Tiga jam. Itulah waktu yang diperlukan Yin untuk diam termenung di atas Jembatan Sungai Yangtze. Menatap derasnya arus sungai yang tampak kelam dan pekat di waktu malam. Sepercik pertanyaan mendadak terbersit dalam sanubari sang mantan jenderal besar Dinasti Qing tersebut.Mungkinkah selama ratusan tahun, tubuhku tersimpan di dalam sana?Tiga ratus lima puluh empat tahun itu bukan waktu yang singkat. Pantas, keadaan sungai ini juga sudah sangat jauh berbeda dari zaman Dinasti Qing.Dan di dalam sungai inilah, kisah antara dirinya dan si pemilik tubuh terjadi.Mendadak sebuah suara ketukan tumit sepatu yang mengayun di atas trotoar membuat daun telinga Yin bergerak-gerak. Seperti biasa indera pendengaran yang tajam pemberian dari Dewa Kematian, mampu membuat mantan jenderal besar Dinasti Qing itu mampu mendengar suara semut yang berjalan hingga mampu memilah-milah jenis suara meskipun di belakang punggungnya terdengar hiruk pikuk kendaraan roda empat berlalu lalang. Kehad
Pada saat itu juga mundurlah Lu Wan Wan dari hadapan Yin alias Shun Yuan. Kegamangan segera menghampirinya seiring dengan mulutnya yang tertutup oleh telapak tangannya sendiri.Ingin rasanya dia tidak mempercayai perkataan pria yang telah mengambil kendali atas tubuh suaminya, tapi apa yang pria ini katakan tidak sepenuhnya salah. Karena dia sendiri juga telah membaca buku harian tersebut.“Siapa? Siapa yang telah mencelakainya?” tanya Lu Wan Wan dengan suaranya yang bergetar.Shun Yuan bisa saja langsung menyebutkan satu nama yang dicurigainya saat ini, tetapi dirinya belum yakin karena kurangnya bukti-bukti yang dimiliki. “Aku masih belum yakin, siapa saja yang telah terlibat. Tapi aku mulai mencurigai beberapa orang.”Tatapan mata Lu Wan Wan memicing. “Apa katamu? Beberapa? Itu artinya ….”“Lebih dari satu orang yang menginginkan kematiannya,” sambung Shun Yuan. “Entah mereka memiliki tujuan yang berbeda atau saling bekerja sama.”Kepala Lu Wan Wan menggeleng. “Aku sungguh tidak per
Suara dobrakan pintu yang disertai teriakan itu langsung direspon oleh sepuluh orang pria yang berada di dalam ruangan. Mereka yang sedang berdiri mengitari meja bilyard itu sekonyong-konyong menegakkan kepala lalu membusungkan dada.BRAKKK!Dua tongkat bilyard terlempar mendarat di atas meja dengan sempurna, membuyarkan beberapa barisan bola biru yang semula terdiam. Beberapa kaki itu pun mengayun santai, seakan tanpa beban begitu mendapati kehadiran seorang pemuda berpostur yang tak lebih dari 170 sentimeter.Feng Siyu mengenal seorang pria yang berada di barisan paling depan. Pria itu mengenakan setelan jas kemeja warna hitam. Dengan tiga barisan kancing teratas yang dibiarkan tetap terbuka, memperlihatkan otot-otot dadanya yang bergelombang.Pria itu mendapat julukan Black Dragon di lingkungan sekitar. Tidak, mungkin sepak terjangnya yang mengerikan dan tidak mengenal belas kasihan itu sudah terdengar seantero Shanghai. Tidak ada seorang pun yang tahu, siapa nama asli pria tersebu
“A—apa? Be—berita apa maksudmu?” tanya Feng Siyu dengan nada suaranya yang terbata-bata, sementara kedua telapak tangannya mengepal di atas permukaan tanah sembari menahan injakan kaki anak buah Black Dragon.Black Dragon hanya menarik kedua sudut bibirnya di atas balkon. Cahaya rembulan yang bersinar di musim semi ini telah membuat wajah putih dan rambutnya yang hitam tampak berkilau, sementara matanya menyalang tajam menatap Feng Siyu yang sedang menggelepar di bawah.Kepala renternir sekaligus salah satu ketua mafia yang cukup disegani di Shanghai itu tak mengucapkan sepatah katapun. Dia justru mengambil secangkir telur mentah yang baru saja diberikan oleh salah seorang pria tua yang baru saja mendatanginya di atas balkon.Bukan serta merta telur-telur mentah itu berada di sana. Black Dragon selalu mengkomsumsinya setiap malam, setelah lelaki tua itu mencampurnya dengan segelas susu, jahe, dan kayu manis.Namun, tidak untuk malam ini!Selera Black Dragon mendadak lenyap terbawa tiu
Keesokan harinya di Apartemen Mawar ….Kini semua anggota Keluarga Lu sedikit demi sedikit mulai membiasakan hidup mandiri, tanpa pengawal dan pelayan. Lu Shen Shen yang tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah sama sekali itu, sedang terlihat belajar menjerang air dalam tekel. Gadis itu terus menerus berdiri di depan meja dengan tatapan matanya yang tak pernah lepas dari wadah air tersebut.“Duduklah! Untuk apa kau berdiri terus di sana? Tekel itu tidak akan lari!” Li Na berseru begitu melihat kelakuan putri keduanya, sementara tangannya baru saja menyalakan sebuah mesin penyedot debu. “Aku sedang memasak air panas, Bu.” Lu Shen Shen menjawab dengan sedikit berteriak, karena suara mesin yang digunakan ibunya itu benar-benar membuat bising telinga. Namun, Li Na tidak peduli. Hari masih pagi dan inilah waktunya bagi para ibu rumah tangga untuk bekerja membersihkan dan merapikan rumah, setelah delapan belas tahun dia tidak pernah mengerjakan hal tersebut.“Ibu tahu! Sambil menunggu
“Selamat pagi.”Pria yang berdiri di hadapan para wanita itu menyapa. Dia tidak sendiri, melainkan bersama dengan tiga orang pria lain yang berusia lebih muda. Mereka memiliki potongan rambut pendek yang sama dan mengenakan setelan seragam dinas. Jika dilihat dari warna seragamnya yang lebih gelap, pastilah pria yang memberi salam sapaan itu adalah pemimpin mereka.Sapaan serta kehadiran orang-orang yang tak dikenal itu membuat Lu Fen Fen, Li Na, dan Lu Shen Shen menganga. Ternyata tamu mereka pagi ini bukanlah Judy Gao.Lu Fen Fen mengangguk sambil membalas sapaan tersebut.Lalu pria yang mengenakan warna seragam paling gelap itu memperkenalkan dirinya kepada mereka. “Maaf mengganggu waktu kalian. Aku adalah Kapten Chang dari Biro Kepolisian Shanghai,” katanya sembari memperlihatkan kartu keanggotaannya.“Kap … Kapten Chang?” Li Na tergagap.“Aku tahu,” ujar Lu Fen Fen setelah melihat foto Kapten Chang serta pangkat yang dimiliki pria tersebut. “Tapi untuk apa kalian datang kemari?”
Memang hari sial tidak ada di kalender, begitu juga dengan hari keberuntungan. Namun, hari ini mantan jenderal besar Dinasti Qing itu baru saja mendapat dua berita baik sekaligus.Satu berita tentang penangkapan Lu Dong dan berita kedua adalah sebuah kabar yang membuatnya mendatangi tanah Baoshan. “Minumlah!” pinta Pei Yan seraya mengisi dua cangkir kosong yang ada di atas meja dengan seduhan teh bunga krisan. Yin tak sungkan-sungkan lagi untuk menghirup minuman hangat yang memiliki aroma lembut bunga yang khas dan yang memberikan efek menenangkan. Dari balik bibir cangkirnya itu dia mampu melihat seulas senyum kecil yang ditunjukkan Pei Yan kepadanya.Setelah meletakkan cangkirnya yang kosong di atas meja kayu berbentuk bulat yang memisahkan kursinya dan kursi Pei Yan, maka bertanyalah Yin kepada pemimpin Baoshan tersebut. “Group Ma masih memberi kalian waktu lima hari untuk pindah, tapi kenapa kau buru-buru menyuruhku datang kemari?”“Karena aku ingin kau turut menjadi saksi atas
Permintaan Kakek Wang membuat Yin mengatupkan bibir. Tak sedetik pun dia melepaskan pandangannya dari guci yang ada di tangan kanan lelaki tua itu. Hanya beberapa tetes darah, tidak akan membuat dirinya kehilangan nyawa.Akan tetapi … bagaimana kalau darahnya itu akan membuat rahasia masa lalu dan pertukaran jiwanya terbongkar?Seandainya saja tidak terjadi apa-apa, apakah rasa kecewa itu akan membuat Pei Yan dan Kakek Wang melepaskan dirinya?Semua ini mungkin akan berdampak dengan perjanjian yang baru saja dibuat oleh Baoshan dengan Group Ma dan Group Han.Melihat kegemingan yang menyelimuti pemuda itu, maka berkatalah Pei Yan. “Hanya setetes darah, apa itu sudah membuatmu takut, Anak muda?”“Tidak!” tegas Yin. “Aku akan melakukannya,” ucapnya sembari menatap nyalang guci tersebut.Seiring dengan anggukan yang diberikan oleh Kakek Wang, maka majulah Yin. Sebuah sayatan kecil telah dibuat pada salah satu ujung jarinya, membuat kulit yang berwarna putih kekuningan itu bernodakan merah
“Kau tak perlu melakukan hal itu, Ma Zimo!”Kehadiran suara bariton yang mendadak terdengar di dalam ruangan, membuat Ma Zimo dan Asun terkejut. Mereka lantas mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan yang ada di lantai dua.Embusan angin yang hendak menyambut datangnya fajar telah menerbangkan beberapa lembar kain gorden yang menutupi jendela yang terbuka. Tampak sesosok bayangan bersembunyi di balik kain putih yang menjuntai hingga ke lantai. Asun langsung membidikkan senjata apinya pada bayangan tersebut.DOR!DOR!DOR!Seharusnya satu tembakan, namun yang terdengar justru tiga letupan senjata api. Ujung senapan M2 mendadak mengepulkan asap tipis, sedangkan Asun yang sebelumnya berdiri tegak untuk melindungi Ma Zimo mendadak roboh dengan sebuah timah panas yang bersarang di dada kirinya.“Hah?” Mulut Ma Zimo menganga ketika melihat tubuh orang kepercayaannya terkapar tak bernyawa.Yin memutuskan untuk keluar dari tempat persembunyiannya. Sambil meniup ujung senjata apinya y
M2 yang malam itu sedang bertugas menjaga pintu gerbang tempat kediaman Keluarga Ma tampak lari tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah. Sebuah kotak kardus yang lebih besar daripada kotak sepatu berada dalam tangannya.Dia berlari mendapatkan Ma Zimo dan Asun yang saat itu sedang berdiri di balkon lantai dua.“Lapor, Tuan. Ada sebuah paket untuk Anda.” M2 berucap sambil menyerahkan kotak kardus tersebut.Ma Zimo tak langsung menerima. Pria paruh baya itu justru mengernyit menatap kotak coklat yang masih tersegel rapi. Memang benar, pada salah satu bagian kotak terselip namanya tanpa nama pengirim.Aneh, pikir Ma Zimo. Lantas dia menyuruh Asun untuk membuka kotak tersebut.“Kurang kerjaan saja! Siapa yang mengirim paket pada dini hari seperti ini?” Asun menggerutu, sementara kedua tangannya telah bersiap hendak menyobek segel kardus dengan menggunakan sebuah anak kunci.“Aku tidak tahu,” jawab M2 yang melihat segel kotak tersebut terlepas.Bau amis yang menusuk langsung menyeruak dan meny
“Beraninya kalian Keluarga Ma mempermainkan Black Dragon!” geram Black Dragon dengan tatapan matanya yang menyalang tajam. Kepalan tangannya hampir saja membuat ponsel yang ada dalam genggaman tangan menjadi remuk redam.“A—apa maksud, Anda?” Ma Jia Wei tampak kebingungan. “Keluarga Ma tidak pernah mempermainkan siapa pun.”Pria berwajah dingin itu lantas memberikan ponselnya kepada Ma Jia Wei melalui salah seorang anak buahnya. Keterkejutan langsung melanda putra Ma Zimo.Dengan tangan dan tulang rahangnya yang gemetar, Ma Jia Wei pun berkata, “Tidak … ini sangat tidak mungkin. Sepupuku itu … dia tidak pernah ditemukan. Anda jangan mempercayai bualan orang yang tak jelas!”“Apa maksudmu?” Suara Black Dragon terdengar jauh lebih berat dari sebelumnya.“Ma Yin Fei telah menghilang selama dua puluh tahun lebih. Tidak ada seorang pun yang tahu, bagaimana rupa dan bentuk tubuhnya. Mungkin saja dia … sudah mati, karena penyakit jantung bawaannya. Atau … atau jika dia masih hidup, dia tidak
Ma Jia Wei yang berdiri lima langkah dari tempat Black Dragon itu menjadi terkejut, karena belum pernah dia mendapatkan perlakuan seperti ini dari seseorang.Kebanyakan justru orang-orang itulah yang memberi hormat kepadanya lebih dulu, bukan sebaliknya. Sayangnya, dia baru menyadari, kalau Shanghai Night Paradise bukanlah daerah kekuasaan Group Ma. Maka dengan sedikit membungkukkan badan, Ma Jia Wei akhirnya berkata, “Karena aku tidak mengerti kebiasaan kalian, jadi maafkan aku. Salam, Black Dragon.”Black Dragon hanya menyunggingkan senyum. Gestur tubuh yang diperlihatkan Ma Jia Wei itu tidak luput dari pengamatannya. Sungguh pria muda yang berdiri di hadapannya sambil mengenakan tuksedo hitam itu tidak memiliki adab dan sopan santun sedikit pun.Kehormatan serta nilai yang pernah Black Dragon berikan pada Ma Zimo, mendadak dipangkasnya menjadi setengah. Dengan tetap menampilkan wajah dan sorot mata yang dingin, dia mengayunkan dagunya ke arah Ma Jia Wei.“Apa yang membawamu kemar
Asun tahu, kalau seorang diri tidak akan mampu untuk menemui apalagi melawan kelompok mafia bawah tanah seperti Black Dragon. Pria paruh baya itu harus mengandalkan kemampuan tuan besarnya yang masih merupakan pemimpin keluarga kaya nomor satu se-Shanghai.“Bagaimana, apa kalian berhasil?” tanya Ma Zimo dari balik ponsel.Dengan sangat hati-hati Asun mulai berbicara. “Tuan, kita sedang menghadapi masalah.”Ma Zimo yang mendengar hal itu, lantas bangkit berdiri. Kelopak matanya yang kecil membeliak. “Masalah apa?”“Tuan, anak buah Black Dragon berhasil membawa pergi penipu itu,” jawab Asun.“Black … Dragon?” “Anda tidak salah dengar, Tuan.”Tidak ada kata umpatan yang keluar dari bibir Ma Zimo, karena sebenarnya pria paruh baya itu juga enggan berurusan dengan Black Dragon.Sebisa mungkin, Ma Zimo hanya akan menggunakan kekuatan anak buahnya sendiri untuk menekan saingan bisnis serta memperluas kerajaannya. Bukan karena dia takut, tetapi pria berperut buncit itu tidak sudi berbagi k
Malam masih belum berakhir. Setelah aksi bungkam yang dilakukan Feng Siyu di kantor polisi pusat, maka Kapten Chang dan beberapa anggota kepolisian akhirnya memindahkan pemuda itu ke kantor kejaksaan untuk menjalani interogasi tingkat lanjut.Pihak kejaksaan memutuskan untuk mengambil alih semua kasus yang melibatkan Feng Siyu, karena saking banyaknya perkara pidana dan perdata yang dituduhkan padanya. Pria yang memiliki bekas jerawat di wajah itu bukan hanya terlibat dalam kasus penggelapan dana, pencurian identitas, namun juga ada sangkut pautnya dengan kematian Ma Shin Fei serta percobaan pembunuhan yang dia lakukan terhadap Yin. Namun, rencana Kapten Chang tidak semulus yang dikira.Iring-iringan kendaraan polisi yang baru saja menempuh setengah perjalanan itu terpaksa berhenti, karena kehadiran dua mobil van putih yang tiba-tiba menghadang dan menghalangi. Ciiiitttt …!Suara rem yang diinjak secara mendadak hingga sampai mengeluarkan percikan api di jalan raya beraspal, membu
Malam itu menjadi malam yang sangat panjang bagi Shun Yuan alias Yin. Setelah membuka rahasia terbesar dalam dirinya, dia justru mendapat kejutan. Arthur Chen langsung mengembuskan napas terakhirnya di ranjang rumah sakit. Lelaki tua itu seakan ingin secepatnya pergi meninggalkan dunia menyusul si pemilik tubuh.“Beristirahatlah dengan tenang,” ujar Shun Yuan setelah menyimpan abu jenazah Arthur di rumah duka. “Aku ikut berduka cita,” hibur Lu Wan Wan yang ikut mendampingi Shun Yuan.Selepas memberi penghormatan terakhir, keduanya pun kembali ke gedung apartemen tak bernama itu. Dengan disaksikan dan dibantu oleh Lu Wan Wan, Shun Yuan membuka semua file-file peninggalan Arthur Chen.Hal pertama yang mereka cari adalah rekaman video kejadian kecelakaan yang terjadi di atas Jembatan Sungai Yang Tze beberapa bulan yang lalu. Mereka ingin mengetahui kebenarannya. Siapa yang sebenarnya terlibat dan siapa yang seharusnya dihukum.Mulut keduanya langsung menganga, begitu menyaksikan kalau
Teriakan Arthur yang menyangkal perkataan Feng Siyu itu membuat Yin menelengkan kepala. Dia menatap lelaki tua itu dengan sorot mata yang lebih dingin dari biasanya.“Yin … ini … bukan seperti yang kau kira,” ucap Arthur terbata-bata.“Jawab pertanyaanku! Apa benar kau juga berada di sana?” Yin meninggikan nada suaranya.Langkah tegap Yin yang mendominasi serta kedua tulang rahangnya yang mengeras, telah membuat tubuh Arthur seakan mengerut. Tanpa sadar punggung lelaki tua itu langsung membentur tepi meja. Namun, benturan itu tidak sebanding dengan suaranya yang tercekat di tenggorokan.Melihat kegugupan serta kegelisahan yang terpancara dari wajah Arhur, makin membuat Yin naik pitam. Mantan jenderal besar Dinasti Qing itu langsung menghardik lawan bicaranya. Serapat-rapatnya menyimpan bangkai, pada akhirnya pasti tercium juga. Dengan kepala yang tertunduk, akhirnya keluarlah pengakuan dari Arthur. “A—aku memang ada di sana.”Satu kalimat pengakuan itu lantas membuat Yin mengepalkan
Tuduhan yang dilontarkan Yin itu membuat manik mata Feng Siyu bergerak-gerak. Rupanya pria yang memiliki banyak bekas jerawat di wajah itu masih mengingat kejadian musim gugur tahun lalu. Di atas motor balap yang dikendarainya, dia menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bagaimana mobil listrik itu menabrak pagar jembatan lalu terjun bebas ke dalam sungai. Kebungkaman itu lantas membuat Yin menghampiri. Dengan sorot mata menyalang tajam serta kedua rahang yang mengeras, dia mencengkeram jaket hitam yang dikenakan Feng Siyu. Membuat pria itu bangkit sedikit menjauhi kursinya.“Jawab pertanyaanku! Apa kau yang melakukannya?!” Yin melotot dengan penekanan suara.Namun, itu tak membuat nyali Feng Siyu ciut. Pria itu justru memalingkan wajahnya ke arah lain. Sambil mencebikkan bibirnya, dia pun berkata, “Kau saja tidak tahu, lalu untuk apa aku menjawab.”“Kau!?” Yin langsung menunjukkan kepalan tangannya.“Tak perlu marah. Aku akan memberitahumu, tapi dengan satu syarat.”“Kau tak perlu