia." Dava menoleh dan berkata dengan sarkas."Cia terlalu baik buat orang brengsek kayak lo!" Dava masuk ke mobil dan pergi meninggalkan tempat itu. Di dalam mobil, Cia hanya diam, tak berkata apapun dan tak melakukan apapun, dia hanya menatap lurus kedepan tanpa berminat mengubah posisi duduknya sama sekali."Gue yakin, lo bisa ketemu orang yang lebih baik dari Gevin, Ci." Cia menoleh saat Dava berkata dengan nada tenangnya. Gadis itu masih diam, lalu sesaat kemudian berkata tanpa terduga."Gue nggak suka Gevin." Jawaban yang me
***** Membuka pintu, Cia berlari menuju gerbang membawa payung. Hujan deras sedang melanda kota jakarta sejak sore tadi. Dan puncaknya ada di malam ini. Hujan serta petir juga angin yang cukup kencang menggoyangkan beberapa dedaunan yang ada di pohon. Cia melihat Gevin berdiri membelakangi gerbang sambil memegang ponsel yang ia tempel kan di telinga. Tampaknya Gevin masih menghubungi Dava. Cia membuka gerbang dan melindungi Gevin dari hujan lebat itu. Gevin terkejut dan menoleh, melihat Cia dengan wajah tanpa ekspresi seperti biasa."Cia ..." Gevin belum berkata apapun, Cia sudah menarik salah satu tangan cowok itu agar memegang payung nya, dan gadis itu berniat masuk ke dalam rumah. Sebelum itu terjadi, Gevin sudah mearih tangannya dan berlutut tanpa perduli jika celananya kotor terkena lumpur."Gue salah ..." Cia terkejut, kenapa Gevin semakin mirip dengan Dava. Dava selalu meminta maaf padanya walaupun sebenarnya itu bukan salah Dava. Dan setiap kali Dava mi
***** Di hari saat setelah pembagian kelas, Kian tengah Berjalan di koridor menuju perpustakaan, dia berniat untuk mengembalikan buku yang dia pinjam sebelum libur sekolah kenaikan kelas kemarin. Ketika masuk, Kian bertemu seorang pria yang tampak sedang membereskan tumpukan buku. Dia adalah Deren, penjaga perpustakaan. Berusia 26 tahun, dan lulusan salah satu jurusan di Samsard University. Jurusan penelitian tentang buku. Deren bahkan sudah hampir membaca setiap jenis buku yang ada di perpustakaan itu."Selamat siang, Kak." sapa Kian ramah dan ceria seperti biasanya."Siang juga. Kian rajin sekali, baru hari pertama masuk sudah ke perpustakaan saja." Kian terkekeh pelan."Iya, Kak. Mau ngembaliin buku yang waktu itu di pinjem." Kian mengangkat dua buah buku berukuran sedang yang dia pegang. Kian meletakkan buku itu di atas meja, Deren segera mencatat nya. Setelah selesai, Kian berniat kembali ke kelas, tentunya kelas barunya di mana
*****"Sama Cia. Gevin juga." Dava membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ponsel berwarna hitam miliknya di tempelkan di telinga kiri.'Jangan terlalu ikut campur, Sayang. Kamu tau kan Cia itu gimana.'"Iya, gue tau kok. Tapi gue juga nggak tau apa jawaban Cia." ucapnya lagi. Saat ini, dia sedang menghubungi kekasihnya, Aqila. 'Yah semoga aja, mereka bisa cepet selesain masalahnya.' harap Aqila. Dava menghembuskan napasnya lelah, tidak tau harus berkata apa."Ngomong-ngomong, lagi ngapain?" Dava bangun dari baringnya, menatap pantulan dirinya di cermin. Wajahnya sama seperti biasanya, dia tampan, memiliki warna mata yang tidak umum di Indonesia. Dava pernah memakai softlens untuk menutupi warna asli matanya karena baginya terlalu mencolok, itu terjadi saat Dava masuk ke bangku SMP. Tapi setiap kali Dava memakai softlens, Cia selalu menatapnya tajam dan dingin lebih dari biasanya. Dava jadi ragu untuk memakainya lagi, apa menutupi warna mata aslinya ter
*****"Ok, gue duluan!" Dava melambaikan tangannya pada Iqbal sambil membawa sepeda motornya pergi meninggalkan sekolah, siang ini, seusai sekolah, Dava memutuskan untuk pulang lebih awal, Radith bilang ada yang ingin di bicarakan, jadi dia buru-buru untuk pulang. Di tengah jalan, Dava menghentikan laju motornya saat melihat mobil yang dia kenal tengah berhenti di bahu jalan, lampu mobil masih menyala, pertanda pemiliknya masih di dalam. Dava memutuskan berhenti di belakang mobil itu, lalu turun tanpa melepas helm miliknya. Dava mengetuk kaca mobil dengan pelan."Ci, Cia ..." panggilnya, gadis yang di dalam menoleh, membuka pintu dengan perlahan. Dava mundur beberapa langkah dan terkejut saat pintu terbuka, Cia langsung memeluk dirinya sambil menangis. Dava tentu saja tidak menyangka Cia langsung memeluknya dan menangis."Cia lo kenapa? Siapa yang bikin lo nangis?" Dava bertanya khawatir. Bukannya menjawab, Cia malah semakin menangis dalam
***** Gevin masih di posisi yang sama, duduk di samping tempat tidur sang Nenek. Padahal banyak yang memintanya untuk istirahat, tapi Gevin menolak. Pakaian yang dia pakai semalam masih sama, hingga pagi ini, Gevin tidak mau pergi ke sekolah dan betah duduk di samping Neneknya."Gue mau di sini aja! Jangan ganggu gue!" ucapan Gevin yang mendapat pelototoan dari Angga."Basi lo!" Angga kesal sekali dengan Gevin. "Emangnya lo mau nikah muda, pacar lo kan banyak!" sindir nya kesal. Gevin menatap sang Nenek yang baru saja tertidur. Semalam, setelah meminta maaf dan di maafkan, Sang Nenek berpesan.'Gevin, ingin sekali Nenek melihatmu menikah sebelum Nenek pergi.' tapi itu kan tidak mungkin. Gevin masih sekolah, terlebih dia mencintai Cia, apa Cia mau menikah dengannya, jika tidak, apa Gevin harus menikah dengan orang lain dulu, baru menceraikannya setelah itu kembali pada Cia. Tapi Gevin sudah berjanji akan berubah, jika dia melakuka
****** Rio menatap Gevin heran, cowok itu keluar sambil membawa handuk dan berjalan dengan santai sembari mengeringkan rambutnya. Empat orang lainnya yang tadi ada di sana sudah pulang, mereka bilang lain kali saja datang lagi, karena melihat mood Cia juga tampaknya tidak bagus. Siapa yang tidak tau jika mood Cia sedang buruk maka semua orang bisa kena getahnya. Mungkin hanya Gevin yang kebal dengan itu semua. Ya ada satu lagi, siapa lagi kalau bukan Dava."Lo baikkan sama Cia?" tanya Rio yang tau bahwa sebelumnya Cia bertengkar dengan Gevin."Iya. Thanks ya, udah cerita soal Cia waktu itu." Rio hanya mengedik acuh. Tak menyangka Cia akan memberikan kesempatan pada Gevin."Jangan nyakitin Cia ..." pesan Rio, "gue kasih tau sama lo ya." Rio melirik kamar Cia lalu berbisik pelan, "Cia kalo udah nyaman, bakalan manja minta ampun. Percaya deh sama gue!" Gevin tentu saja tidak percaya, tapi dia juga penasaran. Gimana sosok Cia yang manja. "Gue
****** Gevin membuka pintu ruangan Cia dan masuk tanpa ijin. Cia menatapnya dengan tatapan tak terbaca. Gevin sudah biasa dengan itu, tapi sekarang Gevin juga sudah tau cara menenangkan nya."Di luar nggak ada yang gue kenal, sayang. Gue kan baru liat mereka." Gevin langsung memeluk Cia dari belakang, menenangkan gadis itu akan kemarahannya. Gevin melihat sekeliling, ruangan itu ternyata ruang kamar, dengan kasur king size dan sebuah lemari besar, juga meja kerja yang berada di sudut ruangan."Lepas gue mau ganti baju! Keluar sana!" Gevin tersenyum cerah."Mau dong liat lo ganti baju ... Bercanda! Sumpah bercanda!" Gevin segera tertawa melihat reaksi Cia. Cowok itu duduk di sofa yang berada di dekat pintu, lalu mengeluarkan ponselnya. "Gue main game sambil nungguin lo aja gimana?" Cia masih menatap Gevin tajam. Dia heran, kenapa bisa nyaman dengan orang semenyebalkan Gevin. Sungguh bodoh sekali. Gevin benar-benar serius bermai
***** Sore harinya, saat Cia tengah mengendarai mobilnya untuk pulang, ya lebih tepatnya dia ingin pergi ke CR, tiba-tiba saja ban mobilnya meledak dan Cia hampir kehilangan kendali, untungnya dia pembalap handal, jadilah dia berhasil selamat, walaupun dia merusak beberapa tanaman yang ada di trotoar jalan. Gadis itu keluar dan terkejut mendapati sebuah paku berukuran cukup besar tertancap di ban depan mobil miliknya. Beberapa Pejalan kaki, bahkan pengenadara motor yang lewat segera berkumpul dan melihat apa yang terjadi dan berniat membantu jika di perlukan."Bahaya banget!" Cia mengambil ponselnya untuk menghubungi Rio, tapi sebelum panggilan tersambung, Cia melihat mobil Gevin yang mendekat, Cia tak jadi menghubungi Rio. Gevin keluar dengan terburu-buru, tanpa menutup pintu mobilnya, dia mendekati Cia dan langsung memeluknya. Cia sendiri sampai terkejut."Are you ok?" tanya cowok itu penuh kekhawatiran."Ya, gue baik-baik aja kok."
*****"Ngapain hayooo!!" "Woaah!" Gevin terkejut bukan main saat seseorang berbicara tepat di belakang kepalanya. Cowok itupun menoleh dan lebih terkejut lagi karena orang yang berada di belakangnya itu adalah seorang cowok jangkung yang bahkan sedikit lebih tinggi darinya. Gevin itu tinggi, bagi anak seusia Gevin, karena cowok itu memiliki tinggi 180 cm. Sedangkan cowok yang tadi mengejutkannya itu lebih tinggi 5 atau 6 centi darinya."Ngapain ngintip-ngintip?" tanya cowok jangkung itu. Gevin melotot kesal."Lo ngapain sih ngagetin gue!" dengusnya kesal."Lo sendiri ngapain di sini, nggak gabung sama yang lain?" Cowok itu kini melihat ke arah orang-orang yang tadi Gevin perhatikan. "Ssst! Jangan ngurusin urusan orang. Dah sana lo pergi. Awas kalo lo ganggu gue lagi!" Gevin memutar kepalanya ingin melihat teman-temannya lagi."Woaaah!" teriakan Gevin lebih kencang dari yang tadi. Cowok itu bahkan sampai terjatuh t
****** Cia mengemasi barangnya dengan hati-hati. Wajahnya masih murung, Bu Dewi yang juga tengah membantu, tampak tersenyum, lalu menepuk bahunya pelan."Jangan terlalu di pikirkan, Mba. Sebaiknya Mba Cia mengikuti kata hati saja." Cia diam tanpa menjawab. Ferry juga sebenarnya sudah membebaskannya, tapi Cia masih ragu, bagaimaba kedepannya, dia sudah dua kali di sakiti dengan hal yang sama, apa dia akan merasakan yang ketiga, keempat, kelima bahkan seterusnya?"Mama, nanti pulang Nuca mau beli kucing." Cia terkejut sekaligus bingung."Kucing?" Bu Dewi justru tertawa."Kemarin saat jalan-jalan, saya dan Mas Nuca lihat kucing di pet shop. Lucu sekali, Mas Nuca katanya mau minta sama Mba Cia." Cia mendekati Nuca dan berjongkok di depannya."Iya, Mama janji nanti pulang kita beli kucing ya.""Yeeey, Mama yang terbaik." Nuca mencium pipi Cia dan memeluknya. Entah kenapa, melihat Nuca bahagia dan tertawa saja membuat Cia ikut merasakannya.*****