OMELET
Andre bergegas ke ruang kerjanya. Keinginan untuk menanyakan siapa gerangan yang telah meninggalkan notes merah jambu di meja kerjanya itu, dia urungkan. Tiba-tiba terbersit di pikirannya kalau tidak mungkin pemilik notes itu adalah orang pantri. Bahkan ia mencibir dirinya sendiri, karena muncul pikiran yang tidak masuk akal baginya. Andre tersenyum kecut. Lebih tepatnya menertawakan kebodohannya sendiri.
Benar. Tulisan di dalam notes merah jambu itu terlalu bagus untuk ditulis oleh orang yang tidak berprofesi sebagai penulis. Andre saja merasa tidak akan bisa menulis sebagus itu. Bahkan dia merasa tulisan dalam notes itu seperti ditulis oleh seorang pakar. Tulisannya tidak jauh beda dari buku-buku motivasi yang sudah dia baca. Menyentuh, tapi tidak menggurui. Menanyakan tentang notes itu pada staf pantry sama halnya memberi tahu orang-orang kalau dia telah mendapatkan ide brilian dari sesuatu yang bukan miliknya. Bagaimana jika sampai Reno tahu kalau ide besarnya berasal dari tempat yang selama ini dianggap sebagai tempat tidak favorit di kantornya? Bisa-bisa dia bakal mendapat cibiran. Makanya, Andre sama sekali tidak bertanya pada Menul, satu-satunya orang pantri yang dia temui.
Tas kerja berisi buku itu dilempar Andre ke sofa tamu, begitu dia masuk ke ruang kerjanya. Andre segera mengeluarkan lembaran kertas yang biasa dia gunakan untuk mengolah konsep. Notes merah jambu yang dia keluarkan dari tas bersamaan ketika dia membuka pintu ruang kerjanya langsung dia buka. Andre tidak mau kehilangan momen. Dia harus segera menuangkan ide yang masih menggelanyut indah di pikirannya.
Andre menuliskan berbagai ide yang terlintas di pikirannya. Dia harus mencari nama untuk rubrik yang bakal dia angkat di majalah terbitan perusahannya. Dalam hitungan lima belas menit Andre sudah mendapatkan banyak opsi untuk judul rubriknya itu. Senyum mengembang di bibir lelaki dua puluh enam tahun itu. Kalau saja para gadis pengagum Andre melihat senyum itu, tentu hati mereka akan lumer. Seperti ice cream yang kelamaan berada di ruang terbuka. Senyum Andre begitu sumringah, menggambarkan keceriaan luar biasa. Dan memang, di kantor Andre, banyak para gadis yang mengaguminya. Ada yang terang-terangan, ada pula yang diam-diam. semacam secret admire di SMA. Bahkan dari banyak pengagum Andre itu ada pula yang sudah berumah tangga. Meski, tidak sedikit yang hanya sebatas kagum, tidak lebih. Apalagi sampai berkeinginan bisa dinikahi Andre.
Andre merebahkan tubuhnya di kursi kerja. Dia merasa sudah cukup menuangkan opsi. Kini dia harus memilih satu di antara lima belas pilihan nama. Satu persatu nama itu dia telaah. Setelah benar-benar dia kurang sreg, dicoretnya nama itu. Dua puluh menit Andre dipusingkan dengan pilihan. Dari lima belas nama dia munculkan, kini tinggal tiga opsi. Tapi dari ketiganya itu tidak satu pun yang mampu membuatnya klik. Andre mendesah panjang saat merasa mentok di jalan buntu lagi.
Andre kembali mengambil notes merah jambu itu. Dibukanya lembar demi lembar. Kalau pada awalnya dia jijik dengan puisi pada lembar pertama di notes itu, kini puisi itu menjelma sesuatu yang mampu mengusiknya. Bukan picisan, begitu gumannya.
Adakah sosok pangeran itu?
Datang, menerobos malam dengan kuda putihnya
Hanya ingin menyunggingkan sebuah senyum
untuk seorang putri yang menunggunya di kastil
kemudian ia kembali berlalu
Seolah dia tahu persis, sang putri begitu memujanya
Sepenggal puisi membuat kening Andre mengernyit? Sedang jatuh cintakah pemilik notes merah jambu itu? atau dia justru si pangeran itu? Sebelum Andre melanjutkan membacanya, dia dikejutkan ketukan di pintu ruangannya.
“Tok..tok..tok. Permisi, Pak.”
“Masuk!”
Harun masuk dengan secangkir kopi yang dipesen Andre. Harun mengangguk hormat sebelum dia meletakkan kopi itu. Harun paham betul, jika atasannya itu sedang ingin minum kopi, berarti ada sesuatu yang sedang dipikirkannya. Seperti ingin menyemai ide dari kopi tubruk kesukaannya.
“Kopinya, Pak.”
“Terima kasih,” jawab Andre tanpa menoleh ke arah Harun. Perhatiannya sedang dicurahkan pada notes merah jambu yang sedang dibacanya.
“Ada yang bisa saya bantu lagi Pak?” tanya Harun sebelum dia keluar ruangan.
“Tidak. Terima kasih.”
Harun bergegas keluar. Tapi sebelum dia benar-benar keluar, Andre memanggilnya. Harun kembali masuk ruangan.
“Ada yang bisa saya bantu Pak?”
Harun kembali bertanya pada Andre saat mendapati Andre seperti dalam kebimbangan. Sebenarnya Andre ingin menuntaskan penasarannya tentang siapa pemilik notes merah jambu itu. Dia ingin bertanya pada Harun. Tapi kembali dia urungkan niatnya.
“Tidak jadi. Silahkan kembali kerja!” jawab Andre.
“Atau Bapak berkenan mencoba omelet yang dibuat oleh anak pantri, Pak?”
“Omelet?”
Andre tercekat mendengar kata omelet yang diucapkan oleh Harun. Bukan karena omeletnya, tetapi kata itu ada di dalam notes merah jambunya. Jangan-jangan Harun ini pemilik notesnya, begitu pikir Andre.
“Sebentar!”
Andre kemudian mengambil notes merah jambu itu. Namun dia tidak menanyakan apakah Harun pemiliknya. Dia hanya akan mengetes reaksi Harun saat mendapati notes itu berada di tangannya. Kalau notes itu milik Harun, tentu dia akan bereaksi.
Mendapati Harun sama sekali tidak menampakkan ekspresi yang dia harapkan, Andre kembali meletakkan notes itu di meja kerjanya.
“Apa kamu bilang tadi? Omelet?”
“Iya Pak. Kebetulan ada anak pantri yang suka sekali membuat omelet.”
“Memang kamu tahu apa itu omelet?” tanya Andre.
“Kudapan dari telur, Pak. Kata yang membuatnya, omelet itu bisa mendongkrak semangat kerja lagi. Bisa juga membantu memunculkan ide. Dan sepertinya itu memang benar, karena setelah makan omelet itu, anak-anak pantri bisa bersemangat lagi kerjanya.”
“Begitu ya?” sergah Andre dengan kening berkerut. Bukan karena penasaran dengan omeletnya, tetapi dia sedang mendapatkan ide.
“Gimana Pak? Apa Bapak menginginkannya?”
“Boleh. Aku tunggu ya!”
Harun bergegas pergi. Andre pun segera kembali pada kertas kerjanya, lalu menuliskan kata omelet. Entah kenapa, setelah kata itu dia tuliskan di deretan opsinya, kata itu seperti sangat kuat menarik perhatiannya. Omelet.
Bingo. Senyum langsung mengembang di bibir Andre. Dia sudah yakin dengan pilihannya. Dicoretnya tiga opsi sebelumnya, kemudian dia memantapkan diri untuk menamai rubrik yang bakal dia presentasikan dengan nama omelet.
Andre membuka kembali notes merah jambu itu. Dia mencari lembar yang tertulis kata omelet. Kebetulan sebagian besar isi tulisan dalam notes itu berjudul omelet, jadi Andre tidak kesusahan untuk menemukannya. Tapi kali ini Andre tidak sedang ingin membaca tulisan, melainkan dia butuh ide untuk menyajikan kata omelet itu dalam font yang unik.
Berkali-kali Andre mencermati setiap tulisan omelet di notes itu. Hampir sama. Andre sendiri tidak percaya bahwa tulisan tangan bisa semirip itu antara satu tulisan dengan tulisan yang lain. Tapi dia mendapatinya sendiri. Semakin lama font yang ditulis tangan itu dia amati, Andre semakin yakin untuk menggunakannya.
Andre menghidupkan mesin scanner. Dia sudah mantap untuk memakai jenis tulisan “omelet” itu dalam judul rubriknya. Andre kembali tersenyum. Kali ini dia sangat yakin presentasinya akan berjalan lancar.
“Tok..tok…tok.”
“Masuk!”
Andre berteriak kecil. Lebih tepatnya seperti reaksi orang yang pemain idolanya bisa menyarangkan bola ke gawag lawan. Andre segera mempersilahkan Harun untuk masuk.
“Ini omeletnya Pak.”
“Terima kasih,” Andre mengangguk. Harun tersenyum. “O ya. Nama kamu Harun kan?”
“Iya Pak.”
“Ini ada sedikit uang untuk kamu sebagai rasa terima kasihku.”
“Terima kasih untuk apa Pak?” tanya Harun penasaran. Mendapati atasannya sesumringah itu saja sudah hal yang menyenangkan buat Harun. Apalagi sampai diberi uang. Meski tidak pelit, namun baru kali ini Andre memberikan uang secara langsung.
“Yah terima kasih untuk apa saja. Pokoknya hari ini aku sedang senang. Jadi terima saja. Kalau sudah, silakan kembali bekerja!”
“Iya Pak. Terima kasih banyak,” jawab Harun sambil menerima uang dari Andre.
Andre memperhatikan omelet yang tersaji di mejanya. Meski hanya dari pantri, tapi omelet itu cukup menggugah selera Andre. Dicicipinya omelet itu agak ragu. Namun begitu omelet itu masuk ke mulutnya, Andre merasakan lezatnya. Tidak butuh waktu lama, omelet itu tidak lagi tersisa.
Entah kenapa, omelet yang sesederhana itu terasa begitu nikmat di lidah Andre. Bisa jadi karena Andre sedang memuncahkan sejuta harapan pada omelet yang ia temukan di notes merah jambu itu. Ia sangat berharap, orang yang membikin omelet yang ia nikmati itu sama dengan pemilik notes merah jambu
Hilang SemangatMenul kehilangan semangat. Notes merah jambunya benar-benar tidak ada kabar. Seperti raib ditelan bumi. Hampir seluruh ruangan kantor tidak lepas dari selidik Menul, tetapi dia tidak mendapati notesnya. Harapannya mulai pupus. Apalagi hari sudah menjelang petang. Beberapa menit lagi jam kantor akan berakhir. Bukan tentang notesnya, tapi isi di dalamnya. Berhari-hari ia merangkai kata demi kata. Ide dan berbagai ungkapan perasaan ada di dalamnya. Dan itu yang sulit untuk dituangkan kembali, karena feel-nya tentu beda, jik a ditulis ulang.Menul mulai pasrah jika notes itu harus direlakan. Tidak mungkin ada yang merawatnya, Apalagi sampai menyimpannya. Kalau dibakar, barang kali. Atau dilempar di tempat sampah. Meski sangat berharga baginya, tetapi bagi orang lain, notes itu hanya seonggok buku kumal yang tiada arti. Beruntung dia tidak menuliskan nama di notes itu. Jadi meski ditemukan atau dibaca orang lain, dia t
Persaingan"Hallo calon CEO. Apa sudah dapat ide untuk presentasi?”Reno nyelonong ke ruang kerja Andre. Andre kaget, lalu buru-buru menutup laptopnya. Reno menggodanya dengan menyentuh laptop Andre. Tentu saja Reno tidak benar-benar ingin melihatnya karena Reno yakin Andre belum mendapatkan konsep untuk presentasi. Bahkan Reno yakin Andre sama sekali belum memulai membuat konsep. Andre menepis tangan Reno, kuat.Bagi Reno, Andre hanyalah kotak kosong yang dimunculkan agar pengangkatannya sebagai CEO kelak tidak berkesan hanya ditunjuk perusahaan, namun lewat persaingan.Saat medapati calon pesaingnya adalah Andre, Reno merasa di atas angin. Bukan hanya ia, namun teman-teman dekat Reno pun sudah ada
MENCARI PEMILIK NOTESHari sudah menjelang siang. Hampir jam sepuluh. Tetapi Andre masih berada di kamarnya. Sudah dua hari ini Andre sengaja tidak ke kantor karena disibukkan dengan desain konsep yang bakal dia presentasikan. Meski batas akhir presentasi masih seminggu lagi, tapi Andre memilih untuk melakukan presentasi secepatnya. Dia sudah tidak sabar ingin segera membuktikan pada orang-orang, terutama pada Reno kalau ia bukanlah kotak kosong. Ia juga mampu melakukan sesuatu.Konsep yang bakal diusung Andre sudah hampir jadi. Sampling satu halaman penuh dengan tajuk omelet sudah didesain sedemikian rupa. Tentu saja dilengkapi dengan satu topik yang disajikan dalam bahasa sederhana dengan nuansa shoft-b
PERTEMUAN PERTAMAMenul sedang santai di pantri. Meski waktunya istirahat siang, tapi Menul lebih senang mengisinya dengan membaca. Kali ini dia membaca koran terbitan hari sebelumnya. Bagi Menul, koran terbitan kemarin atau seminggu lalu sama saja. Dia belum membacanya. Berbeda dengan teman-temannya di pantri yang lebih suka menghabiskan waktu istirahatnya dengan tiduran atau kongkow-kongkow bersama teman-temannya sambil nyari makan siang, Menul lebih suka berdiam diri di pantri. Menul tidak harus keluar kantor atau ke kantin untuk membeli makan, karena dia sudah membawa bekal.Biasanya Menul akan membaca ulang hasil tulisan di notesnya, di sela-sela jam istirahat siangnya. Tapi kali ini dia sedang tidak ingin. Notes yang baru sehari dia beli belum banyak tulisan di dalamn
SALAH ORANGDini tergopoh masuk pantri. Raut bingung, tergambar jelas di wajahnya. Tentu saja Dini bingung karena apa yang diharapkan sangat jauh dari yang ditemuinya. Segera ia mengambil gelas, kemudian menuang air putih, seolah tidak mempedulikan Menul dan Harun yang ikut penasaran.“Gimana, Din?” tanya Harun setelah Dini menghabiskan dua gelas air putih.“Embohlah. Pusing aku,” jawab Dini, sambil mengambil tempat duduk. Ia setengah menghempaskan tubuhnya ke kursi. Ada raut kesat di wajahnya.“Pusing gimana?” tanya Menul.“Ya bingung saja. Tadinya aku berharap benar apa yang dikatakan Mas Harun kalau Pak Andre bakal memintaku untuk membuatkannya omelet khusus. Eh, begitu tiba di ruangannya, aku hanya disuruh menulis namaku di kertas kosong.”“Yang bener Din?” sahut Harun.“Lha buat apa juga aku bohong Mas. Mas sendiri tadi juga bingung k
GANTI STRATEGIAndre termenung di ruang kerjanya. Setelah mendapati kenyataan bahwa pembuat omelet itu bukanlah pemilik notes merah jambu itu, Andre harus membuat rencana baru. Andre tetap pada pendiriannya bahwa sebelum dia mempresentasikan konsep yang telah selesai dibuatnya, dia harus sudah menemukan pemilik notes itu. Andre tidak mau mendapati masalah jika konsep itu diterima dewan direksi kemudian ada yang mengeklaim tulisan itu.“Aku harus segera menemukannya. Apapun caranya.”Kalimat itu yang terus terngiang dalam pikiran Andre. Dia merasa masih ada waktu untuk berbuat sesuatu sebelum hari H. Tentu hal yang bodoh jika ada waktu untuk melakukan sesuatu, namun lebih memilih diam saja. Apalagi berusaha memasabodohkannya.“Kalau perlu seisi kantor ini harus aku cocokkan tulisannya.”Tiba-tiba seuntai kalimat meluncur di pikirannya. Andre terperanjat sendiri. Iya, dia harus mengumpulkan conto
EKSEKUSIImam dengan cekatan melakukan tugas yang diberikan Andre. Meski ada beberapa karyawan yang bertanya-tanya tentang tujuan kuisioner itu. Maklum, hal seperti itu sangat jarang dilakukan oleh perusahaan. Atau bahkan itu kali pertama. Makanya tidak heran jika ada mempertanyakan. Tapi Imam bisa menanganinya dengan baik. Selebihnya tidak banyak pertanyaan. Bahkan cenderung cuek. Seperti yang diinstruksikan Andre bahwa semua karyawan harus mengisi kuisioner itu, maka kuisioner itu pun mampir ke pantri. Semua orang pantri juga mengisinya. Termasuk Menul.Tidak lebih dari dua jam, kuisioner itu sudah terkumpul. Maklum, Imam mengultimatum bahwa para karyawan belum boleh pulan
BELUM JUGA KETEMUAndre sangat bersemangat untuk segera mengetahui pemilik notes itu. Makanya, begitu sampai di kamarnya, dia langsung mengeluarkan sampling tulisan karyawan di perusahaannya untuk dicocokkan dengan bentuk tulisan di notes merah jambu itu. Dia sudah tidak sabar. Bayangan bakal bisa segera menuntaskan penasarannya selama ini tergambar jelas di pelupuk matanya.Tidak banyak hal yang bisa membuat Andre sebergairah itu dalam melakukan sesuatu. Apalagi ia tipikal moody, yang melakukan apa-apa tergantung mood. Jika sedang naik, maka ia bisa berjam-jam melakukan. Bahkan berhari-hari. Seperti jika ia sedang muncul pingin mancing maka ia bisa berhari-hari pulang balik ke kolam pemancingan. Bahkan bisa menjelajah sungai. Namun, jika sedang tidak
JEBAKANKebahagiaan masih menyelimuti Andre. Baru kali ini ia merasakan bahagia selama menjalin hubungan dengan Arra. Ia merasa sedang dibutuhkan oleh Arra. Perubahan sikap Arra yang tetiba sangat perhatian, adalah anugerah baginya. Meski ia merasa sedikit heran, namun ia tidak begitu memikirkannya. Baginya, apa yang diraaskannya sekarang, melengkapi kebahagiannya dalam kesuksesan karirnya.Kedatangan Arra ke Jakarta yang ternyata tidak hanya sehari dua hari, seperti memanjakannya. Terang saja Andre sangat senang, karena untuk bisa membujuk Arra agar pulang ke Indonesia saja tidaklah gampang. Sering kali Andre mengemis demi bisa bertemu dengan Arra, namun sering pula dia harus kecewa.Tidak jarang Andre harus menelan patah hati ketika ia menyatakan kerinduannya pada Arra, harus bertepuk sebelah tangan. Bahkan, tidak jarang Arra melontarkan ancaman akan menyudahi hubungan, jika Andre masih saja menghubunginya tanpa alasan.Terkada
KONSIPIRASIReno makin tidak tenang setelah mendapati kabar kalau Andre memukau dalam acara di depan dewan direksi dan petinggi perusahaan. Menurut kabar yang dia dengar, kecemerlangan Andre juga karena didukung oleh keberadaan asistennya. Reno pantas tidak tenang, karena meski kemampuan dia masih di atas Andre, tapi dia tidak yakin kalau Andre tidak bakal mendapat suara yang signifikan. Bahkan, Reno semakin tidak yakin kalau dia bakal bisa mengalahkan Andre dengan kemenangan telak.Tadinya, harapan Reno sangat besar. Terlebih ia tahu jika Andre hanya jadi boneka pada proses pemilihan CEO tersebut. Semua orang juga sudah tahu seperti apa Andre. Makanya, Reno terlalu merisaukannya. Namun setelah Andre mendapatkan rubrik di majalah, kemudian dipercaya oleh beberapa dewan direksi, Reno mulai berubah pikiran.Belakangan ini pamor Andre sedang naik. Bisa jadi di kalangan pegawai, keberadaan Andre b
JENGAHMenul tergagap saat mendapati Arra melenggang masuk ke ruangan Andre. Dia mengurungkan niatnya untuk memberikan hasil pekerjaannya pada Andre. Sebelum kejadian di mana Menul mendapati Arra telah bermain belakang dengan Reno saja, Menul sudah tidak respek dengan Arra, apalagi setelah kejadian itu. Menul jadi makin tidak respek.Entah kenapa Menul tidak rela Arra menyakiti Andre. Bagi Menul, Andre itu tipikal laki-laki tidak banyak tingkah. Ia tidak banyak tuntutan. Setiap pekerjaan yang diberikan Andre pada Menul, tidak banyak yang diprotes. Meski ada kesalahan di sana sini, Andre menyampaikan itu, dengan kata “bagaiman kalau”. Bukan sementang-mentang marah, karena ia merasa menjadi atasan.Makanya, Menul ikut merasa sakit hati saat mendapati atasannya itu telah dikhianati cintanya oleh orang yang sangat disayanginya. Kalau saja punya kuasa, tentu ia akan segera memberi tahu Andre, sebelum berakibat pada karir Andre.Tapi sayang, Menul b
SECERCAH HARAP“Gimana dengan Menul, Ra?”Delvi tergopoh menghampiri Arra, begitu dia melihat Arra muncul di kantor. Perasaannya sudah tidak karuan sejak Menul menjadi asisten Andre. Ia tentu tidak terima karena Menul, perempuan yang telah ia damprat habis-habisan harus naik kasta. Semenjak Menul jadi asisten Andre, kinerja Delvi sangat menurun. Ia jadi tidak bisa fokus. Pikirannya selalu tertuju pada perempuan itu.Membayangkan Menul menemani Andre menemui kolega, membuatnya uring-uringan. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa. Dulu, saat ia mendapat kabar jika Menul berada satu mobil dengan Andre saja darahnya sudah mendidih. Kini ia harus mendapati kenyataan yang membuatnya muak.Kalau saja tidak ada Arra, tentu ia sudah keluar dari kantor itu. Keberadaan Arra adalah harapan baginya. Ia ingin sekali bisa menyingkirkan Menul, perempuan tak tahu diuntung itu seperti mencabik-cabiknya.Delvi merasa harus kucing-kucinga
SEMANGATMenul diam terpaku dengan apa yang baru saja dilihatnya. Nafasnya berpacu, menandakan sesuatu sedang tidak baik-baik saja. Tentu saja ia tidak baik-baik saja, mendapati dua orang yang ia pernah sedikit kenal, berduaan. Bermain di belakang orang baik. Bahkan ia yakin keduanya memang sudah sering melakukannya.Kalau saja tidak ada hubungan dengan atasannya itu mungkin Menul tidak terlalu memusingkan. Namun dua orang itu ada kaitannya dengan Andre. Yang Menul tahu, Arra adalah orang yang tentu saja mendukung sepenuhnya pecalonan Andre sebagai CEO. Sedang Reno adalah orang yang menjadi rival Andre. Kebetulan keduanya tidak menyukai Menul, yang Menul sendiri tidak tahu alasannya.Berbagai pertanyaan datang silih berganti di pikiran Menul. Meski dia belum begitu pengalaman dengan urusan asmara, tapi Menul bisa melihat ketidakberesan yang diperlihatkan Arra dan Reno. Gandengan tangan itu. Pandangan mesra itu. Apalagi keduanya masuk dalam sa
SELINGKUHSudah hampir setengah jam Menul menunggu Pak Prasetyo di lobi hotel. Namun Menul tidak merasa terbebani, karena dia sudah mendapat kepastian kalau Pak Prasetyo masih ada acara. Lagian, Menul bukan tipikal gadis penggerutu, yang baru menunggu beberapa menit saja sudah uring-uringan. Menul sudah terbiasa menunggu. Apalagi setelah akrab dengan phonesell yang lebih canggih, maka menunggu menjadi keasikan tersendiri. Menul bisa mencoba banyak fitur yang belum sempat dia pelajari.Namun meski asik dengan phonesellnya, sesekali Menul menebar pandang. Bahkan ornamen hotel tidak lepas dari pandangannya karena Menul merasa harus merekam banyak hal yang dia jumpai. Menul ingat kata-kata seorang penulis fiksi ternama bahwa penggambaran sebuah tempat akan makin detail jika seseorang pernah berada di tempat yang sama. Deskripsinya akan lebih terasa sehingga penonton merasa terbawa dalam setingnya. Bakan seolah-olah
MISI ARRA“Beneran, itu asistenmu?”Arra langsung memberondong Andre dengan pertanyaan. Kalau saja dia tidak sedang ingin membangun Arra dirinya agar Andre makin sayang padanya, tentunya dia sudah mendamprat Menul saat dia menjumpainya di ruangan yang menurut Arra sangat tidak layak bagi Menul.Arra memandang tajam ke arah Andre. Sebenarnya ia bukan penasaran mengapa Andre memilih Menul, perempuan yang dari segi fisiknya jelas tidak masuk dalam kriteria sebagai asisten. Ia penasaran karena mendapat kabar dari Reno bahwa asisten Andre tidak bisa dipandang remeh.“Iya Beib. Kan aku sudah pernah bilang padamu kalau aku akan angkat seorang asisten?”“Tapi dengan tampang seperti itu?” ujar Arra bernada mencibir. Kalau saja ia tidak mendapat kabar jika asisten Andre itu telah berhasil membungkam dewan direksi. Bahkan telah mampu membuat Reno tidak berkutik, tentu ia tidak akan peduli. Bahkan A
KEPURA-PURAANPengalaman Menul makin berwarna. Mulai dari restoran mewah, perkantoran megah, hotel berbintang lima, dan banyak lagi. Meski tidak di setiap tempat Menul mendampingi Andre, tapi berada di antara orang-orang besar adalah anugerah tersendiri bagi Menul. Menjadi asisten dari orang yang sedang dipromosikan sebagai calon CEO, membuat dunia Menul menjadi begitu indah. Banyak sekali pengalaman berharga ia dapatkan.Menul tidak pernah membayangkan, jika dalam hidupnya ia akan mengalami hal yang bagi orang sepertinya seperti mustahil. Berada di tempat yang untuk orang sepertinya hanya sebuah mimpi. Bertemu dengan banyak orang dengan banyak karakter, membuatnya bisa mendapatkan banyak ide sehingga tulisan Menul pun bisa lebih berkembang. Cita rasanya juga makin bervariasi.Menul juga mulai mencoba menggeluti dunia fiksi. Imaginasi dan pengalaman hidupnya yang penuh warna, membuat Menul seperti menemukan media untuk menuangkannya. Lebih dari itu
KEKAGUMAN DIREKTURAndre segera mengajak Menul untuk makan siang di restoran langganannya, sebagai bentuk sukur sekaligus terima kasih pada Menul. Andre makin respek pada Menul. Sosok yang semula dia pilih menjadi asisten karena sebuah ketidaksengajaan, kini sosok itu telah menjawab kepercayaannya melebihi ekspektasinya. Andre merasa Menul adalah takdirnya untuk mencapai sesuatu yang semula tidak ia pandang penting dalam hidupnya. Tuhan telah menggerakkanya untuk menemukan notes itu, yang kemudian mengubah kehidupan Andre.Setelah apa yang terjadi baru saja, semangat Andre makin besar. Ia juga makin percaya diri, karena Menul telah mengajarkan padanya bahwa orang yang selama ini menduduki jabatan penting, bisa jadi bukan karena ia hebat, tetapi karena ia mendapatkan kesempatan. Siapa pun bisa menjadi hebat, ketika ia mendapatkan kesempatan dengan bakat dan minat yang ia miliki.Andre merasa sangat beruntung. Baru kali ini dia mendapati orang yang m