Beberapa menit kemudian ...Nathan berhasil melepas seluruh pakaian Leona tanpa sisa. Pria berseragam kantoran itu nekat ingin melakukannya tanpa dosa di dalam kamar mandi kecil di ruangan tersebut."Ya ampun, mas. Aku pikir kamu hanya bercanda." Leona menyilangkan kedua tangan di depan dada karena malu."Lepaskan, sayang?" Nathan berusaha menarik lengan istrinya."Aku malu, mas.""Kenapa harus malu? Aku bahkan sudah melihatnya, sayang?""Aish, mas. Ini terlalu terang?" Leona tak biasa bermain di tempat yang terangnya sampai buat mata silau. Dia lebih nyaman dengan lampu yang remang-remang seperti yang sudah pernah mereka lakukan biasanya."Oh, ternyata kamu sukanya main gelap-gelapan?" Nathan tersenyum."Bu-bukan gitu, mas.""Ya terus?" Nathan pura-pura tak tau."Pokoknya aku malu, mas. Ini terang banget sumpah." Wanita itu masih mengedarkan pandangan di sekelilingnya. Tentu dengan tangan yang masih belum lepas dari menutupi aset berharganya yang sintal ituNathan terkekeh melihat ti
"Sayang? Kamu langsung ke ruangan saja, ya?" Instruksi Nathan lembut."Kamu mengusirku, mas?" Leona cemberut manja. Dia sudah tidak malu lagi memamerkan kemesraan di depan Joshua. Anggap saja ini wujud keseriusan bahwa hati Leona memanglah hanya untuk Nathan seorang."Bukan begitu, sayang? Tapi ini urusan lelaki. Kamu bisa mengerti kan? Kamu tidak marah, kan?" Nathan mengelus lembut puncak kepala istrinya sambil mengecup singkat kening wanita itu.Leona akhirnya mengangguk dengan senyuman yang terbit di wajah. "Baiklah. Tapi jangan lama-lama ya, mas? Ya, ya, ya?""Iya, sayang?" Nathan tersenyum tampan. "Jangan lupa pertimbangkan saranku tadi, ya?" Bisiknya pelan tepat di samping telinga."Oke." Leona mengangkat ibu jarinya ke udara.Memastikan istrinya pergi, kini atensi Nathan baru beralih pada sesosok pria yang sejak tadi mematung."Mau apa lagi, Jo?" Datar.Bukan menjawab. Pria itu malah mengepalkan tangan. Sudah sejak lama Joshua menahan amarah melihat kedekatan pasangan suami ist
Keluar kantor, Nathan tetap masih menggendong Leona di punggung. Pria tampan itu sama sekali tidak peduli dengan beberapa pasang mata yang saling lirik memandang keduanya."Mas?" "Hm." Masih fokus menggendong."Kamu nggak malukah?" Lirih Leona pelan."Kenapa harus malu? Kamu istriku, sayang?""Tapi nggak harus pakai cara gini juga kali, mas. Aku masih kuat jalan, kok." "Nggak, pokoknya aku mau gendong kamu, sayang. Biarin aja apa kata orang." "Ternyata mas bisa bucin juga, ya?" Leona cekikikan senang."Lho, kalau bucinnya sama istri sendiri nggak papa dong, sayang? Yang penting nggak bucin sama istri orang." "Iya, deh. Percaya. Makin hari cintaku ke mas Nathan makin tambah besar kalau kayak gini terus.""Sebesar apa?""Eum..., nggak bisa diukur mas.""Kita mau makan ke mana, sayang?" tanya Nathan setelah memasukkan Leona ke dalam mobil. Lanjut memasangkan seatbelt untuk istrinya tercinta agar tetap aman terkendali."Ke mana aja, mas. Asal makannya sama kamu aku pasti setuju aja."
Malam menjelang, Nathan menepati janjinya untuk membawa sang istri naik suatu wahana bernama perayu ayunan. Di mana lagi kalau bukan pasar malam? Tapi sialnya, sudah hampir sejam lebih ketika Nathan mengemudikan mobil, tak satu pun tempat yang dia lihat memancarkan sinar-sinar rembulan.Ralat, cahaya lampu yang bersinar sampai ke langit ke tujuh seperti pada pasar malam kebanyakan.Nathan meremas kuat stir mobil yang sedang melaju pelan membelah jalanan Ibukota. Hatinya kesal karena tak kunjung menemukan tempat yang menggelar pasar malam untuk memenuhi keinginan ngidam Leona."Mas?" Leona menoleh untuk melihat wajah Nathan yang terlihat kesal."Hm.""Kamu okay?""Aku hanya sedang bingung saja, sayang. Kita udah cari pasar malam ke mana-mana tapi nggak nemu-nemu." "Eum. Terus gimana, mas?" "Kamu pingin naiknya sekarang banget apa, yang? Nggak bisa ditundakah?"Leona menggeleng lemah. Wajah cantik yang semula selalu mengembangkan senyum ceria mendadak lesu karena harapannya yang seola
"Apa?" Nathan terkejut setengah tewas. Jantungnya berpacu lebih cepat dari sebelumnya. Refleks, ia pun mendekap istrinya yang masih shock dalam pelukan untuk memberi ketenangan."Mas?" Lirih Leona dengan netra terpejam.Nathan mengelus-elus puncak kepala Leona lembut, ia sendiri masih enggan menoleh ke belakang karena takut juga dengan sosok misterius bernama hantu.Alhasil, dia hanya bisa diam sambil memelototkan mata tajam pada Arman yang kini malah sedang cekikikan belike kuntilanakGkgkgkgkgk"Napa lo ketawa, kampret?" Nathan tak terima. "Lo ngatawain gue, hah?""Mana ada hantu di jaman canggih begini, Nath."Merasa di prank, Nathan memberanikan diri untuk menoleh ke belakang usai melepas pelukan sang istri. Dan ternyata, sosok yang dikira akan menghantuinya kini telah berubah wujud menjadi gadis cantik."Sayang? Hantunya udah pergi." Nathan mengapit pipi Leona lembut. Perlahan, wanita hamil itu pun membuka netranya. "Serius, mas? Tapi kenapa Arman bilang hantunya ada di belakang
"Kok kamu malah bawa aku ke sini, mas?" Leona cemas melihat Nathan yang malah membawanya masuk ke minimarket, tak jauh dari lokasi pasar malam."Katanya kamu mau pipis, sayang?" Pria itu menurunkan Leona dari gendongannya setelah sampai di dalam minimarket.Beberapa orang yang ada di sana ikut senyum-senyum melihat pasutri yang selalu terlihat mesra tanpa kenal tempat."Harusnya kamu antar aku ke kamar mandi, mas. Bukan malah ke minimarket, huft!" Leona mengatur napasnya pelan sambil celingukan tak nyaman."Mas mau beliin kamu pampers, sayang." Lanjut cekikikan hingga membuat istrinya melotot."Kamu suruh aku pakai pampers, mas pikir aku bayi apa?" Tak terima Leona. Wanita itu mengerucutkan bibir dengan kedua tangan terlipat di depan dada"Berchandya, sayang?"Tanpa pikir panjang, pria tampan itu langsung menarik lengan Leona dan membawanya masuk ke sebuah ruangan gelap di toko itu."Mas. Ini gudang? Kalau ada yang liat gimana?""Stuttts. Bukan gudang, sayang. Kita mau ke kamar mandi.
Leona dan Nathan sudah sampai di rumah sekitar jam 11 malam. Kini, keduanya sedang berada di kamar dengan tubuh terlentang di atas kasur. Netra Leona menatap pada langit-langit kamar yang bercahaya oleh temaram lampu tidur yang sudah menyala sedari tadi.Sebenarnya dia sudah lelah dan ingin langsung tidur. Namun ketika mengingat obrolan Pak Dirga yang tak sengaja bertemu saat di minimarket tadi membuat wanita cantik itu jadi tak tenang."Sayang?" Panggil Nathan lembut, menoleh pada empunya yang sedang melamun. Dia tau istrinya tak bisa tidur karena memikirkan kalimat Pak Dirga."Hm.""Kenapa kamu nggak langsung tidur? Katanya tadi capek. Atau pengin mas cas lagi?" Ledek Nathan. Nada bicaranya sangat lembut. Dia hanya ingin menghibur sang istri agar tak terus menerus mengingat perkataan Pak Dirga."Nggak, mas. Aku nggak mood.""Nggak boleh gitu, sayang. Kamu tau? Dalam agama, jika seorang suami meminta begituan sama istrinya, maka wajib hukumnya bagi istri untuk melayani. Kalau nolak,
Ingin abai, tapi penasaran. Itulah perasaan Leona saat ini yang masih menunggu kedatangan Nathan dari dapur.'Kamu lagi ngapain sih, mas?' Gumam Leona sambil mondar mandir belike setrikaan jadul. Sesekali netra itu melirik ke arah hendel pintu. Namun, sudah lima belas menit berlalu, bos tampan itu masih belum menampakkan batang hidung di depan Leona.'Apa aku susul aja?'Baru saja selangkah ia mendekat ke arah pintu, terdengar suara derap langkah kaki seseorang. Leona tersenyum belike kedatangan paket. 'Dia pasti suamiku?'Ceklek!Ckittttt. Derit pintu terdengar di tengah aktivitas Leona yang sedang pura-pura tertidur. "Kok udah tidur aja sih, sayang?" Nathan mendekat dan duduk di tepi ranjang dengan atensi yang terus menatap wajah cantik Leona ketika tidur."Sayang?" Nathan mengusap-usap pipi wanita itu sangat lembut. "Bangun dulu bentar, yuk! Mas bikinin kamu susu, nih," ucapnya berusaha membangunkan, tapi tak kunjung berhasil."Nyenyak banget tidurnya. Kamu beneran udah bobo apa,
Nathan panik hingga terus memaksa istrinya untuk pergi le rumah sakit. Apalagi ini kehamilan pertama untuk keluarga Leonath. Tentu tidak akan Nathan biarkan hal buruk menimpa istri dan janin dalam kandungan."Aku nggak papa, mas. Perutku cuma kram," lembut Leona berusaha menenangkan sang suami. "Yakin nggak papa?" Nathan memastikan.Wanita cantik itu mengangguk sebelum akhirnya mengembangkan senyuman. "Aku udah sempet konsultasi sama dokter kandungan, bahkan aku juga punya nomor teleponnya. Hal ini wajar terjadi karena biasanya karena kecapekkan, mas?" Leona menjelaskan dengan netra yang menatap lekat kedua bola mata suaminya."Betul, le. Leona memang sepertinya kecapekkan, belum sempat istirahat usai acara empat bulanan, eh langsung gas pulang kampung," imbuh Bu Leni yang sudah berpengalaman itu. "Saran ibu, apa tidak sebaiknya Leona istirahat dulu. Kalau kamu nggak keberatan, Leona bisa tinggal di sini sama ibu dan Alya," usul Bu Leni."Asal Mas Nathan ngizinin, aku iya aja sih, Bu
Nathan baru sempat menyusul masuk setelah obrolannya lewat telepon dengan Joshua selesai. Pria pemilik Diana Beauty itu tidak habis pikir dengan pemikiran Joshua yang terus saja berkeinginan untuk menghancurkan rumah tangganya dengan sang istri."Halo.""[Nathan. Gue pikir lo udah nggak mau angkat telepon gue lagi.]""Mau apa lagi?""[Gue cuma mau istri lo, Nath.]""Ck." Nathan mendecih. "Itu nggak akan pernah terjadi, Jo. Leona itu istriku. Kami sudah sah secara agama dan hukum.""[Tapi kalian masih bisa bercerai. Dan aku akan menikahi Leona.]""Jangan mimpi, Jo. Leona sedang mengandung anakku.""[Kamu tenang saja! Aku akan merawat anak itu seperti anak kandungku sendiri.]""Kurang ajar! Kenapa—.""[Kalau gue enggak bisa bahagia dengan Leona. Gue juga enggak akan biarkan Leona bahagia dengan siapapun termasuk lo, Nath.]" Tandas Joshua yang langsung memutuskan panggilan secara sepihak.'Keterlaluan.' Geram Nathan. Dia tidak terima dengan pernyataan Joshua. Tidak cukupkah dia yang ingi
"Siap?" "Lets, go!" Sorak Leona yang antusias akan pergi ke kampung halamannya. Wanita hamil empat bulan itu terlihat cantik meskipun hanya mengenakan dress selutut warna putih yang dibalut dengan blazer berwarna navy. Senada dengan sang suami - Nathan juga mengenakan kemeja panjang berwarna Navy berpadu dengan celana jeans hitam panjang.Tepat jam sepuluh pagi, setelah semuanya siap dengan barang-barang yang akan di bawa, mobil Nathan melaju dengan kecepatan rendah membelah jalanan Ibukota yang cukup ramai."Ibu belum ngabarin Alya kan kalau kita sedang perjalanan pulang?" tanya Leona kepada Bu Leni yang duduk di kursi belakang."Ini ibu baru mau ngabarin," jawabnya sembari mengeluarkan ponsel dari dalam tas berlogo dior itu. Ya, wanita berhijab coklat tua itu selain mendapat hadiah rumah dari sang mantu, dia juga mendapat tas branded dari Leona. Katanya Leona sudah bosan pakai tas tersebut, itu sebabnya dia memberikan tas tersebut untuk Bu Leni."Jangan dulu, bu!" Sergah Leona cepa
Jam 7 pagi"Ibu mau ngapain?" tanya Ijah yang tengah sibuk dengan aktivitasnya mencuci piring sisa semalam di wastafel."Saya mau bikin sarapan, Bi?" Bu Leni membuka kulkas, mengambil beberapa bahan masakan seperti sayuran dan daging. Alhamdulillah, semua makanan untuk acara empat bulanan Leona ludes tak bersisa.Semua orang terlihat menikmati semua makanan olahan yang disajikan dalam prasmanan malam itu. Sisanya dibagikan ke warga supaya tidak mubadzir."Ibu duduk saja! Nanti biar saya yang masak.""Nggak papa, Bi. Santai aja, nggak usak sungkan begitu.""Hehe ....""Ini Leona sama mantuku belum bangunkah?" lirihnya ketika mengupas kentang di meja. Wanita itu merasa menyesal karena mengingat kejadian semalam yang lagi-lagi tak sengaja memergoki menantu dan anaknya yang hendak beribadah.Pluk!Bu Leni menepuk jidat."Kenapa, Bu? Sakit kepala?""Nggak papa, Bi.""Ehem-ehem!" Suara seseorang berdehem yang tak asing itu membuat Bu Leni dan Ijah kompak menoleh menuju sumber suara. Mendapa
Nathan menghela napas lega. "Syukurlah semuanya berjalan dengan lancar," ucapnya saat duduk mengamati setiap rangkaian acara yang sedang berlangsung.Pria berpakaian koko putih yang dipadukan dengan kain sarung berwarna hitam itu tampak tersenyum senang melihat acara 4 bulanan istrinya berjalan dengan khidmat. Pembacaan ayat suci Al-quran pun ikut mengiringi hari bahagia mereka di rumah keluarga Nathan."Alhamdulillah," ucap syukur Bu Leni."Leone lega banget, bu. Akhirnya acara ini berjalan dengan lancar tanpa ada halangan apapun," senyum bumil itu merekah dari kedua sudut bibirnya yang dihiasi lipstik berwarna nude."Iya, nduk. Jujur tadi pagi ibu sempet panik gara-gara masalah ayam. Untung suamimu cerdas bisa menyelesaikan masalah dengan cepat.""Ya kalau nggak cerdas mana mungkin anakmu mau, bu." Leona terkekeh mengingat usaha keras sang suami yang patut diacungi jempol.Tak bisa dibayangkan bagaimana sulitnya mengendalikan persoalan ayam yang belum disembelih, belum lagi urusan m
Leona terkejut. Wanita hamil itu pun langsung berbalik ke belakang untuk membangunkan sang suami."Eh, belum dijawab ibu le tanya kok udah ditinggal pergi." Bu Leni garuk-garuk kaki, bukan. Maksudnya kepala.Sementara di dalam, Leona sedang susah payah membangunkan Nathan yang terlihat masih mimpi di pulau kapuk hingga nampak pulau baru yang tergambar di bantal.'Ganteng-ganteng kok ngiler sih kamu, mas.' Gumamnya sambil mengguncang tubuh atletis pria itu yang masih polos tanpa sehelai benang.Keterlaluan sih, bisa-bisanya mereka bermain tanpa jeda hingga adzan subuh. Ente kadang-kadang ente."Mas!" Nathan tak bergeming. Pemilik pabrik kosmetik itu tetap mendengkur dengan posisi tengkurap dengan bibir yang mengaga sedikit."Nduk?" Leona menoleh menuju sumber suara lantas menepuk jidat. "Ya Allah, ibu masih nunggu di luar." Buru-buru dia keluar untuk menemui Bu Leni. "Kenapa, bu? Ngapain ibu masih di sini?" Khawatir Leona kalau sampai ibu tak sengaja melihat suaminya belum memakai b
Malam semakin larut, rintik hujan perlahan mulai turun membasahi bumi. Angin berembus masuk melalui celah tirai.Pasutri itu tampak asyik dengan dunianya, hawa dingin yang mencekam pun seolah sirna oleh hangatnya sentuhan raga yang tengah memadu kasih malam itu. Sayup-sayup, terdengar rintihan lembut di tengah guncangan hebat yang semakin membabi buta."Apa kamu sudah keluar?" Entah apa itu. Suara Leona bergetar di tengah pertempuran di medan perang nan hebatnya.Wanita yang tengah hamil memasuki bulan ke empat itu masih memejamkan mata, menikmati setiap permainan indah yang Nathan ciptakan dalam naluri."Belum.""Ke-napa?" Nafas Leona tersengal menahan sesuatu yang ingin menyembur di liang hangat miliknya."Aku masih ingin bermain lebih lama lagi, sayang?" Kecupan singkat mendarat dengan sempurna di bibir legit Leona yang menggoda."Aish, kok bisa? Ini udah hampir satu jam, mas?" Dusta. Tapi itu faktanya. Pasangan suami istri itu telah melewatkan waktu yang tak sebentar hanya untuk
Nathan menghela napas panjang ketika sudah sampai di kamar, duduk bersandar bantal di punggung, sambil mengelus-elus kepala sang istri yang ada di pahanya."Capek ya, mas?""Lumayan, sayang. Ayamnya lari mulu. Susah nangkepnya.""Lagian ngapain mas beli ayam hidup? Mana nggak ngomong dulu sama aku lagi," ucap Leona sambil memainkan kuku jari."Maaf, sayang. Niat mas cuma pengin nurutin ngidam kamu pingin makan ayam goreng kampung. Tapi karena keinget acara 4 bulanan, mas pikir sekalian aja beli ayamnya. Kan lebih enak kalau menyembelih sendiri.""Astaghfirullah." Leona refleks bangkit dari rebahannya."Kenapa, sayang?""Mas udah sembelih ayamnya?" Mimik Leona berubah cemas."Belum.""Mas tau nggak?"Nathan menggeleng polos. "Tau apa, sayang. Kamu kan belum ngomong apa-apa.""Mas, kalau istrinya lagi hamil itu pamali menyakiti hewan apalagi sampai membunuh.""Serius, sayang?" Nathan baru tau."Serius, mas. Jadi jangan pernah mas berpikirin buat sembelih ayam sendiri, ya? Aku nggak mau
Aslinya Nathan masih keturunan orang Jawa. Ayah kandungnya bernama Kusuma. D masih asli orang Jawa yang berasal dari Semarang. "Hah?" Leona terperanjat hingga hampir oleng ketika membawa secangkir kopi untuk sang suami."Pelan-pelan, sayang?" Nathan menerima cangkir tersebut dan menyeruputnya pelan."Masih panas, mas." Duduk di samping Nathan."Ah. Seger banget, sayang. Dari tadi di kantor mas udah kangen minum kopi buatan kamu." Jujurnya usai meletakkan cangkir di meja."Mas bisa aja. Baru juga tadi pagi minum kopi.""Nggak tau tuh. Kayaknya mas mulai kecanduan kopimu, sayang.""Mas ada-ada aja. Tapi nggak boleh berlebihan, mas. Mesti tau batasannya juga. Tadi gimana? Aku nggak salah dengarkah? Mas masih keturunan asli orang Jawa?" Serius Leona karena penasaran."Iya, Le. Ibu ko baru tau kamu punya gen asli orang Jawa." Pria itu menghela napas panjang. "Ayahku asli orang Semarang, dia pemilik hotel Muria yang ada di depan perusahaan INTI SEJAHTERA. Kamu tau 'kan?" Leona berusaha m