"Benarkah?"Adriena tersenyum, mendongak, dan langsung tertegun.Begitu pula dengan Kayshila, yang juga tertegun.Tadi, dari kejauhan, dia belum bisa melihat dengan jelas, tetapi sekarang, ada perasaan yang sangat familiar yang tiba-tiba menyergapnya.Aneh.Kayshila mengerutkan kening. Ini seharusnya pertama kali mereka bertemu, kenapa dia merasa seperti pernah bertemu sebelumnya?"Mama!" Kevin melompat-lompat dengan riang, memperkenalkan mereka."Inilah kakak cantik itu. Kakak, ini mamaku!"Adriena berusaha keras untuk mempertahankan senyumnya, menatap Kayshila dengan terkendali. "Ha ... halo.""Halo." Kayshila sedikit terpana, lalu menjawab dengan sopan.Aneh sekali, dari mana perasaan familiar ini datang?"Kayshila!"Di pintu ruang periksa, seorang perawat memanggilnya sambil melambaikan tangan. "Sudah bisa masuk untuk perawatan sekarang.""Baik, terima kasih."Tanpa banyak berpikir, Kayshila tersenyum minta maaf pada Adriena. "Maaf, saya ada urusan.""Tidak apa-apa, silakan.""Baik
Setelah perawatan selesai, Kayshila pergi ke Gold Residence."Kamu datang."Jeanet tidak ada di lantai atas, dia langsung melihat Kayshila begitu masuk ruang tamu."Kenapa turun? Bukannya kakimu sedang bermasalah?""Tidak apa-apa, toh tidak patah," Jeanet mendengus. "Seharian di atas, rasanya mau berjamur. Aku turun untuk menyambutmu sekaligus sekalian gerak sedikit."Sambil berkata, dia menarik tangan Kayshila. "Ayo, kita bicara di atas."Dia juga tidak lupa memberi instruksi kepada perawat yang selalu mengikutinya, "Kamu tidak perlu ikut. Temanku ini dokter, dia bisa menjagaku.""Baik, Dokter Gaby."Jeanet menarik Kayshila ke atas sambil mengeluh, "Kamu lihat sendiri, di sini ada Bibi Siska dan juga perawat. Perawat apanya? Ini jelas penjaga yang mengawasiku."Kayshila hanya bisa menggeleng tak berdaya.Pepatah ‘jangan menilai orang dari penampilan’ sangat cocok untuk Farnley.Dari luar, dia terlihat lebih berbudaya dibandingkan Zenith, selalu tampak sopan dan ramah.Siapa yang mengi
"Benarkah?"Farnley mendengar itu, mengangkat tangan untuk menutup mulutnya, menghembuskan napas."Tidak mungkin, aku hanya minum sedikit. Kalau kamu tidak suka, aku akan mandi dulu, bersih-bersih, lalu kembali lagi."Sambil berkata, ujung jarinya menyentuh lembut bibir Jeanet."Aku akan melayani Dokter Gaby malam ini."Jeanet meliriknya tajam. Namun, Farnley sudah tertawa sambil bangkit dan berjalan ke kamar mandi....Tengah malam.Farnley terbangun karena orang di pelukannya bergerak gelisah."Jeanet?"Orang di pelukannya terus menggeliat, disertai erangan pelan.Farnley meraih ponsel dan menyalakan lampu, lalu dia melihat Jeanet meringkuk seperti bola. Wajahnya pucat, penuh keringat dingin, tampak sangat kesakitan."Jeanet!"Farnley terkejut. "Ada apa? Di mana yang sakit?""Perut ..." Jeanet memegangi perutnya, mengerang kesakitan. "Perutku sakit.""Apa yang harus kulakukan?""Aku mau ke kamar mandi.""Baik!"Farnley langsung menggendongnya ke kamar mandi. Tangannya bergerak ke pin
“Jangan terburu-buru.”Farnley semakin lembut, sambil tersenyum berkata, “Hal baik tidak perlu terburu-buru, kita tunggu saja. Aku bisa lari ke mana? Pada akhirnya, aku tetap milikmu.”Heh.Jeanet tersenyum dingin dalam hati. Ucapannya memang terdengar sangat meyakinkan. Kalau dia tidak tahu kebenarannya, dia pasti sudah tertipu oleh sikapnya ini!“Jangan terlalu banyak berpikir.”Farnley menghela napas lega. “Yang terpenting adalah memulihkan kesehatanmu dulu. Kalau tidak, saat aku pergi ke rumahmu, aku bahkan tidak tahu bagaimana meminta ayah dan ibumu untuk menyerahkanmu padaku.”Dia teringat sesuatu dan bertanya, “Oh iya, kenapa tadi malam perutmu bisa sakit begitu?”Setiap penyakit pasti ada penyebabnya.Dokter memang bertanya tadi, tetapi Farnley benar-benar tidak tahu apa-apa.“Apakah karena tadi malam aku pulang terlambat? Apa kamu makan sesuatu yang salah saat makan malam?”“Tidak.”Jeanet menggeleng, sedikit merasa bersalah. “Sarapan, makan siang, dan makan malam semuanya dis
Kayshila secara refleks berhenti, mengangkat kepalanya, dan langsung merasa gugup. “Jen .. Kak Jenzo?”Pagi-pagi sekali, Jenzo datang ke rumah sakit untuk mengambil obat untuk ibunya.Jenzo mengerutkan kening, merasa bingung. “Kamu sedang menelepon Jeanet?”“Eh ...”Jenzo adalah kakak laki-laki Jeanet, dan di depannya, Kayshila sering merasa canggung seperti menghadapi kakaknya sendiri.“Biar aku lihat.”Jenzo mengulurkan tangan untuk meminta ponsel Kayshila.Kayshila tidak punya pilihan selain menyerahkan ponselnya. Panggilan telepon itu belum ditutup, dan Jenzo mengambilnya. Suara Jeanet terdengar dari seberang.“Kayshila? Kenapa kamu tidak bicara lagi? Ada apa?”Jenzo mengerutkan kening. “Ini kakak. Kamu ada di mana?”“...”Akhirnya, Kayshila dan Jenzo pergi bersama menuju kamar perawatan Jeanet.Ketika melihat Jeanet terbaring di tempat tidur, Jenzo merasa campuran antara kesal dan sedih. “Kamu hebat sekali! Membuat dirimu sendiri masuk rumah sakit, dan bahkan menyembunyikannya dar
Kayshila dan Jenzo masih harus kerja, setelah tinggal sebentar mereka pun pergi.Sebelum pergi, Jenzo mengelus rambut adik perempuannya dengan lembut, "Kakak akan datang melihatmu lagi setelah pulang kerja.""Ya, baiklah." Jeanet menganggukkan kepalanya, tersenyum dengan mata dan alis yang melengkung.Farnley mengikuti mereka dari belakang, berpura-pura juga ingin pergi, tapi tidak lama kemudian dia kembali ke tempat semula.Dia langsung masuk ke dalam kamar sakit dan menutup pintu kamar.Farnley tidak menarik kursi, langsung duduk di samping ranjang dan memegang tangan Jeanet. "Jeanet, sekarang aku sangat marah.""?"Jeanet sedikit terkejut, tidak menyangka dia akan langsung berkata seperti itu.Karena tidak tahu persis apa yang ada di pikirannya, Jeanet berpura-pura, "Kenapa?""Kenapa?"Farnley mengulangi kata itu, jari-jarinya menggosok-gosok tangan Jeanet, seperti sedang membisikkan kata-kata cinta."Kakakmu datang, tapi aku tidak diperkenalkan sebagai pacarmu? Bagimu, aku hanyalah
Farnley mengangkat tangannya, memegang dagu Jeanet."Menikahlah denganku, apakah kamu merasa terhina? Dari segi latar belakang keluarga dan pendidikan, di mana aku tidak layak untukmu? Atau, aku kurang baik padamu?"Farnley tersenyum, dengan rasa percaya diri yang tinggi."Bukanlah aku mengagung-agungkan diri. Jeanet, seumur hidupmu, kamu tidak akan menemukan yang lebih baik dariku."Bleh!Jeanet diam-diam mengutuknya dalam hati, sungguh tak tahu malu!Namun di wajahnya tersenyum, "Tuan Keempat Wint tentunya sangat baik, justru aku yang tidak layak, tidak beruntung menikmati kebaikanmu. Tolonglah, tolonglah baik hati, lepaskan aku. Percaya saja, di Kota Jakarta ada banyak orang yang antri untuk menikah denganmu!""Benar juga."Farnley sedikit mengangguk, jari-jarinya menggosok-gosok pipinya.Dia menahan kemarahan dalam emosinya, "Tapi bagaimana? Yang aku inginkan hanya dirimu, jadi, hanya bisa meminta kamu untuk bersabar.""Farnley!""Ya, hanya kamu!""Farnley!"Jeanet menggigil seluru
Setelah tinggal di rumah sakit selama dua hari, Jeanet pulang ke rumah.Selama dua hari itu, Farnley menjaganya sepanjang waktu, tidak pergi ke mana-mana. Di siang hari, ketika Jeanet sedang menjalani pengobatan dengan infus, dia membawa Kimmy sekaligus mengurus urusan kantor.Di malam hari, tidak perlu perawat, Farnley sendiri yang menemani Jeanet di malam hari.Meskipun dia memiliki fisik yang sangat baik, rumah sakit adalah tempat yang penuh dengan kegiatan, baik siang maupun malam, dokter dan perawat datang untuk memeriksa, waktu istirahatnya pun terpecah-pecah.Meski hanya selama dua hari, dia tetap terlihat sedikit kelelahan.Farnley sibuk mengurus segala sesuatunya, akhirnya mereka kembali ke Gold Residence, dia meletakkan Jeanet di atas kasur, kemudian menghela nafas panjang, "Sudah."Dia meraba-raba rambut Jeanet, "Tetap lebih nyaman di rumah, lebih mudah untuk melakukan apapun, dan kamu juga bisa lebih baik istirahatnya."Jeanet memandangnya, dengan senyum yang agak tidak tu
Mereka tidak perlu mengkhawatirkan apa pun, bahkan untuk mengurus Jannice pun sudah tidak diperlukan lagi.Paman Kevin sangat menyayangi keponakan perempuannya, dan ia sering mengajaknya bermain keliling seluruh area perkebunan.Tahun itu, saat mereka datang, Toronto sedang berada dalam musim dingin. Namun kini, musim semi telah tiba, bunga-bunga bermekaran, taman terlihat sangat indah, sangat cocok untuk anak-anak bermain.Memasuki bulan April, Toronto akan berganti ke musim panas, yang akan berlangsung hingga Oktober. Pada saat itu, perkebunan akan terlihat secantik lukisan cat minyak.Adriena pun mengusulkan, "Kayshila, bagaimana kalau nanti acara reuni kalian diadakan di sini saja?"Semakin dipikir, ia merasa ide itu sangat masuk akal."Tempatnya luas, kalian juga hanya mengundang kerabat dan teman dekat saja, pasti cukup untuk menampung semua. Kota Azka juga dekat dari sini, jadi kalau mau menjemput orang juga mudah. Momen ini langka, kalian kakak-beradik bisa berkumpul kembali."
Cuaca perlahan mulai menghangat.Ketika Kayshila mengajak Jannice turun ke bawah untuk mencuci tangan dan bersiap makan malam, langit di luar masih terang.Kayshila bergumam, "Rasanya belum malam ya.""Mama!""Hmm?"Saat menunduk, ia melihat Jannice meletakkan kedua tangannya di perut, lalu menepuknya pelan, "Aku bisa makan! Aku lapar! Aku mungkin bisa makan semuanya!""Puhaha ..."Kayshila tak bisa menahan tawa, lalu mengelus pipinya. "Baiklah! Putri kecil Jannice sudah lapar ya! Makan malam akan segera siap!"Di ruang makan, Zenith sudah menyendokkan nasi untuk ibu dan anak itu.Hari ini ia pulang lebih awal, bahkan sempat memasak sendiri satu hidangan.Kayshila menarik kursi dan duduk. Setelah melihat jumlah nasi di mangkuknya, ia mengernyit, lalu mengambil sebagian dan memindahkannya ke mangkuk Zenith."Kebanyakan, aku nggak sanggup ngabisin.""Kamu tuh ya …" Zenith menggeleng, tak berdaya tapi tetap sayang, "Sore tadi kebanyakan ngemil, ya?"Satu kalimat langsung membongkar rahasi
"Aku mengerti."Setelah menutup telepon, Jeanet merasa pikirannya melayang entah ke mana.Dia tahu betul, kecelakaan pesawat itu adalah kenyataan. Satu-satunya yang bisa mereka lakukan hanyalah mencoba menghubunginya ...Kalau beruntung, dia mungkin hanya terluka.Tapi apakah kemungkinan itu besar?Jeanet tak berani membayangkannya.Tak lama kemudian, seluruh Keluarga Gaby pun mengetahui kabar tersebut.Jeanet duduk di sofa, terdiam, wajahnya tampak pucat kehijauan. Sesekali dia mengangkat ponsel untuk melihat, takut melewatkan pesan dari Kayshila.Namun sepanjang malam, tidak ada kabar sama sekali.Kembali ke kamar, ia berbaring. Tapi Jeanet tak bisa tidur, berguling ke sana ke mari.Akhirnya ia memutuskan untuk menelepon Kayshila, "Kayshila, ini aku.""Belum ada kabar."Kayshila langsung mengerti maksudnya. "Pihak bandara sudah memberikan daftar, dan Zenith juga sudah menghubungi mereka. Tapi keadaan di sana masih cukup kacau, daftar korban luka dan meninggal belum keluar ... Jeanet,
Tas, ditambah dengan gelang.Itu semua adalah barang kesukaan Jeanet. Farnley tanpa banyak bicara, diam-diam langsung mengirim semuanya ke hadapan Jeanet.Jeanet merasa rumah ini dipenuhi oleh ‘mata-mata’."Ayo, makan dulu."Audrey datang membawa sarapan dan meletakkannya di atas meja teh. Dia melirik tas di atas meja, "Wah, cantiknya! Siapa yang ngasih nih?""Siapa yang ngasih?"Jeanet menyipitkan mata, "Heh, kamu pura-pura nggak tahu?""Mana aku tahu?" Audrey pura-pura bodoh."Kalau nggak ngaku ya sudah."Jeanet juga tidak memaksa. Meski ibunya mengaku, apa dia bisa berbuat apa pada ibunya sendiri?Namun Audrey duduk dan mulai bicara dengan nada serius, "Jeanet, Ibu rasa ...""Bu." Jeanet mengernyit, sedikit jengkel."Kamu ini ..."Audrey takut anaknya kesal, jadi menghela napas dan berkata, "Ibu bukan menyuruh kamu langsung balikan\ sama dia, cuma … coba kasih dia kesempatan. Nggak ada manusia yang sempurna. Anak muda seperti Farnley itu, langka lho."Dia tidak bicara panjang, takut
Masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa, adik iparnya, Jeanet, menunjukkan antusiasmenya sepenuhnya, menarik Chelsea untuk mengobrol tanpa henti.Anak perempuan selalu punya banyak topik sosial yang alami, seperti soal kosmetik, perhiasan, tas, ingin akrab jadi sangat mudah."Warna lipstik kamu hari ini cantik banget.""Kamu suka? Kebetulan aku bawa, mau coba?""Mau dong." Jeanet sama sekali nggak sungkan. "Tas kamu juga cantik banget.""Oh, yang ini ya."Chelsea tersenyum sambil melirik Jenzo, "Ini kakakmu yang beliin. Aku awalnya nggak tahu, kalau tahu, pasti nggak akan izinin dia beli."Alasannya cuma satu, karena tas itu terlalu mahal."Kenapa nggak boleh?"Jeanet nggak setuju. "Tasnya cantik banget, lho."Lalu dia tunjuk jempol ke Jenzo, "Kak, mantap! Selera bagus, dan yang paling penting, berkarisma!"Jenzo jadi agak malu dipuji adiknya.Tapi Farnley bisa lihat jelas, Jeanet benar-benar suka tas itu. Waktu meletakkannya, masih tampak enggan dan beberapa kali melirik."Chelsea, aku
Jeanet akhirnya menyadari bahwa semua orang di sekitarnya berharap ia dan Farnley bisa kembali bersama.Pipinya menggembung kesal, ia pun diam-diam berjalan ke ruang tamu.Tak lama kemudian, Farnley datang menghampirinya, berdiri di hadapannya, tapi tak berani langsung duduk."Jeanet, aku …""Duduklah." Jeanet meliriknya dan menunjuk ke sofa."Terima kasih.""Farnley."Pantat Farnley belum sepenuhnya menyentuh sofa ketika Jeanet tiba-tiba menoleh dan menatapnya langsung."Kamu datang karena diundang oleh orang tuaku, bukan olehku, kamu paham?""Mm." Farnley mengangguk, "Aku tahu. Aku tidak berpikir macam-macam. Aku sadar ini hanya sepihak dari sisiku, kamu memang belum menerimaku kembali.""Selama kamu tahu." Jeanet mendengus pelan dan mengalihkan pandangan, kembali fokus ke televisi.Namun pikirannya sudah kacau, ia sama sekali tak menangkap apa pun dari acara yang ditayangkan di layar."Jeanet."Farnley menatapnya, berpikir sejenak, lalu mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku dan
Saat Audrey sedang membayar, Jeanet melihat sebuah gelang yang menarik perhatiannya. Pelayan toko sudah mengeluarkannya untuk dicoba."Cocok sekali di tangan Anda. Kulit Anda cerah, pergelangan tangan juga ramping, sangat cocok dengan temperamen Anda.""Aku juga merasa begitu."Jeanet melihat dari kiri ke kanan, benar-benar menyukainya."Sedang apa kalian?"Audrey berjalan mendekat, melirik pergelangan tangan putrinya."Bu, lihat ini, bagus kan?" Jeanet mengangkat pergelangan tangannya, "Belikan aku ini, ya?""Bagus? Biasa aja tuh." Audrey menggeleng, "Terlalu simpel. Nggak usah beli deh.""?" Jeanet manyun, "Tapi aku suka, kan tadi malam udah bilang, setelah beliin buat Chelsea, beliin juga buat aku.""Aku nggak bilang nggak beli, cuma gelang ini beneran nggak bagus …"Sambil bicara, dia mendorong Jeanet, "Ayo cepetan lepas, lihat sana deh, udah dibungkus belum? Cepetan!""Oh."Melihat ibunya nggak tertarik, Jeanet pun cemberut dan dengan enggan meletakkan kembali gelang itu, lalu ber
Keluarga Gaby belakangan ini sedang menghadapi sebuah peristiwa besar, Jenzo akan membawa pacarnya pulang untuk makan bersama keluarga.Ini benar-benar luar biasa! Harus diketahui bahwa selama hidupnya, ini adalah pertama kalinya Jenzo membawa seorang perempuan ke rumah, apalagi sebagai pacarnya!Hal itu membuat Audrey dan Bobby sangat bahagia!Kalau sudah dibawa pulang, itu tandanya hubungan mereka cukup serius! Siapa tahu, perempuan ini akan jadi menantu mereka di masa depan!"Gimana cara menjamunya ya?"Audrey mengumpulkan semua anggota keluarga dan mengadakan rapat kecil dengan penuh keseriusan."Gimana kalau kita pesan satu ruang privat di Roju? Awu, kamu yang biasa ke sana, kamu saja yang pesan ya?""Oke deh …""Enggak usah."Baru saja Jeanet mau setuju, Jenzo langsung menyela. Dia tertawa sambil sedikit menggeleng, "Ibu, Chelsea cuma mau datang makan biasa, bukan kunjungan resmi."Maksudnya, dia hanya ingin memperkenalkan pacarnya kepada keluarga.Itu sebenarnya bentuk rasa horm
Dulu, dia juga bukan benar-benar menyukainya.Farnley tersenyum tipis, “Pertanyaan ini sudah lama aku jelaskan. Selera estetikaku memang seperti kamu. Kebetulan saja aku bertemu denganmu.”Benarkah? Jeanet terdiam, setengah percaya, setengah ragu.“Kamu tahu tidak?”Farnley tahu dia tidak percaya. “Sebenarnya kalian tidak mirip. Karakter dan aura seseorang sangat memengaruhi penampilan. Aku dan kamu pernah begitu dekat, bagaimana mungkin aku tidak bisa membedakan kalau kalian sebenarnya tidak mirip?”Sekarang semuanya sudah terungkap, Farnley pun tak punya beban lagi.“Jeanet, aku masih mencintaimu, bahkan lebih dari sebelumnya.”Setelah berkata begitu, ia mengangkat tangannya, menepuk kepala Jeanet dengan lembut, “Semua yang harus aku jelaskan, sudah aku jelaskan. Aku harus pergi dulu.”Farnley pergi, tapi Jeanet masih duduk di bangku taman, lama sekali tidak bergerak.…Menjelang tengah hari, Audrey berkata pada Jeanet, “Pesan makan siang, ya. Ayahmu baru selesai infus jam satu atau