Aku Tak Sebucin itu Mas!
"Mi," panggil Ekhsa pada wanita di sampingnya.
Ia yakin, bahwa akhir-akhir ini, terutama malam ini, setelah mereka berbincang mengenai putra mereka, Risa tak bisa tidur sama sepertinya.
"Ya, Pi," sahut wanita yang akhir-akhir ini sedih atas sikap Yusuf padanya. Wanita yang terus menunggu, kapan darah dagingnya mau memanggilnya sebagai ibu?
"Apa Mami pernah kepikiran, kalau selama Dareen jauh dari kita, dia hidup berdasarkan cara orang lain hidup." Eksha mengucap begitu saja. Seolah perkataannya itu hanya tiba-tiba timbul tanpa alasan dan asbab tertentu.
Pria itu tak mau membuat wanitanya makin bersedih, kala tahu apa yang ditemukan mengenai Yusuf. Bahwa selama ini, dia menyiksa Adelia demi wanita baru bernama Hanna. Cara-cara jahat seperti itu tak pernah ia lakukan selama ini. Berselingkuh dan menyiksa kewarasan seseorang hingga istrinya gila!
Kalau saja benar begitu dan Risa tahu, bukankah kesedihannya akan bertamba
No Free Lunch!"Waallaikumussalam, Sayang. Maafkan Mas ...." Ucapan pria itu disela oleh sang istri, hingga dahinya mengerut, memikirkan sikap Hanna yang tak pernah seperti ini.Dalam situasi normal, wanita itu biasa memperhatikan dan menghormatinya kala bicara. Namun, sekarang ... apa yang terjadi dengannya?"Mas, maaf. Aku tak mau mendengar apa pun, cepat pulang sekarang. Ada Mas Zidan, Mbak Indah dan seorang detektif yang membawa bukti perbuatan jahat Mas." Hanna mencoba bicara pelan, meski nada suaranya terdengar ditekan dan penuh emosi."Apa?! Apa yang terjadi?" Yusuf terkejut. Tak biasanya Hanna seketus itu saat bicara. Dia bahkan menyebutnya telah berbuat jahat. Maksudnya perbuatan jahat yang mana?"Ini tentang apa?" tanyanya ingin memperjelas maksud sang istri.Hanna meniup berat, sampai suara anginnya terdengar seperti mesin rusak di ujung telepon. Yusuf menjauhkan benda pipih dan melihat layar dengan mata menyipit."Ada apa,
Dokter Ganteng tapi PsikopatZidan terus berbincang dengan detektif yang disewanya. Sementara Hanna yang berada di seberang mereka duduk tampak gelisah. Pikirannya sungguh tak menentu sekarang.Wanita itu terus membayangkan bagaimana rumah tangganya ke depan. Tetap bertahan dengan dua istrikah, atau menceraikan salah satu dari mereka? Kalau pun bertahan, apa Hanna akan mampu menahan cemburu setiap hari? Dia belum pernah sekali pun membayangkan menjalani rumah tangga poligami.Namun, jika terbukti Yusuf bersalah, keluarganya pasti tak akan pernah membiarkan dia tetap bersama suaminya."Ehm, Na. Aku akan ke dapur membuat sesuatu." Indah bangkir dari duduknya."Aku saja Mbak." Hanna pun sontak berdiri, ingin mengambil alih pekerjaan yang memang adalah tugasnya sebagai tuan rumah."Sudah, Na. Kamu di sini saja." Indah memegangi bahu adik iparnya dan mendorong ke bawah hingga Hanna kembali duduk manis seperti semula.Istri Zidan sadar, dan
Ghozwul FikriZaki tersenyum misterius dan tak ada yang melihat bagaimana ekspresinya kala berhadapan dengan Yusuf. Dia merasa sangat bangga pada dirinya sendiri, dalam waktu dua jam bisa mendahului Yusuf datang kemari.Ingatannya berputar pada kejadian di ruang operasi, bagaimana di menit dua puluh pria itu mengiris arteri dan membuat darah pasien muncrat ke wajahnya yang tertutup masker. Pakaian operasi yang berwarna hijau pun berubah warna dalam sekejap. Semua orang dari dokter lain dan asisten dokter panik, tapi tidak pria bernama Zaki.'Maaf, aku harus menyelamatkan hidupku agar tidak masuk ke dalam sel penjara yang dingin,' batin Zaki berkata-kata.Pasien telah kehilangan nyawanya. Tak ada tindakan berarti yang bisa menolong, hingga akhirnya mereka mengakhiri operasi. Zaki berhasil dan bisa melenggang bebas ke luar rumah sakit.Pria itu bahagia, menyanyi dan bersiul sambil menyetir mobil menuju rumah sepupunya, Yusuf."Hemh, ada waktu
Orang Tua yang PeduliDi waktu yang sama, di sela kegaduhan itu, semua orang dikejutkan dengan kedatangan beberapa orang yang sudah berada di depan pintu. Karena pintu tak tertutup, mereka pun leluasa masuk ke dalam menemui orang-orang di sana."Permisi," ucap salah seorang, yang membuat fokus semua orang di dalam beralih padanya.Pria dengan postur tegak dan memakai seragam berwarna cokelat. Mereka adalah petugas kepolisian yang mendapat surat perintah penangkapan."Kami membawa surat perintah. Atas laporan seseorang, Bapak Yusuf diduga telah menyuntikkan obat-obat ilegal ke tubuh istrinya." Salah seorang pria berseragam memperlihatkan sebuah kertas."Ap-apa? Maksud Bapak-bapak? Saya tidak mengerti mengenai obat-obatan, lalu bagaimana saya bisa memilikinya dan punya rencana buruk untuk itu?" Yusuf berusaha meyakinkan polisi agar mempercayai apa yang sebenarnya terjadi."Jelaskan itu di kantor. Sekarang, kami tak punya waktu untuk mendengar
Aku Memang Sudah Gila, Mbak"Ma, Zidan dan istrinya ke mana? Mereka meninggalkan Zio sendiri di kamar," tanya Subakhi yang baru masuk ke kamar, sementara istri tengah sibuk membereskan tempat tidurnya usai mandi.Hal itu adalah kegiatan rutin, di sela waktunya menunggu sang suami yang pergi ke masjid menunaikan sholat subuh berjamaah."Oya?" Istri Subakhi memelankan gerakan karena sedikit terkejut mendengar berita dari sang suami."Heem." Subakhi mengangguk. "Bibik bilang tidak melihat Zidan dan istrinya sedari mereka bangun jam empat tadi. Waktu Zio minta susu, Indah juga tak nongol." Pria itu merasa heran. Tak biasanya anak dan mantunya pergi tanpa pamit."Mungkin jogging kali, Pa." Istri Subakhi menebak. Meski ia tak yakin mereka berolahraga di waktu yang bahkan sebelum jam empat pagi. Hari masih terlalu gelap dan dingin untuk melakukan itu."Hem. Rasanya aneh." Subakhi menggumam."Huft." Wanita paruh baya itu meniup berat. Ia lalu
Kedatangan Wanita Asing"Argh! Sial! Perempuan itu tak sepolos yang kukira." Zaki memijit pelipis. Mencari cara lain agar bisa manrgetkannya."Dia lah sekarang wanita yang sangat dicintai Yusuf, aku bisa melihat dari tatapan mereka saat saling bicara."Kini tangan Zaki mengetuk-ngetukkan bolpoin ke meja yang dilapis kaca tebal di ruangannya.Sedang sibuk memikirkan hal itu, ponsel dalam sakunya kembali berdering. Pria itu pun segera merogoh dan melihat siapa yang menghubungi."Bimo? Ada apa lagi sekarang?" gumam Zaki. Tak ingin membuang waktu ia pun mengangkat panggilan tersebut dengan mengklik icon berwarna hijau di atas layar ponselnya."Halo, Bim. Ada masalah apalagi sekarang?" tanya Zaki berusaha tenang, meski ada firasat buruk setiap kali menerima panggilan dari perawat yang ia tugaskan menjaga Adelia tersebut."Halo, Dok. Polisi datang kemari, Dok. Mereka menyerahkan surat berisi prosedur pemindahan Ibu Adelia." Bimo bicara langsung ke inti masalah. Kali ini ia sangat perlu araha
Zaki Tamat!"Kamu istrinya Dareen, Nak?" Ucapan itu terdengar seperti sebuah pertanyaan. Namun, pada kenyataan istri Eksha itu sudah mengetahui dengan jelas."Dareen?" Hanna menggumam dengan dahi berkerut.Nama itu tak asing dalam memori otaknya. Sambil terus mengingat, wanita kedua Yusuf itu balik bertanya pada wanita yang masih menempelkan tubuhnya erat.Sementara Indah hanya diam melihat keduanya tampak perlu bicara serius. Tak berani berkomentar karena memang tak tahu bagaimana duduk perkaranya.Risa menjauhkan tubuh, mendengar pertanyaan menantunya sambil menyeka air mata kasar."Eum, maafkan saya. Maksud saya Yusuf," sahutnya meralat. Tangannya kemudian meraih kedua tangan Hanna dan mengusapnya dalam genggaman."Yusuf? Mas Yusuf, Bu?" tanya Hanna.Wanita itu kemudian mengangguk. Meski ia tak yakin apa Hanna mau menerimanya. Bisa saja seperti hal yang telah Yusuf lakukan padanya. Menolak dan memintanya menjauh. Lantaran ta
Percaya pada Orang yang Salah"Ini ruangan dokter Zaki praktek?" tanya pria berusia 27 tahun itu pada seorang perawat."Ya, tapi beliau sedang tak ada di tempat.""Oh, begitu. Jadi beliau juga yang sering memimpin operasi?" tanya pria itu lagi. Ia akan membuang waktunya di rumah sakit.Sambil menunggu keluarga kliennya datang, detektif itu memanfaatkan waktu mencari tahu tentang dokter yang gelagatnya sangat mencurigakan saat di rumah Yusuf tadi.Jelas-jelas dia yang mengurus istri pertama Yusuf, tapi seolah tanpa beban melaporkan pada polisi kasusnya."Benar.""Em. Maaf, Mas. Saya harus pergi ada yang ...." Ucapan wanita itu terhenti kala sang detektif mengeluarkan lima lembaran uang berwarna merah di atas meja sambil bersiul."Saya tak punya niat buruk." Detektif itu tersenyum. Lalu mengeluarkan sebuah kartu nama."Ahya, saya mengerti." Perawat itu meraih uang di atas meja sambil celingukan."Apa yang bisa saya
EP Terakhir - Pujian"Pa, belum tidur?" tanya Zidan pada papanya yang tengah duduk di ruang kerjanya menatap layar komputer. Ia sengaja bertanya, sebagai isyarat meminta izin meminta masuk dan menggangu sang papa."Oh." Papa Zidan yang juga papa dari Hanna itu sontak mendongak. Menatap ke pintu, di mana asal suara datang.Meski pria tua itu tampak sibuk memandangi komputer, namun, kenyataan ... pikiran pria paruh baya itu tak sedang ada di sana. Ia terus kepikiran pada munculnya Alex di depan mereka hari ini. Seseorang yang ia pikir akan mendekam di penjara lebih lama.Putra sulungnya itu lalu masuk ke dalam. Ia duduk di sofa yang jaraknya berdekatan."Apa Papa tahu sesuatu tentang Alex?" Zidan menyampaikan kekhawatirannya melihat sosok Alex tadi pagi.Ia ingin menghubungi pemuda yang dulu jadi teman dekatnya tersebut. Akan tetapi, takut jika masalah justru akan bertambah rumit.Pria paruh baya itu menggeleng. "Aku tak tahu apa pun."
EP11 - Malam Pertama"Apa kamu sudah siap?" tanya Henry yang sudah berdiri di depan ranjang. Di mana Adelia tengah memeluk putrinya.Henry merasa sudah sangat bersih sekarang. Mandi dan menggosok tubuhnya lebih dari setengah jam. Menggosok gigi dan memakai parfum di mulutnya. Juga menyemprotkan ke seluruh tubuh yang hanya dibalut pakaian handuk."Hem?" Mata gadis kecil di pelukan Adelia sontak membuka sempurna.Saat itu Adelia memejamkan mata.Henry tampaknya tak tahu bagaimana harus mengatasi kondisi anak kecil yang akan tidur. Ini saja dia perlu mendongeng, bercerita tentang masa kecilnya, juga menjanjikan banyak hal menyenangkan untuk putrinya kalau dia mau tidur dengan cepat.Akan tetapi ... sekarang. Hanya dalam hitungan detik, Henry mengacaukannya."Ayah mau ke mana Bunda? Aku boleh ikut kan?""Huhhh. Sabar ....." Adelia mengenbus berat. Ia kemudian melirik pada Henry yang tampaknya juga sangat kecewa kala melihat gadis k
EP10 - Double Date (3)"Mau ke mana malam-malam begini?" tanya Maya pada Alex."Ke rumah teman. Bentar Mi." Pria yang sedang sibuk mengikat tali sepatu itu menyahut. Melirik sekilas wanita yang selama ini setia menemaninya."Lex, Mami gak mau kamu kena masalah lagi, ya." Maya mengingatkan. Sudah cukup mereka merasakan hidup lebih sulit dari sebelumnya tanpa Alex.Pikir Maya, sekarang ini, dua keluarga kaya itu pasti tengah mengawasi Alex dan mencari-cari kesalahannya."Iya. Mi. Tenang saja." Alex menyahut singkat. Kali ini ia telah berdiri tegak di atas kedua kakinya dan siap bergerak pergi."Aku pamit dulu." Pria itu menunjuk keluar, di mana mobil sudah siap di depan rumah mengantarnya ke mana saja."Ya." Maya melepas putranya dengan kondisi hati yang was-was. Berharap Alex bisa memegang kata-kata, dan tak membuat masalah di luar sana.***"Jadi tadi ... aku bertemu dan bicara dengan Alex, bahkan dia sempat mencengkeram
EP9 - Double Date 2Yusuf menyerah. "Kita bahas soal bulan madu kita saja.""Hah?" Mata Hanna membulat. Semudah itu? "Bu- bukan kita yang bulan madu, tapi mereka Mas.""Tapi kita diajak untuk meramaikan acara mereka." Yusuf tersenyum pada Hanna."Yeah! Itu lebih baik!" Henry berseru senang. Sejak awal pria itu memang terus terlihat senang. Apalagi ini adalah malam pertamanya dengan Adelia.Karena itu juga lah, Yusuf yang sebenarnya sangat kesal, menahan diri untuk tidak marah. Tak etis rasanya kalau harus merusak kebahagiaan pengantin baru karena kesalahan yang menurutnya tak disengaja."Btw, Mas bakal perjalanan bisnis ke mana?" tanya Henry."Ke Inggris. Kami perlu bertemu klien dan memeriksa lapangan untuk memutuskan apakah tanda tangan kontrak atau tidak." Yusuf menjelaskan hal yang tak Henry pahami."Yah ... kenapa ke Inggris. Kami baru mau rencana ke Turkey berkunjung ke Aya Sofia." Henry menyayangkannya."Wah, kali
EP8 - Double DateAlex mondar-mandir gelisah di dekat meja makan. Meski sang mami sudah menyediakan makanan lezat di atas meja, pria itu tampak tak berselera untuk menyantapanya."Lex kenapa tidak segera duduk dan makan?" tanya Maminya heran. Pemuda itu malah mondar-mandir gak jelas, dan membiarkan makanan sampai dingin."Mi, udah dapat telepon dari Tante Risa?" tanya Alex penasaran.Mami Alex menggeleng. "Belum, sabar. Sekarang dia pasti sedang berusaha keras membujuk Om kamu buat maafin kita."***"Waallaikumussalam. Mas Yusuf. Baiknya kamu pulang deh sekarang.""Hah? Pulang?" protes Yusuf. Dia bahkan baru sampai. "Ada apa?""Udah cepetan. Ini aku mumpung baik loh ngasih tau!" teriaknya memaksa di ujung telepon.Yusuf terbengong-bengong. Apa yang terjadi sebenarnya? Apa ini ada hubungannya dengan kerisauan hatinya. Atau pria itu cuma mengerjainya saja? Henry kan dikenal usil."Bilang deh. Kamu ngerjain aku, ya.
EP7 - Paksaan Henry pada YusufHanna tak ingin mempedulikan Alex dan berjalan begitu saja melewati pria itu. Namun, di saat bersamaan, tangan panjang Alex dengan cepat meraih lengan wanita tersebut. hingga langkah wanita itu terhenti.Merasa tak nyaman dan risih, Hanna menarik kasar tangannya. "Jaga perilakumu!" tekannya mengacungkan jari tepat ke wajah Alex, dengan tatapan tajam pada pria itu."Oke." Alex mengangkat kedua tangannya. Seolah takut pada ancaman Hanna. "Ck. Galak amat. Padahal aku udah berubah jadi anak baik." Senyumnya tipis. Ingin menunjukkan ketulusan pada lawan bicaranya, kalau dia memang sudah berubah.Hanna bergerak mundur, sekira tak lagi sampai Alex meraihnya. Tak ingin berlama-lama meladeni pria yang menurutnya gila, kakinya pun bergerak semakin cepat menjauh.Alex hanya bisa tersenyum. Tak mudah mengambil hati orang-orang yang disakitinya."Yah, semua perlu waktu. Aku akan mencoba memahami itu." Pria itu memiringkan s
EP6 - Apa Maumu, Lex!?Tujuan utama Alex ke rumah Adelia, selain membuat semua orang yang bahagia saat dia di penjara, terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba, adalah untuk bertemu sosok wanita yang terus dirindukannya, Hanna.Setelah menemui Adelia dan suaminya, ia berkeliling mencari di mana Hanna berada. Namun, setelah mendapati Eksha dan tantenya Risa sudah tak terlihat, ia pun yakin bahwa Hanna juga sudah pulang bersama mertuanya itu. Apalagi Yusuf juga tak terlihat. Sepasang suami istri itu harusnya bersama, jika tak ada salah satunya, berarti satu yang lain pun tak ada.Merasa putus asa, Alex akhirnya memilih pulang saja. Dia bisa meneruskan keinginannya itu di lain waktu, dan beristirahat untuk sekarang. Sepulang dari lapas, punggungnya sama sekali belum bertemu tempat rehat, bahkan sekedar untuk bersandar. Di dalam mobil pun, tanpa sadar ia terus duduk tegap, karena serius menyimak penjelasan pengacara yang dibawa sang mami.Langkah lebar pr
EP5 - Bawa Aku, Mas!"Selamat ya," ucap Alex sembari menyodorkan tangan pada mempelai wanita yang kini sedang beristirahat di ruang ganti. Seluruh make up di wajahnya dibersihkan oleh penata rias.Adelia mengerutkan kening. Ia tampak tak mengenali pria itu, lalu menangkupkan dua tangannya. Kenapa ada pria asing yang bisa masuk ke ruang pribadinya. Keluarga atau kenalan dekat memang masih dibolehkan untuk masuk, tapi ia merasa tak mengenal Alex.Alex tersenyum. Meski kecewa respon yang didapat tak sebaik bayangannya. Dia lalu beralih ke mempelai laki-laki. Pria itu dengan terpaksa meraih tangan Alex."Selamat ya, Dokter em ...." Alex tampak berpikir. Bodohnya tak memperhatikan banner di depan dengan nama sepasang pengantin di sana."Henry. Nama saya Henry." Pria itu tersenyum tipis. Setelah bersalaman Alex pun menjauh."Siapa dia?" bisik Henry yang merasa aneh. Karena bahkan wanita yang sudah sah jadi istrinya itu tak mengenalnya."Ent
EP4 - Turunin, Mas!Hanna baru saja selesai mandi. Wanita itu keluar dari pintu toilet sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil."Kenapa pakai handuk kecil itu? Bakal lama selesainya. Itu ada hair dryer." Yusuf yang tengah menggendong Akhyar menunjuk ke arah lemari.Hanna menggeleng. Nanggung menurutnya. Pakai handuk kering sudah cukup simple tak perlu menyalakan mesin dan menggerakkannya ke kepala. Lagi pula mereka tak sedang buru-buru, karena takut kepergok berduaan di kamar itu."Ck. Pasti sengaja, ya. Mau goda," goda Yusuf dengan menyebut Hanna yang menggodanya."Ish, apa sih, Mas? Baru juga selesai. Masa goda lagi," protes Hanna sambil mencebik, melirik pura-pura kesal ke arah sang suami."Heleh. Pura-pura jaim." Yusuf tak menyerah. "Ya, kan, Dek." Kini tatapannya beralih pada batita dalam gendongan. Rasanya senang saja Hanna kesal, dan hanya memperhatikannya."Hehmh. Mas kali yang jaim. Padahal pengen lagi kan tapi ngomong