Beranda / Romansa / Bintang untuk Angkasa / 14. Congestif Heart Failure

Share

14. Congestif Heart Failure

last update Terakhir Diperbarui: 2020-11-14 07:28:21

"Kenapa kamu nggak bilang dari awal kalau jantung kamu kelainan? Kenapa kamu malah ngerahasiain ini, Bi? Harusnya kamu ngomong sama Papa dan Kakak. Apa kamu udah nggak anggap kita sebagai keluarga kamu la–"

"Apa kalian akan percaya kalau aku ngomong?" potongku, membuat Kak Andro bungkam. Bibirku mengeluarkan tawa sarkastik. "Enggak akan percaya kan? Jadi buat apa aku ngomong!" Aku mengusap kasar pipi yang basah oleh air mata. "Jujur aku pengen banget ngomong, Kak. Aku masih dua belas tahun Kak, waktu itu. Anak umur dua belas tahun harus terima kenyataan kalau jantung kanannya enggak normal, siapa yang enggak terpukul? Rasanya aku pengen nangis di depan Papa sama Kakak. Aku pengen dapat pelukan hangat dari keluargaku. Tapi aku bisa apa? Kalian cuma anggap aku orang asing di rumah ini."

"Karena itu aku diem, aku nyari waktu yang tepat buat ngomong sama kalian. Setahun setelah aku dikasih tau penyakitku, aku udah niat ngomong sama kalian. Tapi apa yang aku dapat? Tepat di h

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
ini bab ngapa ngandung bawang semua hehhh 😭😭😭
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bintang untuk Angkasa    15. Permintaan Maaf Andro

    Suara deheman membawaku kembali ke tempat di mana aku berada sekarang, di atap aula sekolah yang berada tepat di belakang ruang perpustakaan. Tadinya aku ingin ke perpustakaan, tapi ternyata tempat itu sedang digunakan oleh para siswa kelas tiga untuk mengerjakan tugas. Karena itu aku memilih berada di sini, tempat yang ternyata lebih tenang dari perpustakaan."Elo?!" ucapku kaget saat menoleh ke arah deheman itu dan menemukan Angkasa sudah duduk di bangku panjang yang sama denganku. Angkasa duduk di sebelahku, memandang ke depan dengan kedua tangan bersedekap di depan dada. "Sejak kapan lo di sini?""Sejak lo nangis nggak jelas," jawabnya datar tanpa menoleh sedikit pun padaku."Nangis?" gumamku dengan mata berkedip tanpa sadar. Dan aku tertegun karena ternyata setetes air lolos dari pelupuk mataku membasahi pipiku yang tadinya sudah basah. Aku bahkan tidak sadar kalau sedari tadi aku menangis hanya karena teringat hari-hari berat yang kulalui.Aku tersentak

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-14
  • Bintang untuk Angkasa    16. Pendek

    "Viny, kamu Papa antar aja."Aku dan Kak Viny yang sedang memakai sepatu masing-masing, sontak menoleh ke arah Papa yang sudah berdiri tak jauh dari tempat kami duduk. Papa sudah rapi memakai setelan kerjanya lengkap dengan tas kerja di tangan kanannya."Enggak usah, Pa. Viny sama Bi bisa naik bus kayak biasanya," jawab Kak Viny sementara aku melanjutkan memakai sepatuku.Aku sama sekali tidak berniat ikut ke dalam obrolan mereka, karena aku cukup sadar diri untuk tidak melakukan itu. Apalagi sejak tamparan Papa malam itu, setiap kali bertemu Papa rasa perih dan sakit hatiku muncul seketika tanpa diundang. Kurasa aku butuh waktu untuk tidak lagi bersikap acuh seperti sekarang dan kembali bersikap ramah seperti sebelumnya. Meskipun aku sadar apakah aku acuh atau ramah, sama sekali tidak berpengaruh apa-apa pada sikap Papa padaku. Karena bagi Papa, Bintang Aurora itu tidak ada."Tapi bentar lagi kamu UN, Vin. Papa enggak mau kamu kecapekan jalan kaki terus berp

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-14
  • Bintang untuk Angkasa    17. Khawatir

    "Beneran lo nggak kenapa-napa, Bi?"Aku menoleh pada Intan sebelum terbatuk pelan. Ini sudah yang ketiga kalinya Intan menanyakan hal yang sama sejak kami keluar dari kelas setelah bel pulang berbunyi. Hari ini perpustakaan tutup, karena itu aku langsung turun ke lantai satu bersama Intan."Kan gue udah bilang kalo gue nggak kenapa-napa, Tan. Cuma batuk doang."Tentu saja aku bohong, karena yang sebenarnya bukan hanya batuk saja yang menyerang ku sekarang tapi juga pernapasanku yang agak sesak dan kepala pusing. Sejak jam pelajaran terakhir dimulai, entah kenapa tiba-tiba aku merasa pusing dan sesak napas. Untungnya aku bisa menahannya tanpa ketahuan Intan dan tepat saat bel pulang sekolah berbunyi, tiba-tiba aku tidak bisa menahan untuk tidak terbatuk-batuk dan mengundang kecurigaan Intan."Obat lo masih ada kan?""Iya."Aku terbatuk-batuk lagi membuat Intan kembali menatapku. Juga beberapa siswa yang berpapasan dengan kami memandangku aneh

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-14
  • Bintang untuk Angkasa    18. Marah

    Dalam hidup, yang namanya perubahan itu pasti akan selalu ada. Entah itu kecil atau besar, entah itu terlihat samar-samar atau justru sangat nyata, entah membawa pengaruh baik atau buruk, perubahan tidak akan pernah bisa kita tampik. Seperti yang kurasakan sekarang pada Kak Viny. Belakangan sejak Papa pulang dan tinggal kembali bersama kami, sikap Kak Viny perlahan berubah. Seiring dengan perhatian penuh yang Papa berikan pada Kak Viny, entah kenapa perhatian Kak Viny semakin berkurang padaku. Aku tahu mungkin aku kelihatan egois dan selalu menuntut perhatian kak Viny padaku, tapi apakah aku salah? Untuk seorang remaja sepertiku, yang sejak dilahirkan hingga umurnya yang menginjak enam belas tahun sama sekali tidak pernah mendapat perhatian dan kasih sayang dari seorang ayah kandungnya sendiri, apakah aku salah jika mengharapkan perhatian?"Bi, Kakak janji mulai sekarang kakak akan selalu ada buat kamu. Enggak peduli apa Papa ada di sini bersama kita atau enggak, Kakak akan se

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-14
  • Bintang untuk Angkasa    19. Roboh

    Aku mengerjap-ngerjapkan mata, mencoba menyesuaikan cahaya yang ada di sekitarku. Gradasi yang awalnya buram perlahan tampak semakin jelas, bersamaan dengan pening tak terhingga di kepalaku. Ruangan serba putih dengan bau khas obat-obatan membuatku mengerutkan kening. Di mana aku?"Kamu sudah sadar, Bintang?"Aku menoleh, menatap seseorang yang sangat kukenal berdiri di samping ranjang tempatku berbaring. Pria seumuran Papa itu tersenyum ramah Melihat pria itu ada di dekatku, membuatku menyadari di mana aku berada sekarang."Om, kenapa aku di sini?" tanyaku dengan suara serak. Entah sudah berapa lama aku tertidur."Menurut lo kenapa?" Aku langsung menoleh ke arah suara yang menginterupsi pertanyaanku barusan."Intan, jangan ketus gitu dong ngomongnya. Bintang baru aja sadar ini," tegur pria itu, Om Herman."Abisnya aku kesel, Pa. Bi tuh nggak pernah mau dengerin aku. Udah berkali-kali aku ngomong sama cewek batu ini agar dia nggak masuk sekolah du

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-14
  • Bintang untuk Angkasa    20. Debat

    "Bintang, gimana? Angkasa jagain kamu kan di sekolah?" tanya Tante Jenni, membuat semua orang yang ada di meja itu menoleh padaku, kecuali Papa tentunya. Dan Angkasa yang tampak acuh dan lebih memilih fokus ke makan siangnya."Iya, Tante. Angkasa jagain Bintang banget, kok. Sampai Bintang pulang sama sahabat Bintang aja nggak dibolehin sama Angkasa." Aku langsung mendapat lirikan tajam oleh Angkasa, tentu saja karena sudah menyindirnya masalah kemarin saat dia melarangku pulang bersama Galang dan Nina.Tante Jenni terkekeh, lalu menoleh pada anaknya. "Jangan terlalu posesif gitu dong, Sa."Mendengar kata 'posesif', jadi berasa aku ini adalah pacar Angkasa. Tiba-tiba pipiku memanas hanya memikirkan hal konyol itu. Aku pasti sudah gila!"Kalo nggak diposesifin, dia bisa keluyuran kemana-mana, Ma."Aku mendelik, mendengar jawaban enteng Angkasa. "Emang gue cewek apaan? Jangan ngomong yang enggak-enggak deh lo.""Loh, Bi? Kok panggil Angkasa pak

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-14
  • Bintang untuk Angkasa    21. Hujan di Mimpi

    Bersamaan dengan teriakan, tangannya yang kuat menggenggam pergelangan tanganku lebih erat dan membalikkan tubuhku dengan mudahnya sehingga kami berdiri berhadapan."APA?" bentakku sambil berusaha melepaskan tanganku namun genggamannya lebih kuat."Nggak usah childish bisa nggak?""Bukannya lo yang childish? Marah-marah nggak jelas, bahkan di saat gue nggak tahu bikin salah apa. Kalau lo nggak suka sama keberadaan gue, ngomong! Nggak perlu cari-cari alasan sampai bawa nama orang lain. Gue juga udah terbiasa sama penolakan, jadi nggak usah sungkan buat ngusir gue!" Aku menghempaskan tangannya yang mengendur. Menatapnya marah. Dia kira hanya dia saja yang bisa marah? Dia kira aku perempuan lemah?"Bukan gitu." Ekspresinya melunak. Dia meremas rambut sambil berkata lagi, "Gue bukannya nggak suka sama lo.""Terus apa? Lo lagi ada masalah dan melampiaskannya ke gue? Gitu? Muka gue emang cocok banget ya buat tempat pelampiasan?""Ya Allah, enggak

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-14
  • Bintang untuk Angkasa    22. Dugaan Intan

    Aku menoleh pada Intan setelah membalas pesan dari Galang. "Pulang sekolah, kita diajak hang out sama Galang-Nina.""Boleh. Gue juga lagi bosen di rumah terus." Aku hanya membalasnya dengan gumaman dan anggukan kepala. "Elo juga ikut, kan?""Iyalah. Ini kan juga buat gantiin yang kemaren nggak jadi gara-gara Angkasa nggak bolehin.""Emang lo yakin ntar Kak Angkasa bolehin?"Aku menoleh sekilas ke Intan, sebelum kembali fokus ke tulisan di papan tulis. "Emang kenapa kalo ntar dia nggak bolehin? Bukan siapa-siapa gue, ini.""Siapa bilang bukan siapa-siapa? Hampir jadi siapa-siapanya, Bi.""Emang lo peramal?""Ini fakta.""Fakta apaan?""Nih ya lo denger. Fakta pertama, lo sama Kak Angkasa tuh emang nggak bisa dibilang temen atau sahabat, karena kalian nggak pernah bisa akur. Tapi pada kenyataannya tiap hari kalian tuh pulang sekolah sama-sama melulu dan itu ngebuktiin kalau ada kemungkinan kalian bisa jadi pasangan yang menjalin te

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-14

Bab terbaru

  • Bintang untuk Angkasa    50. Married

    "Kamu gugup, Dek?"Aku menoleh dan tersenyum kaku pada Kak Salma yang sedari tadi menemaniku di kamar. Kak Salma tersenyum, kemudian mengusap punggung tanganku untuk memberiku ketenangan. Di luar, acara akad nikah akan segera dimulai. Ya, ini sudah seminggu sejak kejutan ulang tahun itu, dan artinya sekarang adalah hari pernikahan kami."Kamu tahu, Dek? Kakak juga ngerasain gugup yang sama seolah ini adalah acara nikahannya adek kandung Kakak sendiri." Kak Salma kembali berbicara.Aku menatap wajah Kak Salma yang berkaca-kaca, "Kak Salma kangen sama Kak Sania?"Kak Salma tersenyum dan mengusap pipiku, "Tentu saja kangen. Tapi Kakak selalu punya obat buat ngobatin kangen Kakak itu. Dengan liat kamu."Kak Salma terkekeh pelan, "Kakak bener-bener bisa nemuin Sania pada diri kamu, Dek. Kalian itu bener-bener punya sifat yang mirip, dan itu bikin Kakak bahagia karena bisa melihat Sania lagi lewat kamu."Aku mengerutkan kening menatap Kak Salma. Apa

  • Bintang untuk Angkasa    49. Proposed

    Aku mengerjap-ngerjapkan mata, saat mendengar suara ketukan di pintu kamarku. Sambil menggeliatkan tubuh pelan dan masih berusaha mengumpulkan nyawa yang masih tertinggal di alam mimpi, aku mendesah. Suara ketukan itu terdengar lagi, dan kini makin keras. Aku mendecakkan lidah pelan, benar-benar merasa kesal karena tidurku terganggu. Aku makin berdecak kesal saat mataku melirik ke arah jam weker berbentuk kepala Pororo yang menunjukkan pukul dua belas kurang lima belas menit. Ketukan itu kembali terdengar seperti gedoran."Iya, bentar!" ucapku setengah berteriak, dengan suara serak khas bangun tidur. Tidak ada jawaban. Aku mengerucutkan bibir, mengucek mata sambil beringsut turun dari ranjang."Siapa sih bangunin orang malem-malem gini?" gerutuku sambil mengikat rambutku yang berantakan dengan ikatan cepol asal-asalan.Sejenak kemudian aku sudah membuka pintu kamar, dan keningku sontak berkerut saat tak menemukan siapa-siapa di depan pintu kamar."Siapa?" tan

  • Bintang untuk Angkasa    48. Today, Tomorrow and Forever

    Takdir. Satu kata yang sangat rumit untuk dipecahkan. Satu kata yang sering dikutuk dan dipersalahkan atas apa yang dialami makhluk bernama manusia. Satu kata penuh misteri yang tidak dapat diprediksi oleh ilmuwan terpintar sekali pun. Satu kata yang hanya menjadi rahasia-Nya dan tidak akan pernah bisa diganggu gugat oleh manusia. Tentang sebuah takdir. Tak ada yang bisa manusia tebak dari jalannya sebuah takdir. Entah itu untuk dua tahun kemudian, setahun kemudian, sebulan kemudian atau bahkan sedetik kemudian. Manusia tidak akan mampu memprediksi takdir apa yang akan terjadi padanya. Bahkan sesuatu paling nyata dan bisa ditebak apa yang akan terjadi selanjutnya, bisa saja berubah keadaan menjadi sebuah hal yang di luar nalar, jika Dia sudah berkehendak. Hanya Dia Yang Maha membolak-balikkan takdir, dan manusia harus bisa menerima semua yang telah tertulis dalam lauhful mahfudz-Nya.Itu pula yang kini dijalani seorang Angkasa Yudhistira, menerima dan menjalani dengan tega

  • Bintang untuk Angkasa    47. Sad Song

    Without you, I feel brokeLike I'm half of a wholeWithout you, I've got no hand to holdWithout you, I feel tornLike a sail in a stormWithout you, I'm just a sad songI'm just a sad song(Sad Song – We The Kings)"Kak Angkasa!"Angkasa mengerjap-ngerjapkan mata saat suara lembut itu menyapu telinganya. Sangat dekat. Dan terdengar nyata. Laki-laki itu membuka mata sedetik kemudian, dan ia tertegun melihat tempatnya berada sekarang. Atap aula sekolah."Bintang?" Angkasa berkata lirih, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.Di depan sana, tepatnya di pagar pembatas atap, seorang gadis yang berdiri memunggunginya. Gadis itu memakai dress selutut berwarna putih tulang, dengan flatshoes yang juga berwarna putih terpasang di kaki jenjangnya. Rambut sepunggungnya yang tergerai indah, bergoyang-goyang tertiup angin yang berembus lembut. Di pergelangan tangan kirinya, Angkasa dapat melihat gelang pasangan yang selalu gadis

  • Bintang untuk Angkasa    46. In The First Sigh

    Sama seperti hari-hari sebelumnya, Angkasa duduk di samping bangkar dengan tatapan terpaku pada seorang gadis remaja yang terbaring lemah di atas bangkar. Ini kedua kalinya ia menyaksikan tubuh itu dipasangi banyak belalai yang terhubung pada sebuah monitor yang terus berbunyi, untuk mendeteksi bahwa masih ada kehidupan pada tubuh itu. Hati Angkasa terasa sakit, perih ulu hatinya. Jika saat ini gadis yang amat dicintainya itu tengah mengalami keadaan koma, maka Angkasa juga sama. Ia juga sedang koma, tapi hatinya bukan tubuhnya. Kenangan-kenangan itu kembali berputar di benaknya, mengulang kembali awal-awal perkenalannya dengan gadis itu, Bintang Aurora. Perlahan, Angkasa mulai bercerita ...."Ini perpus sekolah kita." Romi menunjuk ruangan di sebelah mereka dan ditanggapi Angkasa dengan anggukan kepala dua kali. "Emang sepi, sih. Dimana-mana yang namanya perpus kan cuma buat tempat nongkrong murid-murid cupu." Romi tertawa kecil. "Sayangnya di sekolah ini yang cupu cuma dikit

  • Bintang untuk Angkasa    45. Akan Tetap Bersinar

    Kirana Candrawati. Bagi seorang Danu Wijaya, nama itu adalah nama paling indah sejagad raya. Nama yang memiliki arti terpenting dalam hidupnya, yang mengajarkannya betapa hidup itu harus disyukuri. Nama yang sampai saat ini tetap menjadi penghuni ruang penting dalam hatinya. Hingga saat nama itu benar-benar hanya tinggal nama, dan ia tak bisa melihat lagi pemilik nama itu sendiri, pria itu merasa hancur. Hidupnya seolah ikut dibawa pergi oleh perempuan pemilik nama indah itu. Danu tidak punya tujuan hidup lagi, bahkan untuk sekedar memandang bayi mungil yang kelahirannya sekaligus merupakan kehancuran hidupnya, karena ibu dari bayi itu meninggalkannya dari dunia.Bayi mungil itu, yang orang bilang saat lahir sama sekali tidak berdosa, suci dan polos, telah merenggut nyawa Kirana, istri tercintanya. Sejak kelahiran bayi itu, sekaligus kematian Kirana, Danu benar-benar tidak bisa menjalani hidup dengan baik. Satu-satunya wajah yang sangat tidak ingin dia lihat adalah wajah b

  • Bintang untuk Angkasa    44. Lampion Harapan

    Hubunganku dengan Angkasa kembali membaik sejak sore itu. Dia juga sudah menceritakan semuanya—walaupun dalam versi singkat—tentang bagaimana dulu dia patah hati karena Kak Viny ternyata lebih memilih Kak Bisma. Dan itu membuatku lagi-lagi merasa bersalah karena membuat Kak Viny pulang bersama Kak Bisma di saat Angkasa ingin mengutarakan perasaannya. Namun Angkasa menenangkanku dengan mengatakan hal yang membuatku merasa istimewa."Gue ceritain ini bukan karena pengen buat lo ngerasa bersalah. Lagian gue bisa ambil pelajaran dari ini, yaitu sesuatu yang gue pengen banget nggak selamanya bisa gue dapatkan. Dan mungkin itu emang cara Tuhan mengajari gue cara bersabar nunggu cinta yang emang benar-benar sejati buat gue. Dan gue nggak nyangka ternyata cewek yang secara nggak langsung bikin gue gagal nyatain cinta pertama gue, ternyata adalah cinta sejati gue."Mungkin menurut kalian ucapannya itu biasa saja, tapi bagiku itu istimewa dan manis. Entahlah aku juga tidak tahu pe

  • Bintang untuk Angkasa    43. Let Me Stay

    "Bi." Suara Kak Andro masuk ke telinga begitu aku mengerjap-ngerjapkan mata.Aku mengerutkan kening, bukankah Kak Andro sedang di Bandung? Sedikit mendesis, aku membuka mataku. Kepalaku rasanya sangat pusing seperti dihantam palu. Begitu cahaya blur yang tadi memenuhi pandanganku memudar, aku bisa melihat dengan jelas wajah Kak Andro yang sedang menatapku."Kak Andro?" Aku menelan ludah, tenggorokanku terasa perih. Seingatku, semalam aku minum air cukup banyak tapi kenapa rasanya seperti tenggorokanku tidak tersentuh air selama berhari-hari?Kak Andro duduk di kursi samping bangkar sambil terus menatapku. Aku benar-benar bingung kenapa Kak Andro bisa ada di sini, padahal semalam saja dia masih chating denganku dan dia mengatakan sedang berkumpul bersama teman-temannya. Lalu kenapa bisa ada di rumah sakit?"K-Kak Andro kapan pulang?" Ah, kenapa suaraku lirih dan serak begini? Sebenarnya apa yang terjadi padaku?Aku berniat bangun, namun rasa pusing dan n

  • Bintang untuk Angkasa    42. Cahaya Yang Mulai Redup

    "Bi, I'm coming!"Aku meringis pelan saat melihat Intan yang membuka pintu sambil membawa kantong plastik, berteriak melengking. Di belakangnya, ada Nina dan Galang yang melambaikan tangan ke arahku.Aku membalas lambaian tangan mereka, "Akhirnya kalian datang juga."Intan langsung duduk di kursi sebelah kiri ranjang tempatku terbaring, sementara Nina dan Galang duduk di kursi sebelah kanan. Intan meletakkan kantong plastik itu di atas nakas,"Gue tau lo lebih tertarik sama novel dari pada buah, makanya gue sengaja beliin novel Asma Nadia yang terbaru," ucap Intan.Aku terkekeh, "Lo emang sahabat yang pengertian, deh.""Eits, jangan salah! Gue juga ikut patungan beli novel best seller itu. Jadi gue juga harus dapat pujian itu juga," sahut Galang."Lebay banget sih kamu!" sahut Nina sambil memukul pelan bahu Galang. Kami bertiga tertawa."Lo dari tadi sendirian, Bi?" Galang bertanya sambil mengambil sebutir jeruk yang pagi tadi Bu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status