Share

Oke, kuterima

Author: Syarlina
last update Last Updated: 2023-07-12 07:55:19

Aira tampak serius menuliskan poin-poin yang ingin ditambahkannya ke dalam surat perjanjian pernikahan yang dibuat oleh Xabiru. Laki-laki yang duduk di seberangnya mengamati dengan lekat.

"Tidak jelek. Dia cantik, dia juga baik, tapi … aku sungguh tidak mencintainya. Tidak ada perasaan itu untuknya. Bagaimana mungkin bisa menjalani pernikahan ini kalau tanpa cinta di hatiku? Maaf jika ini menyakitimu. Aku tidak ingin memberikan harapan palsu. Aku ingin kamu bahagia dan aku yakin itu bukan denganku." Xabiru mengungkapkan perasaan hanya dalam hati. Egonya terlalu tinggi untuk langsung mengucapkan hal tersebut pada wanita polos di depannya saat ini.

"Maaf, poin satu saya coret. Saya rela disentuh Bapak karena status kita adalah suami-istri. Dosa jadinya kalau istri menolak hasrat suami. Terserah Bapak ingin menyentuh atau tidak, jika ingin, lakukanlah, saya takkan keberatan. Lagipula saya harus memenuhi kewajiban saya sebagai seorang istri."

Xabiru tercengang dengan pernyataan Aira. Dia tidak mengerti dengan jalan pikiran istri barunya ini. Diuntungkan malah meminta rugi, pikirnya. Padahal itu semua ia lakukan agar nantinya Aira bisa memberikan yang terbaik untuk pasangannya kelak. Bukan bekas orang. Ia pikir semua laki-laki pasti mengharapkan yang pertama.

"Bagaimana?" tanya Aira menatap Xabiru.

Laki-laki yang bersandar pada kursi makan tersebut mengedikkan bahu. "Terserah," jawabnya singkat. Bingung juga kalau harus menolak.

"Oke, terus poin kamar terpisah, Saya tidak setuju. Kita harus satu kamar layaknya suami istri."

"Tidak! Poin itu tetap ada dan jangan diubah. Aku tidak bisa satu kamar denganmu," sela Xabiru menolak poinnya diganti Aira. Baginya itu harga mati. Ia tidak ingin satu kamar dengan Aira. Ia takut bakal menjadi lemah dan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Tragedi kecoa dan tidur sekamar hampir membuatnya oleng, apalagi kalau harus setiap hari bersama.

Aira diam tanpa mengiakan dan kembali menatap ke kertas lembaran tersebut.

"Poin Bapak akan memberikan rumah dan sebagainya saya ucapkan terima kasih, tapi Pak, saya tidak meminta kemewahan seperti ini. Berapa pun nafkah yang Bapak beri akan saya terima karena Bapak memang wajib memberikan saya nafkah selama saya masih berstatus sebagai istri Bapak. Namun satu hal yang Bapak harus tahu, setelah saya resmi menjadi istri Bapak, sedikitpun tak ada dalam pikiran saya ingin mengambil upah. Status baru saya ini adalah amanah dari Tuhan, bukan sebuah pekerjaan yang harus dibalas dengan uang. Saya pun ikhlas menjaga Jingga. Tak perlu Bapak minta, itu sudah menjadi kewajiban saya sebagai ibu sambungnya Jingga. Jadi Bapak tidak perlu memberikan gaji untuk merawat Jingga karena itu sebuah bentuk penghinaan bagi seorang ibu." Dengan nada tegas Aira menuturkan hal yang mengganjal di hatinya saat mendengar poin aturan dari Xabiru tersebut disebutkan. Ia merasa direndahkan.

Xabiru hanya menanggapi dengan anggukkan. Ia tak berani menatap Aira karena tatapan wanita tersebut sangat menakutkan saat lagi kesal. Namun ada perasaan lega juga jika memang benar seperti itu pemikiran wanita yang baru sehari dinikahinya tersebut.

"Penolakan Bapak tentang tidur terpisah harus saya tolak balik. Jika Bapak ingin saya sesuai dengan aturan yang Bapak buat, maka tolong penuhi juga permintaan saya ini. Cuma setahun kan? Apa itu sulit? Lagipula bebas Bapak punya hak mau menyentuh saya atau tidak. Semua keputusan di tangan Bapak, tapi tolong perlakukan lah saya seperti istri pada umumnya. Cuma setahun dan setelah itu hubungan kita akan benar-benar berakhir seperti yang Bapak inginkan." Aira menantang memberikan penawaran pada Xabiru. Meskipun berat, ia ingin merasakan jadi seorang istri seutuhnya. Berharap Xabiru mengiakan. Walaupun ujungnya berakhir menyakitkan.

"Beri aku waktu, untuk sementara ini kita tidur terpisah dulu." Xabiru menjawab tanpa membalas tatapan Aira. Ia menatap ke arah berlawanan.

"Sampai kapan? Jangan ditunda, karena kalau ditunda maka waktu berpisahnya pun akan dimundurkan."

Refleks Xabiru menatap Aira tajam. Ia terkejut mendengar ucapan Aira yang terdengar seperti sebuah ancaman untuknya.

"Iya. Semakin Bapak menunda, itu sama saja seperti memundurkan waktu perpisahan kita karena poin yang saya minta tidak dipenuhi Bapak dengan baik."

"Ternyata wanita di depanku ini pintar juga. Sepertinya aku harus hati-hati dalam bertindak. Bisa jadi malah aku yang terjebak dalam perjanjian yang kubuat sendiri." Xabiru menatap Aira serius. Mencoba menyelami seperti apa wanita yang berada di depannya saat ini.

"Terserah, tapi aku tetap belum bisa untuk saat ini," balas Xabiru tetap bersikeras dengan keinginannya. Ia masih belum bisa membiarkan wanita lain tidur di kamarnya. Kalau yang kemarin adalah perumpamaan karena dipaksa oleh keadaan. Kalau tidak ada drama kecoa, pasti tidak akan ada dua wanita dengan rentang umur yang berbeda jauh tersebut bisa tidur di kamarnya.

Tanpa menanggapi Aira bicara kembali. "Dan ini poin tambahan dari saya. Satu, tolong perlakukan Saya seperti istri pada umumnya."

"Maksudnya umum seperti apa?" Xabiru menyela meminta kejelasan.

"Ya semuanya. Seperti pasangan suami-istri pada umumnya." Kening Xabiru masih berkerut mencoba mencerna permintaan Aira.

"Misal, izinkan saya untuk memanggil Bapak dengan sebutan, Mas, atau Sayang kapanpun saya mau."

"Oh itu, baik. Terserah kamu mau panggil aku apa." Xabiru merasa lega karena itu bukan hal yang penting baginya.

"Izinkan saya mempunyai wewenang di rumah ini. Mengatur rumah ini seutuhnya, baik dekorasi dan lain sebagainya, melakukan apapun yang saya inginkan," lanjut Aira.

Xabiru terdiam tampak berpikir.

"Baik, terserah mau kamu apakan rumah ini. Anggap saja selama setahun itu, ini rumahmu."

"Terima kasih," balas Aira tersenyum lega.

"Ada lagi?" sela Xabiru merasa Aira sudah terlalu banyak bicara. Entah sudah berapa poin ditambahkannya.

"Hm …." Aira berpikir.

"Untuk saat ini cukup. Nanti bisa ditambahkan lagi."

"Tidak! Setelah ini tidak akan ada perubahan. Kita akan tandatangani surat perjanjian ini lalu aku akan mencetaknya masing-masing untuk kita satu sebagai pegangan. Jadi jika kamu mau menambahkan lagi, harus sekarang ini."

Aira dengan jeli membaca kembali poin-poin perjanjian yang ia tambahkan, dan mengingat keras apalagi yang harus ia tulis.

"Baiklah. Sepertinya sudah cukup." Aira mengulurkan lembaran surat perjanjian tersebut pada Xabiru.

"Tulis ulang, jangan seperti ini. Penuh coretan," titah Xabiru setelah mengambil kertas hvs yang baru dari dalam laci lemari yang tak jauh dari tempatnya duduk.

Aira bahkan baru sadar kalau dalam laci lemari tersebut ada kertas lembaran itu di sana. Ia memang belum menjelajahi isi rumah baru yang didiaminya saat ini. Jadi tidak tahu apapun selain kamarnya dan kamar Xabiru. Itu pun ia tak berani mengamati lekat setiap sudut kamar suaminya tersebut. Tak ada ruang untuk melihat lebih dekat. Suaminya itu tampak tak suka.

"Baik. Sini saya tulis ulang." Aira mengambil dan menyalin apa yang tertera dalam kertas surat perjanjian tersebut. Berharap apa yang ia ambil bukan keputusan yang salah.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Jogi Hutapea
pintar jg itu cewek
goodnovel comment avatar
Jogi Hutapea
makin seru
goodnovel comment avatar
Jogi Hutapea
aira bijaksana
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Bukan Babysitter Biasa   Cemburu?

    Seminggu sudah Xabiru dan Aira tinggal serumah setelah resmi menikah. Tidak ada perubahan dari hubungan keduanya selama tujuh hari tersebut karena perjanjian pernikahan baru dimulai tepat di hari ke delapan. "Bismillah, semangat Aira! Ayo kita mulai pertempuran ini!" Aira bicara sendiri di depan cermin di dalam kamarnya dengan penuh semangat. "Jangan sampai kalah," lanjutnya lagi menambahkan. Hari ini akan dimulai hubungan suami-istri sesuai isi perjanjian pernikahan yang telah disepakati Aira dan Xabiru. Tak ada pilihan karena itu keinginan suaminya. Banyak rencana yang sudah dipersiapkan oleh Aira dan ia berharap semua berjalan sesuai dengan rencananya. Pagi-pagi Aira bangun seperti biasanya. Beraktivitas subuh menjalankan ibadah, baru keluar kamar membersihkan rumah. Tidak ada asisten rumah tangga yang akan membantunya di rumah ini seperti di rumah ibu mertuanya karena dia sendiri yang menolak hal tersebut. "Kamu bisa membereskan rumah ini sendirian? Apa perlu asisten rumah

    Last Updated : 2023-07-13
  • Bukan Babysitter Biasa   Kedatangan Seseorang

    [Kamarku jangan diotak-atik. Biarkan saja begitu adanya.]Pesan dari Xabiru mengerutkan kening Aira. Awalnya Aira senang mendapatkan pesan pertamanya di ponsel baru yang telah diberikan Xabiru, dan itu dari suaminya, tapi bibirnya seketika manyun kecewa dengan pernyataan yang tertulis pada pesan tersebut. "Suamiku itu cenayang, ya? Dukun atau anak indigo? Kok dia tahu aku mau ke kamarnya?" Aira bergumam sendiri. Langkahnya yang mengarah ke kamar Xabiru terhenti sejenak. Lalu Aira berbalik arah menuju lantai bawah dengan langkah gontai. Semua sudut ruangan dan kamar di rumah ini sudah dibersihkan Aira, tinggal satu kamar saja yang belum dan itu kamarnya Xabiru. Kamar yang tampak suram karena dinding kamarnya berwarna monokrom hitam-putih. Seperti kamar laki-laki bujang yang belum menikah. Pikir Aira. Teng! Terdengar kembali dering pesan masuk di ponselnya. Aira yang duduk di sofa ruang tengah segera merogoh ponsel di saku celana. [Kenapa tidak dibalas?] Dari 'suamiku', nama yan

    Last Updated : 2023-07-14
  • Bukan Babysitter Biasa   Misi Ibu Mertua

    "Ibu?" Aira dengan cepat menghampiri wanita paruh baya yang wajahnya masih terlihat cantik di usia senjanya. Senyum merekah dilemparkannya ke arah wanita tua tersebut setelah berhasil menetralkan gemuruh keterkejutan dalam hatinya. Aira meraih tangan mertuanya dan mencium takzim punggung tangan yang mulai berkeriput tersebut. "Ibu kok datang mendadak? Pagi tadi nggak bilang bakal mau ke sini. Ibu sudah makan? Kalau belum biar Aira siapkan. Kebetulan kami baru saja selesai makan malam, Bu." Aira mencoba mengajak bicara Bu Laila. Menyambut dengan ramah dan hormat. "Tidak usah. Ibu sudah kenyang. Syukurlah kalau kalian sudah makan malam. Ibu mau ke kamar saja, capek di jalan menempuh waktu dua jam. Eh, tapi Ai, kamu kalau di rumah dasteran gini?" Tiba-tiba Bu Laila memindai penampilan menantu barunya. "Hah?" Ekspresi terkejut Aira keluar lagi. Belum apa-apa sudah dikomentari ibu mertua cara berpakaiannya. "Iya, Bu? Kenapa?" Refleks, Aira bertanya. Aira sempat memindai sebentar pe

    Last Updated : 2023-07-15
  • Bukan Babysitter Biasa   Bagai Tom and Jerry

    "Kenapa jadi berantakan begini? Terus mau ditaruh dimana semua barangmu ini?" Xabiru berdecak kesal melihat barang Aira tersusun berantakan di kamarnya. Ia tak mengira kalau Aira asal letak saja barangnya tanpa menyusun dengan rapi seperti dalam benaknya. Mereka berdua telah berada di kamar Xabiru. Aira yang masih berdiri di depan pintu kamar, hanya menatap bingung pada barangnya. Sembari menggaruk kepala yang tentu saja tak gatal. "Mas kan cuma bilang taruh di kamar, nggak bilang disusun rapi. Lagi pula aku nggak tahu harus meletakkannya dimana. Ini kan kamar Mas, maksudnya menunggu Mas lihat dulu biar ngasih tahu aku harus meletakkannya dimana. Nanti kalau asal taruh, salah lagi." Aira membela diri. Ia tak mau disalahkan. Lagipula mana sempat meletakkannya dengan baik. Bukankah ia didesak untuk gerak cepat. Ada ibu mertua yang sedang menunggunya di bawah. "Ya sudah. Kopermu taruh di sana dulu. Peralatan tak jelas itu taruh saja di meja kerjaku." Xabiru menunjuk tas kecil berisi

    Last Updated : 2023-07-16
  • Bukan Babysitter Biasa   Sulit Melepaskan

    Aira menggaruk kepalanya karena bingung apakah harus menuruti keinginan mertuanya atau abaikan saja. Toh, mau dikenakan atau tidak, Ibu mertuanya tidak bakalan tahu. Namun kalau tidak dituruti, lagi-lagi dia harus berbohong. Rasanya berat kalau membohongi orang tua, apalagi mertua. Bagaimanapun juga Aira sudah menganggap Ibu mertuanya sebagai orang tua sendiri. Ini juga yang menyebabkan Aira bersedia menikah dengan Xabiru. Bukan hidup nyaman yang jadi alasan utama Aira, tapi lebih kepada ingin mempunyai ibu mertua seperti Bu Laila. Dulu, selama kerja di rumah Bu Laila, ia diperlakukan dengan sangat baik oleh wanita paruh baya tersebut, meskipun Bu Laila bersikap sangat tegas tapi tidak berlebihan dan masih dalam batas wajar. Tidak terlihat jenjang status sosial keduanya karena Bu Laila memang memperlakukan pekerjanya sebagai manusia. Bu Laila bukan tipe majikan yang asal memerintah dan gila hormat. Apa yang dimakan keluarga Bu Laila maka para pekerja disana ikutan merasakan. Sering

    Last Updated : 2023-07-16
  • Bukan Babysitter Biasa   Posesif atau Cinta?

    "Aaargh!" teriak Jasmin seraya menyapu bersih peralatan make upnya hingga terlempar berantakan jatuh ke lantai. Beberapa pecah dan retak, tapi Jasmin tak peduli. "Kurang ajar! Nenek bangka menyebalkan! Kenapa aku bisa kecolongan?!" hardiknya di depan cermin seraya menatap wajahnya yang penuh amarah. Mbak Yusi–asisten rumah tangga di rumah Jasmin yang tidak sengaja melintas di depan kamar wanita tersebut hanya mampu mengurut dada. Tidak sekali, dua kali ia mendengar hal tersebut terjadi. Sudah sering, jadi bukan sesuatu yang mengejutkan lagi baginya. Ia hanya melewati kamar Jasmin tanpa berniat singgah, apalagi mengetuk pintu kamar yang sedang diisi oleh penghuninya yang sedang marah. "Yusi, itu suara dari kamar…?" Bu Mita sengaja menggantung perkataannya karena yakin asisten rumah tangganya tersebut paham dengan apa yang sedang ditanyakannya. Yusi berpapasan dengan Bu Mita, ibunya Jasmin di ruang tengah. Ia ingin menuju dapur. "Iya, Bu. Itu suara dari kamar Non Jasmin," sahutny

    Last Updated : 2023-07-16
  • Bukan Babysitter Biasa   Tidur seranjang

    Dia memanggilku? Buat apa? Apa jangan-jangan mau itu?" Aira bergumam sendiri dalam hati mendengar Xabiru memanggilnya. Dadanya berdegup kencang, pikirannya sudah ke hal lain. Ia tak menyangka kalau Xabiru memilih tidur bersamanya ketimbang tidur sendiri di sofa. "Balik, tidak? Balik, tidak? Balik, tidak? Akh… apa ya?" Aira bingung sendiri apakah harus berbalik menghadap Xabiru dan mencari tahu apa keinginan lelaki tersebut atau diam saja tetap berpura-pura tidur. Setelah berpikir keras akhirnya Aira memutuskan menunggu Xabiru memanggilnya kembali baru dia akan berbalik. Ia teringat ucapan Ibu panti yang dulu pernah menasihatinya tentang kehidupan berumah tangga. Katanya kalau suami sedang memanggil harus segera direspon, jangan diabaikan apalagi sengaja dicuekin, pamali, bakal kena tulah. Berbekal hal tersebut, entah benar atau tidak, Aira mencoba merespon andai dipanggil kembali. Namun anehnya semenit, dua menit telah berlalu hingga Aira merasa waktu sudah berjalan lebih dari l

    Last Updated : 2023-07-18
  • Bukan Babysitter Biasa   Gara-gara cuma Handukan

    "Mandi, Mas nggak mau mandi? Ini sudah subuh, biar kita bisa solat subuh berjamaah," tegas Aira memperjelas perkataannya. "Oh, I–iya. Ini juga mau mandi." Tanpa menoleh ke arah Aira, Xabiru bergegas menuju kamar mandi. Dia tidak kuasa kalau harus melihat pemandangan indah di depan matanya. Xabiru lelaki, sekian lama tak pernah melihat wanita di kamarnya dan tiba-tiba wanita tersebut melintas di depannya hanya dengan melilitkan handuk, itu sungguh menggoyahkan iman bagi Xabiru. "Astaga! Apa tadi?" Xabiru membasuh mukanya di depan wastafel sambil berkaca. Ia merutuki dirinya yang tiba-tiba terpaku melihat Aira keluar dari kamar mandi. "Aku sudah sering melihat wanita cantik dan jauh diatas Aira, tapi kenapa tetap terpana melihat sosoknya yang hanya mengenakan handuk saja? Ada apa denganku?" Xabiru bicara sendiri. Ia mempertanyakan dirinya yang gampang tergoda dengan tampilan Aira barusan. Bukankah hal biasa melihat wanita cantik dan seksi. Xabiru saat diundang ke pesta rekan kerjanya

    Last Updated : 2023-07-18

Latest chapter

  • Bukan Babysitter Biasa   Akhir Kisah Ini

    "Mas, kopinya." Aira masuk ke kamar membawakan secangkir kopi untuk Xabiru. "Terima kasih ya, maaf merepotkan." Segera meraih cangkir tersebut dari tangan Aira. "Masih sibuk, Mas?" Aira mengamati suaminya yang masih fokus ke layar laptop. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Hubungan keduanya makin baik pasca kecelakaan yang menimpa Xabiru. Sesuai dengan janji yang disepakati, Xabiru ingin memulai hubungan layaknya suami-istri pada umumnya. Surat perjanjiannya bersama Aira sudah dimusnahkannya. "Iya, banyak yang harus diselesaikan, besok ada meeting." Xabiru menjawab tanpa menoleh ke Aira. Ia terlalu fokus ke layar laptop. "Oh, tapi besok sidang 'kan, Mas? Mas nggak datang?" Aira mencoba mengingatkan. Xabiru menoleh sebentar. "Datang, kok. Masih bisa. Meetingnya sore. Kalau pun sidangnya lama, biar Pak Burhan saja yang urus."Aira manggut-manggut mendengarkan."Menurut Mas, gimana? Apa Mbak Jasmin bakal di penjara atau?" Aira membuka obrolan tentang sidang Jasmin yang a

  • Bukan Babysitter Biasa   Orang di Balik Kecelakaan

    Semalaman Aira dan Bu Laila di rumah sakit menjaga keadaan Xabiru. Sebenarnya Bu Laila tak tega pada Aira karena menantunya itu dalam keadaan hamil muda. Kesehatannya juga tak baik. Bu Laila sempat meminta Aira untuk pulang saja, tapi Aira menolak. Ia ingin menemani suaminya sampai sadar. Pulang tak kan membuat perasaannya tenang. Justru membuatnya tak bisa tidur dan kepikiran terus. ***"Ra, Aira," lirih Xabiru memanggil istrinya. Ingin mengusap kepala Aira, tapi tak bisa. Tenaganya tak kuat. Ia merasa sangat lemah. Saat matanya mengerjap, orang yang pertama dilihatnya adalah Aira yang duduk tertidur sambil merebahkan kepalanya di ranjang yang ditempatinya. Ia merasa bersalah. "Ra.""Mas! Kamu sudah sadar? Ada yang sakit? Tunggu! Biar Aira panggilkan dokter dulu." Aira terkesiap melihat Xabiru yang telah sadarkan diri. Aira bangkit dari duduknya dan tampak kebingungan. Namun ia akhirnya ingat harus memanggil dokter segera. Xabiru tersenyum tipis seraya menggelengkan kepala. Meno

  • Bukan Babysitter Biasa   Penyesalan Aira

    Pantas saja perasaan Aira tak enak sejak kepergian suaminya. Ia merasa ada sesuatu yang mengganjal, tapi tak tahu apa itu, ternyata Mas Xabiru. Suaminya itu mengalami kecelakaan. Bergegas Aira menyiapkan diri untuk pergi ke rumah sakit. Ia berganti pakaian dulu, baru setelah itu mengambil beberapa baju buat suaminya. Ia tak tahu seberapa parah keadaan Xabiru, tapi pasti akan membutuhkan beberapa lembar pakaian ganti untuk berada di sana. Ia berharap, suaminya tidak apa-apa. Hanya luka ringan saja. Aira masuk ke dalam kamar putrinya, Jingga. Memeriksa keadaan putrinya itu sebelum ditinggal pergi. Nanti ada Bi Siti yang akan menemani Jingga sementara ia pergi ke rumah sakit. Jingga tertidur pulas. Rasanya enggan kalau membangunkan anaknya itu apalagi memberitahukan keadaan ayahnya. Memang lebih baik, Jingga tak perlu tahu dulu dan tetap berada di rumah. Hampir setengah jam Aira menunggu, baru Mang Diman dan Bi Siti tiba di rumahnya. Bergegas Aira menghampiri dengan setengah ber

  • Bukan Babysitter Biasa   Kecelakaan

    "Nikahi aku, Mas. Jadi kedua pun tak masalah asal bisa bersamamu." Jasmin tampak pasrah. Apa pun akan dilakukannya meskipun harus tersakiti. Xabiru menghela napasnya. Terasa berat memenuhi keinginan wanita di sampingnya ini. "Aku tak bisa, Jas. Aku sudah membuat keputusan untuk menjalankan pernikahanku bersama Aira. Apalagi sekarang dia sedang mengandung anakku."Brug! Xabiru tersentak kaget mendapati serangan tak terduga. Jasmin memukulkan bantal sofa ke arahnya. Wanita itu kesal karena Xabiru tak bisa menepati janjinya. Katanya dulu tidak akan tergoda atau meniduri istrinya, tapi sekarang, wanita itu malah hamil juga. "Dasar lelaki! Omongannya tidak bisa dipercaya!""Ya, memang laki-laki itu egois. Seperti yang dulu kulakukan padamu. Aku tahu kamu menyukaiku, Jas. Namun sayangnya aku lebih menyukai kakakmu."Jasmin mendelik tak suka. Kembali bantal di tangannya, dihantamkan ke tubuh Xabiru. "Sudah, Jas. Hentikan!" Xabiru meminta Jasmin berhenti, karena rasanya tak enak dipuku

  • Bukan Babysitter Biasa   Dibohongi, dipaksa Menikahinya

    Xabiru akhirnya pergi. Terpaksa karena ia pikir ini adalah kesempatan terakhirnya bertemu Jasmin. Ia ingin memperbaiki semuanya. Ingin juga mengakhiri dengan benar hubungan mereka yang sempat terjalin meskipun ia telah menikah. Ia ingin membatalkan janjinya untuk menikahi wanita tersebut. meski terdengar egois, tapi itu adalah jalan terbaik. Daripada tetap bersama dengan perasaan yang telah berubah. Bagaimanapun juga Xabiru sadar ia telah mencintai Aira, bukan Jasmin. Bahkan nama wanita tersebut sulit untuk ia masukkan ke dalam hatinya. ***Xabiru sekarang sudah berada di depan pintu unit apartemen Jasmin. Ia menunggu dibukakan pintu oleh wanita tersebut. "Masuk, Mas." Pintu tiba-tiba terbuka dengan sendirinya tanpa terlihat sosok Jasmin di depan pintu. Hanya suaranya yang terdengar mempersilakan masuk. Xabiru sedikit heran tapi dia tetap masuk ke dalam. Baru berjalan beberapa langkah, Tiba-tiba dia tersentak kaget mendengar pintu apartemen tertutup. Ia berbalik dan melihat Jasmi

  • Bukan Babysitter Biasa   Terpaksa Menemui Seseorang

    Xabiru tertegun membaca pesan yang baru saja dikirim Jasmin. Dia baru tahu kalau Jasmin ingin pergi keluar negeri, tapi dalam rangka apa? Setahu Xabiru, tidak ada kunjungan ke luar negeri dari kantor dan kalaupun urusan pribadi, kenapa terkesan mendadak? "Mas.""Mas Xabiru." "Mas ....""Ya, a--apa?" jawab Xabiru tergagap baru tersadar karena panggilan Aira. Ia sedang memikirkan Jasmin. "Mas kenapa? Dari tadi kupanggil nggak jawab. Mas kayak mikirin sesuatu." Aira heran dan mulai berpikir negatif kalau suaminya tersebut tidak begitu senang dengan kehamilannya ini. Xabiru seperti banyak pikiran. Banyak termenung sedari tadi diperhatikannya. Wanita itu ingat kalau Xabiru berharap pernikahan mereka hanya berumur setahun dan akan segera berpisah secepatnya. apa itu pemicunya? apa suaminya kebingungan untuk mengakhiri semuanya setelah tahu ia hamil? "Tidak. Tidak apa," jawab Xabiru datar. Menambah kepiluan hati Aira. "Kalau begitu, habiskan makanan Mas, biar secepatnya kubereskan." Ai

  • Bukan Babysitter Biasa   Kabar Kepergian Jasmin

    Yusi menggeleng lemah. "Maaf, Bu, saya tidak tahu.""Hm … apa Ibu perlu sesuatu? Apa Ibu mau minum? Biar saya ambilkan." Dengan takut-takut Yusi menawarkannya. Ia merasa tak enak pada majikannya tersebut karena perintah untuk menahan Jasmin tak mampu dilakukannya. Jangankan untuk menahan, bertanya Jasmin mau kemana saja tak mampu keluar dari mulutnya. Ia sudah gemetaran saat melihat raut wajah tak bersahabat yang ditunjukkan Jasmin padanya saat keluar dari kamarnya. Bu Mita menggeleng. "Saya mau ke kamar saja." Wanita tersebut mengubah posisi rebahan menjadi duduk. Lalu kemudian beranjak bangun ingin menuju ke kamar. Bu Mita merasa perlu istirahat sebentar karena kepalanya sungguh terasa pusing. Entah tensinya naik mendengar kelakuan Jasmin atau kondisi badannya yang memang sejak kemarin sudah tidak sehat. "Baik, Bu."***"Tunggu, Bu! Jangan masuk!" Lola–sekretaris Xabiru melonjak terkejut dari tempat duduknya melihat Jasmin tiba-tiba berjalan menuju ruangan atasannya–Xabiru dengan

  • Bukan Babysitter Biasa   Amukan Jasmin

    "Aaargh!" Jasmin mengamuk kembali. Kamarnya seperti kapal pecah hingga kalau ada yang masuk ke dalamnya, harus hati-hati melangkah karena banyak serpihan kaca pecah berserakan di lantai. Yusi dan Anggi saling tatap kala mendengar suara keributan dari lantai atas rumah Bu Mita. "Non Jasmin kenapa lagi, Mbak Yus? Aku takut ke atas," ujar Anggi seraya menatap ke atas tangga yang menghubungkan lantai atas dan bawah. Dadanya berdegup kencang seiring terdengar suara benda-benda berbunyi tak enak di telinganya. Apalagi saat ini Bu Mita–majikannya lagi di luar, tidak ada di rumah. "Huuussst! Kalau nggak penting, nggak usah ke atas. Kamu nyari mati kalau pergi ke sana terus masuk ke kamarnya Non Jasmin. Itu sama saja seperti masuk ke kandang harimau. Seram," balas Yusi sambil bergidik ngeri membayangkannya. "Mbak enak sudah terbiasa karena sudah lama tinggal di sini. Lah, saya baru hitungan bulan sudah spot jantung saja tiap dengar suara prang-prang kedubrak dari kamar Non Jasmin." Anggi y

  • Bukan Babysitter Biasa   Rasa Bahagia Aira dan Kemarahan Jasmin

    "Aira, kamu baik-baik saja?" Bu Laila datang menghampiri menantunya dengan raut khawatir. Wanita paruh baya tersebut memeluk Aira dengan erat. "Nggak papa kok, Bu. Aira baik-baik saja." Senyum terulas di bibir pucat Aira setelah mengurai pelukan mertuanya. Dia senang diperhatikan mertuanya. "Nenek, kata Ayah, Bunda punya dede bayi, loh di perutnya. Jingga katanya bakal jadi kakak, Jingga senang dengarnya." Jingga berceloteh menghampiri Bu Laila sembari memeluknya. "Iya, Jingga bakal jadi kakak. Nanti harus sayang ya sama dedenya, nggak boleh marah atau bertengkar." Bu Laila menasihati seraya mencubit pelan pipi Jingga. Lalu mengusap pucuk kepalanya. Gadis kecil tersebut mengiakan dengan anggukkan kepala. Senyum lebar menghiasi wajahnya. Ia kesenangan. Tak sabar menunggu adiknya lahir. "Tapi Jingga jangan ganggu Bunda ya? Bunda lagi sakit.""Iya, Nek. Kata Ayah, Jingga nggak boleh minta ini minta itu sama Bunda. Harus ambil sendiri. Harus kerjakan sendiri. Jangan nyusahin Bunda,"

DMCA.com Protection Status