Waktupun berlalu, sejak tender itu Ayu semakin gemilang, apa yang Ayu prediksikan tak meleset, desain bajunya laris manis di pasaran, tentu saja Butiknya mendapat nama besar atas model tersebut. Hal tersebut tak berpengaruh pada perusahaan milik Bu Dewi yang juga jor-joran produksi baju yang sedang naik daun tersebut, keduanya saling untung, Nama butik milik Ayu semakin berjaya. Keadaan berbalik terjadi pada Desi, perusahaan yang di kelolanya gulung tikar, dia sudah minta suntikan dana pada maminya di Swiss, juga bahan prodak kain sarung yang mulai merokok tajam. "Mih, ini bagaimana? produksi sudah distop dan karyawan pun sudah tak ada," kata Desi bercerita pada Maminya. "Kalau kau berani spekulasi, jual perusahaan itu dan banting stir usaha, kau bisa usaha yang kau kuasai. " "Beneran mih? lelang saja?" "Iya, bila hal itu perlu dilakukan dari pada biaya produksi tak bisa menutupi kan?" "Baik mi, aku usahakan," jawab Desi seakan ada semangat baru lagi. "Minta bantuan Pak Selamet
Bab 66Desi memandang undangan yang baru saja dibacanya. Rasa bencinya timbul, dulu Ayu adalah sahabat terdekatnya, tapi mengapa sekarang ia sangat membencinya? Padahal ada Tegar. Dia adalah anak Desi dan mantan suaminya. Sungguh tak disangka hidupnya akan selara ini. Niatnya dulu menceraikan suaminya agar Ayu dan Pras bisa hidup bahagia, lalu dirinya ingin membuka lembar hidupnya yang baru. Meninggalkan semuanya, menjadi Desi yang baru adalah keinginannya sejak ia menceraikan Pras, yang ternyata ia salah pilih suami!Dihembuskannya napasnya dengan kasar. Penyesalan selalu datang terakhir, dan yang tak ia terima mengapa Ayu malah menikah dengan Singgih. Walaupun tak terungkapkan, Desi masih ada hati pada sosok lelaki macho tersebut.Dengan kasar Desi menggebrak meja, dan memanggil Santi."Santi, ke sini! Cepat!" Santi mendengar namanya dipanggil, tas yang berisi pakaiannya segera disembunyikannya ke dalam kolong tempat tidur."Iya , Bu," serunya dan segera mendatangi Desi."Aku mau
Ayu terdiam dan kaget melihat hancurnya pesta pernikahannya bersama Singgih. Lelaki itu masih terus memeluk pundaknya erat."Ini ada yang nggak suka dengan kita," desis Singgih geram. Ayu tahu siapa dalang semua ini, dan ia belum menceritakan pada Singgih."Aku harus membawa Santi pergi dari rumah itu." "Desi? Apa dia yang ...."Ayu menatap suaminya, "tapi ia tak tahu kita sudah resmi menikah, yang diinginkannya adalah menggagalkan semua ini."Suara Ayu sedikit bergetar, tahu sifat sahabatnya itu, apapun akan dia lakukan asal keinginannya tercapai, walaupun itu melukai orang lain."Masuklah, biar WO, yang membereskan semua ini. Mati kita rencanakan sesuatu yang lain."Ayu memandang singgih dengan tajam. Singgih tak pedulikan tatapan Ayu, dirinya segera mengalihkan pundak Ayu untuk segera mengikuti dirinya masuk ke kamar hotel.Dalam sebuah rumah yang mewah, Desi tertawa terbahak-bahak atas kemenangannya. Santi melihat Desi dengan marah."Aku tidak terima dengan tindakan ini, Bu. Wal
Perjalanan dengan pesawat dari Swiss menuju Indonesia tak banyak kendala, bahkan paspor atas nama Prasetya pun tak bermasalah. "Kau jangan banyak cakap, diam saja, dan lakukan semua perintahku. Setelah sampai rumah, baru aku beri obat dari Dokter, aku tak ingin kau kesakitan lagi, paham? Jadi jangan banyak berulah. Kita tak lama, bila urusan selesai kita pulang lagi ke Swiss, di sini tak aman buatmu," kata Mami panjang lebar pada lelaki berkacamata minus di sampingnya. Tubuh kekarnya bak seorang bodyguard. Wajah melankolisnya tak pernah hilang, yang berbeda dari Pras, ia cenderung diam dan hanya mengangguk setiap perintah Mami. Matanya terus menatap ke depan. Roti isi yang disediakan oleh maskapai penerbangan sudah habis ludes di makan, begitu juga jatah punya Mami.Pras yang dulu sering kesakitan di bagian kepalanya, yang bila datang rasa sakit itu ia bisa berteriak dan menyakiti dirinya sendiri. Kini terlihat lebih tenang. Beberapa terapi susah ia jalani. Mami begitu menjaga Pras,
Pras makan dengan tenang, tapi sekali suap bisa dua kepalan tangan masuk sekaligus ke dalam mulutnya. Tak perlu hitungan jam, dalam sepuluh menit, Lelaki itu sudah menghabiskan empat telor balado, lima perkedel kentang, lima potong ayam kremes dan satu bakul nasi, belum ditambah dua roti isi milik Desi yang belum sempat dimakannya.Mami cuma nyengir saja, melihat Desi menatap Pras dengan heran."Kau makan banyak sekali, jatahku pun kau makan!" tutur Desi sambil geleng-geleng kepala."Ya begitulah," jawab Mami."Mih, apa benar Pras sama sekali tak mengenalku?" Desi masih terus memandang mantan suaminya itu."Coba saja tanya padanya."Desi menyentuh pundak Pras pelan."Masih ingat denganku?" tanya Desi perlahan.Pras terdiam dan menatap Mami, "anaknya Nyonya kan?""Nyonya? Mih, dia panggil mami dengan sebutan Nyonya!" Desi kaget dan menutup mulutnya."Mih, ini benar-benar mencuci otak Pras seratus persen!" "Bila tak ada tindakan ini , ia akan kumat dan mengamuk, bahkan sering ia menya
Malam ini Ayu sedang duduk di beranda teras menatap malam yang penuh bintang, walaupun badannya penat seharian bertamasya tapi dirinya tak bisa memejamkan matanya. Pikirannya melambung entah kemana."Sayang, kenapa?" tanya Singgih seraya memeluk istrinya dari belakang. Tercium bau segar sabun mandi dari tubuh suaminya. Ayu tersenyum dan mengelus bagian belakang suaminya yang sudah mencium tengkuk leher wanita ayu itu."Apa yang kau pikirkan?" Pertanyaan ulang Singgih lontarkan lagi.Ayu menggelengkan kepalanya, "tidak ada apa-apa, aku cukup bahagia, aku sedang menikmati tenang dan nyamannya malam ini. Udara malam ini dingin tapi menyejukkan," jawab Ayu. Singgih pun duduk menjejeri istrinya."Kau betah bukan? Tinggal di kawasan ini?"Ayu mengangguk pelan dan menyandarkan kepalanya di lengan suaminya."Ini impianku selama ini, ingin punya rumah di kawasan elite ini, dengan keluarga yang aku sayangi."Ayu masih terus tersenyum saat Singgih terus bercerita tentang rencana-rencana masa dep
Bab 72. Budiman menyalakan sebatang rokoknya di depan sebuah kios kecil di pinggir trotoar. Matanya terus saja mengawasi sebuah mobil mewah yang sudah melintas semenit yang lalu. Mengingat nomor plat tersebut dan langsung pergi dengan sepeda motornya.Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Kini saatnya ia harus laporan pada majikannya. Motor melaju ke arah jalan Halmahera, jalanan cukup ramai, tapi rumah megah di pinggir jalan raya itu mudah dicapainya dalam waktu dalam setengah jam saja."Bos, ada berita bagus nih, dan apa rencana sudah fiksi?" tanya Budiman di sebuah ponselnya.Tak lama dirinya turun dari sepeda motor dan membuka pagar yang masih terkunci dari dalam, dengan lihainya jarinya sudah bisa mencongkel grendel dari pagar besi itu. Memasukkan motornya dan menutup pintu pagar kembali.Lelaki itu sesaat mematikan rokok yang sudah tinggal beberapa centi saja, membuang sembarang pada taman yang sedikit tak terawat."Selamat pagi bos!" Suaranya lantang menyapa penghuni r
Kasus ini semakin melebar, Singgih menjadi penasaran apa sebenarnya dibalik semua ini. Dengan cepat dirinya menelusuri keluarga Desi yang selama ini ia kenal sebatas kenal saja. Dari nama Ayahnya, ibunya hingga bisnis yang katanya berbasis utama ada di Swiss. Sempat kesulitan juga Singgih menemukan keterangan tentang mereka. "Rita, panggilkan Tommy ke sini, aku ada perlu dengannya." Singgih menyuruh Rita asistennya memanggil anak buahnya yang jago dalam mencari hal seperti ini.Tak lama terdengar pintu diketuk dari luar."Masuk!" Seru Singgih. Mereka pun kini terlibat dalam sebuah pembicaraan serius.***Tampak Santi terlihat melamun di atas balkon, dan didekati Ayu. Wanita itu menyentuh pundak Santi."Kenapa, San? Apa yang kau pikirkan?"Sedikit terkejut dan Santi berdiri dan langsung memeluk Ayu."Ada apa? " Ayu balas memeluk adik angkatnya ini."Aku tak tahu harus bagaimana kak, mau cerita tapi aku takut."Ayu tertegun dan langsung menyuruhnya duduk."Ada apa sebenarnya , Santi? A
"Ayu! Tunggu!" teriak Desi mengejar sosok yang yang tampak memperhatikan kerumunan di jalan utama.Ayu langsung berhenti melangkah dan mencari sumber suara yang memanggilnya. Dilihatnya Desi setengah tergesa mendekatinya.Plak! Sebuah tamparan tiba-tiba mendarat di pipi Ayu. Wanita itu kaget atas perlakuan kurang ajar dari Desi."Kembalikan Tegar padaku!" cecarnya dengan emosi. "Dia sudah menjadi anakku, ingat aku punya surat adopsinya!"Ayu memandang sengit pada Desi, ia masih memegang pipinya yang terasa perih akibat tamparan dari Desi.'Kau! Apa kau tak malu, bodoh kok ngga sembuh-sembuh! Semua surat yang Mamimu buat itu palsu, tersebut surat adopsi Tegar! Dan semua itu tak ada gunanya lagi! Paham! Tegar tetap anakku, kau tak berhak atas semua tentang Tegar!" Ayu lebih garang, ia tak pedulikan beberapa orang sudah mulai mengerubunginya.Adu mulut dengan Desi menjadi tontonan gratis. Desi semakin kalap mendengar penuturan Ayu. Ia merasa dijatuhkan harga dirinya. Apa lagi sudah terbo
Mami sudah mulai ketar ketir, karena pemberangkatannya sepertinya akan bermasalah. Ia sudah siapkan beberapa surat penting dan beberapa kartu yang akan diperlukan nanti, tapi tiba-tiba ... "Ibu Suharti betul ? ikutlah bersama kami," Sebuah suara wanita berpakaian preman segera merangkul pundak Mami dengan cepat memborgol tangan Mami. Mami sudah tidak bisa berkutik lagi, Mami ditangkap petugas imigrasi. Sementara itu, beberapa petugas sudah mengerumuni sebuah mobil yang sudah ringsek. Beberapa warga yang kaget dengan suara letusan mirip senapan itu pun mencari sumber letusan. karena mereka pikir ada sebuah insiden di area pembuangan sampah terakhir ini. Tubuh Pras ditemukan sudah kaku, ada benturan keras di dada dan kepalanya, tak ada tanda kekerasan , sepertinya petugas menganggap pengemudi sedang mabuk dan keluar jalur masuk dalam kubangan jurang pembuangan. Evakuasi mobil cukup sulit karena banyaknya sampah dan penonton yang heboh pada peristiwa tersebut. *** Desi me
Mami pergi bersama Pras, kali ini benar-benar akan melakukan sesuatu yang semua orang tak menyangkalnya. Mami minta di antar ke beberapa perusahaan, Pras mengantar hingga usai. Kemudian mereka menuju sebuah kawasan elite, menuju sebuah rumah yang sudah mereka beri tanda.Sementara itu Budiman terus menguntit kemanapun mereka pergi, sasaran utama lelaki itu adalah koper yang ada di tangan Pras."Pras! Tunggu di sini, mami mau ambil sesuatu ingat! Jangan telat jemput mami lagi ke sini. Pergilah, jangan sampai mobil Desi diketahui seseorang."Pras mengangguk dan langsung meluncur lagi. Mami segera keluar mobil dan menggenakan masker dan sebuah rambut pasangan yang ia sediakan dalam tasnya. Lalu berjalan mengendap mendekati sebuah mobil mewah yang terparkir depan rumah bertingkat. Tak disangka Mami melakukan hal tersebut, yaitu memutus slang rem dari bawah mobil dan mengiris beberapa kabel otomatis! Pras kali ini pergi ke sebuah tempat yang cukup sepi ia akan menyimpan uang dalam koperny
Kasus ini semakin melebar, Singgih menjadi penasaran apa sebenarnya dibalik semua ini. Dengan cepat dirinya menelusuri keluarga Desi yang selama ini ia kenal sebatas kenal saja. Dari nama Ayahnya, ibunya hingga bisnis yang katanya berbasis utama ada di Swiss. Sempat kesulitan juga Singgih menemukan keterangan tentang mereka. "Rita, panggilkan Tommy ke sini, aku ada perlu dengannya." Singgih menyuruh Rita asistennya memanggil anak buahnya yang jago dalam mencari hal seperti ini.Tak lama terdengar pintu diketuk dari luar."Masuk!" Seru Singgih. Mereka pun kini terlibat dalam sebuah pembicaraan serius.***Tampak Santi terlihat melamun di atas balkon, dan didekati Ayu. Wanita itu menyentuh pundak Santi."Kenapa, San? Apa yang kau pikirkan?"Sedikit terkejut dan Santi berdiri dan langsung memeluk Ayu."Ada apa? " Ayu balas memeluk adik angkatnya ini."Aku tak tahu harus bagaimana kak, mau cerita tapi aku takut."Ayu tertegun dan langsung menyuruhnya duduk."Ada apa sebenarnya , Santi? A
Bab 72. Budiman menyalakan sebatang rokoknya di depan sebuah kios kecil di pinggir trotoar. Matanya terus saja mengawasi sebuah mobil mewah yang sudah melintas semenit yang lalu. Mengingat nomor plat tersebut dan langsung pergi dengan sepeda motornya.Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Kini saatnya ia harus laporan pada majikannya. Motor melaju ke arah jalan Halmahera, jalanan cukup ramai, tapi rumah megah di pinggir jalan raya itu mudah dicapainya dalam waktu dalam setengah jam saja."Bos, ada berita bagus nih, dan apa rencana sudah fiksi?" tanya Budiman di sebuah ponselnya.Tak lama dirinya turun dari sepeda motor dan membuka pagar yang masih terkunci dari dalam, dengan lihainya jarinya sudah bisa mencongkel grendel dari pagar besi itu. Memasukkan motornya dan menutup pintu pagar kembali.Lelaki itu sesaat mematikan rokok yang sudah tinggal beberapa centi saja, membuang sembarang pada taman yang sedikit tak terawat."Selamat pagi bos!" Suaranya lantang menyapa penghuni r
Malam ini Ayu sedang duduk di beranda teras menatap malam yang penuh bintang, walaupun badannya penat seharian bertamasya tapi dirinya tak bisa memejamkan matanya. Pikirannya melambung entah kemana."Sayang, kenapa?" tanya Singgih seraya memeluk istrinya dari belakang. Tercium bau segar sabun mandi dari tubuh suaminya. Ayu tersenyum dan mengelus bagian belakang suaminya yang sudah mencium tengkuk leher wanita ayu itu."Apa yang kau pikirkan?" Pertanyaan ulang Singgih lontarkan lagi.Ayu menggelengkan kepalanya, "tidak ada apa-apa, aku cukup bahagia, aku sedang menikmati tenang dan nyamannya malam ini. Udara malam ini dingin tapi menyejukkan," jawab Ayu. Singgih pun duduk menjejeri istrinya."Kau betah bukan? Tinggal di kawasan ini?"Ayu mengangguk pelan dan menyandarkan kepalanya di lengan suaminya."Ini impianku selama ini, ingin punya rumah di kawasan elite ini, dengan keluarga yang aku sayangi."Ayu masih terus tersenyum saat Singgih terus bercerita tentang rencana-rencana masa dep
Pras makan dengan tenang, tapi sekali suap bisa dua kepalan tangan masuk sekaligus ke dalam mulutnya. Tak perlu hitungan jam, dalam sepuluh menit, Lelaki itu sudah menghabiskan empat telor balado, lima perkedel kentang, lima potong ayam kremes dan satu bakul nasi, belum ditambah dua roti isi milik Desi yang belum sempat dimakannya.Mami cuma nyengir saja, melihat Desi menatap Pras dengan heran."Kau makan banyak sekali, jatahku pun kau makan!" tutur Desi sambil geleng-geleng kepala."Ya begitulah," jawab Mami."Mih, apa benar Pras sama sekali tak mengenalku?" Desi masih terus memandang mantan suaminya itu."Coba saja tanya padanya."Desi menyentuh pundak Pras pelan."Masih ingat denganku?" tanya Desi perlahan.Pras terdiam dan menatap Mami, "anaknya Nyonya kan?""Nyonya? Mih, dia panggil mami dengan sebutan Nyonya!" Desi kaget dan menutup mulutnya."Mih, ini benar-benar mencuci otak Pras seratus persen!" "Bila tak ada tindakan ini , ia akan kumat dan mengamuk, bahkan sering ia menya
Perjalanan dengan pesawat dari Swiss menuju Indonesia tak banyak kendala, bahkan paspor atas nama Prasetya pun tak bermasalah. "Kau jangan banyak cakap, diam saja, dan lakukan semua perintahku. Setelah sampai rumah, baru aku beri obat dari Dokter, aku tak ingin kau kesakitan lagi, paham? Jadi jangan banyak berulah. Kita tak lama, bila urusan selesai kita pulang lagi ke Swiss, di sini tak aman buatmu," kata Mami panjang lebar pada lelaki berkacamata minus di sampingnya. Tubuh kekarnya bak seorang bodyguard. Wajah melankolisnya tak pernah hilang, yang berbeda dari Pras, ia cenderung diam dan hanya mengangguk setiap perintah Mami. Matanya terus menatap ke depan. Roti isi yang disediakan oleh maskapai penerbangan sudah habis ludes di makan, begitu juga jatah punya Mami.Pras yang dulu sering kesakitan di bagian kepalanya, yang bila datang rasa sakit itu ia bisa berteriak dan menyakiti dirinya sendiri. Kini terlihat lebih tenang. Beberapa terapi susah ia jalani. Mami begitu menjaga Pras,
Ayu terdiam dan kaget melihat hancurnya pesta pernikahannya bersama Singgih. Lelaki itu masih terus memeluk pundaknya erat."Ini ada yang nggak suka dengan kita," desis Singgih geram. Ayu tahu siapa dalang semua ini, dan ia belum menceritakan pada Singgih."Aku harus membawa Santi pergi dari rumah itu." "Desi? Apa dia yang ...."Ayu menatap suaminya, "tapi ia tak tahu kita sudah resmi menikah, yang diinginkannya adalah menggagalkan semua ini."Suara Ayu sedikit bergetar, tahu sifat sahabatnya itu, apapun akan dia lakukan asal keinginannya tercapai, walaupun itu melukai orang lain."Masuklah, biar WO, yang membereskan semua ini. Mati kita rencanakan sesuatu yang lain."Ayu memandang singgih dengan tajam. Singgih tak pedulikan tatapan Ayu, dirinya segera mengalihkan pundak Ayu untuk segera mengikuti dirinya masuk ke kamar hotel.Dalam sebuah rumah yang mewah, Desi tertawa terbahak-bahak atas kemenangannya. Santi melihat Desi dengan marah."Aku tidak terima dengan tindakan ini, Bu. Wal