Beranda / Horor / Belenggu Rumah Darah / Bab 61 - Keheningan Setelah Badai

Share

Bab 61 - Keheningan Setelah Badai

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-27 16:50:48

Sinar matahari memancar lembut melalui jendela apartemen kecil mereka di kota. Arga duduk di ruang tamu, memandang ke luar jendela dengan pandangan kosong. Di luar, deretan kendaraan berlalu-lalang, orang-orang sibuk menjalani kehidupan mereka tanpa menyadari apa yang baru saja dialami Arga dan Mira. Seolah-olah dunia terus berputar dengan damai, sementara mereka baru saja keluar dari kegelapan yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.

Di sampingnya, Mira duduk di sofa, menggenggam secangkir kopi yang sudah dingin. Wajahnya terlihat tenang, tapi Arga tahu di balik ketenangan itu ada sesuatu yang belum benar-benar hilang. Perjalanan mereka ke rumah tua di Desa Sinarjati telah mengubah segalanya. Setelah berhasil memutus kutukan yang membelenggu rumah itu, mereka berharap bisa kembali ke kehidupan normal. Namun, keheningan ini... terasa ganjil, bahkan menyeramkan.

"Bagaimana tidurmu tadi malam?" tanya Mira tanpa menoleh, memecah keheningan yang membungkus ruangan.

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 62 - Bekas Luka yang Tak Hilang

    Pagi di kota itu berjalan seperti biasa, suara klakson mobil, langkah kaki tergesa-gesa, dan hiruk-pikuk jalanan yang tidak pernah tidur. Namun, bagi Arga, semuanya terasa berbeda. Sejak malam mimpi buruk yang membuatnya terbangun dengan teriakan, tubuhnya perlahan-lahan mulai terasa lebih lemah. Setiap gerakan terasa berat, seolah ada sesuatu yang menggerogoti tenaganya, memaksa tubuhnya ke titik kelelahan yang tak dapat dijelaskan.Dia berdiri di depan cermin kamar mandi, menatap bayangannya sendiri dengan pandangan kosong. Kantung mata yang gelap terlihat jelas di bawah matanya, kulitnya tampak lebih pucat dari biasanya. Tidak ada bekas luka fisik, tetapi Arga merasa seakan-akan tubuhnya sedang hancur dari dalam. Setiap pagi menjadi perjuangan, dan setiap malam… dia merasakan kehadiran itu.Dia menyalakan keran dan membasuh wajahnya dengan air dingin, berharap itu bisa mengusir kelelahan yang menjalar di tubuhnya. Namun, rasa dingin itu hanya menambah kesadar

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-27
  • Belenggu Rumah Darah   Bab 63 - Kembalinya Bisikan

    Malam itu terasa lebih gelap dari biasanya. Langit di luar jendela apartemen Arga dan Mira tertutup awan tebal, dan angin malam berembus dengan suara lembut, namun menimbulkan perasaan tidak nyaman. Di dalam kamar, suasana terasa lebih tenang, tapi bukan dalam arti yang menenangkan. Keheningan yang melingkupi ruangan terasa seperti menunggu sesuatu untuk meledak, sesuatu yang hanya bisa dirasakan tapi tak terlihat.Arga terbaring di tempat tidur, matanya terpejam namun pikirannya berkelana. Tubuhnya lelah, namun pikirannya tetap terjaga, mengusik dirinya dari dalam. Setiap kali ia hampir tertidur, ada bisikan yang perlahan muncul di kepalanya—bisikan samar, tapi semakin jelas dengan setiap detik yang berlalu.“Arga…,” suara itu terdengar lembut, melengking tipis seperti suara angin yang menembus celah-celah jendela tua. “Kau harus kembali…”Arga menggeliat, berusaha mengabaikan suara itu, meyakinkan dirinya bahwa ini h

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28
  • Belenggu Rumah Darah   Bab 64 - Teror di Tempat Baru

    Suasana apartemen yang semula menjadi tempat perlindungan bagi Arga dan Mira kini berubah. Rasa damai yang pernah mereka rasakan di tengah hiruk-pikuk kota mulai memudar, digantikan oleh kecemasan yang semakin hari semakin nyata. Keheningan yang biasanya menenangkan terasa berbeda—seolah ada sesuatu yang mengintai, menunggu dalam kegelapan.Malam itu, apartemen terasa lebih dingin dari biasanya, meskipun tidak ada angin yang masuk melalui jendela. Arga duduk di ruang tamu, matanya terfokus pada cangkir teh yang ada di depannya, meskipun pikirannya melayang jauh, dibalut oleh bisikan-bisikan yang terus menggema di kepalanya.Mira berdiri di dapur, mencuci piring-piring yang tertinggal sejak makan malam, sesekali melirik ke arah Arga. Kegelapan yang mengintai di bawah mata Arga semakin jelas, dan setiap hari, tubuhnya semakin tampak lemah. Mira tahu sesuatu sedang terjadi pada Arga, tetapi semakin mereka mencoba melarikan diri dari teror rumah tua itu, semakin kuat

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28
  • Belenggu Rumah Darah   Bab 65 - Penglihatan di Malam Hari

    Malam di kota itu terasa berbeda bagi Mira. Meskipun apartemen mereka masih terletak di pusat keramaian, kebisingan kendaraan, tawa para pejalan kaki, dan deru kehidupan kota tampak teredam oleh sesuatu yang lebih kelam—sesuatu yang tak terlihat namun terasa begitu nyata. Kegelapan malam bukan lagi hanya sekadar ketiadaan cahaya, melainkan sebuah tempat di mana rahasia dan teror bersembunyi, siap menyergap kapan saja.Mira duduk di sisi tempat tidur, jantungnya berdetak cepat. Arga sudah tertidur, tetapi dia tahu betul bahwa tidur tidak akan membawa ketenangan malam ini. Setiap kali matanya tertutup, dunia lain mengambil alih pikirannya—rumah tua itu, lorong-lorongnya yang dingin dan lembap, dan pintu ruang bawah tanah yang selalu terbuka, mengundangnya masuk.Sejak malam di mana cermin di apartemen mereka pecah, penglihatan ini semakin sering terjadi. Setiap kali dia memejamkan mata, rumah tua itu muncul, meskipun Mira tahu dia jauh dari desa Sinarjati. Te

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Belenggu Rumah Darah   Bab 66 - Panggilan Darurat dari Desa

    Pagi itu, suasana apartemen Arga dan Mira dipenuhi ketegangan yang tak terlihat. Sejak malam-malam penuh teror mulai menghantui mereka, keheningan di sekitar terasa lebih mencekam. Arga, yang biasanya bangun lebih pagi, kini terbangun dengan mata lelah dan tubuh yang terasa semakin rapuh. Sementara Mira, meskipun telah berusaha keras menjaga ketenangan, tidak bisa menepis kegelisahan yang semakin mendalam setelah penglihatan-penglihatan mencekam yang menghantuinya setiap malam.Di tengah kesibukan pagi, dering telepon yang tiba-tiba memecah keheningan ruangan itu membuat keduanya tersentak. Arga melirik layar telepon yang menunjukkan nomor tak dikenal. Ada keraguan di matanya sebelum dia mengangkatnya."Halo?" Suara Arga terdengar serak, masih belum sepenuhnya bangun.Di ujung telepon, terdengar suara berat yang langsung dikenali Arga—Pak Kusuma. Suaranya terdengar lebih tegang dari biasanya, seolah-olah ada sesuatu yang berat yang ingin dia sampaikan.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Belenggu Rumah Darah   Bab 67 - Jejak yang Kembali

    Mobil yang dikendarai Arga dan Mira berhenti di depan gerbang kayu Desa Sinarjati yang tampak sunyi. Hutan lebat di sekitar desa berdesir pelan, seolah menyembunyikan rahasia kelam di balik bayang-bayangnya. Udara dingin menyusup melalui celah jendela, membawa serta aroma lembab dan tanah basah yang terasa asing dan mengancam. Perasaan aneh menggantung di udara, seolah-olah desa itu menunggu kedatangan mereka dengan keheningan yang menakutkan.Mira duduk diam di samping Arga, matanya menatap ke depan, menuju jalan setapak yang mengarah ke rumah tua yang menjadi pusat dari segala teror yang mereka alami. Mereka telah kembali ke tempat di mana mimpi buruk mereka dimulai, dan meskipun keduanya tidak mengatakannya, ketakutan itu jelas terlihat di wajah mereka."Apa kau siap?" tanya Arga, suaranya pelan tapi penuh dengan ketegangan yang dia coba sembunyikan.Mira mengangguk, meskipun jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. "Tidak ada pilihan lain," balasnya. "

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Belenggu Rumah Darah   Bab 68 - Kehilangan Laras

    Pagi di Desa Sinarjati tampak suram, meskipun sinar matahari berusaha menembus kabut tipis yang melayang di atas pepohonan. Suasana di desa terasa semakin aneh sejak kedatangan Arga dan Mira kembali ke rumah tua itu. Penduduk desa, yang biasanya menjalani kehidupan sederhana, kini dihantui oleh kecemasan dan ketakutan yang tak terucapkan.Desas-desus mulai menyebar dengan cepat, berbisik dari mulut ke mulut tentang kejadian-kejadian aneh yang kembali mengusik desa. Dan hari itu, berita paling mengejutkan datang: Laras menghilang.Laras, gadis pendiam yang selama ini tinggal di desa dan dikenal memiliki hubungan misterius dengan rumah tua itu, tidak terlihat lagi sejak pagi. Pencarian dilakukan oleh beberapa warga desa, tetapi jejaknya seolah lenyap begitu saja. Tidak ada tanda-tanda perlawanan, tidak ada barang-barang yang tertinggal. Laras seakan ditelan bumi.Pak Kusuma, yang selama ini menjadi penasehat bagi penduduk desa, memandang kejadian ini dengan tatapa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Belenggu Rumah Darah   Bab 69 - Bayangan di Tengah Hari

    Sinar matahari yang biasanya terasa hangat di desa Sinarjati hari itu tampak suram, seolah-olah tertahan oleh sesuatu yang tak terlihat. Meski langit cerah, ada aura aneh yang menggantung di udara, seperti jaring halus yang membentang di antara realitas dan mimpi buruk. Batas antara siang dan malam, yang seharusnya jelas, kini terasa kabur.Arga berdiri di luar rumah Pak Kusuma, memandang langit dengan alis berkerut. Siang hari biasanya menjadi waktu istirahat dari teror yang menghantui mereka di malam hari, namun akhir-akhir ini, Arga merasa sesuatu berubah. Matahari mungkin bersinar di langit, tapi di dalam dirinya, ada kegelapan yang terus merayap—bayangan yang mengikuti kemanapun ia pergi, meskipun hari masih terang benderang.Pikirannya berkelana kembali ke kejadian malam sebelumnya. Laras, yang mereka temukan di ruang bawah tanah rumah tua itu, kini berada dalam kondisi yang tak bisa dijelaskan. Tubuhnya hidup, tapi jiwanya tampak telah direnggut oleh sesua

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31

Bab terbaru

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 120 - Desa yang Kembali Hidup

    Desa Sinarjati, yang dulu begitu sunyi dan dipenuhi ketakutan, kini mulai berangsur kembali hidup setelah rumah tua terkutuk itu hancur. Penduduk yang selama bertahun-tahun hidup di bawah bayang-bayang kegelapan, akhirnya bisa merasakan kelegaan yang telah lama mereka rindukan. Matahari yang bersinar di atas ladang dan pepohonan tampak lebih hangat, lebih terang, seolah-olah alam itu sendiri sedang merayakan berakhirnya kutukan yang selama ini membelenggu desa.Di pasar kecil desa, para pedagang kembali dengan senyum di wajah mereka, menawarkan dagangan dengan lebih ceria daripada sebelumnya. Anak-anak mulai berlarian di jalan-jalan yang dulu sunyi, tidak lagi takut untuk mendekati area yang dulu dikenal sebagai tanah terkutuk. Suasana penuh harapan tampak mengisi setiap sudut desa, membawa angin segar yang sebelumnya tertahan oleh kegelapan.Namun, kelegaan itu tidak berlangsung lama.Desas-desus mulai menyebar di antara penduduk. Seiring berjalannya hari, bebe

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 119 - Kehadiran Tak Terlihat

    Malam di kota seharusnya membawa keheningan yang menenangkan, namun bagi Mira, setiap malam justru terasa semakin menakutkan. Keheningan yang menyelimuti apartemennya kini bukan lagi tanda kedamaian, melainkan awal dari sesuatu yang mengerikan. Malam demi malam, kehadiran yang tak terlihat semakin kuat, membayangi setiap gerakan dan napasnya. Suara-suara yang awalnya samar kini semakin jelas, seperti sesuatu yang tak kasat mata berusaha mendekatinya.Mira berdiri di jendela apartemennya, memandangi jalanan kota yang sepi. Tirai di sebelahnya berkibar pelan, meskipun tidak ada angin yang masuk dari jendela tertutup. Dia menelan ludah, mencoba mengabaikan perasaan cemas yang semakin menekan dadanya. Tapi dia tahu, di dalam hatinya, bahwa apa yang dia rasakan bukanlah imajinasi semata. Sesuatu telah berubah, dan kehadiran itu semakin nyata, semakin sulit untuk diabaikan.Langkah-langkah kecil terdengar samar dari koridor apartemen, seperti seseorang sedang berjalan pelan,

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 118 - Penglihatan yang Mengganggu

    Pagi itu, matahari terbit seperti biasa di luar jendela apartemen Mira, memancarkan sinar hangat yang lembut ke dalam ruang tamunya yang tenang. Hari yang cerah seharusnya membawa perasaan damai, namun bagi Mira, keheningan ini terasa tidak wajar—terlalu sunyi, terlalu kosong. Dia telah mencoba menenangkan pikirannya sejak mimpi buruk yang semakin sering menghantuinya, namun rasa cemas itu tetap melekat, merayap di sudut pikirannya.Dengan setengah sadar, Mira berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya yang masih lelah akibat malam tanpa tidur. Saat dia membuka keran, air dingin mengalir, memercikkan kesegaran yang sejenak menghilangkan rasa kantuk. Namun, ketika dia mengangkat wajah untuk menatap cermin, sesuatu yang aneh terjadi—sesuatu yang membuat tubuhnya membeku seketika.Di balik bayangannya sendiri di cermin, Mira melihat sekilas sosok lain, seseorang yang begitu dikenalnya. Arga. Dia berdiri di belakangnya, tersenyum samar, seperti bayanga

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 117 - Langkah yang Tertinggal

    Mira duduk di depan meja kerjanya, menatap layar komputer yang dipenuhi dengan laporan-laporan jurnalistik yang harus dia selesaikan. Di sekitar kantor, suara ketikan cepat dan obrolan singkat antar rekan kerjanya menggema, menciptakan suasana sibuk yang biasa di tempat itu. Namun, bagi Mira, hiruk-pikuk itu tidak bisa menutupi kegelisahan yang terus menghantui pikirannya. Setiap detik terasa berat, dan di balik setiap kasus aneh yang dia tangani, ada bayangan yang selalu mengintip dari masa lalu—dari rumah tua di Desa Sinarjati.Sudah beberapa minggu sejak Mira kembali ke kota, mencoba menjalani hidupnya seperti biasa. Dia kembali bekerja sebagai jurnalis, meliput berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar kota. Namun, meskipun tangannya sibuk mengetik, pikirannya terus melayang kembali ke desa, ke kegelapan yang pernah menyelimutinya, ke rumah tua yang kini hanya tinggal reruntuhan. Setiap kasus misterius yang dia tangani seolah mengingatkan pada sesuatu yang lebih be

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 116 - Cahaya di Tengah Kegelapan

    Malam di kota besar tampak tenang, namun dalam keheningan itu, Mira tidak bisa merasa benar-benar damai. Sejak kembali dari Desa Sinarjati, rasa lega yang semula ia rasakan mulai memudar, digantikan oleh kecemasan yang kian hari kian membesar. Meskipun dia tahu rumah tua itu telah hancur, meskipun kutukan itu telah dipatahkan, ada sesuatu yang terus menghantuinya—bayangan kegelapan yang seolah-olah tidak mau pergi.Setiap malam, Mira terbangun dengan jantung berdetak kencang, peluh dingin membasahi tubuhnya, dan mimpi buruk yang selalu sama menghantuinya. Dalam mimpi itu, dia berdiri di depan rumah tua yang tak lagi ada. Kegelapan pekat menyelimuti sekeliling, dan meskipun rumah itu telah runtuh, ia merasakan kehadiran sesuatu yang lebih kuat, lebih jahat. Bayangan hitam tanpa wajah terus mendekatinya, menyeretnya ke dalam kegelapan, dan setiap kali dia mencoba melarikan diri, kakinya terbenam di tanah yang basah dan berat, seperti lumpur yang menahannya.Mira te

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 115 - Mira yang Terbebaskan

    Matahari baru saja terbit ketika Mira menginjakkan kaki di stasiun kereta kota. Udara pagi di kota besar terasa berbeda—segar, penuh kehidupan, dan jauh dari suasana mencekam yang selama ini menyelimuti Desa Sinarjati. Suara deru kendaraan dan aktivitas pagi hari mulai menggema, menciptakan simfoni perkotaan yang dinamis. Bagi sebagian besar orang, itu hanyalah pagi yang biasa, namun bagi Mira, hari ini menandai awal yang baru, sebuah kebebasan yang baru dia rasakan.Dia menarik napas dalam-dalam, membiarkan udara segar masuk ke paru-parunya, merasa beban berat di pundaknya yang selama ini menghantuinya mulai terasa lebih ringan. Ketika dia meninggalkan desa, dia tahu bahwa dia tidak meninggalkan masa lalu sepenuhnya—jejak kutukan yang pernah merantai hidupnya tidak akan sepenuhnya hilang. Namun, kini dia menyadari bahwa kutukan itu bukan lagi sesuatu yang membebani atau mengurungnya. Itu hanyalah bagian dari sejarah dirinya, dan dia telah belajar menerima itu.Mira be

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 114 - Hari yang Tenang

    Pagi di Desa Sinarjati akhirnya terasa lebih tenang dari biasanya. Matahari memancarkan sinar lembutnya, menyinari desa yang selama ini dikelilingi oleh kegelapan dan ketakutan. Burung-burung berkicau di atas pepohonan, dan angin lembut membawa aroma tanah basah yang baru saja disiram embun pagi. Bagi kebanyakan orang, pagi ini terasa berbeda—seolah-olah ada beban besar yang terangkat, meskipun masih ada rasa cemas yang menyelip di antara kehidupan sehari-hari.Penduduk desa perlahan-lahan kembali ke rutinitas mereka. Pasar kecil yang dulunya sepi karena ketakutan mulai ramai lagi dengan aktivitas. Orang-orang berbincang pelan sambil melakukan pekerjaan mereka, dan anak-anak berlarian di jalan-jalan desa, meskipun kali ini mereka berhati-hati untuk tidak terlalu mendekati area bekas rumah tua yang kini telah hilang dari pandangan.Mira, yang tinggal di desa untuk sementara waktu, berjalan di antara penduduk dengan tatapan kosong namun penuh pengamatan. Meskipun r

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 113 - Penghancuran Rumah

    Pagi di Desa Sinarjati membawa udara yang berbeda. Setelah pengorbanan Laras, suasana yang selama ini terasa berat dan penuh ketegangan kini perlahan memudar, digantikan oleh rasa hening yang mendalam. Namun, di tengah ketenangan itu, ada sesuatu yang terjadi di tengah reruntuhan rumah tua—sesuatu yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang telah terlibat dalam kutukan yang selama ini menjerat desa.Mira berdiri diam di pinggir reruntuhan, hatinya masih dipenuhi oleh keharuan dan kesedihan setelah melihat Laras mengorbankan dirinya demi kedamaian. Pengorbanan itu, yang dilakukan dengan kesadaran penuh, membawa perasaan lega yang begitu besar. Namun, saat itu juga, Mira merasakan getaran aneh di tanah di bawah kakinya. Tanah yang selama ini terasa diam dan menyimpan energi kegelapan, kini mulai bergerak, seolah-olah sedang bersiap untuk melepaskan sesuatu.Suara gemeretak kayu yang patah terdengar di kejauhan, mengalir dari arah sisa-sisa rumah tua yang tampak lebih

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 112 - Kekuatan Pengorbanan

    Udara pagi di Desa Sinarjati terasa berat, diselimuti ketenangan yang aneh setelah malam yang penuh teror. Sinar matahari yang biasanya membawa harapan, tampak terhalang oleh sisa-sisa energi gelap yang masih mengendap di udara, seolah-olah desa itu belum benar-benar terbebas dari cengkeraman kutukan yang telah menghancurkan banyak hidup. Di tengah keheningan itu, Laras berdiri di reruntuhan rumah tua, tatapannya tegas namun penuh dengan kesedihan yang dalam. Dia tahu bahwa saat ini adalah titik akhir—satu-satunya cara untuk mengakhiri kutukan ini selamanya.Mira, yang baru saja mengucapkan selamat tinggal kepada Arga, berdiri di samping Laras. Dia merasa lelah, bukan hanya secara fisik tetapi juga emosional. Namun, di tengah semua kelelahan itu, ada tekad yang tidak bisa disangkal. Mereka berdua tahu bahwa masih ada satu hal yang harus dilakukan. Kutukan ini tidak akan berhenti hanya dengan menutup portal atau menghancurkan rumah tua. Kegelapan ini membutuhkan sesuatu

DMCA.com Protection Status