"Kami suruhan tuan Frodo!"
Edinson menarik pistolnya dan membiarkan si pelayan bernafas sedikit lega. Cuman kata-kata yang keluar dari si pelayan, membuatnya sedikit terkejut.Frodo Sulivan adalah salah satu orang penting di kota. Dia juga memiliki perusahaan penjaga keamanan Angelic.Apabila yang dikatakan si pelayan itu benar, bisa dipastikan Edinson tidak aman lagi untuk tinggal di kota ini.Dengan ujung gagang pistol, pelayan itu dibuat pingsan dengan sekali pukul. Edinson kemudian menelpon untuk membereskan kekacauan ini.Setengah jam kemudian, Edinson dan Boa sudah di mobil yang meluncur santai di jalan tol dalam kota.Kekacauan yang baru saja terjadi, sedang ditangani oleh anak buah Edinson. Dia minta kepada para anak buahnya untuk tidak menarik perhatian."Apakah kau masih memikirkan kejadian tadi, Edin?" tanya Boa yang duduk di kursi penumpang bagian depan.Boa merasa tidak nyaman karena kekasihnya diam sedari mereka pergi dari hotel. Wajah pVivian dan Philip menghampiri Lili yang masih asik dengan pikirannya sendiri. “Selamat datang, Kak Lili!” sapa Vivian. “Kak Lili!” sapa Philip sambil mengangguk. “Tumben kalian datang berdua. Ada perlu denganku?” tanya Lili dingin. “Ikh, kakak ini. Apa kami tidak boleh menyapa yang lebih tua?” tanya Vivian manja sambil duduk disebelah Lili dan merangkul lengan sepupunya itu. Yang ditanya hanya memutar matanya jengah. Lili menatap Philip yang masih berdiri dengan agak kikuk. “Bagaimana denganmu, Philip? Apa kau ada perlu dengan ku?” tanya Lili lagi. “Eh, tidak kak. Aku hanya ingin bilang selamat berjuang,” jawab Philip agak ragu. “Terimakasih, Philip!” ujar Lili sambil tersenyum. Philip nampak lebih sumringah. “Eh, kak. Aku sebenarnya tidak perduli dengan lomba ini. Mau menang ataupun kalah peluangku tidak sebesar kamu dan kak Connor. Tapi apa kamu yakin bisa menang kali ini, kak?” tanya Vivian. “Hm. Mungkin peluangku sedikit berkurang dengan tidak adanya Brandon. Tapi aku yak
Henry terlihat gusar begitu melihat anak buah Philip terluka. Dia sudah berinvestasi banyak agar Philip bisa memenangkan kontes ini. Jelas tujuannya adalah agar anak laki-lakinya itu bisa menjadi salah satu kandidat pewaris kerajaan bisnis Boa Groups. Sayangnya anak buah Philip sudah terluka diawal. Kemungkinan untuk memenangkan kontes akan semakin berat. Harusnya Philip bisa menjadi pesaing bagi Connor dan Reynold.Lawan-lawannya adalah elit. Mereka tidak bisa dianggap remeh. Ini sudah di luar skenarionya. Henry pun mengirim pesan ke pada Philip lewat hape-nya.Tapi bukannya membalas dengan menjelaskan apa yang terjadi, Henry tidak menerima balasan. Philip masih terlihat santai menatap layar."Sayang sekali ya, kak Henry. Anak buah Philip harus terluka di awal kontes."Suara menjengkelkan keluar dari mulut Robert, anak Edinson yang paling kecil. Hubungan Henry dan kedua saudaranya memang tidak terlalu bagus, jadi wajar ada nada ejekan dari perkataan itu."Sudahlah, Robert. Ini baru a
Sepasang mata Xavier menatap tak percaya kepada tiga orang yang berdiri didepannya. Jika hanya ada anak buah Reynold dan Rose saja, mungkin dia tidak akan heran.Namun ada juga anak buah Kevin bersama mereka. Ini artinya satu hal, Kevin sudah bergabung dengan Reynold dan Rose di kontes ini."Sial! Pantas kau berani menyerang ku disini, Sanu."Xavier menyeringai sambil menarik keluar pisau kecil yang menancap di tubuhnya. Matanya nanar menatap pria yang tadi bertarung dengannya."Hanya orang bodoh yang berani melawan salah satu mantan pengawal elit grup A."Sanu tertawa kecil diikuti dua orang lainnya. Mereka melihat Xavier bagai pemburu yang sudah membuat mangsanya terpojok.Dalam senioritas, Xavier memang di atas mereka bertiga. Dia salah satu elit yang pernah membangkang karena sistem baru yang di terapkan oleh Connor.Sistem itu di nilai terlalu keras dan menyebabkan beberapa calon pengawal tumbang sebelum berkembang.Kalau
Juno adalah salah satu anak buah terbaik Connor. Dia menjadi pengawal yang bisa lolos tes berat yang diberikan oleh cucu tertua Wallace itu saat penerimaan bodyguard baru beberapa bulan yang lalu. Dari 200 orang yang mendaftar, Juno menjadi 15 orang terakhir yang bisa lulus tes dengan peringkat terbaik. Sisanya harus menyerah di tengah jalan bahkan ada yang tidak bisa lagi menjadi pengawal karena cidera. Dengan nilainya yang bagus, Juno ditunjuk langsung oleh Connor sebagai salah satu pengawal pribadinya. Juno melewati beberapa orang lama yang berada dibawah peringkatnya dalam perusahaan. Dalam kontes ini pun, Juno ditunjuk menjadi orang terakhir yang bisa jadi penentu kemenangan. Bukti bahwa Connor sangat percaya padanya. Dia juga tidak perlu khawatir dengan peserta lain. Karena sebelum kontes dimulai, dia sudah diberitahu kalau anak buah Kevin akan mendukung tim Connor. Dengan artian mereka bekerja sama. Tak heran timnya bisa dengan mulus melewati rintangan. Tidak seperti tim d
"Bukannya 2 Lawan 1 itu tidak adil, ya?"Ada nada ejekan dari suara itu. Taron dan Edwin menatap sumber suara berasal. Mereka melihat Dario dengan tas di bahunya berdiri dengan senyum penuh arti."Bajingan lain dari si jalang Lili."Edwin membalas ejekan Dario dengan seringai di wajahnya. Emosi yang tadi untuk Juno, nampaknya menemukan sasaran baru."Sayang sekali. Tuan muda dan nona Wallace harus mempekerjakan orang gila macam kau." Ucap Dario dingin."Tadinya aku hanya ingin numpang lewat dan tidak perduli dengan pertarungan kalian. Tapi kau sudah menjelek-jelekkan nona Lili dengan mulut busuk mu. Sebagai anak buahnya, aku tentu tak bisa diam saja.""Hahaha! Kau dengar itu, Taron? Bocah kemarin sore mau melawan ku. Pulang saja kau bocah! Ini bukan permainan anak kecil!""Tunggu!" saat Edwin ingin menyerang Dario, Taron menahannya."Jangan bilang kau takut pada bocah ini?" Emosi Edwin kembali tersulut. Dia heran dengan sikap Taron.Yang ditanya tak menggubris rekannya. "Kami tidak ada
"Tinggal kita bertiga disini. Aku ingin kita lebih dulu bertarung untuk menentukan siapa terbaik diantara kita. Bagaimana, Dario?"Kedua alis Dario berkerut. Tentu saja jika pertarungan ini terjadi, akan tidak adil karena Dario baru saja bertarung dengan Edwin.Namun sebagai pengawal elit, reputasi selalu menjadi yang pertama. Siapapun yang menang lomba kali ini, dipastikan namanya dan nama tuannya pasti akan naik."Aku dari tadi sudah mengawasi caramu bertarung. Kau hebat juga bisa mengalahkan Edwin." Samuel kembali berkata setelah Dario masih diam."Bagaimana dengan dia?" Dario balik bertanya sambil menunjuk Juno yang masih berdiri sambil meringis menahan sakit.Samuel menatap Juno yang juga menatapnya. "Terserah padamu. Jika dia jadi penghambat pertarungan kita, kau bisa menyingkirkannya!"Mata Juno terbelalak. Bagaimanapun dia sudah cukup lelah menghadapi Edwin dan Taron. Jika harus kembali bertarung melawan Samuel dan Dario, dia tidak akan sanggup."Bajingan kau, Samuel. Kalau aku
Sebuah wajah yang dikenal oleh Dario muncul dari area pandang saat dirinya sedang berbaring karena kelelahan. Staminanya benar-benar terkuras berkat pertarungannya dengan Samuel. Pemilik wajah itu tersenyum dengan menawarkan sebuah kaleng minuman berenergi. "Kau cukup hebat juga bisa finish di posisi dua. Padahal Xavier saja babak belur." Dario tidak langsung menjawab. Setelah duduk dan menerima kaleng minuman itu, dia langsung mengkosongkan isinya tanpa sisa. Rasa segar mengalir di tenggorokannya. "Aku hanya beruntung. Lawanku tidak sebrutal yang Xavier hadapi." Ujar Dario sambil melihat ke belakang lawan bicaranya dengan senyum usil. "Dimana bos? Apakah dia terlalu senang hingga tidak sempat memberikan selamat untuk kami, Raven?" Sambil masih tersenyum, Raven menjawab candaan rekannya. "Nona menengok yang lain ke ruang perawatan. Mungkin dia akan mengucapkan selamat secara pribadi khusus untukmu." Keduanya kemudian tertawa. Mereka
Keluarga Calvin Wallace sedang berkumpul di meja makan di rumah besar milik pribadi. Disitu sudah ada Calvin yang duduk di bangku utama yang ada di ujung meja.Istrinya Rebecca dan Kevin duduk bersebelahan di kiri sang kepala keluarga. Sedangkan Connor dan Vivian ada di sebelah kanannya. Carla, istri Connor, tidak ikut karena harus menjaga anak mereka.Banyak menu makanan sudah terhidang. Beberapa botol wine juga tersedia disana. Salah satunya isinya sudah berkurang banyak, berpindah kelima gelas.Senyum sumringah tak lepas dari bibir Calvin. Sebagai orang tua, dia bangga kedua anaknya mendapatkan hasil lumayan di hari pertama."Bersulang untuk Connor dan Kevin yang sudah meraih posisi pertama dan ketiga hari ini," ujar Calvin mengangkat gelasnya kepada empat orang lain yang ada di ruangan.Semua yang ada disitu mengangkat gelasnya untuk menghormati Calvin. "Kalian tidak melihat wajah kedua paman kalian melihat hasil ini? Tak sia-sia aku membesarkan kalian."Sebuah tawa kemudian terde
Pria yang baru datang itu tidak memiliki badan sekekar para bajingan yang menggangu Stefanie. Sosoknya terlihat kurus dengan sebuah kacamata kotak yang terpasang di wajahnya.Namun meski begitu, tangan Jhon tidak bisa lepas dari genggaman pria itu bagaimanapun dia mencoba. Hanya tatapan dingin dari pria itu yang membuat dia merasa merinding."Dario," Stefanie membisikan sebuah nama."Apakah kalian tidak mengerti bahasa manusia? Pelayan ini hanya ingin kalian tidak membuat keributan."Dengan sekali hentakan, Jhon terhuyung mundur yang langsung ditahan oleh Tomi. Bajingan itu merasa malu ketika tidak bisa lepas dari genggaman lawannya dihadapan banyak orang."Siapa kau bajingan? Berani menggangu kesenangan kami geng Red Bull!"Untuk menutupi rasa malunya, Jhon langsung menyerang Dario. Dia tidak ingin terlihat seperti badut dihadapan semua orang.Sementara dua temannya hanya melihat dengan tatapan galak, Jhon malah tersungkur setelah se
Fabian hanya bisa mengulum senyum melihat bosnya makan dengan lahap. Dia masih berdiri dengan tenang di samping Lili. Meskipun terlihat sederhana, masakan yang dibawa Fabian terasa berbeda. Tadinya sang bos muda terlihat ragu begitu tudung saji dibuka. Baginya yang sudah pernah berkeliling dunia, semua makanan sudah pernah dicoba. Dia pun agak skeptis dengan apa yang dilucapkan Fabian. Namun saat suapan pertama memasuki mulutnya, gadis itu tanpa sadar segera menghabiskan makanan yang di meja. Nafsu makannya yang sudah hilang beberapa Minggu ini, langsung bangkit begitu saja. "Dimana kau menemukan koki ini, Fabian? Apa kau tidak memesan makanan ini dari restoran terkenal?" Ada nada penasaran yang keluar dari pertanyaan yang Lili ucapkan. "Bukannya sudah saya bilang tadi nona, anda malah bertemu koki ini terlebih dahulu daripada saya." Lili tentu saja berpikir siapa saja orang yang dia kenal. Belakangan ini kecuali Dario, yang lain sudah dia kenal sejak lama. Dia hanya
Perubahan tampaknya jelas sedang terjadi di Boa Groups. Baik di kantor pusat atau kantor cabang, beberapa orang yang dicurigai telah ditangkap atas tuduhan penggelapan dana dan menerima suap.Mereka-mereka yang ditangkap tidak hanya dari pihak eksekutif dan manajerial, beberapa di antaranya malah hanya karyawan biasa tapi bisa membeli barang-barang yang kelihatannya cukup mahal.Hal ini tentu membuat kaget para kolega yang bekerja dengan benar untuk perusahaan. Efeknya timbul rasa saling curiga antar karyawan.Efek lainnya membuat kepercayaan publik jatuh sehingga membuat saham perusahaan menurun. Beberapa perusahaan lain yang bekerja sama dengan Boa Groups juga meninjau kembali kerjasama mereka.Sebagai orang yang sudah berkutat dengan bisnis selama puluhan tahun, Edinson sudah meramal hal itu akan terjadi.Saat ini dia tak perduli dengan saham perusahaannya yang turun dan lusinan telepon dari para pemegang saham menanyakan komitmennya.Edinson hanya ingin menyelamatkan sesuatu yang d
Sore menjelang malam, saat sang surya berada di ujung ufuk sebelah barat, sebuah kereta berhenti di stasiun kecil yang sepi. Hanya ada satu atau dua petugas yang terlihat di stasiun itu.Sepasang pria dan wanita turun dari gerbong belakang kereta. Tak lama kemudian, kereta itu berjalan kembali meneruskan perjalanannya. Deru suaranya kemudian hilang setelah kereta menjauh.Sang pria menuntun sang wanita dengan hati-hati. Perut sang wanita yang membuncit, menandakan ada satu kehidupan yang akan menyongsong dunia sebentar lagi."Hei Revano, kau akhirnya pulang juga!" sapa salah satu petugas yang berdiri di dekat pintu keluar masuk stasiun. " Apakah dia istrimu?""Ah, tuan Galileo, lama tak jumpa," balas pria bernama Revano itu sambil tersenyum. Dia memandang lembut ke arah sang wanita." Ya, dia istriku, Jovanka. Kami akan disini sampai anak kami lahir.""Salam, tuan Galileo." Kini giliran Jovanka yang menyapa pria paruh baya yang berusia akhir 30an."Ah, senangnya. Kau pergi begitu lama
Sosok cantik dengan penampilannya yang elegan masuk tanpa permisi. Kehadiran sosok itu membuat Raven dan Dario berhenti tertawa. "Selamat datang, Nona." Ucap ketiga orang di ruangan serentak. Lili masuk diiringi Fabian dibelakangnya. "Apa kalian sedang menertawakan Rhino?" Lili kembali bertanya. Raven hanya tersenyum simpul. Rhino terlihat suram, sedangkan Dario hanya bisa nyengir saja. "Rhino kalah cepat dalam memburu tersangka yang meracuni saya, nona Lili. Ada yang berhasil menangkapnya sebelum dia. Makanya lihatlah wajahnya bagai rebusan ubi sekarang." "Sial kau, Raven. Semoga kakimu membusuk dan kau hanya bisa diam di ranjang selamanya." "Hei... Hei... Bukannya itu terlalu kejam?" Fabian yang sedari tadi diam ikut bicara. "Biarkan saja, Fabian. Orang tua itu kalau stress memang seperti itu." Raven kembali terkekeh. "Huh, aku jadi kangen dengan Raven kecil yang tidak banyak omong." Rhino hanya mendengus kesal. Lili hanya bisa tersenyum melihat interaksi dua sahabat itu. Da
Mobil Ferrari yang dikendarai oleh Connor perlahan memasuki gerbang rumah utama keluarga Wallace. Saat itu jam makan malam, lampu-lampu cantik sudah menyala, berderet memenuhi taman yang berada di sebelah parkiran. Sebuah mobil VW hitam sudah terparkir tak jauh dari Connor menghentikan mobilnya. Beberapa penjaga yang berjaga menyapanya dengan hormat. Setelah di parkir, Gerald sudah menunggunya di depan pintu masuk. Wajah Connor tidak terlihat baik-baik saja. Dia bisa menebak kenapa dia dipanggil kesini. "Selamat datang, tuan muda. Tuan Besar sudah menunggu di meja makan." Ucap Gerald sopan. Dia membukakan pintu dan membiarkan cucu tertua majikannya untuk masuk. "Apakah tuan besar sendirian?" tanya Connor yang berjalan di depan. "Tidak, tuan. Ada tuan Gustav yang menemani tuan besar." Desahan pelan keluar dari mulut Connor. Malam ini bisa jadi malam yang berat untuknya. Gustav seingatnya adalah teman dekat kakeknya. Saat Perusahaan Penjaga Boa didirikan, Gustav menjadi instruktur
Hasil perlombaan hari kedua benar-benar di luar dugaan. Dua kontestan paling potensial sama-sama tidak mendapatkan poin karena gagal finish.Penyebab keduanya gagal adalah karena anak buah Lili yang dipertengahan lomba malah disangsikan untuk bisa melanjutkan. Di kubu Reynold, hasil kurang bagus yang mereka terima dalam dua hari lomba membuat ayah dan anak kelimpungan. Mereka sudah menyiapkan para pengawal terbaik untuk kontes ini. Namun adanya insiden kecelakaan beberapa pengawal, membuatnya kekurangan kekuatan. "Sudah ku bilang dari dulu, fokus untuk mengembangkan anak buahmu!" Suara Robert terdengar gusar. Dihadapannya ada Reynold dan Rose. Tampang keduanya tidak terlalu bagus. "Jika tidak ada insiden sebelum lomba, anak buahku bisa melakukannya dengan lebih baik," Reynold mencoba membela diri, tidak mau disalahkan sepenuhnya. Brakk! "Omong kosong! Kau tidak lihat apa yang terjadi dengan anak buah Lili? Dia juga mengalami
Seorang pria tinggi besar melangkah santai mendekati Eros dan Randolf berada. Jaket kulit, celana serta sepatu tentara yang dia kenakan menunjukan aura yang mendominasi. "Jedi?" Sebelum ada jawaban, Randolf terlihat mengambil senjatanya dengan tangan kiri. Eros segera berlari kemudian setengah melayang menerjang tubuh sang lawan. Tanpa ampun Randolf langsung terlempar menabrak dinding. Seteguk darah keluar dari mulutnya. Erang kesakitan tak bisa tertahan. Setelah melakukan tendangan tadi, Eros juga ikut terjatuh. Dia bangkit dan mengambil pistol. Setelah mengeluarkan isinya, dia melempar senjata itu ke sungai. Jedi datang dengan senyum sumringah. Sementara Eros masih merasa De Javu dengan kejadian tadi. Dia mengingat ketika di keroyok di sebuah gang dan diselamatkan Jedi. Keduanya berpelukan. Jedi jadi orang yang terlihat paling bahagia. "Aku sudah mencari mu keliling kota selama berbulan-bulan. Tidak kusangka Eros yang melegenda malah mau mati di bawah kolong ini." Senyum meri
Dulu sewaktu sudah belajar mengingat, keadaaan yang membuat Eros menjadi pribadi yang dingin dan hanya ingin sendirian.Hidup hanya dengan nenek tanpa kasih orang tua, membuatnya berpikir dunia bukan tercipta untuknya. Meski pikirannya sedikit berubah saat dia bersama Jedi mengukir legenda sebagai yang terkuat di kota, pikiran itu kembali terbawa sampai dia tiba di Roswell.Kesialan satu persatu menghampirinya yang masih hijau untuk hidup di kota besar. Dia pernah ditipu hingga semua uang yang dia bawa hilang.Pernah juga disiram sang pemilik toko ketika pagi menjelang setelah semalaman menumpang untuk sekedar memejamkan mata.Bahkan harus mengorek tempat sampah mencari makanan sisa hanya untuk sekedar memenuhi perutnya yang lapar. Berbulan-bulan Eros bekerja serabutan dengan tidur dimana saja. Dia kerap berpindah-pindah hingga bisa kenal dengan beberapa orang yang senasib dengannya.Dengan mereka, Eros belajar arti sebuah ketulusan. Meski sama-sama kekurangan, mereka siap selalu sa