Share

2. Resmi Cerai

Penulis: Pena_Ri
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-27 19:17:40

“Dasar wanita mandul!”

Ucapan Renal dan ibunya masih saja terngiang di kepala Sera, meski beberapa hari sudah berlalu. Kata-kata itu menancap di hatinya dalam-dalam, entah kapan bisa dipulihkan.

“Aku wanita tegar, aku kuat,” ucap Sera menyemangati dirinya sendiri. Ia menarik napas dalam-dalam.

Tapi, ya Allah, wanita itu kemudian membatin. Kenapa dia mandul? Apa yang telah Sera lakukan hingga diberi cobaan seperti ini?

Rasanya sesak. Sera berusaha menyeka air matanya. Menarik napas dalam-dalam dan mengembuskan perlahan. Tidak, dia tidak boleh cengeng. Ini semua sudah kehendak Tuhan.

Sera pergi ke kamar mandi, membasuh wajah agar terlihat lebih baik. Setelah itu, dia pergi keluar kamar dan menemui Rani.

“Sera, apa kamu baik-baik saja?” tanya Rani. Dia adalah ibu kandung Sera. Sera mengangguk, dia telah pulang ke rumah orang tuanya beberapa hari yang lalu setelah perceraian terjadi.

Ada banyak yang masih bisa Sera lakukan dalam hidup meski kini telah menjadi seorang janda. Dia tetap menjalani hidup dengan senyuman manis. 

Bohong, bohong kalau dirinya tidak sedih. Apapun bentuk perceraian tetap menyakitkan. Tapi, Sera tahu itu adalah jalan yang terbaik dari Tuhan pastinya. Sera harus tetap melangkah maju, mengikhlaskan tahun-tahun pernikahannya dengan sang mantan suami.

Sera tersenyum pada Rani yang tengah menatapnya. Ibunya sangat mengkhawatirkan keadaan sang putri. 

“Aku baik-baik saja, Ma, sungguh. Mama tidak perlu khawatir,” ucap Sera untuk meyakinkan wanita itu. 

Rani tersenyum, dia menyusap punggung Sera. 

“Sera, jika kamu ingin menangis di depan Mama, menangis saja. Tidak perlu memaksakan diri untuk terlihat tegar, ya,” tutur Rani dengan suara lembut. 

Sera menggeleng. “Ma, Sera sungguh tidak apa-apa. Lagi pula Sera masih punya Mama dan Papa,” ucapnya. “Oh ya di mana Papa?” 

Sejak Sera pulang ke rumah, dia tidak melihat keberadaan Sidik, ayahnya.

“Papamu masih di pondok, Sera. Apa kamu jarang menghubungi Papa?”

Sera terdiam. Kepulangannya memang belum diketahui oleh Sidik. Faktanya, baru Rani yang tahu kalau Sera sudah bercerai. 

Kejadian tersebut membuat Rani merasa sedih. Wajar saja itu terjadi, ibu mana yang tidak pilu saat tahu pernikahan anaknya telah berakhir.

“Mama yang akan cerita semua jika Sera tidak sanggup.”

Sera kembali menggeleng. “Sera akan bicara langsung dengan Papa. Apa Sera harus menyusul ke pondok?”

"Jika kamu ingin ke pondok, Mama akan temani kamu." Rani tidak ingin Sera berangkat seorang diri.

***

Malam hari sebelum berangkat ke pesantren. Seorang wanita berjilbab duduk di tepian ranjang dengan wajah yang sendu. Ya, dia adalah Sera. Perasaan itu masih selalu datang. Siapa memangnya yang tidak sedih atas pernikahannya yang kandas? Sera merasa hidupnya begitu tengah sengsara.

Dia tidak benar-benar baik-baik saja. Sera rapuh, tapi harus tetap terlihat utuh. Hatinya teriris. Entah perlakuan kasar sang ibu mertua atau mantan suaminya yang bertindak ingin mempoligami, itu membuatnya terasa sakit. Apakah dia sangat tidak pantas bahagia?

Malam yang seharusnya ia pergunakan untuk istirahat, pikirannya justru semraut atas pernikahannya yang tidak bisa dipertahankan. Sera telah gagal menjaga pernikahannya sampai maut memisahkan. Air mata yang hampir terjatuh ia cegah dengan sekuat tenaga.

Sera adalah wanita yang kuat. Dia bisa melewati permasalahannya, alangkah baiknya dia istirahat karena esok dia akan berkunjung ke pesantren menemui ayah kandungnya. Ya, perlu digaris bawahi kalau kesedihan itu hanya sementara. Mengembuskan napas pelan, Sera membatin, ‘Sera perceraian itu sudah terjadi, kamu harus mampu melaluinya.’

***

Di sebuah ruang pribadi di pesantren tersebut, Sera mengutarakan pada sang papa mengenai perlakukan mantan suami dan ibu mertuanya. Jelas saja, sang Kiai merasa kecewa terhadap sang menantu dan juga ibu mertua Sera. Ada sedikit perasaan marah karena sudah berani melukai perasaan putrinya.

Namun, Sidik tetap berusaha tenang. Marah hanya akan membuat keadaan lebih buruk.

"Sera, kamu pasti mendapatkan jodoh yang lebih baik setelah ini,” tutur sang Papa dengan nada tegas, tapi menenangkan bagi Sera. “Papa harap kamu bahagia setelah musibah yang kamu alami." 

Sera mengangguk. "Amin. Tolong doakan Sera."

"Itu sudah pasti Sera," ucap Sidik. "Papa percaya Sera mampu menghadapi ujian yang sedang Sera alami."

Sera tersenyum. "Terima kasih, Pa.”

Berkat mereka berdua Sera selalu merasa tenang. Setidaknya dia mampu melupakan masalahnya. 'Perceraian terjadi kepadaku tidak harus aku sesali. Tapi, aku harus belajar untuk lebih baik ke depannya. Aku percaya dengan jalan yang sudah Tuhan kasih,' batin Sera.

"Mas, bagaimana jika kita ajak Sera keliling pondok?" saran Rani. “Baiklah, mari kita keliling pondok bersama,” putus Pak Kiai. Ya, dari pada Sera terus gelisah, menahan kepedihan seorang diri. Lebih baik Sera menghabiskan waktu dengan hal yang positif.

Untuk kali ini, Sera tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan menghabiskan waktu bersama kedua orang tuanya. Sera tenang berkunjung ke pesantren, rasanya apa yang menjadi kesedihannya itu bisa teratasi. Untuk sementara waktu, dia ingin melupakan segudang masalahnya.

Sera berjalan di antara ibu dan ayahnya. Mereka meninggalkan ruangan tersebut usai berbincang. Sera berharap ada hal baik yang bisa ia petik saat berkunjung ke pesantren. Ia baru memijakkan kakinya kembali setelah sekian lamanya.

Beberapa menit berlalu, saat tengah melihat lingkungan sekitar mereka bertiga berbincang-bincang. Salah seorang lantas memanggil ayah kandung Sera. Pada akhirnya Sidik pun pergi meninggalkan Sera dan Rani terlebih dahulu. Sepertinya urusan penting. Namun, Sera tidak tahu itu apa. Ah, tidak, lebih tepatnya meninggalkan Sera seorang diri karena Rani ikut menemani sang suami.

***

Sera selalu merasa kagum dengan tempat tersebut. Wanita itu akhirnya bisa tersenyum cerah lagi. Kesedihan yang ia rasakan semalam seolah lenyap begitu saja. Saat tengah duduk di taman seorang diri, Sera terkejut Rani menghampirinya dari arah belakang. Dan itu sedikit membuat jantungnya sedikit berdebar kencang.

“Maaf-maaf kamu pasti terkejut, ya.”

“Tidak apa-apa, kenapa Mama sendirian?” tutur Sera bangkit.

“Di mana pa-“

Belum selesai menjawab, Sera mengernyitkan dahinya melihat ayahnya berjalan dengan dua orang yang tidak ia kenal. Tetapi, seperti tidak asing juga bagi Sera. “Itu papamu,” ujar Rani.

“Siapa mereka?” tanya Sera. “Kamu lupa? Itu tante Karina dan itu anak semata wayangnya bernama Dika. Kamu dan Dika sudah kenal sejak kecil, Sera. Kamu mungkin lupa karena kalian pisah sejak SD,” terang Rani.

“Oh ya?”

“Iya,” ucap Rani singkat.

Ketiga orang tersebut lantas menghampiri Sera serta Rani. Di satu sisi, pikiran Sera mencoba mengingat sosok pria yang berada di samping seorang wanita berhijab bernama Karina itu. Di sisi lain, cowok itu tampak tidak suka dengan lingkungan sekitar pondok. Bahkan wajahnya saja terlihat datar. Sera merasakan aura yang berbeda pada pria itu. Ada rasa takut, tapi entah itu terjadi karena apa.

“Assalamualaikum, Sera, kamu masih ingat dengan Tante?” ucap Karina menyapa dengan lembut. Sera dengan senyuman manisnya turut menyahut, “waalaikumsalam, Tante. Iya, Sera tentu ingat Tante.”

Namun, sayang sekali, ingatan masa kecil Sera tidak sepenuhnya bisa ia ingat. Karena, dia tidak bisa mengingat pria bernama Dika itu.

“Duh, Tante sangat senang kalau Sera ingat dengan Tante, ini Dika, Sera, putra Tante. Kamu masih ingat juga kan?”

Sera terdiam. “Hm, sepertinya Sera sedikit lupa, maklum saja mereka sudah pisah sejak lama,” itu suara Rani.

“Sera, Tante Karina ke sini karena ingin berkunjung ke pesantren melihat keponakannya di sini. Kamu bisa kan antar Tante Karina?” ucap Sidik.

“Benar, kamu tidak keberatan kan, Sera? Kasihan loh, Tante Karina sudah datang jauh-jauh,” ucap Rani menyambung.

“Kalau kamu memang keberatan, Tante tidak masalah Sera,” ujar Karina. Sera lantas menggeleng, “tidak Tante, Sera akan temani,” jawab Sera.

Mendengar jawaban Sera, seorang pria yang usianya hanya terpaut 1 tahun lebih tua dari Sera memutar bola mata, tampak jengah melihat Sera. “Ma, kita harus cepat pulang,” ucap Dika dengan ekspresi datar.

“Dika, Mama tidak akan lama, kamu sabar sebentar dong, Nak,” jawab Karina.

Sera dan Dika sempat beradu kontak mata, namun buru-buru Sera mengalihkan pandangan, dalam hati dia berkata, ‘ketus sekali lelaki itu. Menyebalkan.’

Namun, siapa yang tahu jika pertemuan pertama kali itu membawa keduanya dalam lingkaran yang membuat mereka berada di satu lingkungan yang sama.

Bab terkait

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   3. MENOLAK PERJODOHAN

    "Ya Allah, aku akan dijodohkan oleh kedua orang tuaku? Bagaimana perihal kemandulanku?"Baru saja Sera mengatakan hal itu, ketukan pintu kamar terdengar. Sera yang tengah duduk di tepian ranjang lantas bangkit seraya membuka pintu tersebut."Sera kamu sungguh mau menerima perjodohan ini? Ini demi kebaikan kamu, pikirkan baik-baik," kata Sidik. Sera mengangguk. Dia sudah pikirkan matang-matang. Perihal kemandulannya, Sera pasrah dengan kehendak-Nya.Menerima perjodohan dan memulai pernikahan kedua adalah keputusannya. Sera harus bisa memilih jalan mana yang terbaik."Mas, kita tidak perlu memaksakan keinginan Sera," ujar Rani. "Mas tidak memaksakan. Mas hanya bertanya.""Sayang, apa kamu benar-benar menerima perjodohan ini? Mama ingin Sera menerima perjodohan ini dengan keinginan Sera sendiri. Bukan karena keinginan kami," ujar Rani."Sera siap, Ma. Sera mau," tegas Sera.Sedikit trauma dengan pernikahan, tapi Sera juga harus memikirkan kehidupan ke depannya. Bahwa pernikahan juga adal

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-27
  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   4. PERNIKAHAN KEDUAKU

    4 bulan berlalu. "Hari ini pernikahan kamu dan Dika. Kamu harus bahagia setelah ini, Sera. Mama akan selalu dukung apapun yang menjadi pilihan Sera selagi itu membuat Sera bahagia," tulus Rani. “Semua baik-baik saja, Nak, kamu harus tenang,” ucap Rani memberikan kata-kata yang membuat hati Sera menjadi terisi. Sera membalas perkataan Rani dengan senyum lembut. Perempuan itu cantik sekali mengenakan gaun pernikahan dibalut hijab auranya semakin memesona. Pipi Sera bersemu merah. Dia malu di depan ibu kandungnya sendiri. "Kamu cantik dengan gaun ini, semoga pernikahanmu diberkahi Allah," doa Rani. "Amiin," sahut Sera. "Sera minta doa Mama," ucap Sera mencium punggung tangan Rani."Sejujurnya Sera sedikit takut, Ma," jujur Sera, karena perasaan trauma itu masih ada. "Kenapa? Dika anak yang baik, Nak," tutur Rani. "Itu hanya perasaan kamu saja." Sambung Rani. "Jangan berpikir aneh-aneh," kata Rani."Iya, Ma," ujar Sera. Mungkin yang dikatakan Mamanya ada benarnya kalau itu hanya pera

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-27
  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   5. Pagi Hari yang Kacau

    Sera terbangun seorang diri. Tidak ada sang suami di sampingnya. Atau bahkan sedari semalam Dika memang tak tidur satu ranjang dengannya. Sekarang sudah subuh, Sera bangkit dari kasur seraya menyibak dan merapikan selimut tebal itu. Sebelum mengambil wudhu, Sera mencari keberadaan Dika terlebih dahulu. Sera bermaksud meminta Dika juga untuk ikut sholat. Usai selesai merapikan selimut dan kasurnya itu, Sera segera bergegas meninggalkan kamar. Sayang, tidak ada tanda-tanda keberadaan Dika di apartemen. Dika juga tidak meninggalkan surat atau pesan padanya. Dia sungguh tidak tahu ke mana Dika pergi. Kenapa Sera sama sekali tidak berguna sebagai istri? Untuk mengetahui keberadaan suaminya saja rasanya sulit. "Mas Dika pergi lagi tanpa sepengetahuanku...," ucap Sera. "Dia tega sekali bersikap kepadaku seperti ini," lirih Sera. "Di mana Mas Dika?" ucap Sera bingung. Menghela napas, Sera akan urus nanti setelah ia selesai sholat subuh. *** "Sayang, aku harus pulang, kita ketemu na

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-27
  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   6. Pria Menyebalkan

    Seorang wanita membuka matanya perlahan-lahan lantaran mendengar bunyi alarm. Sudah pukul 6 pagi. Dia tidak menjalankan ibadah subuh karena tengah datang bulan, menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Sera meraih hijab yang tidak jauh dari posisinya. Ia segera memakai hijab tersebut. Sejak memutuskan menikah lagi dan di hari di mana ijab kabul itu berlangsung, Sera begitu menghargai pernikahannya, tidak menjadikan pernikahannya hanya sekedar pelampiasan karena kesepian atas gagalnya pernikahan yang dahulu. Keluarga Dika, khusus orang tuanya sudah sangat baik terhadapnya. Begitu mencintai kehadirannya. Lantas, Sera tetap harus melaksanakan kewajiban sebagai seorang istri, mengabaikan sikap kasar Dika yang setiap hari ia dapatkan. Berjalan keluar dari kamar, Sera sudah tak heran saat menemukan Dika tertidur di sofa tanpa selimut. Hanya dengan pakaian tidur, tangannya dalam keadaan posisi menyilang di atas dada. Langkah kaki Sera mendekat kepada pria itu. “Mas…” panggil Sera lembut.

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-02
  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   7. MELAWAN

    Seorang pria dengan pakaian santai ala rumahan itu memandang lapar sajian makanan di atas meja. Dia menoleh ke kanan dan kiri, sepi. Tidak peduli dengan sekitar, perutnya kini sedang lapar. Ia duduk, tersenyum senang. Meraih nasi dan lauk-pauk. Tanpa berpikir panjang, tak menunda waktu dia melahap dengan perasaan gembira. “Enak juga!” tuturnya tanpa dia sadar. Kunyahan demi kunyahan, dia menikmati makanan tersebut. Hingga saat seseorang tiba, matanya dengan mata orang itu bertemu, garpu dan sendok yang dia pegang pun dijatuhkan olehnya begitu saja. Bukan hanya itu makanan yang sedang dikunyah itu pun dia keluarkan. “Uhuk! Uhuk!” “Sial, makanan apa ini?!” “MAS!” teriak Sera. “Kenapa kau muntahkan makanannya?” ucap Sera. Dia sengaja menyiapkan makanan itu untuk suaminya. Tapi, Dika tak menghargai itu. “Jadi kau yang masak ini? Pantas saja rasanya tidak enak,” ucapnya bangkit dari kursi. Padahal beberapa waktu lalu dia memuji makanan itu. Sayang, Sera tidak menyaksikan hal tersebu

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-03
  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   8. Kedatangan Orang Tua Dika

    “Siapa itu?” gumam Dika. Dika mengepalkan kedua tangan di samping tubuhnya. Otot lehernya kentara menonjol. Pertanda dia benar-benar menahan amarah. “Urusan kita belum selesai!” ancam Dika sembari menunjuk wajah Sera. Sera segera menuju pintu. Sebelum itu dia melihat terlebih dahulu dari kamera pengawas siapa yang tamu yang datang. Hingga kemudian, bukan hanya Sera yang terkejut melainkan Dika juga sama terkejutnya. “Minggir,” suruh Dika. “Apa?” ucap Dika, dia lantas menutup mulutnya dengan satu tangan. “Cepat rapikan kamar!” instruksi Dika. “Tapi-“ kata Sera terpotong. “Kubilang cepat!” perintah Dika. Sera mengangguk-anggukan kepala. Inilah risiko yang mesti keduanya terima. Sungguh, jantung Dika berdebar tidak karuan. Dia merapikan pakaian dan mencoba mengatur emosi juga wajahnya. Tak lama dia membuka pintu tersebut agar kedua orang tuanya tidak curiga karena terlalu lama pintu tidak dibuka. “Assalamualaikum, Ma, Pa,” salam Dika. Rupanya dia tidak lupa mengucapkan salam. Dan berl

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-04
  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   9. DISIKSA

    ‘Aku sadar kenapa Mas Dika begitu syok, dia pasti malu jika membawaku ke hotel,’ Sera menunduk. Rasa sedih itu mencoba hinggap. “Kau tidak mungkin malu kan membawa Sera?” tebak Karina. “Dika?” tegur Deri. “Bukan begitu. Di sana banyak pegawai laki-laki. Dika malas jika mereka akan melihat Sera nantinya,” bohong Dika. Itu hanya alasannya saja. Untung saja dia cepat berpikir dan merespons agar kedua orang tuanya tidak curiga terhadap perkataannya yang hampir menjerumuskannya dalam kesalahan besar. Mendengar perkataan Dika barusan, Sera tidak tahu harus merespons seperti apa. Dia tidak senang tidak juga sedih. Dia tahu apa yang sebenarnya terjadi. Rumah tangganya tidak benar-benar baik. Dan Dika hanya tengah berakting. Memang apa masalahnya jika ada para pegawai pria? “Hahaha, jadi kau cemburu, ya? Ya ampun, anak Mama…,” Karina tertawa, “Dika, Sera itu hanya sayang dengan kamu. Masa kamu tidak merasakan hal itu, iya kan Sera?” “Oh, i-iya,” jawab Sera sedikit gugup. ‘Ya Allah, mana m

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-04
  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   10. HOTEL CITRA QUEEN

    Dalam pernikahan, tidak semuanya terisi bahagia, berjalan mulus seperti yang ada di pikiran. Dan kita juga tidak bisa benar-benar mendapatkan pasangan yang sempurna. Yang ada saling menyempurnakan untuk menutupi kekurangan satu sama lain. Saling bahu-membahu. Namun, berbeda dengan pernikahan Sera. Wanita yang pernah gagal dalam pernikahan itu sulit mendapatkan yang saling menyempurnakan. Di pernikahan kedua ini pun selalu saja yang ia dapatkan masalah dan masalah. Sera juga tidak mengerti akan jalan hidupnya. Dan dia merasa dirinya benar-benar payah. Tetapi, saat ini ia tidak boleh meratapi nasib pernikahannya. Karina sudah menyiapkan pakaian muslimah untuk datang ke hotel menghadari acara bersama Dika. Ya, suka tidak suka, terima atau tidak, Dika dan Sera akan dan tetap harus ada dalam acara penyerahan hotel nanti. “Lama sekali,” gumam pria yang duduk dengan setelan jas hitam, di tangan kanannya terdapat jam tangan bermerk. Dia melirik sekilas, meski ada 1 jam lagi, Dika malas menu

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-05

Bab terbaru

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   119. AKU, KAMU DAN BUAH HATI (TAMAT)

    5 tahun kemudian."Kara!" Seorang pria dengan gagahnya menghampiri sang putri. Dan berjongkok seraya memeluknya. "Assalamualaikum Papa!""Waalaikumsalam, bagaimana sekolahnya?""Kara dapat bintang lima dari guru!" ungkap bocah kecil bernama Kara itu. "Wah, keren anak Papa! Kamu memang cerdas seperti mama kamu!""Papa juga cerdas! Papa punya hotel besar!"Mendengar celotehan sang anak, Dika pun terkekeh. "Papa, ayok pulang. Kara mau ketemu Mama!" ajaknya. Dika mengangguk seraya bangkit. Dia menggandeng putri kandungnya untuk masuk ke dalam mobil. Tak terasa, waktu lima tahun begitu cepat. Dika sudah menjadi pria sejati yang begitu baik menjadi suami untuk Sera. Dika amat merasa bersyukur karena diberikan istri soleha seperti Sera."Kara mau makan es krim, Papa." "Mau es krim?" ulang Dika. Gadis kecil berhijab itu mengangguk. "Oke, tapi kita pulang dulu jemput mama, ya?" "Iya, Papa, horeee Kara makan es krim sama mama dan papa!" Kara sangat menggemaskan. Dia juga memiliki pipi yang

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   118. BABY K or Baby R?

    "Se, ini apa?" Dika melotot sembari memegangi benda kecil, tipis bergaris dua. Lantas pria itu menoleh ke arah sang istri. "Sera... ini serius? Ka... kamu hamil?" Dika gugup. Sera mengangguk sembari tersenyum. "Iya, Mas. Aku hamil. Aku hamil anak kamu, Mas. Aku bisa hamil. Kita punya buah hati sekarang!" tutur Sera antusias. Dika pun mendekap tubuh Sera dengan erat sembari mendaratkan kecupan di kening wanitanya. "Sera... terima kasih! Terima kasih banyak. Aku sangat bersyukur dengan hadiah ini. Aku bahagia telah memiliki wanita hebat seperti kamu." "Aku... aku juga, Mas. Aku bahagia karena telah dipertemukan dengan lelaki sesabar kamu. Yang begitu menyayangi diriku tanpa berpikir meninggalkan aku pergi di saat kamu tahu kekuranganku. Terima kasih, Mas...," kata Sera. Untuk sekejap saja, pelukan mereka yang hangat dan nyata dengan rasa syukur yang tiada henti. Jangan biarkan lagi dua insan saling mencinta itu berpisah. Diam-diam, Seda terisak dalam pelukan sang suami. Dia begitu

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   117. Mimpi yang Mengerikan

    Siapa yang tidak senang kalau suaminya yang kerja di luar kota akan kembali pulang ke rumah? Dengan dress panjang berwarna peach, wanita yang duduk di depan meja rias itu tak henti mengukir senyum. Ditambah lagi, dia memiliki kejutan untuk sang suami. Kejutan besar yang akan membuat Dika bahagia. Sera mengusap-usap perutnya dengan lembut dan perlahan. Tak menyangka, penantian yang selama ini dia nantikan akhirnya terwujud. Karena, sesungguhnya Tuhan Maha Baik. Sera tidak tahu bagaimana lagi mengungkap rasa syukurnya. Tuhan selalu punya cara untuk membahagiakan hambanya. Dari ujian yang dialaminya bertubi-tubi, Sera dihadiahi keinginannya untuk memiliki buah hati. Ia tak sabar memberikan kabar gembira itu pada sang suami. Sera sangat menantikan reaksi Dika. "Mas Dika, aku hamil anakmu, Mas. Aku bisa hamil juga. Akhirnya, Tuhan mewujudkan keinginanku. Aku tidak sungguh mandul.""Ya Allah, aku sungguh berterima kasih atas karunia yang Kau berikan dan titipkan. Aku akan menjaga buah ha

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   116. Berjuang

    Hari-hari berlalu. Sebagai wanita yang ikut program hamil Sera harus bolak-balik ke rumah sakit untuk menjalani niatnya demi satu tujuan untuk segera bisa memiliki keturunan. Dia tak pergi seorang diri. Melainkan selalu ada Dika yang setia menemani. Di rumah sakit, tak hanya Sera yang diperiksa melainkan suaminya juga. Kondisi Sera dan Dika di sana semuanya dicek. Perkara tidak hamil ini tidak melulu berasal dari pihak wanita saja, karena bisa jadi suami jadi sumbernya. Untuk program kali ini mereka benar-benar begitu serius menjalani. Sampai pada akhirnya, ditemukan polip yang cukup besar dan banyak di rahim Sera. Sera yang memang didukung baik oleh Dika, tak bisa untuk berhenti program tersebut. Dokter mengambil tindakan untuk membersihkan polip yang ada di rahim Sera. Sempat takut, namun Sera harus semangat. Terlebih Dika juga tak pernah lelah memberikannya kekuatan. Setelah pembersihkan polip itu berhasil, minggu demi minggu berlalu, Sera berkeinginan untuk berangkat Umroh. Wan

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   115. Junior Sera dan Dika

    “Mas, terima kasih, ya, untuk segala hal yang kamu lakukan padaku. Kebaikanmu semoga Tuhan yang membalas,” tulus Sera. Malam-malam membicarakan hal random dan hal serius adalah hal yang berharga dilalukan Sera dan Dika. Mereka tak ingin melewatkan momen itu sebelum mereka tenggelam dalam mimpi mereka masing-masing. “Hm, jangan pernah merasa kesepian, ya. Aku tahu yang kita usahakan belum ada hasilnya, tapi aku akan selalu mencari cara agar kamu tetap selalu bahagia,” ujar Dika. “Aku sudah bahagia, aku tidak kesepian lagi karena sudah ada kamu, aku punya kamu di hidupku,” sahut Sera. “Tetap saja. Aku tahu kamu masih merasa sedih di belakang aku. Menyembunyikan luka sendiri. Memendam masalah yang kamu punya. Padahal aku ingin kamu selalu libatkan aku mau sedih atau senang,” ungkap Dika. “Karena aku suami kamu, baik sekarang atau nanti.”“Dulu sekali, aku selalu berharap kalau kamu mau mengakui dirimu sebagai suami aku, Mas. Aku selalu b

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   114. Diperlakukan Layaknya Ratu

    Bucket Cokelat!Baru saja Sera keluar dari kamar mandi. Wanita itu terkejut kala di meja samping ranjangnya ada benda itu. Bukankah Dika sudah pergi berangkat ke kantor? Belum lama Sera mencium tangan suaminya. Siapa yang menaruhnya? Apa Bi Niken masuk ke kamar?Meraih bucket tersebut senyum wanita dengan hijab berwarna hijau itu mengembang di wajah. Siapa wanita yang tidak senang bila diberi cokelat? Sera lantas meraih ponsel dan hendak memotretnya. Dan bertepatan itu notifikasi dari sang suami masuk. Sera membuka pesan tersebut lebih dahulu. Tidak jadi mengambil foto cokelat itu. Mas DikaSe, sudah lihat kirimanku?Apa kamu suka? Benar sekali itu dari suaminya. Sambil mengetik, senyum wanita itu tak pernah lepas. Dia mengirim beberapa pesan pada suaminya.Aku gak tahu kapan kamu siapkan bucket cokelat ini, Mas?Tapi, terima kasih banyak, ya.Aku tentu suka.Mas DikaSyukurlah, aku balik kerja ya. Boleh kirim foto dengan cokelatnya? Aku ingin melihat wajahmu biar semangat bekerja.

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   113. Sera Milik CEO Citra Queen

    Sera menangis tersedu-sedu. Dia berulang kali mengusap air matanya yang terjatuh lagi dan lagi. "Semua baik-baik saja, Sera. Kamu tidak usah takut lagi," ujar Nindy memberikan pelukan hangat untuk teman sekaligus pemilik butik itu. "Tetap saja aku takut, Nin. Mantan suamiku selalu mengganggu aku dan juga Mas Dika," tutur Sera. "Tolong jangan beri tahu Mas Dika tentang ini, Nin," pinta Sera. "Kenapa?" Nindy bingung. "Aku takut dia semakin khawatir. Dia bisa saja melakukan sesuatu di luar nalar kalau tahu tentang kejadian tadi," ucap Sera dengan mata berlinang."Tapi, Sera, aku rasa dia juga perlu tahu. Kamu harus memberi tahu karena dia bisa melindungi kamu nantinya," ujar Nindy. "Dia pasti sangat khawatir istrinya kenapa-kenapa," sambung Nindy."Nindy, aku mohon...," Sera mempelihatkan wajah melasnya. Nindy menghela napas, "baiklah jika itu mau kamu. Aku akan rahasiakan kejadian ini. Aku harap pria itu tak

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   112. Aku Sudah Bahagia!

    "Jadi, kau pergi dengan seorang dokter, Raisa?!" tanya Renal dengan nada tinggi. Seperti biasa, keduanya tak pernah berkomunikasi dengan baik. "Kenapa memangnya?" dengan wajah ketus, kedua tangan menyilang di depan dada, Raisa berbicara kepada sang suami. "Kenapa kau marah dengan itu? Bagaimana dengan kau sendiri yang pergi diam-diam tanpa sepengetahuanku?" ucap Raisa. "Jangan belaga sok suci, Mas, haha," wanita itu terkekeh di ujung kalimat. "Jangan kamu pikir aku tidak tahu kelakuanmu di belakang seperti apa," sambungnya. "Apa maksudmu, Raisa?" tanya Renal. Entah kenapa Renal merasa takut akan sesuatu. "Seharusnya kamu tetap bisa bersikap baik kepadaku. Dan jangan membuatku marah," Raisa tersenyum miring. Hal itu membuat Renal benar-benar takut."RAISA?" panggil Renal dengan nada suara yang keras. Raisa tak menggubris ucapan sang suami. Dia tetap pergi ke kamar.Dia menggumam, "kau pikir aku tidak tahu k

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   111. Jangan Ganggu Aku!

    "Mas, Mas," Sera memanggil nama suaminya berulang. Keluar dari mobil lelaki itu berjalan lebih dahulu masuk ke dalam rumah. "Ya Tuhan, Mas Dika tunggu aku," pinta Sera. Sera menghela napas, andai tak bertemu dengan Renal, mungkin Dika akan baik-baik saja. Wajah lelaki itu juga berubah ketus dan menjadi dingin usai bertemu mantan suami Sera. "Mas," panggil Sera lagi ketika sudah berada di dalam kamar. "Kenapa kamu jadi cuek sama aku?" ucap Sera. "Apa aku ada salah? Mas aku juga kan tidak tahu kalau ada pria itu di restoran," keluh Sera. "Apa kamu mengajakku ke restoran itu untuk bernostalgia tentang masa lalumu, Se?" tanya Dika. "Ya Tuhan. Apa yang kamu pikirkan? Kamu berpikir aku seperti itu?" ucap Sera. "Mas, tak pernah terlintas sama sekali dalam diriku untuk mengingatkanmu tentang masa laluku. Aku mengajakmu ke sana murni untuk makan bersama!" sanggah Sera. "Tolong jangan marah sama aku. Katanya kita

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status