"Kata siapa gue gak suka sama lo?"Dahi Angkasa berkerut mendengar ucapan yang baru saja terlontar dari mulut Kaila. Gadis itu menggeserkan tangan Angkasa dan hendak masuk ke dalam kamarnya tapi dengan cepat ditahan oleh Angkasa. Alisnya bertaut dan tatapan matanya bingung. "Maksudnya?" tanyanya, meminta penjelasan pada Kaila. "Gue nanya," ujar Kaila. "Gue nanya, kata siapa gue gak suka sama lo?" ulangnya. "Gak ada yang bilang," jawab Angkasa masih dengan tatapan bingungnya. "Nah," ucap Kaila seraya mengangguk. "Gak ada yang bilang tapi kenapa lo nyangka kalo gue gak suka sama lo?" Angkasa terdiam beberapa saat. "Emang lo suka sama gue?" tanyanya pada akhirnya karena hanya pertanyaan itu yang memenuhi otaknya sedari tadi. Ah, Angkasa sangat kesal karena Kaila sangat bisa mengobrak-abrik hatinya. Lihatlah, dia membuat Angkasa berharap sekarang dan ia akan terjatuh dari angannya kalau seandainya jawaban Kaila tidak seperti yang ia harapkan. Kaila mengedikkan bahunya. "Gak tahu,"
"Morning."Kaila menoleh mendengar sapaan pagi dari Angkasa. Wajah gadis itu mendadak memanas ketika melihat Angkasa, bayangan kejadian semalam kembali terlintas dan itu membuatnya malu. Semalam, Kaila secara tidak langsung mengatakan perasaannya dan sekarang Angkasa tahu kalau Kaila juga menyukainya dan itu membuatnya malu. "Hm, morning," balas Kaila berusaha sekuat mungkin untuk tidak terlihat malu, meskipun sebenarnya dia sangat ingin lari dari sini dan mengunci dirinya di kamar. "Bikin apa?" tanya Angkasa mendekat, rambutnya sedikit basah dan wajahnya juga terlihat segar. Ia jelas baru saja mencuci wajahnya. "Manggang roti," jawab Kaila memfokuskan pandangannya pada roti. "Mau?" tanyanya. "Mau," sahut Angkasa. Angkasa terlihat seperti biasa saja, seakan kejadian semalam tidak begitu berdampak baginya. Mereka berdua terdiam di sana dengan pandangan yang sama-sama fokus pada roti. Sepertinya sekarang roti menjadi objek yang paling menarik untuk mereka berdua. Kaila mungkin m
"Ini kita udah libur semester, tapi masa gak liburan sih?"Popi mengantarkan pesanan Angkasa dan Altar. Sumpah ya, dua orang ini selalu ke kafe ini setiap hari, sepertinya kafe ini sudah menjadi rumah kedua mereka lebih-lebih dari kampus. Angkasa dan Altar juga sibuk mengurus BEM, tapi mereka selalu menyempatkan untuk datang ke kafe, sepuluh menit aja tidak masalah, yang penting mereka datang. Keduanya seakan sedang mengecek seseorang dan Angkasa tentu saja mengecek Kaila, tapi pertanyaannya kenapa Altar juga ikutan? Siapa yang diceknya? Ow. "Wih ngajak liburan bareng nih?" sahut Altar mengambil minumannya dari nampan yang dibawa oleh Popi. Gadis itu mengangguk. "Iya, kita semua liburan ke puncak yuk, mau gak?" tanyanya pada dua orang itu. "Kaila ikut gak?" tanya Angkasa. "Harus ikut dong, tujuan gue ngajak liburan ya supaya Kak Kai bisa refreshing, akhir-akhir ini kayaknya dia sering maksain dirinya buat ngelakuin sesuatu yang bukan dia banget," jelas Popi pada pemuda yang ada
Mereka memutuskan untuk pergi jumat malam. Awalnya mereka berencana untuk pergi sabtu pagi, tapi mereka berubah pikiran di detik-detik terakhir dan Tania juga dengan sigap menambah satu hari di tempat penginapan mereka, yang awalnya hanya untuk satu malam kini menjadi dua malam karena mereka pergi jumat malam. Ini sudah jam sebelas malam dan mereka baru berangkat ke Puncak. Perjalanan ke Puncak tidak membutuhkan waktu lama sebenarnya, hanya sekitar dua jam. Angkasa menyetir dan dengan Altar yang berada di sampingnya. Di bagian tengah ada Kaila dan Tania, serta di belakang ada Popi dan Bumi. "Lo kalo ngantuk ngomong ya, Sa," ujar Altar pada Angkasa yang sedang menyetir. "Aman gue mah, lo semua kalo ngantuk tidur aja," balas Angkasa. "Yakali kita tidur Kak," seru Popi dari belakang sekali. Mereka semua asik bercerita ini dan itu, sementara Kaila hanya mendengarkan dan sesekali tertawa dengan candaan yang keluar dari mulut Popi dan Bumi. Dua orang di belakang itu sangat tidak akur
Kaila terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara resleting dibuka. "Ah, sorry, kebangun ya?" tanya Tania yang sedang membuka kopernya. "Eung..." Kaila menggeleng dan mengeluarkan suara khas bangun tidur. "Ini udah jam berapa?" tanyanya. "Jam tujuh, tidur lagi aja kalo masih ngantuk. Yang lainnya juga masih tidur kok," sahutnya. Kaila menoleh ke samping kirinya dan melihat Popi yang masih tertidur pulas di sana. Wajar saja mereka belum bangun, semalam mereka baru tiba jam dua malam, tentu saja mereka semua kelelahan."Gue laper," ujar Kaila. "Ada makanan gak?" "Ada pop mie doang, mau?" Kaila mengangguk dan Tania memberikan satu cup pop mie padanya. Ia juga membawa beberapa cup pop mie untuk diletakkan di dapur. Mereka memesan satu buah villa yang berisi tiga kamar, masing-masing ada dua ranjang di tiap kamarnya, tapi karena mereka ganjil dan pasti ada satu kamar yang berpasangan dengan lawan jenis. Popi mengusulkan agar memindahkan satu kasur ke kamar perempuan, jadinya di k
Mereka berenam sampai di Taman Safari. "Wahh, banyak ya hewannya," ujar Popi melihat sekeliling. Kaila juga ikut melihat dan dia menatap ke arah kanguru yang sedang berjalan mendekati anaknya dan memasukkannya ke dalam kantung yang ada di perutnya. Tanpa sadar Kaila tersenyum. Dia menyukai pemandangan ini. Selalu ada banyak hewan di Taman Safari dan dia tidak akan pernah puas melihatnya. Waktu kecil, Mama dan Papanya sering mengajak dirinya dan Kakaknya ke sini. Makanya sekarang ada perasaan sedih dan juga senang yang bercampur di dalam dirinya. Sepanjang mata memandang, ia melihat kenangan keluarganya. "Hei, mau ke sana gak?" tanya Angkasa dan menunjuk Harimau Putih yang sedang dikerumuni oleh banyak orang. Kaila mengangguk dan mereka berenam berjalan ke arah sana dengan Angkasa dan Kaila yang memimpin. "Wih keren bener ya warna putih," celetuk Bumi ketika mereka sudah sampai di depan kandangnya. "Berani beda bro," sahut Altar dan mendapat kekehan dari Bumi. "Beda itu baik,
Kaila mencoba menjaga jarak dengan Angkasa.Awalnya Angkasa ingin duduk di dekat Kaila, tapi gadis itu mendadak mengajak Popi untuk tukar tempat. Jadinya Angkasa dan Popi di belakang, sedangkan Kaila dan Bumi di depan. Bumi yang menyetir kali ini. "Lho, kok pindah, Kai?" tanya Bumi ketika dia masuk ke mobil dan melihat Kaila duduk di sampingnya padahal sebelumnya Popi yang duduk di sana. "Pengen di depan," sahut Kaila asal. Sementara di belakang, Angkasa menatap Kaila dengan heran. Dia tidak mengerti dengan kepergian gadis itu yang tiba-tiba, padahal sebelumnya baik-baik saja. Mereka bahkan bergandengan tangan di dalam sana, tapi setelah dihampiri oleh teman-temannya tadi, tingkah Kaila sedikit berbeda. Gadis itu sangat terlihat menghindari dirinya, bahkan Popi juga merasakan hal yang sama."Lo ngelakuin kesalahan ya, Kak?" bisik Popi mendekat, supaya pertanyaannya tidak didengar oleh Kaila, tapi masih bisa didengar oleh Altar dan Tania yang berada di tengah. Angkasa menoleh, ti
Acara bakar-bakaran dimulai. Bumi dan Angkasa bertugas membolak-balikkan daging, sementara Popi berfokus pada jagung bakarnya. Tania dan Kaila di sisi kanan yang sesekali mengipasi api, dan Altar bagian hiburan. Altar memetik gitar yang ia bawa. Angkasa sudah marah karena Altar membawa gitar padahal mobil mereka sempit karena koper dan tas, tapi Altar memaksa. Angkasa tahu kalau sahabatnya itu sedang ingin unjuk kebolehan pada gebetannya, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Popi. Lagu Kangen milik Dewa 19 menjadi lagu pembuka dari Altar. Harus diakui, suara pemuda itu memang bagus dan petikan gitarnya juga sangat halus. Popi tersenyum malu melihatnya dan Kaila serta Tania hanha terkekeh. Jatuh cinta memang seperti itu. Bumi berangkat dari duduknya dan mengambil kuas di dapur untuk mengoleskan bumbu-bumbu ke daging yang sedang dibakar. Kaila juga ikutan berdiri, tapi tidak mengikuti Bumi melainkan duduk di dekat Angkasa. Ia mengambil tempat Bumi."Balik tuh, tar gosong," sur
"Mama tau gak kalo mereka berdua tinggal dalam satu apartemen yang sama?" Mama Angkasa mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan yang baru saja diajukan oleh Henni. "Siapa?" tanya Mamanya Angkasa. "Siapa yang tinggal dalam satu apartemen yang sama?" ulangnya lagi. "Angkasa sama Kaila, Ma," jawab Henni melirik dua orang yang ada di samping Mama. "Mereka memang tinggal dalam satu gedung apartemen, memangnya kenapa?" Henni menghela napas terlihat sangat kesal. "Bukan gitu Ma maksudnya," balasnya. "Mereka tinggl di unit yang sama. Satu ruangan." Penjelasan dari Henni tadi berhasil membuat Mamanya Angkasa melirik dua orang yang ada di sampingnya, ia bisa melihat kalau Angkasa dan juga Kaila terlihat sangat gugup dengan ucapan Henni barusan. Menunjukkan kalau yang Henni katakan memang benar. Mereka tinggal dalam satu apartemen yang sama. "Oh, itu saja?" tanya Mamanya Angkasa yang membuat ketiga orang itu mengangkat alisnya. "Kalo itu aja, yaudah, silakan pergi."Bukan hanya Henni yan
Angkasa berjalan menghampiri Kaila yang duduk sendirian di ujung sana."Hei, kenapa sendirian?" tanyanya menyentuh pundak Kaila.Kaila tampak terkejut. Ia menggeleng dengan cepat. "Gak papa kok, pengen sendirian aja," balasnya sekenanya.Angkasa mengangguk dan duduk di samping Kaila. "Masih gugup?" tanyanya.Kaila mengangguk. "Banget, malah makin gugup," sahutnya. "Aku gak kebiasa banget dikelilingi orang banyak kayak gini, mana baik-baik semua lagi."Angkasa bingung harus merasa senang atau menyesal.Ia senang karena keluarganya menyambut Kaila dengan hangat dan baik, tapi ia juga sedikit menyesal karena secara tidak langsung dia memaksa Kaila keluar dari zona nyamannya.Ia tahu Kaila harus mulai belajar perlahan-lahan, tapi ia masih merasa tidak enak."Maaf ya," ujar Angkasa kemudian. Ia memutuskan untuk meminta maaf.Kaila mengerutkan dahinya tidak mengerti. "Kenapa malah minta maaf?" tanya Kaila bingung."Kamu pasti terpaksa ke sini ya," ujarnya. "Aku maksa kamu banget buat ikut k
Sedari tadi jantung Kaila berdetak dengan sangat cepat, terlebih lagi ketika dia sudah melihat tempat yang mereka tuju.Gedungnya berada tepat di depan, dan Kaila merasakan jantungnya semakin menggila. Rasanya ia ingin pergi saat ini juga. Dia masih belum bisa menghadapi orang-orang, terlebih lagi itu adalah keluarganya Angkasa. Seakan mengerti dengan apa yang dikhawatirkan oleh Kaila, Angkasa menggenggam tangan pacarnya dan mengelusnya pelan. "It's okay, ada aku, Kai," ujarnya menenangkan Kaila. Angkasa tahu kalau Kaila pasti sangat tegang dan gugup saat ini. Ia bisa melihatnya dengan sangat jelas. "Keluarga aku pada baik kok, kamu gak usah khawatir."Kaila masih tidak bisa tenang meskipun sudah mendengar kalimat dari Angkasa. Kaila berpikir, kalau keluarganya tahu mereka berpacaran, artinya mereka tidak lagi backstreet dong? Atau backstreetnya sama anak-anak kampus saja?Ah, Kaila pusing. Dia ingin pergi.Ia ingin lari saat ini juga. "Ayo," ajak Angkasa. Telat. Kaila tidak a
"Lho, kok udah pulang?" tanya Kaila ketika masuk ke dalam apartemennya dan mendapati Angkasa yang sedang duduk di sofa sembari menonton Upin & Ipin. "Iya nih, agak cepet, soalnya besok juga bakalan ke sana lagi," balasnya dan menyuruh Kaila untuk duduk di sampingnya. "Lah, kalo mau ke sana lagi ngapain pulang deh?" tanya Kaila bingung seraya mendudukkan dirinya di sofa samping Angkasa. Angkasa tidak menjawab beberapa saat. Dia mengambil tangan Kaila dan menggenggamnya, membuat Kaila mendadak bingung dengan tindakan pacarnya barusan. Pasalnya dia memegang tangan Kaila dan menarik napas panjang. "Apa?" tanya Kaila. "Kamu mau ngomong apa?" tanyanya lembut. Kaila bisa merasakan kalau Angkasa sedang ingin mengatakan sesuatu tapi terlihat ragu. "Besok kan sepupu aku nikah," ujarnya. Kaila mengangguk. "Iya, terus?" "Kamu mau ikut gak?" tanyanya. "Kondangan bareng aku, Mama juga mau ketemu kamu." Angkasa tidak bohong mengenai Mamanya yang ingin bertemu dengan Kaila. Tadi Angkasa bert
"Aromanya enak banget nih brownies." Angkasa menghampiri Kaila yang berdiri di depan oven, menunggu browniesnya matang. "Iya kan, enak kan baunya," sahut Kaila penuh semangat karena ia sedari tadi memang sudah pengen makan tapi belum matang. "Tapi gak usah diliatin terus-terusan gini dong, nanti jadinya makin lama," ujar Angkasa. "Mending nonton aja deh selagi nunggu." Angkasa menarik Kaila menjauh dari sana, dan dengan berat hati Kaila menurut meskipun pandangannya masih pada ovennya yang sedang menyala dan tersisa lima belas menit lagi sebelum matang merata. "Nonton apa emang?" tanyanya setelah duduk di sofa. "Eh, tapi gimana kalo kita nonton drakor aja?" usul Kaila. "Drakor apaan?" tanya Angkasa menoleh. Remot di tangannya sudah siap untuk mencari drama yang akan Kaila sebut. "King Two Hearts, mau gak? Aku pengen rewatch," ujar Kaila. "Semalem tiba-tiba keinget sama drakor lama itu. Jadi kangen." Sepanjang Kaila berbicara, sepanjang itulah Angkasa tersenyum. Ia benar-benar
Angkasa kembali ke apartemennya di jam sepuluh malam dan belum mendapati Kaila di sana. Ia mengeluarkan ponselnya dan memutuskan untuk menelepon Kaila, mungkin saja gadis itu ingin ia menjemputnya, tapi baru saja ia hendak menelepon Kaila, suara langkah kaki Kaila terdengar. Angkasa memilih untuk bersembunyi dan berniat untuk mengejutkan Kaila. Dia bersembunyi di dekat pintu toilet luar dan melihat Kaila yang sedang melepas sepatunya. "Lho, belum pulang ya?" ujarnya pada diri sendiri ketika melihat apartemen mereka masih gelap, tanpa tahu kalau Angkasa sedang bersembunyi dan siap untuk mengagetkannya. Angkasa berjalan perlahan, mendekat pada Kaila yang sedang membelakanginya. Dengan kecepatan yang tidak begitu cepat, Angkasa memeluk Kaila dari belakang. Kaila menjerit kaget dan tangannya memukul sembarangan, tepat ke kepala Angkasa dan membuat pemuda itu mundur kesakitan. "Kai, ini gue," ujarnya dengan tangan yang memegang kepalanya yang baru saja kena pukul oleh pacarnya sendir
Angkasa kembali ke apartemennya setelah berurusan dengan Altar dan Popi yang mengajukan banyak pertanyaan. Ia melihat Kaila yang sedang memainkan ponsel di kamarnya. Matanya masih sayu karena mengantuk tapi dia berusaha untuk membuka matanya, dan sesekali ponsel itu hampir terjatuh mengenai wajahnya. "Tidur lagi aja kalo masih ngantuk," ujar Angkasa memasuki kamar Kaila. Kaila tertawa kecil. "Lo dari mana?" tanyanya. "Beli bubur ayam nih," sahutnya dan menunjuk dua wadah bubur ayam yang ada di atas meja. "Sana cuci muka, abis itu kita makan."Kaila mengangguk dan mengangkat tangannya, meminta bantuan pada Angkasa untuk menariknya berdiri. Angkasa terkekeh dan menarik tangan Kaila hingga gadis itu langsung berdiri di depannya. Kaila mencium pipi Angkasa singkat dan pergi ke toilet setelahnya. Senyum mengembang di wajah Angkasa. "Dasar."Dia kembali ke dapur dan membuka bubur ayam untuk mereka berdua. Tidak lama kemudian, Kaila keluar dari toilet dan menghampiri Angkasa."Lo abis
"Lho, Kak Kai juga tinggal di sekitaran sini sih." Angkasa mulai merasa gugup karena percakapan dua orang di depannya saat ini, terlebih lagi ketika Popi menanyakan apartemen Angkasa di mana. "Apartemen Kak Asa yang mana emang?" tanyanya. Angkasa tidak menjawab, tapi Altar menjawab mewakili dirinya. Ah, ia menjadi menyesal keluar dari apartemennya. "Itu," jawab Altar dan menunjuk gedung apartemen yang disewa oleh Angkasa. Popi membulatkan matanya. "Kak Kai juga nyewa apart di gedung itu lho," balas Popi yang tidak percaya kalau keduanya berada di gedung yang sama. "Ah, pantes kalian berdua deket ya, ternyata satu gedung apartemen," ujar Altar mengangguk dan menyenggol tubuh Angkasa. Angkasa terkekeh pelan. "Tapi jarang ketemu sih kami, itu juga gue baru tahu dua bulan yang lalu kalo ternyata dia tinggal di sini." "Oh, padahal Kak Kai udah cukup lama di sini katanya, sekitar hampir enam bulan sih kayaknya, apa lima bulan ya, lupa gue," balas Popi menatap gedung apartemen
Kaila baru saja duduk dan hendak beristirahat ketika mendengar Popi yang memanggilnya. "Kak," panggilnya. "Kak Kai." "Ya?" sahut Kaila sedikit berteriak karena ia masih berada di belakang sedangkan Popi ada di depan sana. "Sini dong, mumpung kafe sepi nih," suruhnya. "Ada Kak Asa sama Kak Altar juga ini," lanjutnya dengan suara yang sedikit nyaring. "Ah iya," balas Kaila dan berdiri dari duduknya. Dia melepas sarung tangannya yang masih terpasang di tangan dan berjalan ke depan dengan mulut yang menguap. "Ngantuk Bu?" tanya Yansa terkekeh. Kaila mengangguk. "Iya, ngantuk banget dah," jawabnya dan duduk di dekat Yansa padahal Angkasa ada di meja yang berada tidak jauh darinya. "Kok duduk sini?" tanya Yansa. "Duduk sana deket Angkasa, Altar dan Popi," suruhnya. "Kok gak boleh gue duduk di sini sih?" tanya Kaila. "Ya ampun," balas Yansa. "Ya udah duduk sini aja, temenin gue." Belum juga satu menit Yansa ngomong begitu, tapi Popi sudah menyeret Kaila untuk duduk di samping Angka