Beranda / Urban / Broken Wings / Tentang Masa Depan

Share

Tentang Masa Depan

Penulis: Alfarin
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Adrian pamit pulang setelah jam menunjukkan pukul delapan malam. Setelah mendengar ceritaku yang berulang-ulang tentang rasa sakit hatiku terhadap Keanu dan Dendra. Tentang bagaimana rasa luka ini dikhianati sahabat sendiri. Adrian mendengarkannya dengan khusuk tak menjeda kalimatku dengan nasihat apapun. Dia tau, aku sedang butuh didengarkan.

"Istirahat, ya!" ucap Adrian saat kuantar ke pintu.

"Beneran nggak perlu aku anter ke bawah?" tanyaku untuk memastikan kembali.

"Nggak usah, kamu pasti capek." Adrian tersenyum lembut.

"Makasih, Dri." Lalu entah dari mana keberanian ini datang, tiba-tiba saja aku mendekatkan diri dan melabuhkan kecupan ringan di pipinya. Well, mungkin bagi sebagian orang hal itu biasa, tetapi bagiku hal itu rasanya sangat memalukan. Adrian terpana sambil mengusap pipinya. Wajahnya pun menunjukkan rasa terkejut akibat perbuatanku tadi. Aku buru-buru mengucapkan salam dan menutup pintu, malu rasanya melihat dia menat
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Broken Wings   Belum Bisa Berterus Terang

    "Bundo, aku mau berhenti kerja." kuutarakan rencanaku pada Bundo untuk melihat bagaimana reaksi ibuku. "Apa Keanu yang meminta?"Aku menghela napas panjang. Bingung bagaimana menjelaskan pada Bundo tentang kandasnya hubunganku dengan pria itu. Saat ini aku belum siap mengatakannya pada kedua orangtuaku, karena belum menemukan alasan selain perselingkuhan yang dilakukan Keanu. Aku memilih untuk menyimpannya untuk saat ini, lalu mencari waktu yang tepat untuk mengatakannya nanti. "Mei?" Panggilan Bundo menyadarkanku bahwa panggilan masih tersambung. "Bukan. Aku sudah merasa capek kerja tak tentu waktu seperti ini. "Kenapa, Bun?" Kali ini suara ayah yang terdengar di samping Bundo. "Mei mau berhenti kerja." Terdengar Bundo menyahut. "Mei, apa rencanamu setelah berhenti kerja?" Ayah mengambil alih percakapan. "Untuk saat ini mau menikmati dulu jadi pengangguran, Yah." Aku terkekeh setelah mengatakan hal itu. "Pulang

  • Broken Wings   Terkuak

    Aku baru sampai di apartemen ketika bundo menelpon. Buru-buru kuterima panggilan bundo sambil merebahkan diri di sofa. "Mei, apa benar kamu putus sama Keanu?" cecar Bundo begitu panggilan tersambung. Sontak aku menegakkan tubuh dengan memijat pelipis. Suara bundo terdengar kurang bersahabat. Tak biasanya seperti itu. "Bundo tau dari siapa?" tanyaku takut-takut. "Tadi ayah menelpon Om Danu, katanya kalian enggak jadi ngelanjutin hubungan kalian." Suara bundo kali ini terdengar agak tertekan. Aku menelan ludah. Bingung bagaimana cara memulai untuk menceritakannya. "Iya, Bun ... sebenarnya awal tahun, aku kebagian jadwal ke London ...." Lalu cerita tentang berakhirnya hubunganku dengan Keanu, kuceritakan secara jujur pada bundo. Tak ada yang kututupi. Aku tidak ingin mereka mengira nanti Adrian yang menjadi penyebab rusaknya hubunganku ketika aku mengenalkan pria itu kepada mereka. "Apa bukan salah paham saja? Kamu kadang suka memutuskan sesuatu secar

  • Broken Wings   Memantapkan Hati

    Adrian datang ke apartemenku tepat waktu. "Lagi ada masalah apa?" tanyanya begitu melihatku. Laki-laki itu terkadang seperti cenayang, ia bisa membaca pikiranku hanya dalam sekali lihat. Namun, aku tak serta merta mengutarakan apa yang mengusik pikiranku sedari tadi. "Nggak ada apa-apa," tepisku sambil lalu, ke pantry hendak menyiapkan minuman hangat untuknya. Adrian duduk di bangku pantry, menopang dagunya dengan tangan. Menatapku yang sibuk mengambil teh dan gula dari kabinet. "Tapi itu kerutan di jidat makin keliatan." Adrian terkekeh. "Ah! Kenapa selalu ketauan gini sih!" Aku ikut tertawa, menyadari bahwa aku tidak bisa menyembunyikan apa pun dari lelaki itu. Apa memang dia bisa membaca pikiranku? Adrian masih saja menatapku lekat. "Ada apa? Mau cerita?"Aku menghentikan kegiatanku menyeduh teh. Berbalik menatap Adrian. Lelaki itu tampak dengan sabar menungguku membuka suara. "Aku sekelas baking sama Rani." Aku menjeda, menunggu reaksi darinya.

  • Broken Wings   Mantan Yang Belum Move-on

    Pertemuan kedua kelas baking, aku maupun Rani masih tak bertegur sapa. Rasanya sangat aneh, saat orang yang biasa menjadi tempatmu berbagi cerita selama ini, kini terasa bagai orang asing. Kali ini aku duduk berjauhan dengan Rani. Beruntung salah seorang teman kelas bakingku mengajak diskusi mengenai praktek kami hari ini. Sehingga pikiranku tak terlalu fokus pada masalah dengan Rani. Hari ini materi praktek kami adalah membuat adonan puff pastry. Adonan yang pengerjaannya memakan tenaga dan waktu ekstra saat melipat dan menggilas adonannya. "Lemes amat kayaknya, Mbak," ledek Daniel terkekeh-kekeh saat melihatku berkali-kali mengusap keringat dengan punggung tangan. "Hati-hati jangan terlalu dekat, udah punya orang, Nil!" celetuk Rani tiba-tiba. Kulihat sekilas Danil mengernyit. "Ya elah, cuma becanda gitu doang, Mbak," balas Danil. Sementara aku memilih diam, tak menanggapi kalimat yang dilontarkan Rani tersebut, meskipun dalam hati kesal juga. Entah bebera

  • Broken Wings   Gila Karena Cinta

    Tidak pernah aku merasa setakut ini melihat Dendra. Tatapannya begitu mengintimidasi. Mengingatkanku pada sorot mata serigala yang hendak menerkam mangsa. Aku sudah pernah merasakan pengalaman antara hidup dan mati, tetapi berhadapan dengan Dendra seperti ini, membuat rasa takut saat menghadapi Nisya beberapa waktu lalu terasa tak ada apa-apanya.Kali ini tak terlihat peluang untuk melarikan diri karena Dendra memblokir jalan keluar. Aku beringsut mundur dengan tatapan terus waspada. Sialnya gerakanku tertahan karena mukena yang kupakai. Sekali lagi aku bermaksud berteriak minta tolong, tetapi lagi-lagi tak ada suara yang keluar. Bahkan suara jantungku lah yang terdengar lebih keras dari suaraku sendiri. "Kalau aku nggak bisa miliki kamu, yang lain juga nggak bisa," geram Dendra. Kali ini kemarahan terjejak di wajahnya. Sekonyong-konyong tubuh jangkungnya menerjang. Mengunci tubuhku di bawah tubuhnya. Aku memalingkan wajah saat wajahnya mendekat. "Kamu nggak ingat si

  • Broken Wings   Lelah

    Pagi ini aku terbangun dengan tubuh yang terasa linu semua. Meskipun semalam aku sempat tertidur, tak lebih karena fisikku sudah terlalu lelah menjalani hari kemarin. Lalu tiba-tiba saja aku teringat Rani. Dengan emosi yang mendadak kembali muncul, aku mengambil ponsel dan mengetikkan pesan pada mantan sahabatku itu. [Makasih ya, Ran. Karena lo sukses menghancurkan hidup gue dan keluarga Dendra. Ntar gue kirimin deh lo tiket VIP ke neraka.]Nomor Rani kublokir setelahnya. Masih belum percaya, persahabatan yang sudah terjalin belasan tahun hancur begitu saja. Aku masih belum mengerti apa alasan Rani bisa berbuat setega itu padaku. Ketukan pelan di pintu, memutus nelangsa yang kurasa. "Mei, udah shalat?" Terdengar suara Adrian di luar kamar, teredam oleh pintu. Segera bangkit dari duduk, melupakan sejenak rasa sakit hati dikhianati sahabat yang begitu kupercaya semenjak dulu. "Belum," jawabku begitu membuka pintu dan mendapati lelaki itu berdiri di depan s

  • Broken Wings   I don't need any psycholog

    "Mei ...." Aku membuka mata tatkala suara berat itu memanggil. Kulihat wajah teduh itu menatapku khawatir. "Kamu mimpi apa?"Aku mengerjap, mengusap wajah yang basah oleh keringat bercampur airmata. Memindai ke seluruh ruangan, tak ada siapapun selain aku dan Adrian. Tangisku kembali pecah saat mengingat betapa nyatanya mimpi barusan. Bahkan aku seakan merasakan embusan napas Dendra di kulitku. Adrian memelukku, berusaha menenangkan. Namun, rasa takut itu seakan enyah pergi. "It's okay, I'm here." Berkali-kali ia mengucapkan kalimat itu, hingga terdengar seperti mantra. Perlahan tangisku mereda. Sedalam itu rasa trauma yang kudapat akibat perlakuan Dendra. Malam ini aku memaksa Adrian untuk mengantarku pulang ke apartemen. Ingin mengemasi barang-barang yang akan kubawa pulang ke kampung, menjadi alasan. "Beres packing, kita balik ke sini lagi ya!" pungkas Adrian memberikan jalan tengah. "Aku khawatir kamu malah mimpi seperti tadi lagi," imbuhnya. Se

  • Broken Wings   Healing

    Kalimat "Safe flight." Dan sebuah kecupan ringan di sisi kepala, melepas kepergianku kali ini. Adrian melipat bibir dan melambaikan tangannya saat aku berbalik dan menarik koper ke pintu keberangkatan. Ada rasa berat yang kurasakan kali ini. Biasanya setiap hendak pulang menemui kedua orangtuaku, aku selalu bersemangat. Lagi, aku menoleh ke belakang, di mana Adrian tadi kutinggalkan. Lelaki itu masih di sana, berdiri menatap ke arahku. Dia kembali melambai saat aku menoleh, dan aku hanya membalas dengan anggukan pelan dan senyum tipis, kemudian kembali berbalik, kali ini dengan langkah cepat. Kurasakan seperti ada yang berdenyut nyeri begitu mengingat wajah Adrian saat melepasku tadi. Kembali aku menoleh ke belakang, lelaki itu masih di sana, memperhatikanku seperti saat tadi aku melangkah masuk, dan senyum itu masih terpatri di bibirnya. Bukan senyum yang biasa ia tunjukkan saat menyambut kedatanganku, tetapi senyum yang dipaksakan. Jika boleh sedikit berbesar kepala, aku meng

Bab terbaru

  • Broken Wings   The End For Beginning

    Setelah tersiksa oleh rasa sakit selama lebih dari 12 jam, akhirnya makhluk mungil yang kami tunggu pun hadir dengan tangisnya yang lantang membelah malam. Hampir tengah malam kala tubuh mungil yang masih merah itu di telungkupkan di dadaku, menyesap makanan pertamanya dari tubuhku. Tidak hanya aku, Adrian juya terlihat sangat lelah. Rambutnya sudah tak lagi serapi saat datang, karena telah menjadi korban jambakanku ketika proses melahirkan. Ah! Maafkan aku suamiku. Namun, segala kesakitan dan rasa lelah itu terasa terbayar saat melihat mulut mungil itu mengecap-ngecap di dadaku. "Thanks, Mei," bisik Adrian mengecup lembut sisi kepalaku. Tiba-tiba seperti ada tetesan hangat jatuh di pipiku. Aku mendongak, mendapati mata Adrian yang basah, tetapi dengan senyum mengulas di bibirnya. "Makasih sudah berjuang untuk makhluk terindah ini," imbuhnya saat melihatku mengerjap-ngerjap menahan haru menatap ke arahnya. Aku masih merasa tak percaya saat menelisik wajah mungil yang dengan rakusnya

  • Broken Wings   Partus

    Memasuki hari ketujuh setelah aku dan Adrian keluar dari rumah sakit. Adrian sudah mulai kembali bekerja, meskipun dia belum bisa menyetir sendiri untuk berangkat ke kantor. Pak Isa—sopir keluarga ibu mertuaku—yang diperbantukan untuk menjemput dan mengantar suamiku itu ke kantor. Berhubung kantor Adrian merupakan perusahaan keluarga, jadi Adrian tidak terlalu dituntut untuk hadir sesuai jadwal kantoran. Dia bisa berangkat agak siang, dan pulang lebih awal. Sehingga lumayan menghemat tenaganya selama pemulihan, karena tidak terlalu lama terjebak di jalan. Tadinya ayah yang menawarkan diri untuk mengantar, tetapi Adrian menolak karena merasa sungkan. Pagi ini setelah melepas Adrian berangkat ke kantor, aku memilih berjalan-jalan di taman apartemen, ditemani oleh bundo. Sebenarnya aku masih agak takut berada di luar ruang seperti ini. Rasa trauma itu masih ada. Terkadang, aku kembali mengalami mimpi buruk. Terbangun di tengah malam dan berteriak kesetanan kala tak kudapati Adrian bera

  • Broken Wings   Ujian

    Hari ini Adrian sudah dipindah ke ruang rawat biasa. Aku masih saja terus mengucap syukur dalam hati. Kendati Adrian belum sepenuhnya bisa banyak gerak, tetapi melihat senyum tersungging di bibirnya, sudah membuat rasa syukurku berlipat. Dengan persetujuan dokter juga aku bisa dirawat dalam satu ruangan dengan Adrian, sehingga kami tak terlalu saling mencemaskan satu sama lain. Karena dengan kondisi seperti itu Adrian masih saja mencemaskan kandunganku, dia bahkan sampai lupa luka yang tengah ia derita kala melihatku harus meminimalisir gerak. "Apakah istri saya baik-baik saja, Dok?" See? Meskipun dia masih terbaring lemah, tetapi kalimatnya masih mengkhawatirkanku. "Tekanan darahnya sudah normal. Hanya kadar protein urin masih agak tinggi, besok istri bapak sudah bisa rawat jalan," terang dokter yang tengah memeriksa keadaan Adrian. Kulihat bibir Adrian menyunggingkan senyum. Lebih terlihat lega, setelah seharian tadi dia berkali-kali bertanya apa benar aku merasa baik-baik saja.

  • Broken Wings   Tak Sanggup Tanpamu

    Pihak rumah sakit akhirnya mengizinkanku untuk mengunjungi ruang rawat Adrian. Aku tak dapat membendung tangis begitu melihat tubuh lelaki yang kucintai itu terbujur dengan berbagai alat bantu di tubuhnya. Adrian belum sadarkan diri, meskipun telah melewati masa kritis akibat syok karena kehilangan banyak darah. Kantong darah yang masih menggantung pada salah satu sisi bed, menandakan seberapa banyak darah yang hilang diakibatkan oleh luka itu. Menurut cerita ibu mertuaku, tusukan Dendra mengenai paru-paru Adrian, sehingga tak hanya kehilangan banyak darah, Adrian juga harus menjalani operasi untuk mengeluarkan darah yang mengumpul di paru-paru, serta menjahit luka tersebut. Keluarga Adrian saat ini tengah memperkarakan kasus ini ke jalur hukum. Meskipun Dendra dibebaskan pada kasus penyerangan di kafe Adrian dengan alasan kondisi kejiwaan yang tidak stabil, keluarga Adrian tak peduli. Mba Olivia—kakak tertua Adrian— bersikeras untuk memperkarakan Dendra dan menuntut agar laki-laki i

  • Broken Wings   Takut

    Hari ini aku dan Adrian pergi ke pusat perbelanjaan, untuk mencari perlengkapan menyambut anggota keluarga baru kami. Sekalian mencari barang yang kuperlukan saat persalinan nanti. Masih banyak barang-barang persiapan persalinan yang belum kubeli. Selama memutari beberapa toko yang menjual perlengkapan bayi, tangan Adrian tak lepas menggenggam tanganku, seolah takut aku terlepas dan hilang di pusat perbelanjaan ini. Ia hanya melepas genggaman ketika aku mulai memilih barang-barang yang hendak kubeli dari rak toko. "Ini lucu nggak, Dri?" tanyaku memamerkan tuxedo berukuran mini di depan dada. Ya, bayi kami diprediksikan berjenis kelamin laki-laki, sehingga pakaian yang menarik perhatianku selama berbelanja adalah pakaian untuk bayi laki-laki. "Lucu." Adrian setuju dengan pendapatku. "Ah! Tapi harganya lumayan," ujarku ketika melihat tag harga sambil cengengesan. "Beli saja kalau suka."Aku menggeleng. "Tampaknya belum perlu bayi kita memakai tuxedo, kata Mbak Salma pakaian bayi yan

  • Broken Wings   Because You're My Lady

    Bandung dan setumpuk rindu di hati yang sulit kulerai. Rindu yang kurasa kali ini bukan lagi milik Dendra, tetapi rindu akan hal-hal yang pernah aku lakukan di sana tanpa Dendra. Pagi ini bersama Adrian, aku memilih pergi dengan kendaraan umum menuju tempat penjual kupat tahu yang kuidamkan itu. Adrian tampak agak kurang setuju dengan usulku, mengingat kondisiku yang terkadang tiba-tiba turun jika terlalu lelah. "Nggak apa-apa, aku baik-baik saja," ujarku berusaha meyakinkan suami protektif yang berkali-kali bertanya apakah aku tidak merasa pusing, karena angkot yang kami tumpangi berhenti terlalu lama menunggu penumpang. Berbeda jauh dengan saat aku masih kuliah dulu, angkot menuju pasar tradisional tujuan kami ini jarang sekali ngetem lama seperti ini. Mungkin karena pada saat aku kuliah dulu belum ada transportasi online, sehingga angkutan kotalah yang menjadi pilihan utama sebagai moda transportasi. Jarak tempuh dari tempat kami menginap ke tempat yang kami tuju sebenarnya hanya

  • Broken Wings   Bandung dan Sepenggal Kisah

    Ternyata masa-masa kehamilan pada trimester pertama tidak semulus bayanganku. Hampir setiap waktu aku merasa ingin mengeluarkan seluruh isi perut. Di saat perut sudah tak berisi apapun, rasa mual itu malah semakin menjadi. Serba salah, diisi salah, tak diisi pun makin parah. Adrian yang merasa khawatir dengan kondisiku, memilih untuk menemaniku di apartemen. Segala pekerjaan ia kerjakan di apartemen. Hanya sesekali ia keluar, itu pun tak lama. Bahkan Adrian berkali-kali menelpon dokter kandungan, menanyakan apakah kondisiku seperti itu normal. Adrian yang kukenal tenang selama ini, berubah penuh kecemasan. Wajahnya hampir sepanjang waktu terlihat tegang. "Mei, mau aku buatkan sesuatu?" Adrian kembali melongokkan kepala di ambang pintu kamar.Aku hanya menggeleng lemah. Entah pertanyaan yang keberapa kali ia ajukan semenjak tadi pagi. Aku menyuruhnya keluar, karena entah kenapa belakangan ini aroma tubuhnya selalu saja membuatku mual. Meski terlihat sedih, tetapi Adrian menuruti keing

  • Broken Wings   Putusan Hakim

    Senyum tak berhenti nengulas di bibir Adrian semenjak kami keluar dari ruang praktek dokter kandungan tadi. Janin yang kini tumbuh di rahimku masih berumur enam minggu, masih sebesar kacang. Aku harus memperhatikan asupan makanan yang bergizi agar janin ini tumbuh sempurna. Mengenai masalah mual yang belakangan mulai terasa, menurut dokter selagi aku tidak sampai lemas, seharusnya tak masalah. Karena itu hal wajar terjadi pada trimester pertama kehamilan. Kebahagiaan jelas terpancar pada raut wajah Adrian saat mengetahui janin di rahimku tumbuh sesuai usianya. Bahkan setiap kali berhenti di lampu merah, Adrian memandang takjub foto hasil USG calon bayi kami di layar ponselnya. "Sepertinya aku akan terlupakan setelah ini," godaku pura-pura merajuk, tatkala Adrian kembali menatap layar ponselnya. Adrian terkesiap, menoleh ke arahku dengan cepat. "Ah! Maaf!" Adrian meletakkan ponsel, tertawa gugup sembari menggaruk tengkuk, seakan menyadari kelakuannya yang membuatku merasa tersingkir

  • Broken Wings   Our Little Happiness

    Harusnya hari ini aku menghadiri acara sidang putusan kasusku dengan Dendra, tetapi dari semenjak selesai salat subuh, tubuhku seakan tak mampu berkompromi. Rasa mual yang tak tertahankan berkali-kali membuatku harus berlari ke kamar mandi. Sementara itu, Adrian dari semalam tidak kembali ke apartemen karena tengah sibuk mempersiapkan acara grand opening kafe barunya yang tinggal beberapa hari lagi. Rasa pusing dan mual yang kurasa sedari pagi, membuat tubuhku seakan kehilangan tenaga. Setelah menelpon pengacara dan mengatakan bahwa tak sanggup mengikuti acara persidangan hari ini, aku kembali merebahkan tubuh. Setelah kepala kembali menyentuh bantal, rasanya tubuhku mulai membaik. Entah berapa lama tertidur, ketika aku merasakan kecupan lembut dan sedikit geli menusuk kulit pipi. Saat membuka mata, kulihat Adrian mengulas senyum, wajahnya terlihat letih dengan rambut halus yang belum dicukur menghiasi dagu, dan sisi rahangnya. "Kamu baru pulang?" tanyaku dengan suara sedikit serak

DMCA.com Protection Status