*Happy Reading*Bugh! Bugh! Bugh!Frans menaikan alisnya sebelah melihat Raid yang di matanya tidak biasa hari ini. Bagaimana tidak? Raid yang biasanya senang bermain-main dengan mangsa. Mempermainkan mental dan membuat orang ketakutan setakut takutnya sebelum mengeksekusi sadis. Hari ini tidak Frans temui. Dari awal pria itu hanya bertanya siapa yang menyuruh mereka. Lalu menghajarnya tanpa ampun hingga orang-orang itu meregang nyawa dengan cepat. Sungguh bukan Raid sekali.Lebih dari itu. Hari ini Raid lebih memilih membunuh semuanya dengan tenaganya sendiri. Maksudnya bukan dengan alat-alat aneh yang biasa digunakan. Entah itu gergaji mesin, palu, tang, khodaci, dan lainnya. Khusus hari ini dia hanya menggunakan tangan dan kakinya untuk menghancurkan mereka. Seperti tengah melampiaskan sesuatu dalam hati."Mau sampai kapan kau memukul mereka, Raid? Mereka sudah mati." Frans berkata dengan malas. Faktanya musuh mereka sudah mati entah sejak kapan. Tetapi Raid masih saja memukul da
*Happy Reading*Setelah kejadian di Mall, Raid kembali menghilang. Entahlah apa yang membuatnya marah waktu itu? Jawaban Nissa atau karena hal lain. Yang jelas, setelah obrolan terakhir mereka, Raid nampak kesal padanya. Naira yang notabene-nya adalah orang paling kenal dengan Raid pun menggeleng tak habis pikir. "Dia emang makin ke sini makin aneh. Gue juga nggak ngerti. Dahlah cuekin aja. Nggak penting juga mikirin ambekannya Raid yang nggak jelas itu," ucap Naira kala itu, saat Nissa bertanya kenapa Raid tiba-tiba kek orang kesel. Nissa hanya bisa mengangguk saja saat itu. Meski sebenarnya tak begitu paham. Bagaimana tidak? Perasaan Nissa menjawab seadanya. Sesuai apa perkataannya. Menyetujui omongannya. Tetapi kok ... malah ngamok? Jadinya dia mau jawaban seperti apa sebenernya? Menurut paham Nissa, harusnya Raid senang kan dengan jawabannya? Tetapi ini malah .... ah, sudahlah. Pusing juga kalau harus dipikirin.Namun, sebenernya ada baiknya Raid kembali menghilang seperti ini.
*Happy Reading*"Lepas!" Nissa menghentak cekalan Abyan sekali lagi dengan keras. Kemudian gegas melangkah mundur sambil menyembunyikan tangan di belakang tubuh, saat Abyan hendak meraih lengannya lagi. Sudah di bilang, Nissa alergi cowok murah."Maumu apa sebenarnya Abyan? Kita udah selesai! Kenapa masih menggangguku?" tandas Nissa kesal sekali. Bener-bener ya si Abyan ini. Gak jelas banget jadi cowok. Dulu waktu masih jadi status tunangan, dia mengabaikan Nissa terus. Sekarang udah jadi mantan malah sok ngurusin. Nggak bisa move on, kah?"Jangan sembarangan menuduh kamu, Nissa. Mana ada aku mengganggumu." Abyan membantah tak terima. "Lantas ini apa?" tukas Nissa geram."Aku hanya ingin menyapa saja awalnya. Tapi ternyata, mulutmu itu semakin kurang ajar."Menyapa, katanya? Ugh ... sungguh Nissa tak butuh."Mulutku yang kurang ajar, atau mulutmu? Coba ingat-ingat lagi, bagaimana cara menyapa kamu tadi?" Nissa menyeringai tipis. "Aku menyapamu seperti biasa. Kamu aja langsung sen
*Happy Reading*Sekitar dua puluh menit kemudian, Nissa pun sampai di rumah sakit yang di tuju. Sebenarnya bisa lebih cepat kalau saja tidak kena macet, mengingat tempat itu sebenarnya lumayan dekat. Sayangnya saat ini memasuki jam pulang kantor, jadi macetnya benar-benar menjengkelkan. Mengikuti info dari perawat yang berjaga, Nissa dengan tergesa menuju ruang UGD. Saat sampai, Nissa melihat Raid tengah duduk terpekur di kursi tunggu, dengan kepala tertunduk dalam. "Bang?" panggil Nissa seraya mendekat. Raid pun mengangkat wajahnya mendengar panggilan tersebut.Wajah bule itu lumayan sendu. Ada bercak darah yang mulai mengering pada beberapa bagian wajahnya. Mungkin masih banyak lagi yang akan terlihat, jika saja Raid tak mengenakan kemeja hitam saat ini. Sebenarnya apa yang terjadi. "Nissa, kamu ... kenapa di sini?"Pertanyaan macam apa itu? Jelas Nissa ada di sini karena khawatir pada Naira. Kenapa bule ini malah menatapnya seperti itu? Setidak ingin itukah melibatkan Nissa den
*Happy Reading*Seandainya Nissa tidak pergi. Seandainya Nissa tetap di sana saat menerima panggilan. Seandainya Nissa mematuhi titah Raid benar-benar. Dan banyak lagi seandainya-seandainya lain yang terus berputar di otak Nissa yang kini di liputi rasa bersalah yang teramat dalam. Sungguh, Nissa menyesal. Dia tidak menyangka jika aksi kecilnya ternyata berdampak besar pada kondisi Naira. Tuhan ... tolong selamatkan Naira. Jangan sampai terjadi sesuatu pada sahabatnya yang satu itu. Nissa mohon ... tolong Tuhan, tolong kabulkan doa Nissa yang satu ini. "Niss?""Nav ...."Nissa langsung menghambur memeluk Navisha yang baru saja tiba di sana. Hatinya sungguh kalut saat ini. Bingung harus bagaimana dan melakukan apa. Yang bisa Nissa lakukan hanya menangis, menangis dan menangis dalam pelukan Navisha.Bahkan saat akhirnya ibu dari Angel itu meminta penjelasan. Nissa cuma bisa menceritakan semuanya dengan tangis yang tak kunjung reda. "Nav, gue salah. Gue bodoh. Gue ceroboh. Huhuhu .
*Happy Reading*Kalau bukan karena bujukan Navisha. Mungkin Nissa sudah pergi dari sana saat itu juga. Tidak, bahkan dari hidup Naira seperti usul Raid. Kemana saja terserah, penting nggak akan muncul lagi di hadapan Naira. Akan tetapi, Navisha menahan. Mencoba menenangkan dan terus membujuk agar Nissa tidak mengambil keputusan secara impulsif karena itu tidak baik. "Udahlah Nis, abaikan aja ucapan Raid. Saat ini kondisi Naira lebih penting dari apa pun. Lagian, ya? Raid itu kan cuma orang baru dalam hidup kalian. Persahabatan elo sama Naira lebih lama terjalin sebelum kehadiran dia. Masa lo malah ngalah sama orang baru."Jika dipikir lagi. Ucapan Navisha benar juga. Persahabatannya dengan Naira sudah lama terjalin. Sebelum Naira pergi ke london dan bertemu Raid. Bahkan dibanding persahabatan dengan Navisha pun, Nissa sudah lebih dulu sahabatan sama Naira. Tetapi kan ...."Lebih dari itu. Coba lo pikirin jika di posisi Naira. Apa dia nggak akan sedih kalau tahu lo begini? Sahabat ya
*Happy Reading*"Seingatku kamu hanya ijin untuk membeli makanan untuk berbuka."Degh!Nissa seketika terkesiap kaget saat mendengar suara sedikit serak nan rendah dari balik tubuhnya, ketika baru saja menuruni tangga mushola yang ada di rumah sakit. Tubuhnya mendadak kaku. Menyadari suara siapa yang barusan menegurnya. Dengan takut-takut Nissa pun memutar kepalanya ke belakang. Lalu menelan salivanya kelat tanpa sadar saat mengetahui jika dugaannya benar. Itu benar suara Raid, yang kini keberadaannya ada dan bersandar angkuh di balik tiang mushola. Menatap dingin ke arah Nissa dengan kilatan yang kembali tajam. Sudah di bilang, kan, Raid hanya akan dalam mode baik jika bersama Naira seorang. "A-abang ..." Nissa memanggil takut, lalu kembali menunduk karena tak kuasa menerima tatapan dingin Raid. "Ma-maaf, Bang." Meski begitu, Nissa tetap mengucapkan maaf. Dia tahu maksud ucapan Raid barusan. Ini semua pasti karena ulahnya yang tak segera kembali ke ruang rawat Naira dan malah pe
*Happy Reading*Nissa menjalani hari-hari selanjutnya seperti orang linglung. Ia sudah tak bisa fokus lagi pada apa pun dalam hidupnya. Bayang dan ancaman Raid kala itu tak bisa Nissa lupakan sama sekali. Membuat hidup Nissa menjadi dilanda ketakutan setiap saat. Meski begitu, di depan Naira, Nissa berusaha bersikap senormal mungkin. Bercanda dan tertawa seperti biasanya. Ia berharap Naira tidak sampai tahu masalahnya dengan Raid. Bagaimana pun, Nissa tak ingin merusak hubungan dua sejoli itu. Nanti Raid semakin murka jika sampai Naira malah menjauhinya akibat aduan Nissa. Tidak, Nissa harus bisa menyembunyikan masalahnya serapat mungkin dari Naira. Hal itu berlaku juga untuk Navisha. Pokoknya, sebisa mungkin Nissa ingin memendam lukanya seorang diri."Nis, lo yakin nggak papa? Kok gue perhatiin lo beberapa hari ini beda?" Nissa mendesah berat, saat Navisha tiba-tiba bertanya demikian di suatu sore. Memang, ya, serapat dan serapi apa pun menyimpan bangkai. Suatu hari pasti akan ter
"Sayang, hari ini Abang ada urusan di knightsbridge. Kamu mau ikut nggak?""Di mana itu, Bang? Jauh nggak dari sini?""Knightsbridge terletak di jantung kota London yang modis, menggabungkan jalur Hyde Park yang dilalui kuda, kedutaan besar Belgravia, museum Kensington, dan kediaman seniman Chelsea. Saat ini, lingkungan itu dipenuhi dengan berbagai toko, restoran, townhouse bersejarah kelas dunia, dan merupakan rumah bagi dua properti Jumeirah . Di sana, kita juga bisa melihat sejarah Knightsbridge dan bagaimana ia bisa mempertahankan reputasi yang dimilikinya saat ini." Raid menjelaskan dengan sabar dan panjang lebar. "Nggak tahu ah, Bang. Nggak ngerti juga. Udahlah, Abang aja yang pergi. Nissa lagi mager," sahut Nissa kemudian dengan malas. Raid mengerutkan keningnya bingung. Beberapa hari ini entah kenapa Nissa memang berubah jadi pemalas. Tak seperti biasanya yang selalu antusias jika di ajak ke tempat baru. Apa mungkin Nissa sudah bosan tinggal di sini? Akan tetapi, mereka baru
Sebenarnya enggan sekali untuk Nissa menerima tawaran Naira pergi ke London. Bukan hanya karena dia tidak suka naik pesawat, tapi juga karena malas ketemu Nichole. Gimana ya, jelasinnya? Semua orang memang bilang Nichole itu sudah berubah. Tetapi sebagai sesama wanita, jelas Nissa tahu dan bisa merasakan kalau sebenarnya Nichole itu belum menyerah tentang perasaannya pada Raid. Wanita itu masih mendamba Raid meski tidak terang-terangan seperti dulu. Di depan Naira dan suaminya, Nichole memang akan bersikap biasa saja dan seolah acuh pada keberadaan Raid. Tetapi Nissa tahu betul, kadang dia masih mencuri pandang pada Raid, dan mencoba mendekati pria-nya dengan gaya halus.Ah, pokoknya Nissa tidak suka sama Nichole!"Sayang, kita nggak akan lama, kok. Hanya mengantarkan Naira saja ke rumah mertuanya.""Abis itu langsung pulang, ya?""Uhm ... tinggal dulu beberapa hari, ya? Soalnya Abang juga ingin menengok Damien dan juga harus mengecek usaha Abang yang ada di sini. Kita juga bisa sek
Raid mengulas senyum manis sambil menatap Nissa yang terlelap paska percintaan panas mereka. Panas dan menegangkan seperti permintaan wanita itu. Sungguh, Raid selalu dibuat kagum setiap kali bercinta dengan Nissa. Wanita itu banyak kejutan. Gadis alim itu sudah tidak ada. Wanita polos, cengeng, dan menyusahkan itu sudah sirna. Berubah menjadi wanita dewasa yang mengagumkan.Ia adalah Anissa fatih Zhakia. Wanita lemah yang awalnya tak pernah Raid inginkan dan terus ia hindari. Merepotkan! Beban! Titel itu sering Raid sematkan pada Nissa. Apalagi jika Nissa sudah mulai menunjukan sifat cengengnya. Rasanya ingin Raid cekik saja lehernya agar berhenti menangis selamanya. Namun, siapa sangka? Gadis yang awalnya tak pernah Raid inginkan ini justru mampu mencuri hatinya. Membuat seorang Raid bertekuk lutut hingga rela menyerahkan seluruh hidupnya hanya untuk seorang Nissa yang cengeng. Terlebih setelah berhasil memiliki Nissa seutuhnya, Raid dibuat tergila-gila. Jatuh cinta setiap hari da
Setelah urusan ngisi perut kelar, maka waktunya ... tidur. Eh, ya enggak, dong! Itu mah kaum rebahan yang makin menggemoy kayak Amih. Kalau Nissa sama Raid mah, abis makan mereka belanja. Soalnya, inget kan, kalau mereka perginya tadi dadakan dan tanpa tujuan. Jadi ya mereka nggak ada persiapan apa pun sebelumnya. Bahkan baju saja, mereka hanya bawa beberapa lembar. Raid membawa Nissa ke salah satu pusat pembelanjaan yang ada di sana. Membeli keperluan yang dibutuhkan sekaligus jalan-jalan cuci mata. Ya, anggap aja ng'date setelah nikah."Abang, cukup! Ngapain sih beli sebanyak ini? Abang mau buka toko atau gimana?" tegur Nissa saat melihat Raid memasukan banyak sekali barang. Bukan barangnya yang membuat Nissa keberatan, tapi jumlahnya. Masalahnya, Raid beli satu jenis barang dalam jumlah besar. Padahal, mereka di sana hanya akan liburan, bukan menetap. Tetapi Raid belanja seolah mereka akan lama saja. "Nggak papa, sayang. Abang sanggup kok bayarnya.""Ck, ini bukan masalah sanggu
Brak!Nissa terkesiap kaget saat tiba-tiba saja Nita menggebrak meja. Wajahnya merah padam menatap Raid. Pasti dia sangat marah sekali saat ini. Tentu saja, ucapan Raid barusan memang terlalu kejam. Bahkan Nissa yang mendengarnya saja merasa sakit hati barusan. Ah, suaminya ini kalau sudah mode julid memang tak kaleng-kaleng. Akibat ulah Nita barusan. Kini, mereka jadi pusat perhatian di tempat makan tersebut. "Kurang ajar!" sentaknya keras. "Berani sekali kamu menghinaku seperti itu. Apa kamu tidak tahu siapa aku?!""Tahu, kok. Kamu sampah, kan?" Raid tak gentar sama sekali. Berucap santai sambil sebelah tangannya mengusap lembut punggung Nissa demi menenangkan kekagetan yang sempat dirasakan. "Diam!""Ah, atau kau lebih suka ku panggil jalang?""Kurang ajar!"Grep!"Akh!"Nita yang murka pun berniat melayangkan tangannya. Namun, dengan cepat Raid tahan dan gantian mencekal tangannya hingga wanita itu meringis kesakitan. "Bang?" Tahu keadaan sudah tak kondusif. Nissa pun mencoba
"Papa?" beo Nissa refleks. "Iya, Papa kamu. Bule tadi. Itu papa kamu, kan?"Dilihat dari mana, ya ampun! Jelas-jelas wajah Raid bule banget, sementara Nissa sendiri khas asia. Nah, kok, bisa wanita ini menyangka Nissa dan Raid adalah anak dan ayah. Katarak atau gimana?Atau ... ah, jangan-jangan memang itu akal-akalan si Mbak calon valakor ini agar bisa dekat dan kenalan dengan Raid. Baiklah kalau begitu. Jika memang dia ingin kenalan dengan Raid, maka dengan senang hati Nissa kabulkan. "Apa bagusnya sih Mbak dapet nomornya doang. Lebih enak kenalan langsung, kan?" tawar Nissa kemudian. "Eh, emang boleh?" Si wanita tadi mengerjap tak percaya dengan tawaran Nissa. 'Calon anak tirinya baik hati sekali!' Mungkin itulah yang saat ini ada dalam pikirannya."Boleh, kok." Nissa menjawab ramah. "Ayo, ikut saya."Wanita itu pun mengekori Nissa dengan senyum sumringah dan mata berkilat bahagia. Hatinya dag dig dug parah ketika jalan untuk mendekati Raid di buat selancar mungkin oleh calon a
"Wah! Ini tempat siapa, Bang?" Nissa berseru takjub ketika akhirnya mobil yang mereka kendarai masuk ke sebuah pekarangan luas di depan sebuah bangunan yang menarik hati. Bukan bangunan itu yang membuat Nissa terpesona sebenarnya, tapi pekarangan asri dan sekitarnya yang sungguh memanjakan mata. Adem!"Tempat kita." Raid menjawab seadanya."Punya abang?""Punya kita."Nissa tak bertanya lagi. Sejatinya dia tahu, jika Raid berkata 'punya kita' itu berarti adalah milik Raid. Sementara jika Raid berkata punya Nissa. Maka itu berarti hak milik ada pada Nissa. Percayalah, Raid itu tipe pria yang masih menjunjung tinggi istilah 'milik suami, milik istri. Milik istri, ya milik istri'. Jadi, jelaskan kalau hunian asri di depan itu milik siapa?"Rumahnya bagus banget, Bang!" Nissa berlarian seperti anak kecil saat memasuki rumah tersebut. Bangunan yang tak begitu luas, tapi juga tidak bisa dibilang sederhana. Pas lah untuk ukuran Villa yang hanya akan mereka tinggali. Rumah tersebut juga s
Raid tersenyum manis menatap sang istri yang tengah terlelap. Disibakkannya rambut yang menjuntai menghalangi wajah cantik istrinya. Lalu satu kecupan panjang Raid berikan di sisi kepala wanita yang sudah mencuri hatinya tersebut.Nissa tak bergeming. Benar-benar tak terganggu sama sekali dengan perbuatan Raid barusan. Begitulah Nissa, kalau sudah tidur memang seperti mayat. Tak terganggu oleh apa pun. Itulah kenapa, dulu saat Raid masih suka iseng mencuri ciuman dibibir semerah cerry-nya. Nissa tak menyadarinya sedikit pun. Pernah satu kali hampir ketahuan, pas awal melakukannya. Beruntung Raid sudah terlatih dalam hal bersembunyi. Ajaib memang Nissa ini. Sepulas apa pun tidurnya, dia akan terbangun jika jam sudah menunjukan pukul tiga pagi. Meski tanpa alarm. Tetapi memang Nissa pasti akan terbangun jam sekian. Seolah punya alarm tubuh sendiri. Raid mengetahui hal itu setelah memantau Nissa diam-diam lewat cctv.Raid bahkan hafal betul apa yang akan Nissa kerjakan di jam segitu. Se
#WARNING!! ZONA KHUSUS DEWASA! YANG MASIH DIBAWAH UMUR MENYINGKIR DULU! KALAU PERLU TUNJUKAN KTP KALIAN DI KOLOM KOMENTAR##*Happy Reading*Sebenarnya Nissa masih penasaran akan penjelasan Raid tentang Abyan yang ternyata 'letoy'. Masih ingin mendengar secara detail lagi. Sungguh suaminya ini ternyata luar biasa. Apa daya, perut tak bisa di ajak kompromi. Di tengah-tengah obrolan mereka. Dia malah berbunyi nyaring. Tanda cacing di dalam tengah demo minta diberi asupan energi. Akhirnya Nissa pun terpaksa mengakhiri obrolan seru mereka."Sudah, sudah. Kita lanjut ngobrol lagi nanti. Sekarang lebih baik kamu mandi dulu, habis itu makan.""Nggak kebalik, Bang? Bukannya lebih enak makan dulu baru mandi? Nanti kalau Nissa masuk angin, gimana?"Raid mengulas senyum manisnya, lalu membelai rambut panjang Nissa yang tampak acak-acakan, tapi tetap memesona di matanya. Malahan menggoda. Membuat Raid ingin mengulangi pergumulan manis mereka semalam kalau saja tidak kasihan pada istrinya ini."Tid