"Aku kenapa? Kamu benar-benar tidak tahu?"Kayshila menggigit bibirnya dengan keras, suaranya bergetar saat berbicara, "Kau tidak perlu tahu! Aku hanya memohon satu hal, jika mau mati, cepat pergi! Mengingat kau sedarah denganku, mungkin aku akan membakar kertas untukmu!" Setelah mengatakannya, dia langsung memutuskan sambungan.Dia mengangkat kepala, mengedipkan mata, berusaha menahan air mata yang ingin keluar. Selain Azka, entah William atau Zenith, tidak ada yang bisa membuatnya menangis, tidak satu tetes pun! …Selama dua hari berikutnya, Kayshila menjaga Azka di rumah sakit. Masalah luka di kepalanya tidak terlalu serius, cukup dengan mengganti perban dan memberi antibiotik setiap hari. Dokter psikolog yang diundang Zenith sangat profesional, dan kondisi Azka jauh lebih baik dari yang dia bayangkan. Meskipun masih tidak berbicara, dia tahu, kesabaran adalah kunci, semua ini harus dilakukan secara perlahan. Pagi hari, pukul sepuluh.Kayshila melihat Azka menerima infus anti
Kepada siapa Kayshila akan memberikan bunga ini?"Sudah dibungkus semuanya!"Pemilik toko memegang buket bunga dan menyerahkannya pada Kayshila."Terima kasih ...""Di mana aku bisa memindai kode bayarnya?""Di sini, Tuan."Zenith mengambil ponsel dan memindai kode untuk membayar.Setelah keluar dari toko bunga, Zenith mengulurkan tangan untuk mengambil bunga dari tangan Kayshila dan berkata, "Biar aku yang membawanya.""Tidak perlu." Kayshila menggelengkan kepalanya dan berbicara dengan ragu-ragu, "Apa kamu tidak punya urusan lain? Brivan bisa menemaniku.""Hmm?"Zenith terkejut dan dia berkata dengan masam, "Brivan menemani, dan aku menemani, itu tidak sama." "Tidak." Kayshila menggelengkan kepalanya, "Aku khawatir kamu akan bosan."Dia memegang buket bunga dan bertanya, "Apakah kita akan pergi ke pemakaman?""Sudah tertebak?""Huh." Zenith tertawa sinis, "Ini bunga krisan dan anyelir. Mudah sekali ditebak. Tapi ke makam siapa kamu akan berziarah? Hari ini bukan bulan ziarah.""Maka
"Aku … minta maaf."William segera berhenti berbicara, "Ini salahku, aku tidak mempertimbangkannya.""Cukup!"Kayshila sangat kesal, "Aku tidak butuh permintaan maafmu. Apakah permintaan maaf bisa mengembalikan Azka ke keadaan sebelum dia terluka?""Kayshila ... oh ya"William teringat sesuatu, mengeluarkan dompet dari saku, mengambil sebuah kartu, dan memberikannya kepada Kayshila. "Ini yang terakhir kali aku berikan padamu, tetapi kamu tidak mau. Ambil saja."Melihat Kayshila tetap diam, dia menambahkan, "Kayshila, kamu membutuhkannya."William melihat sekeliling dan menghela napas."Hari ini adalah hari yang sangat penting dan kamu datang sendirian. Zenith tidak menemanimu, ini menunjukkan bahwa dia tidak memperlakukanmu dengan baik. Kalian tidak akan bertahan lama dan setelah meninggalkan Keluarga Edsel, kamu akan membutuhkan banyak uang."Kayshila ragu-ragu.Memang, semua yang William katakan ada benarnya.Jadi, apa dia harus mengambil uang ini? Lagi pula, uang Keluarga Zena adal
Dia melihat buket bunga yang dibeli Kayshila, dan foto di atas batu nisan adalah seorang wanita yang sangat muda.Dari tatapannya, ada sedikit kemiripan antara wanita dalam foto dengan Kayshila.Saat melihat kata-kata yang terukir, tertulis 'Ibu yang tercinta, Adriena Vano' …Ibu yang tercinta."Heh."Zenith tersenyum dingin, merasa sangat terkejut.Apa ada hal lain yang tidak dia ketahui?Makam yang Kayshila kunjungi adalah Ibunya.Zenith menatapnya dan berkata dengan suara pelan, "Apa ini kamu sebut sebagai? Sekarang, panggil dia ‘Tante’ di hadapanku.""..."Kayshila memejamkan matanya dan berkata dengan jujur."Dia adalah Ibuku, hari ini adalah hari kematiannya.""Akhirnya mau mengaku juga?"Zenith tiba-tiba berteriak, raut wajahnya sangat marah sehingga sulit untuk mengendalikan emosinya.Dia berjalan mondar-mandir dengan kesal, dan tidak bisa menahan diri untuk tidak mengumpat."Aku ini benar-benar bodoh! Kayshila, kamu sebenarnya menganggapku apa?"Kayshila menundukkan pandangann
Zenith memegang ponselnya, dan refleks menoleh ke arah balkon.Dia berkata dengan ragu-ragu, "Tavia, maafkan aku, aku tidak bisa datang.""Apa?"Tavia sangat terkejut. Ketika dia bertanya, dia tidak pernah menyangka bahwa Zenith akan menolak.Bukankah Zenith selalu memenuhi semua permintaannya? Apalagi, mereka masih belum move on."Kenapa?""Maaf."Zenith berkata, "Azka baru saja keluar dari rumah sakit dan belum pulih. Suasana hati Kayshila sedang buruk akhir-akhir ini, jadi aku harus menemaninya.""Oh."Benarkah?Tavia mencibir dalam hati, 'Apakah harus 24 jam untuk menemaninya?'Mereka sudah menjadi suami istri, bertemu dan bersama setiap hari.Tavia hanya memintanya meluangkan sedikit waktu, apakah tidak bisa?Tavia mengepalkan tangannya dengan erat, dan tersenyum, "Jadi begitu, aku mengerti, memang seharusnya begitu.""Kalau begitu aku akan menyuruh Savian pergi."Zenith juga berkata, "Kamu tenang saja, tidak akan ada orang yang meremehkanmu di circle ini.""Hmm, baiklah."Setela
"Bagaimana bisa?" Kayshila terharu, "Guru Deon sudah melakukan semua ini untukku, aku benar-benar bersyukur. Terima Kasih Guru Deon.""Tidak perlu berterima kasih padaku."Guru Deon juga merasa sedikit terharu, "Jika kamu harus berterima kasih, maka berterima kasihlah pada dirimu sendiri. Di tengah kesulitan, kamu tetap tumbuh dengan tekad yang kuat, kamu tidak pernah menyerah pada dirimu sendiri.""Baik." Kayshila menangguk dan hampir menangis.Guru Deon berkata, "Jika kamu berhasil masuk pascasarjana tanpa ujian, maka kamu akan bisa menjadi dokter tetap di rumah sakit yang berafiliasi. Jadi pendidikan dan kariermu juga akan terjamin. Entah berhasil atau tidak, kita tunggu saja dengan sabar.""Baik."Setelah keluar dari kantor Guru Deon, ponsel di saku Kayshila terus berdering.Kayshila terlalu bersemangat dan tidak fokus, sehingga dia bahkan tidak melihat siapa yang menelepon ketika dia mengangkat telepon itu."Halo?""Kayshila."Itu Zenith."Apa kamu sudah selesai? Aku di lantai ba
Akibatnya, Kayshila langsung dimasukkan ke mobil dan dibawa ke Morris Bay.Di gedung utama Morris Bay, pintu terbuka lebar, dengan sepatu, jas pria, dasi dan syal wanita yang berserakan di lantai.…Kayshila berbaring di tempat tidur, tidak ingin bergerak sedikit pun.Namun, dia merasa sangat tidak nyaman karena tubuhnya lengket."Halo."Dengan mata masih terpejam, dia menendang pria di sampingnya dengan lembut, "Apa kamu tidak ingin mandi?"Menyadari bahwa Kayshila menyukai kebersihan, Zenith pun demikian."Aku dulu atau kamu dulu?"Kayshila membuka matanya dan menatapnya dengan marah."Kamu ingin aku mandi sendiri?"Apakah dia terlihat seperti memiliki tenaga?"Pftt … hahaha, baiklah!"Zenith dengan senang hati melakukannya, menggendong Kayshila, dan membawanya ke kamar mandi.Ini bukan pertama kalinya Zenith menemani Kayshila mandi.Pada awalnya, Zenith lah yang berinisiatif. Dia cukup menyukai hubungan intim antara suami istri seperti ini.Namun sekarang, dia justru menganggap ini
Zenith telah melakukan banyak hal untuknya, setidaknya dia harus mengungkapkan rasa terima kasihnya."Ah …."Kayshila menghela napas, dan mengutuk dirinya sendiri karena terlalu mudah goyah.Bukankah dia sudah memutuskan untuk tidak lagi merasa tertarik?Sudahlah, lebih baik tidak memberikannya.Kayshila menutup kotaknya, kemudian beranjak dan masuk ke kamar mandi.Saat Zenith kembali, terdengar suara air mengalir dari kamar mandi. Mengetahui bahwa Kayshila sedang mandi, dia tidak mengganggunya.Setelah mengganti pakaian, dia duduk di sofa.Sekilas, dia melihat kotak di meja kecil."Apa ini?"Dia mengambilnya begitu saja, kotak itu kecil yang tampaknya seperti tempat untuk menyimpan jam tangan.Tanpa pikir panjang, dia langsung membukanya.Itu bukan jam tangan, tetapi sebuah benda berbentuk persegi dari kuningan, yang sangat halus dan mudah dipegang, ini adalah pemantik api.Seluruh bagiannya dipoles dengan sangat halus. Di bagian bawah terukir beberapa kata dalam Bahasa Inggris yang s
Setelah keluar dari rumah sakit, sikap Zenith terhadap Kayshila jadi jauh lebih hati-hati.Awalnya hari ini dia berniat pergi ke kantor, tapi sekarang malah tidak ingin pergi sama sekali."Kayshila, hari ini kamu mau ngapain? Aku temani semuanya, boleh ya?""Boleh." Kayshila paham maksudnya dan tidak menolak.Keduanya berjalan melewati lobi poliklinik, menuju ke luar.Tiba-tiba, Kayshila berhenti melangkah, pandangannya terpaku pada satu arah."Kayshila?" Zenith mengira dia merasa tidak enak badan, "Kenapa?""Oh …" Kayshila melirik padanya, "Lihat seseorang yang aku kenal. Kamu juga kenal.""Oh ya?"Zenith mengikuti arah pandangannya. Di loket pendaftaran mandiri, yang paling akhir dalam antrean adalah seorang perempuan."Siapa?" Zenith menyipitkan mata, berusaha mengingat."Hmm?" Kayshila menatapnya sambil tertawa, "Nggak ingat? Aktingnya sih meyakinkan.""Bukan begitu … aku beneran nggak inget. Siapa sih?""Udah deh, cukup ya."Kayshila melotot manja, "Orang itu pernah ada hubungan s
Dua bulan kemudian.Pagi-pagi sekali, Zenith sudah bangun.Dengan langkah ringan dan hati-hati, ia turun ke bawah, masuk ke ruang makan, dan mulai menyiapkan sarapan untuk Kayshila.Sejak sebulan yang lalu, Kayshila mulai mengalami gejala mual karena kehamilan.Apa pun yang dimakan pasti dimuntahkan, bahkan kadang-kadang hanya minum air pun bisa membuatnya mual.Nafsu makannya menurun drastis. Setiap kali ditanya, jawabannya selalu, “nggak lapar”.Padahal di rumah ada chef masakan barat dan Indo, ditambah lagi ada Bibi Maya yang ahli masak.Kalau saja dia sedikit saja bilang ingin makan sesuatu, langsung bisa disajikan di depan matanya.Tapi mulutnya sangat pilih-pilih dan hanya mau makan masakan buatan Zenith.Jadinya, setiap kali ada waktu, Zenith pasti turun tangan sendiri.Apalagi soal sarapan, sudah pasti jadi tanggung jawab dia sepenuhnya.Di dapur, Bibi Maya melihat dia masuk, langsung menyapa sambil tersenyum, "Tuan Muda Zenith sudah bangun? Semua bahan sudah saya siapkan.""Ya
Perjalanan ke Toronto kali ini benar-benar penuh dengan kebahagiaan. …Delapan bulan kemudian, Jeanet melahirkan seorang bayi laki-laki di Rumah Sakit Santa.Bayi besar dengan berat 3,9 kg.Cucu pertama di Keluarga Gaby, dan cucu bungsu di Keluarga Wint. Sejak lahir, ia sudah bagaikan terlahir dengan sendok emas di mulutnya.Karena kondisi tubuhnya, Jeanet tidak memilih melahirkan secara normal, melainkan melalui operasi caesar.Farnley ikut masuk ke ruang operasi. Awalnya dia menunggu di ruang persiapan, lalu setelah bayinya lahir, barulah ia masuk ke ruang operasi.Ia mengganti pakaian isolasi, mengenakan sarung tangan, lalu menerima gunting dari dokter untuk memotong tali pusar yang menghubungkan anak dan ibunya.Setelah itu, ia menggendong bayinya dan menghampiri Jeanet, memeluk ibu dan anak sekaligus."Jeanet, kamu sudah sangat berjuang."Jeanet tersenyum, "Hmm."Begitu keluar dari ruang operasi, Jeanet dipindahkan ke kamar rawat. Farnley menjaganya sepanjang malam tanpa beranjak
"Apa maksudnya?" Jeanet sempat tertegun.Adriena cemas, "Aku tanya, kamu jawab saja!""Sepertinya ... bulan lalu?" Jeanet mencoba menghitung."Aduh!" Adriena tertawa sambil menangis, "Anak ini! Hubungan kalian begini, sudah sekian lama nggak haid, kamu nggak ada rasa curiga sedikit pun?""Aku ..." Jeanet menggeleng polos, "Sejak sembuh dari sakit, datang bulanku memang nggak teratur.""Tapi nggak sampai se-nggak teratur ini juga!"Adriena melirik Farnley, "Kamu percaya nggak, dia muntah-muntah kayak gitu gara-gara kamu!""Hah?" Jeanet kaget, "Masa sih?""Kenapa nggak?"Adriena tertawa geli, "Kalian anak muda memang kurang pengalaman! Kalau pasangan itu hubungannya dekat banget, ceweknya hamil, cowoknya bisa ikut-ikutan muntah!"Sambil mendorong mereka, dia berkata, "Masih bengong aja? Cepat ke rumah sakit, periksa dulu!""Oh ..."Begitu sampai rumah sakit dan hasilnya keluar, semua pun terdiam."Apa aku bilang?" Adriena membaca laporan medis sambil tersenyum lebar, "Benar kan, kamu ham
Azka yang bertubuh tinggi dengan mudah mengangkat Jannice di atas bahunya, ke mana pun pergi, Jannice tak perlu berjalan sedikit pun.Jannice pun girang dan berteriak, "Aku milik tempat ini! Tempat ini bagaikan surga!"Ucapan itu terdengar oleh para orang dewasa, membuat mereka tak bisa menahan tawa.Seiring berjalannya waktu, para tamu pun datang satu per satu.Pernikahan pun tiba sesuai jadwal.Di taman tua yang klasik, hamparan karpet merah digelar. Azka kembali menggendong Kayshila, mengantarnya menuju pernikahan.Ia menyerahkan sang kakak kepada Zenith, "Kakak ipar, kakakku kuserahkan padamu."Pemuda itu kini berbicara jauh lebih lancar daripada dulu."Tenang saja." Zenith menerima mempelainya, di belakangnya ada Jannice dan Kevin sebagai flower boy dan flower girl, menaburkan kelopak bunga ke udara.Saat sesi lempar bunga, dengan teriakan Kayshila, "Aku lempar ya! Satu, dua, tiga!"Dia melemparkan buket bunga ke belakang.Buket itu terbang di udara, dan di tengah riuh para tamu,
Awalnya, niat Kayshila adalah untuk tidak menggelar pernikahan lagi.Namun, saat urusan ini jatuh ke tangan Adriena, ditambah lagi dengan Ron, pasangan suami istri ini memang merasa sangat bersalah kepada putri mereka. Dengan adanya kesempatan seperti ini, bagaimana mungkin mereka tidak memanfaatkannya sebaik mungkin?Dan juga, Ron dan Calista telah resmi bercerai setengah tahun lalu, dan keesokan harinya, Ron langsung mendaftarkan pernikahan dengan Adriena, menjadikan mereka pasangan sah secara hukum.Pertikaian yang telah berlangsung selama lebih dari dua puluh tahun itu akhirnya mencapai sebuah akhir.Setidaknya, bagi mereka, ini adalah akhir yang baik.Pernikahan mereka digelar dengan sangat megah. Para tokoh kalangan elite dari seluruh Kanada yang bisa hadir, datang semua.Ron akhirnya bisa menegakkan kepala, menikahi perempuan yang telah dicintainya sejak muda, dan kini akhirnya ia bisa berdiri di sisinya secara sah.Dalam pernikahan itu, Kayshila dan Zenith mengambil cuti dan da
"Baik, aku mengerti."Setelah menutup telepon, Kayshila berdiri di hadapan Zenith. Mata Zenith sedikit memerah, suaranya tenang namun terdengar datar."Dia sudah pergi."Kayshila memejamkan mata sejenak, tak mengatakan apa pun. Dia hanya melangkah maju dan memeluknya.Dia bisa merasakan tubuh Zenith sedikit gemetar.Di saat seperti ini, hatinya pasti sangat terluka, ya?Kini, tampak jelas bahwa yang paling patut dibenci adalah Gordon dan Morica. Hidup Jeromi bisa dibilang penuh dengan ketidakberuntungan.Akhir hidupnya yang seperti itu seolah-olah membuat seluruh perjalanan hidupnya di dunia ini menjadi sia-sia.Kayshila menepuk-nepuk punggung Zenith dengan lembut. "Adakan pemakaman yang layak untuknya. Iringi dia ke peristirahatan terakhirnya dengan baik.""Mm." Zenith mengangguk dengan suara serak.Meski berniat menggelar pemakaman yang layak, pada kenyataannya tak banyak orang yang hadir.Selama beberapa tahun terakhir, Jeromi tinggal di Toronto dan tak memiliki banyak teman. Dia me
Jeromi perlahan membuka mulut, menatap langit-langit, "Aku ini hidupnya pendek. Tapi sejujurnya, aku sudah lama merasa cukup dengan hidup ini.""Bagiku, sejak meninggalkan Jakarta, meninggalkan kamu, ibu, dan kakek … setiap hari setelahnya terasa lebih menyiksa daripada mati."Suasana dalam ruangan sunyi senyap.Kayshila diam-diam menggenggam tangan Zenith.Orang bilang, ketika seseorang menjelang ajal, kata-katanya menjadi tulus.Kalau dulu Jeromi mengucapkan kalimat seperti ini, orang mungkin akan curiga, apakah dia hanya sedang berpura-pura.Tapi melihat kondisinya sekarang … apa gunanya berpura-pura lagi?Sudah terlihat jelas, dia benar-benar sedang sangat menderita.Jeromi melanjutkan, "Satu-satunya keinginanku dalam hidup ini adalah kembali ke Jakarta, kembali ke sisi Ibu …"Ia perlahan menoleh ke arah Zenith, "Zenith, kumohon padamu, bawalah aku pulang, bolehkah?"Bibir Zenith menegang, hatinya terasa perih dan sesak.Pria di hadapannya ini dulu adalah saudara kandungnya, tapi j
Mereka tidak perlu mengkhawatirkan apa pun, bahkan untuk mengurus Jannice pun sudah tidak diperlukan lagi.Paman Kevin sangat menyayangi keponakan perempuannya, dan ia sering mengajaknya bermain keliling seluruh area perkebunan.Tahun itu, saat mereka datang, Toronto sedang berada dalam musim dingin. Namun kini, musim semi telah tiba, bunga-bunga bermekaran, taman terlihat sangat indah, sangat cocok untuk anak-anak bermain.Memasuki bulan April, Toronto akan berganti ke musim panas, yang akan berlangsung hingga Oktober. Pada saat itu, perkebunan akan terlihat secantik lukisan cat minyak.Adriena pun mengusulkan, "Kayshila, bagaimana kalau nanti acara reuni kalian diadakan di sini saja?"Semakin dipikir, ia merasa ide itu sangat masuk akal."Tempatnya luas, kalian juga hanya mengundang kerabat dan teman dekat saja, pasti cukup untuk menampung semua. Kota Azka juga dekat dari sini, jadi kalau mau menjemput orang juga mudah. Momen ini langka, kalian kakak-beradik bisa berkumpul kembali."