Home / Romansa / Bintang untuk Angkasa / 34. Tentang Angkasa

Share

34. Tentang Angkasa

last update Last Updated: 2021-04-09 08:13:09

"Kak Bintan kapan pulangnya?"

Aku tersenyum, menatap Ken yang sedang duduk di bangkar yang sama denganku. Tangan kananku terulur mencubit pelan pipi tembem adik Galang satu-satunya ini. Ya, siang tadi Ken diantar Mami ke sini sepulang sekolah dan nanti pulangnya akan dijemput oleh Galang.

"Ken udah lamaaa banget nggak ketemu Kak Bintang. Kan Ken kangen." 

Ah, melihat wajah cemberut Ken membuatku tidak bisa untuk tidak memeluknya erat. Ken juga langsung membalas pelukanku tak kalah erat.

"Ken tenang aja. Kak Bintang nanti malam udah pulang ke rumah."

Aku dan Ken menoleh ke arah pintu  ada Bunda dan Kak Viny yang sudah berdiri di sana.

"Benelan, Tante?" tanya Ken dengan aksen cedalnya.

"Iya. Kak Bintang nanti malam udah boleh pulang sama Pak dokter dan Ken bisa main ke rumah Kak Bintang sepuasnya." Bunda berjalan mendekat kemudian duduk di salah satu kursi di samping bangkar.

"Holee!" seru Ken yang langsung berjingkrak-jing

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
ihiirrr 🤭🤭
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Bintang untuk Angkasa    35. My Cool Boy

    Aku tertawa kecil membaca pesan chat dari Galang dan Iqbal yang barusan masuk. Kedua laki-laki yang mengklaim diri mereka sebagai kakak angkatku itu, entah kenapa sangat sulit untuk menerima dan membiarkan aku dekat dengan Angkasa. Setiap bertemu selalu terlibat perang dingin dengan Angkasa. Mereka selalu bersikap seolah-olah Angkasa adalah bakteri yang harus dijauhkan dariku. Tapi sekeras apapun usaha mereka menjauhkan aku dan Angkasa dengan tingkah-tingkah konyol mereka, tidak akan pernah bisa menghalangi Angkasa untuk tetap dekat denganku. Karena seperti selalu, Angkasa tidak pernah menggubris keberadaan mereka dan hanya menganggap mereka sebagai lalat pengganggu."Kantin yuk, Bi!"Aku mendongakkan kepala, Intan sudah berdiri menyilangkan kedua tangan di depan dada, dan menatapku. Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling, dimana hanya tersisa bangku-bangku kosong karena sudah ditinggalkan pemiliknya."Ayo dong, Bi. Lama banget elah. Cacing-cacing gue udah pad

    Last Updated : 2021-04-09
  • Bintang untuk Angkasa    36. Dont Say Like That

    Aku mengerjap-ngerjapkan mata saat cahaya menyilaukan berasal dari jendela menerpa mataku. "Bu Rini, bentar dong jangan buka dulu gordennya. Bi masih ngantuk." Suara tirai dibuka makin lebar, membuatku menggeliat pelan. "Bu, lima menit.Sejak kemarin, aku datang bulan dan tentunya kalian tahu kan bagaimana rasanya saat datang bulan? Malas, lemas, belum lagi semalam saat perutku nyeri bersamaan dengan dadaku yang juga ikut nyeri. Itu benar-benar membuatku tak bisa tidur semalaman, dan aku baru bisa terlelap saat pukul tiga pagi. Dan sekarang aku benar-benar masih mengantuk, lagipula hari ini hari Sabtu, jadi tidak apa-apa kan kalau aku tidur sampai siang? Tapi Bu Rini tidak menghiraukan permintaanku dan malah menarik selimut yang menutupi tubuhku hingga ke pinggang."Bu?" pintaku, menarik kembali selimut itu hingga ke dagu.Bu Rini menarik kembali selimut itu dan akhirnya terjadilah adegan tarik menarik selimut. Dan dengan sedikit sentakan, selimut itu berhasil dita

    Last Updated : 2021-04-29
  • Bintang untuk Angkasa    37. Jealous

    "Saya pinjam buku ini, Mas. Tolong dicatat ya." Aku meletakkan sebuah novel di atas meja Mas Afdhal.Mas Afdhal tersenyum, membuka arsip peminjaman kemudian mencatat judul novel serta memeriksa kartu identitas perpustakaanku. "Belakangan ini kamu sering nongkrong di sini sampai sore, ya? Nunggu pacar kamu itu ya?""Pacar? Siapa?" tanyaku."Murid kelas tiga itu, kalau nggak salah namanya," Mas Afdhal tampak mengingat-ingat. "Angkasa. Iya, Angkasa. Iya kan?"Aku tersenyum malu. "Mas Afdhal ternyata doyan gosip juga ya?"Mas Afdhal tertawa. "Nih, sudah selesai.""Makasih, Mas." Aku menerima novel itu, dan memasukkannya ke dalam tas punggungku. "Saya duluan ya."Mas Afdhal mengacungkan jempol. Aku langsung keluar dari perpustakaan dan melangkah agak terburu-buru, karena sejak lima menit yang lalu, aku sudah mengirimkan pesan pada Angkasa untuk tidak perlu menjemputku di perpustakaan dan cukup menunggu di koridor saja. Koridor sekolah sudah

    Last Updated : 2021-04-29
  • Bintang untuk Angkasa    38. She's Mine

    Sejak bertahun-tahun lalu, aku harus berdamai dengan penyakit yang ada dalam tubuhku ini, aku mulai terbiasa mengatasi semuanya sendiri. Jarang sekali aku mengeluh, meminta bantuan pada Bu Rini atau Pak Udin saat serangan tiba-tiba menghampiri jantungku. Aku tidak ingin orang lain mengalami kesulitan yang disebabkan olehku, karena aku selalu berprinsip bahwa selama aku bisa melakukan sesuatu sendiri, maka aku tidak akan meminta bantuan orang lain. Dan itu juga berlaku saat rasa sakit tiba-tiba menyerangku tanpa kenal waktu, termasuk saat aku sedang pulas-pulasnya tidur, namun tiba-tiba terbangun karena rasa sakit itu. Di saat seperti itu, tidak mungkin bukan kalau aku harus membangunkan seluruh penghuni rumah hanya untuk menemaniku, atau membantuku membawakan apa yang kubutuhkan? Karena itu aku terbiasa mandiri.Seperti malam ini, saat jarum jam pendek menunjuk angka dua belas, sementara jarum panjang menunjuk angka empat, aku terpaksa terjaga karena nyeri hebat pada dada kiri

    Last Updated : 2021-04-29
  • Bintang untuk Angkasa    39. Dia Putri Saya

    "Bi!"Aku mendongak, mengalihkan pandangan dari buku catatan ke arah Intan yang baru saja masuk kelas. Dia tampak terengah-engah, tentu saja karena dia berlari, entah dikejar apa atau siapa."Kenapa lo lari-lari kayak gitu? Dikejar hantu?" tanyaku.Intan mendelik, namun sedetik kemudian langsung menarik lenganku. "Ikut gue sekarang!""Ke mana?"Intan berdecak, "Ikut aja sekarang. Entar gue kasih tau sambil jalan."Akhirnya aku menuruti ajakan Intan, dan kami langsung keluar dari kelas. "Emang mau kemana sih, Tan?""Ke ruang kepsek."Aku menghentikan langkahku, "Ngapain?!"Intan menatapku, tampak sedang berpikir sebelum menyahut pertanyaanku. "Bokap lo ke sini.""Hah? Maksud lo ... bokap gue?!" tanyaku terkejut."Ya masa bokapnya Deni!" Intan menghela napas. "Gue nggak tau kenapa bokap lo ke sini dan ketemu Pak kepsek, tapi gue rasa ada hubungannya sama kejadian lo kekunci di toilet kemaren, deh."Kini aku

    Last Updated : 2021-04-29
  • Bintang untuk Angkasa    40. Bintang Pilihan Angkasa

    Helaan napas panjang keluar dari mulutku saat mobil Kak Bisma meninggalkan halaman rumah, bersama Viny Kak dan barang bawaan mereka. Pagi ini, sesuai rencana mereka berangkat ke puncak untuk rekreasi, menyegarkan pikiran sebelum menghadapi Ujian Nasional. Kenapa aku mengatakan mereka, bukan kami? Karena memang aku batal ikut."Kamu sudah bangun?" Seseorang bertanya pelan begitu aku membuka mata, dan langsung kubalas dengan anggukan lemah.Namun sesaat, aku mendengus kesal karena lagi-lagi harus terbangun dengan kondisi berbaring lemah di atas ranjang ruang rawat inap rumah sakit. Lengkap dengan jarum infus terpasang di pergelangan tangan kanan. Aku tidak tahu apa yang terjadi, karena yang kuingat terakhir kali sebelum terbangun di atas ranjang ini adalah aku masih berada di sekolah.Aku ingat sekali tadi siang aku baru keluar dari ruangan kepala sekolah bersama Papa setelah menyelesaikan masalahku dengan Anggi. Orang tua Anggi datang ke sekolah pagi itu, dan

    Last Updated : 2021-04-29
  • Bintang untuk Angkasa    41. Pembuktian Sasa

    Aku tertawa mendengar Intan yang menceritakan tentang kejadian di mana dia ke puncak tempo hari. Dia merasa kesal karena tiba-tiba Kak Romi mengungkapkan perasaannya pada Intan di malam pertama mereka di puncak, tepatnya saat barbequean di halaman villa milik Tante Jenni. Disaksikan oleh semua orang yang ikut ke puncak, termasuk Tante Jenni yang —menurut Intan—sangat mendukung hubungan Intan dan Kak Romi."Terus lo terima nggak?" tanyaku, setelah puas tertawa.Intan memberengut, "Ya enggaklah! Gue cuma pelototin dia terus kabur ke kamar."Aku tertawa lagi. Intan mencebikkan bibirnya sambil mengayun-ayunkan kakinya di kolam renang, sementara aku duduk di ayunan. Pagi ini rumah sepi. Bu Rini dan Pak Udin sedang pergi ke Bogor mengunjungi orang tua Bu Rini. Bunda dan Papa kerja seperti biasa, sementara Kak Viny di sekolah, sedang menghadapi hari pertamanya Ujian Nasional, bersama seluruh siswa kelas dua belas di seluruh Indonesia. Dan karena itu pula aku dan Intan

    Last Updated : 2021-04-29
  • Bintang untuk Angkasa    42. Cahaya Yang Mulai Redup

    "Bi, I'm coming!"Aku meringis pelan saat melihat Intan yang membuka pintu sambil membawa kantong plastik, berteriak melengking. Di belakangnya, ada Nina dan Galang yang melambaikan tangan ke arahku.Aku membalas lambaian tangan mereka, "Akhirnya kalian datang juga."Intan langsung duduk di kursi sebelah kiri ranjang tempatku terbaring, sementara Nina dan Galang duduk di kursi sebelah kanan. Intan meletakkan kantong plastik itu di atas nakas,"Gue tau lo lebih tertarik sama novel dari pada buah, makanya gue sengaja beliin novel Asma Nadia yang terbaru," ucap Intan.Aku terkekeh, "Lo emang sahabat yang pengertian, deh.""Eits, jangan salah! Gue juga ikut patungan beli novel best seller itu. Jadi gue juga harus dapat pujian itu juga," sahut Galang."Lebay banget sih kamu!" sahut Nina sambil memukul pelan bahu Galang. Kami bertiga tertawa."Lo dari tadi sendirian, Bi?" Galang bertanya sambil mengambil sebutir jeruk yang pagi tadi Bu

    Last Updated : 2021-04-29

Latest chapter

  • Bintang untuk Angkasa    50. Married

    "Kamu gugup, Dek?"Aku menoleh dan tersenyum kaku pada Kak Salma yang sedari tadi menemaniku di kamar. Kak Salma tersenyum, kemudian mengusap punggung tanganku untuk memberiku ketenangan. Di luar, acara akad nikah akan segera dimulai. Ya, ini sudah seminggu sejak kejutan ulang tahun itu, dan artinya sekarang adalah hari pernikahan kami."Kamu tahu, Dek? Kakak juga ngerasain gugup yang sama seolah ini adalah acara nikahannya adek kandung Kakak sendiri." Kak Salma kembali berbicara.Aku menatap wajah Kak Salma yang berkaca-kaca, "Kak Salma kangen sama Kak Sania?"Kak Salma tersenyum dan mengusap pipiku, "Tentu saja kangen. Tapi Kakak selalu punya obat buat ngobatin kangen Kakak itu. Dengan liat kamu."Kak Salma terkekeh pelan, "Kakak bener-bener bisa nemuin Sania pada diri kamu, Dek. Kalian itu bener-bener punya sifat yang mirip, dan itu bikin Kakak bahagia karena bisa melihat Sania lagi lewat kamu."Aku mengerutkan kening menatap Kak Salma. Apa

  • Bintang untuk Angkasa    49. Proposed

    Aku mengerjap-ngerjapkan mata, saat mendengar suara ketukan di pintu kamarku. Sambil menggeliatkan tubuh pelan dan masih berusaha mengumpulkan nyawa yang masih tertinggal di alam mimpi, aku mendesah. Suara ketukan itu terdengar lagi, dan kini makin keras. Aku mendecakkan lidah pelan, benar-benar merasa kesal karena tidurku terganggu. Aku makin berdecak kesal saat mataku melirik ke arah jam weker berbentuk kepala Pororo yang menunjukkan pukul dua belas kurang lima belas menit. Ketukan itu kembali terdengar seperti gedoran."Iya, bentar!" ucapku setengah berteriak, dengan suara serak khas bangun tidur. Tidak ada jawaban. Aku mengerucutkan bibir, mengucek mata sambil beringsut turun dari ranjang."Siapa sih bangunin orang malem-malem gini?" gerutuku sambil mengikat rambutku yang berantakan dengan ikatan cepol asal-asalan.Sejenak kemudian aku sudah membuka pintu kamar, dan keningku sontak berkerut saat tak menemukan siapa-siapa di depan pintu kamar."Siapa?" tan

  • Bintang untuk Angkasa    48. Today, Tomorrow and Forever

    Takdir. Satu kata yang sangat rumit untuk dipecahkan. Satu kata yang sering dikutuk dan dipersalahkan atas apa yang dialami makhluk bernama manusia. Satu kata penuh misteri yang tidak dapat diprediksi oleh ilmuwan terpintar sekali pun. Satu kata yang hanya menjadi rahasia-Nya dan tidak akan pernah bisa diganggu gugat oleh manusia. Tentang sebuah takdir. Tak ada yang bisa manusia tebak dari jalannya sebuah takdir. Entah itu untuk dua tahun kemudian, setahun kemudian, sebulan kemudian atau bahkan sedetik kemudian. Manusia tidak akan mampu memprediksi takdir apa yang akan terjadi padanya. Bahkan sesuatu paling nyata dan bisa ditebak apa yang akan terjadi selanjutnya, bisa saja berubah keadaan menjadi sebuah hal yang di luar nalar, jika Dia sudah berkehendak. Hanya Dia Yang Maha membolak-balikkan takdir, dan manusia harus bisa menerima semua yang telah tertulis dalam lauhful mahfudz-Nya.Itu pula yang kini dijalani seorang Angkasa Yudhistira, menerima dan menjalani dengan tega

  • Bintang untuk Angkasa    47. Sad Song

    Without you, I feel brokeLike I'm half of a wholeWithout you, I've got no hand to holdWithout you, I feel tornLike a sail in a stormWithout you, I'm just a sad songI'm just a sad song(Sad Song – We The Kings)"Kak Angkasa!"Angkasa mengerjap-ngerjapkan mata saat suara lembut itu menyapu telinganya. Sangat dekat. Dan terdengar nyata. Laki-laki itu membuka mata sedetik kemudian, dan ia tertegun melihat tempatnya berada sekarang. Atap aula sekolah."Bintang?" Angkasa berkata lirih, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.Di depan sana, tepatnya di pagar pembatas atap, seorang gadis yang berdiri memunggunginya. Gadis itu memakai dress selutut berwarna putih tulang, dengan flatshoes yang juga berwarna putih terpasang di kaki jenjangnya. Rambut sepunggungnya yang tergerai indah, bergoyang-goyang tertiup angin yang berembus lembut. Di pergelangan tangan kirinya, Angkasa dapat melihat gelang pasangan yang selalu gadis

  • Bintang untuk Angkasa    46. In The First Sigh

    Sama seperti hari-hari sebelumnya, Angkasa duduk di samping bangkar dengan tatapan terpaku pada seorang gadis remaja yang terbaring lemah di atas bangkar. Ini kedua kalinya ia menyaksikan tubuh itu dipasangi banyak belalai yang terhubung pada sebuah monitor yang terus berbunyi, untuk mendeteksi bahwa masih ada kehidupan pada tubuh itu. Hati Angkasa terasa sakit, perih ulu hatinya. Jika saat ini gadis yang amat dicintainya itu tengah mengalami keadaan koma, maka Angkasa juga sama. Ia juga sedang koma, tapi hatinya bukan tubuhnya. Kenangan-kenangan itu kembali berputar di benaknya, mengulang kembali awal-awal perkenalannya dengan gadis itu, Bintang Aurora. Perlahan, Angkasa mulai bercerita ...."Ini perpus sekolah kita." Romi menunjuk ruangan di sebelah mereka dan ditanggapi Angkasa dengan anggukan kepala dua kali. "Emang sepi, sih. Dimana-mana yang namanya perpus kan cuma buat tempat nongkrong murid-murid cupu." Romi tertawa kecil. "Sayangnya di sekolah ini yang cupu cuma dikit

  • Bintang untuk Angkasa    45. Akan Tetap Bersinar

    Kirana Candrawati. Bagi seorang Danu Wijaya, nama itu adalah nama paling indah sejagad raya. Nama yang memiliki arti terpenting dalam hidupnya, yang mengajarkannya betapa hidup itu harus disyukuri. Nama yang sampai saat ini tetap menjadi penghuni ruang penting dalam hatinya. Hingga saat nama itu benar-benar hanya tinggal nama, dan ia tak bisa melihat lagi pemilik nama itu sendiri, pria itu merasa hancur. Hidupnya seolah ikut dibawa pergi oleh perempuan pemilik nama indah itu. Danu tidak punya tujuan hidup lagi, bahkan untuk sekedar memandang bayi mungil yang kelahirannya sekaligus merupakan kehancuran hidupnya, karena ibu dari bayi itu meninggalkannya dari dunia.Bayi mungil itu, yang orang bilang saat lahir sama sekali tidak berdosa, suci dan polos, telah merenggut nyawa Kirana, istri tercintanya. Sejak kelahiran bayi itu, sekaligus kematian Kirana, Danu benar-benar tidak bisa menjalani hidup dengan baik. Satu-satunya wajah yang sangat tidak ingin dia lihat adalah wajah b

  • Bintang untuk Angkasa    44. Lampion Harapan

    Hubunganku dengan Angkasa kembali membaik sejak sore itu. Dia juga sudah menceritakan semuanya—walaupun dalam versi singkat—tentang bagaimana dulu dia patah hati karena Kak Viny ternyata lebih memilih Kak Bisma. Dan itu membuatku lagi-lagi merasa bersalah karena membuat Kak Viny pulang bersama Kak Bisma di saat Angkasa ingin mengutarakan perasaannya. Namun Angkasa menenangkanku dengan mengatakan hal yang membuatku merasa istimewa."Gue ceritain ini bukan karena pengen buat lo ngerasa bersalah. Lagian gue bisa ambil pelajaran dari ini, yaitu sesuatu yang gue pengen banget nggak selamanya bisa gue dapatkan. Dan mungkin itu emang cara Tuhan mengajari gue cara bersabar nunggu cinta yang emang benar-benar sejati buat gue. Dan gue nggak nyangka ternyata cewek yang secara nggak langsung bikin gue gagal nyatain cinta pertama gue, ternyata adalah cinta sejati gue."Mungkin menurut kalian ucapannya itu biasa saja, tapi bagiku itu istimewa dan manis. Entahlah aku juga tidak tahu pe

  • Bintang untuk Angkasa    43. Let Me Stay

    "Bi." Suara Kak Andro masuk ke telinga begitu aku mengerjap-ngerjapkan mata.Aku mengerutkan kening, bukankah Kak Andro sedang di Bandung? Sedikit mendesis, aku membuka mataku. Kepalaku rasanya sangat pusing seperti dihantam palu. Begitu cahaya blur yang tadi memenuhi pandanganku memudar, aku bisa melihat dengan jelas wajah Kak Andro yang sedang menatapku."Kak Andro?" Aku menelan ludah, tenggorokanku terasa perih. Seingatku, semalam aku minum air cukup banyak tapi kenapa rasanya seperti tenggorokanku tidak tersentuh air selama berhari-hari?Kak Andro duduk di kursi samping bangkar sambil terus menatapku. Aku benar-benar bingung kenapa Kak Andro bisa ada di sini, padahal semalam saja dia masih chating denganku dan dia mengatakan sedang berkumpul bersama teman-temannya. Lalu kenapa bisa ada di rumah sakit?"K-Kak Andro kapan pulang?" Ah, kenapa suaraku lirih dan serak begini? Sebenarnya apa yang terjadi padaku?Aku berniat bangun, namun rasa pusing dan n

  • Bintang untuk Angkasa    42. Cahaya Yang Mulai Redup

    "Bi, I'm coming!"Aku meringis pelan saat melihat Intan yang membuka pintu sambil membawa kantong plastik, berteriak melengking. Di belakangnya, ada Nina dan Galang yang melambaikan tangan ke arahku.Aku membalas lambaian tangan mereka, "Akhirnya kalian datang juga."Intan langsung duduk di kursi sebelah kiri ranjang tempatku terbaring, sementara Nina dan Galang duduk di kursi sebelah kanan. Intan meletakkan kantong plastik itu di atas nakas,"Gue tau lo lebih tertarik sama novel dari pada buah, makanya gue sengaja beliin novel Asma Nadia yang terbaru," ucap Intan.Aku terkekeh, "Lo emang sahabat yang pengertian, deh.""Eits, jangan salah! Gue juga ikut patungan beli novel best seller itu. Jadi gue juga harus dapat pujian itu juga," sahut Galang."Lebay banget sih kamu!" sahut Nina sambil memukul pelan bahu Galang. Kami bertiga tertawa."Lo dari tadi sendirian, Bi?" Galang bertanya sambil mengambil sebutir jeruk yang pagi tadi Bu

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status