Beranda / Horor / Belenggu Rumah Darah / Bab 101 - Kebenaran yang Mengerikan

Share

Bab 101 - Kebenaran yang Mengerikan

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-16 16:37:29

Cahaya lilin yang redup memantul di dinding-dinding rumah tua itu, menimbulkan bayangan yang tampak hidup dan bergerak seiring dengan langkah Mira yang semakin dalam memasuki kegelapan. Hawa dingin semakin menyelimuti tubuhnya, dan bisikan-bisikan yang mengisi udara semakin jelas, seolah-olah roh-roh yang terperangkap di dalam rumah itu kini menuntut perhatian. Meski ketakutan terus mengendap di dalam hatinya, Mira tahu bahwa dia semakin dekat dengan kebenaran—kebenaran yang selama ini disembunyikan di balik dinding-dinding rumah terkutuk ini.

Setelah menyalakan lilin di tengah simbol bercahaya di lantai, Mira merasa ada sesuatu yang bergeser di bawahnya, seperti lantai kayu yang menyembunyikan rahasia gelap. Getaran aneh terasa merambat melalui kakinya, mengalir ke seluruh tubuhnya seperti peringatan bahwa dia telah melangkah terlalu jauh. Namun, justru inilah yang membuat Mira yakin bahwa jawabannya ada di sini—di pusat rumah ini.

Matanya tertarik ke arah

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 102 - Malam di Bawah Teror

    Langkah-langkah Mira semakin berat saat dia melangkah lebih jauh ke dalam rumah yang sekarang benar-benar terasa hidup. Suara lantai kayu yang berderit di bawah kakinya hampir tenggelam dalam bisikan-bisikan yang memenuhi udara di sekelilingnya. Rumah ini, yang dulu hanya terasa menyeramkan, kini terasa penuh dengan kegelapan yang nyata, kekuatan yang lebih besar daripada yang pernah dia bayangkan.Di setiap sudut, ada perasaan bahwa sesuatu sedang mengawasinya. Suara samar dari dunia lain, seolah-olah roh-roh itu sedang menunggu saat yang tepat untuk menyerang. Jurnal yang baru saja dia temukan di lantai bawah memberikan gambaran mengerikan tentang rumah ini, dan Mira tahu bahwa dia tidak bisa membiarkan teror ini menyebar ke luar. Namun, semakin lama dia berada di dalam rumah, semakin dia merasakan kekuatan itu semakin kuat, semakin mendekat.Tiba-tiba, suara tangisan kecil terdengar di sekelilingnya, melayang di udara seperti suara angin lembut yang membawa jeritan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Belenggu Rumah Darah   Bab 103 - Cahaya Terakhir

    Malam semakin dalam, dan hawa dingin di Desa Sinarjati terasa semakin pekat. Kegelapan yang menyelimuti rumah tua itu hampir terasa hidup, bergerak seperti makhluk yang siap menelan siapa pun yang berani mendekat. Mira berdiri di tengah ruang bawah tanah, tubuhnya gemetar bukan hanya karena udara yang dingin, tetapi juga karena ketegangan yang semakin meningkat. Di sebelahnya, Pak Surya, dukun desa yang dihormati, menyiapkan perlengkapan ritual dengan tangan yang terampil namun penuh kecemasan.Pak Surya adalah satu-satunya harapan Mira sekarang. Setelah kembali dari rumah, Mira menceritakan semua yang dia temukan—tentang jurnal kuno, tentang portal yang terhubung dengan dunia arwah, dan tentang siklus 30 tahun yang akan segera mencapai puncaknya. Pak Surya mendengarkan dengan serius, menyadari betapa bahayanya situasi ini. Dia tahu bahwa mereka tidak punya banyak waktu. Jika portal tidak ditutup sekarang, roh-roh yang terperangkap di rumah itu akan melarikan diri, memb

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • Belenggu Rumah Darah   Bab 104 - Kehancuran yang Tidak Terelakkan

    Malam di Desa Sinarjati, yang sebelumnya dipenuhi dengan ketegangan dan bisikan-bisikan dari dunia lain, kini bergemuruh dengan kekuatan yang lebih besar. Udara di sekitar rumah tua itu semakin tebal, berat, seolah-olah ruang dan waktu di dalamnya terlipat oleh kekuatan yang tidak bisa dijelaskan. Rumah itu sendiri tampak bergetar, kayu-kayunya meretak di bawah tekanan energi gaib yang kini bangkit dengan kekuatan penuh.Mira berdiri di tengah ruang bawah tanah, masih memegang lilin yang berkedip lemah di tangannya. Cahaya yang semula menjadi simbol harapan kini tampak rapuh, seolah-olah kekuatan jahat yang telah mereka coba lawan semakin dekat untuk menang. Pak Surya, yang baru saja menyelesaikan bagian terakhir dari ritual, terhuyung ke belakang, terengah-engah, napasnya berat. Wajahnya tampak tegang, matanya dipenuhi oleh kengerian."Pak Surya, apa yang terjadi?" tanya Mira, suaranya bergetar penuh kecemasan. Dia bisa merasakan sesuatu yang salah—ritual yang m

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • Belenggu Rumah Darah   Bab 105 - Laras sebagai Pengorbanan

    Udara malam di Desa Sinarjati masih diselimuti hawa dingin yang menusuk, meskipun rumah tua itu sudah lenyap dari pandangan, seolah-olah tenggelam ke dalam kegelapan yang tak terlihat. Namun, meski bangunan fisik itu sudah hilang, kekuatan jahat yang menghuni tempat itu tidak benar-benar pergi. Rumah itu mungkin telah runtuh, tetapi kutukan yang melekat pada tanah ini masih terasa, menyusup ke setiap sudut desa, membuat penduduk terperangkap dalam ketakutan.Di tepi desa, Laras berdiri sendirian, tubuhnya gemetar dalam kegelapan malam. Wajahnya pucat, matanya penuh dengan rasa bersalah yang mendalam. Dia tahu, jauh di dalam hatinya, bahwa semua ini berawal dari keluarganya. Kutukan ini, kegelapan yang membayangi desa selama ratusan tahun, adalah hasil dari kesalahan keluarganya. Dan sekarang, satu-satunya cara untuk menghentikan kutukan ini adalah dengan pengorbanan yang telah lama ditunggu-tunggu.Mira, yang baru saja kembali dari reruntuhan rumah tua itu, berlari men

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Belenggu Rumah Darah   Bab 106 - Arga yang Kembali

    Malam semakin gelap di Desa Sinarjati, dan kegelapan itu terasa lebih hidup daripada sebelumnya. Bayangan-bayangan bergerak di antara pepohonan, suara-suara bisikan arwah semakin keras, dan tanah yang telah menjadi penjara bagi roh-roh terkutuk kini tampak semakin bergolak. Kehadiran Laras yang menghilang ke dalam pusaran kegelapan membawa teror yang tidak terelakkan. Para roh semakin kuat, dan Mira berdiri di tengah kekacauan ini, tubuhnya gemetar oleh ketakutan yang mencengkeram erat.Mira jatuh berlutut di atas tanah yang retak, merasakan jiwanya terbebani oleh kehancuran yang tampaknya tidak bisa dihentikan. Di sekelilingnya, roh-roh bangkit dari tanah, sosok mereka gelap dan penuh dengan dendam. Mata mereka kosong, tetapi penuh dengan kebencian yang membara. Mira tahu bahwa waktunya hampir habis, bahwa kegelapan ini tidak bisa dibendung lagi. Semua pengorbanan, semua usaha, terasa sia-sia.Namun, di tengah kekacauan itu, tiba-tiba udara terasa berubah. Hawa dingin

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Belenggu Rumah Darah   Bab 107 - Portal yang Terbuka

    Langit di atas Desa Sinarjati tampak seperti robek oleh kegelapan yang semakin meluas, menciptakan suasana yang mencekam. Udara terasa berat dan sesak, seolah-olah setiap helaan napas adalah perjuangan melawan sesuatu yang tak kasat mata, namun nyata. Di tengah reruntuhan rumah tua, di atas tanah yang retak dan terbuka, portal ke dunia arwah kini terbuka lebih lebar, memancarkan cahaya gelap yang menyilaukan.Mira dan Arga, yang masih berdiri di ambang portal, dapat merasakan kekuatan jahat yang tak terhitung jumlahnya mulai melarikan diri dari penjara mereka. Suara gemuruh dari dunia lain memenuhi udara, suara jeritan, isakan, dan bisikan yang semakin keras, semakin menuntut. Mira memegang erat tangan Arga, merasa bahwa hubungan mereka adalah satu-satunya hal yang mencegah dirinya terseret ke dalam kegelapan."Ini… lebih buruk dari yang kita kira," desis Mira dengan napas terengah-engah. Di depan mereka, sosok-sosok besar dan hitam mulai bermunculan dari dalam

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Belenggu Rumah Darah   Bab 108 - Korban Jiwa Terakhir

    Malam itu, setelah portal ke dunia arwah tertutup sebagian dan kegelapan tampak surut, suasana Desa Sinarjati tidak sepenuhnya kembali tenang. Angin dingin yang bertiup membawa sisa-sisa energi jahat yang masih mengendap di tanah, mengingatkan semua orang bahwa meskipun banyak roh sudah kembali ke dunia arwah, sesuatu yang lebih besar dan mengerikan masih tersisa. Sebuah kekuatan yang menolak untuk pergi, meski portal tampak tertutup.Pak Surya, dukun desa yang terluka oleh serangan entitas sebelumnya, kembali berdiri dengan susah payah. Dia merasakan ada yang salah—ritual yang seharusnya menutup portal untuk selamanya hanya menghentikan sebagian dari kekuatan itu. Sebagai penjaga desa, dia tahu bahwa ada satu hal yang masih harus dilakukan.Saat malam semakin larut, Mira duduk di atas tanah yang baru saja menjadi medan pertempuran, napasnya masih terengah-engah setelah menyelesaikan ritual bersama Arga. Meskipun portal telah tertutup, dia bisa merasakan bahwa an

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Belenggu Rumah Darah   Bab 109 - Perang Batin

    Malam di Desa Sinarjati kembali sunyi, namun keheningan itu terasa lebih mencekam daripada kedamaian. Udara berat dengan sisa-sisa energi gelap yang masih menyelimuti desa, seolah-olah meski portal telah tertutup, rumah itu masih menyimpan sisa-sisa kegelapan yang menolak untuk pergi. Di dalam rumah yang kini runtuh, Mira berdiri sendirian, napasnya masih terengah-engah dari pengorbanan terakhir yang dilakukan Arga. Meski kutukan telah diakhiri, dia merasakan bahwa segalanya belum benar-benar berakhir.Pikiran Mira dipenuhi dengan bayangan Arga—pengorbanannya yang penuh keberanian, dan cara dia hilang, terserap ke dalam cahaya terakhir. Namun, sesuatu yang mengerikan mulai menghantui pikirannya. Saat dia berdiri di tengah reruntuhan, kesedihan yang mendalam perlahan-lahan berubah menjadi kecemasan. Suara-suara bisikan, yang seharusnya telah lenyap, kembali terdengar, semakin keras, semakin merasuk ke dalam pikirannya."Arga...?" bisik Mira, suaranya penuh dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20

Bab terbaru

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 120 - Desa yang Kembali Hidup

    Desa Sinarjati, yang dulu begitu sunyi dan dipenuhi ketakutan, kini mulai berangsur kembali hidup setelah rumah tua terkutuk itu hancur. Penduduk yang selama bertahun-tahun hidup di bawah bayang-bayang kegelapan, akhirnya bisa merasakan kelegaan yang telah lama mereka rindukan. Matahari yang bersinar di atas ladang dan pepohonan tampak lebih hangat, lebih terang, seolah-olah alam itu sendiri sedang merayakan berakhirnya kutukan yang selama ini membelenggu desa.Di pasar kecil desa, para pedagang kembali dengan senyum di wajah mereka, menawarkan dagangan dengan lebih ceria daripada sebelumnya. Anak-anak mulai berlarian di jalan-jalan yang dulu sunyi, tidak lagi takut untuk mendekati area yang dulu dikenal sebagai tanah terkutuk. Suasana penuh harapan tampak mengisi setiap sudut desa, membawa angin segar yang sebelumnya tertahan oleh kegelapan.Namun, kelegaan itu tidak berlangsung lama.Desas-desus mulai menyebar di antara penduduk. Seiring berjalannya hari, bebe

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 119 - Kehadiran Tak Terlihat

    Malam di kota seharusnya membawa keheningan yang menenangkan, namun bagi Mira, setiap malam justru terasa semakin menakutkan. Keheningan yang menyelimuti apartemennya kini bukan lagi tanda kedamaian, melainkan awal dari sesuatu yang mengerikan. Malam demi malam, kehadiran yang tak terlihat semakin kuat, membayangi setiap gerakan dan napasnya. Suara-suara yang awalnya samar kini semakin jelas, seperti sesuatu yang tak kasat mata berusaha mendekatinya.Mira berdiri di jendela apartemennya, memandangi jalanan kota yang sepi. Tirai di sebelahnya berkibar pelan, meskipun tidak ada angin yang masuk dari jendela tertutup. Dia menelan ludah, mencoba mengabaikan perasaan cemas yang semakin menekan dadanya. Tapi dia tahu, di dalam hatinya, bahwa apa yang dia rasakan bukanlah imajinasi semata. Sesuatu telah berubah, dan kehadiran itu semakin nyata, semakin sulit untuk diabaikan.Langkah-langkah kecil terdengar samar dari koridor apartemen, seperti seseorang sedang berjalan pelan,

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 118 - Penglihatan yang Mengganggu

    Pagi itu, matahari terbit seperti biasa di luar jendela apartemen Mira, memancarkan sinar hangat yang lembut ke dalam ruang tamunya yang tenang. Hari yang cerah seharusnya membawa perasaan damai, namun bagi Mira, keheningan ini terasa tidak wajar—terlalu sunyi, terlalu kosong. Dia telah mencoba menenangkan pikirannya sejak mimpi buruk yang semakin sering menghantuinya, namun rasa cemas itu tetap melekat, merayap di sudut pikirannya.Dengan setengah sadar, Mira berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya yang masih lelah akibat malam tanpa tidur. Saat dia membuka keran, air dingin mengalir, memercikkan kesegaran yang sejenak menghilangkan rasa kantuk. Namun, ketika dia mengangkat wajah untuk menatap cermin, sesuatu yang aneh terjadi—sesuatu yang membuat tubuhnya membeku seketika.Di balik bayangannya sendiri di cermin, Mira melihat sekilas sosok lain, seseorang yang begitu dikenalnya. Arga. Dia berdiri di belakangnya, tersenyum samar, seperti bayanga

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 117 - Langkah yang Tertinggal

    Mira duduk di depan meja kerjanya, menatap layar komputer yang dipenuhi dengan laporan-laporan jurnalistik yang harus dia selesaikan. Di sekitar kantor, suara ketikan cepat dan obrolan singkat antar rekan kerjanya menggema, menciptakan suasana sibuk yang biasa di tempat itu. Namun, bagi Mira, hiruk-pikuk itu tidak bisa menutupi kegelisahan yang terus menghantui pikirannya. Setiap detik terasa berat, dan di balik setiap kasus aneh yang dia tangani, ada bayangan yang selalu mengintip dari masa lalu—dari rumah tua di Desa Sinarjati.Sudah beberapa minggu sejak Mira kembali ke kota, mencoba menjalani hidupnya seperti biasa. Dia kembali bekerja sebagai jurnalis, meliput berbagai peristiwa yang terjadi di sekitar kota. Namun, meskipun tangannya sibuk mengetik, pikirannya terus melayang kembali ke desa, ke kegelapan yang pernah menyelimutinya, ke rumah tua yang kini hanya tinggal reruntuhan. Setiap kasus misterius yang dia tangani seolah mengingatkan pada sesuatu yang lebih be

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 116 - Cahaya di Tengah Kegelapan

    Malam di kota besar tampak tenang, namun dalam keheningan itu, Mira tidak bisa merasa benar-benar damai. Sejak kembali dari Desa Sinarjati, rasa lega yang semula ia rasakan mulai memudar, digantikan oleh kecemasan yang kian hari kian membesar. Meskipun dia tahu rumah tua itu telah hancur, meskipun kutukan itu telah dipatahkan, ada sesuatu yang terus menghantuinya—bayangan kegelapan yang seolah-olah tidak mau pergi.Setiap malam, Mira terbangun dengan jantung berdetak kencang, peluh dingin membasahi tubuhnya, dan mimpi buruk yang selalu sama menghantuinya. Dalam mimpi itu, dia berdiri di depan rumah tua yang tak lagi ada. Kegelapan pekat menyelimuti sekeliling, dan meskipun rumah itu telah runtuh, ia merasakan kehadiran sesuatu yang lebih kuat, lebih jahat. Bayangan hitam tanpa wajah terus mendekatinya, menyeretnya ke dalam kegelapan, dan setiap kali dia mencoba melarikan diri, kakinya terbenam di tanah yang basah dan berat, seperti lumpur yang menahannya.Mira te

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 115 - Mira yang Terbebaskan

    Matahari baru saja terbit ketika Mira menginjakkan kaki di stasiun kereta kota. Udara pagi di kota besar terasa berbeda—segar, penuh kehidupan, dan jauh dari suasana mencekam yang selama ini menyelimuti Desa Sinarjati. Suara deru kendaraan dan aktivitas pagi hari mulai menggema, menciptakan simfoni perkotaan yang dinamis. Bagi sebagian besar orang, itu hanyalah pagi yang biasa, namun bagi Mira, hari ini menandai awal yang baru, sebuah kebebasan yang baru dia rasakan.Dia menarik napas dalam-dalam, membiarkan udara segar masuk ke paru-parunya, merasa beban berat di pundaknya yang selama ini menghantuinya mulai terasa lebih ringan. Ketika dia meninggalkan desa, dia tahu bahwa dia tidak meninggalkan masa lalu sepenuhnya—jejak kutukan yang pernah merantai hidupnya tidak akan sepenuhnya hilang. Namun, kini dia menyadari bahwa kutukan itu bukan lagi sesuatu yang membebani atau mengurungnya. Itu hanyalah bagian dari sejarah dirinya, dan dia telah belajar menerima itu.Mira be

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 114 - Hari yang Tenang

    Pagi di Desa Sinarjati akhirnya terasa lebih tenang dari biasanya. Matahari memancarkan sinar lembutnya, menyinari desa yang selama ini dikelilingi oleh kegelapan dan ketakutan. Burung-burung berkicau di atas pepohonan, dan angin lembut membawa aroma tanah basah yang baru saja disiram embun pagi. Bagi kebanyakan orang, pagi ini terasa berbeda—seolah-olah ada beban besar yang terangkat, meskipun masih ada rasa cemas yang menyelip di antara kehidupan sehari-hari.Penduduk desa perlahan-lahan kembali ke rutinitas mereka. Pasar kecil yang dulunya sepi karena ketakutan mulai ramai lagi dengan aktivitas. Orang-orang berbincang pelan sambil melakukan pekerjaan mereka, dan anak-anak berlarian di jalan-jalan desa, meskipun kali ini mereka berhati-hati untuk tidak terlalu mendekati area bekas rumah tua yang kini telah hilang dari pandangan.Mira, yang tinggal di desa untuk sementara waktu, berjalan di antara penduduk dengan tatapan kosong namun penuh pengamatan. Meskipun r

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 113 - Penghancuran Rumah

    Pagi di Desa Sinarjati membawa udara yang berbeda. Setelah pengorbanan Laras, suasana yang selama ini terasa berat dan penuh ketegangan kini perlahan memudar, digantikan oleh rasa hening yang mendalam. Namun, di tengah ketenangan itu, ada sesuatu yang terjadi di tengah reruntuhan rumah tua—sesuatu yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang telah terlibat dalam kutukan yang selama ini menjerat desa.Mira berdiri diam di pinggir reruntuhan, hatinya masih dipenuhi oleh keharuan dan kesedihan setelah melihat Laras mengorbankan dirinya demi kedamaian. Pengorbanan itu, yang dilakukan dengan kesadaran penuh, membawa perasaan lega yang begitu besar. Namun, saat itu juga, Mira merasakan getaran aneh di tanah di bawah kakinya. Tanah yang selama ini terasa diam dan menyimpan energi kegelapan, kini mulai bergerak, seolah-olah sedang bersiap untuk melepaskan sesuatu.Suara gemeretak kayu yang patah terdengar di kejauhan, mengalir dari arah sisa-sisa rumah tua yang tampak lebih

  • Belenggu Rumah Darah   Bab 112 - Kekuatan Pengorbanan

    Udara pagi di Desa Sinarjati terasa berat, diselimuti ketenangan yang aneh setelah malam yang penuh teror. Sinar matahari yang biasanya membawa harapan, tampak terhalang oleh sisa-sisa energi gelap yang masih mengendap di udara, seolah-olah desa itu belum benar-benar terbebas dari cengkeraman kutukan yang telah menghancurkan banyak hidup. Di tengah keheningan itu, Laras berdiri di reruntuhan rumah tua, tatapannya tegas namun penuh dengan kesedihan yang dalam. Dia tahu bahwa saat ini adalah titik akhir—satu-satunya cara untuk mengakhiri kutukan ini selamanya.Mira, yang baru saja mengucapkan selamat tinggal kepada Arga, berdiri di samping Laras. Dia merasa lelah, bukan hanya secara fisik tetapi juga emosional. Namun, di tengah semua kelelahan itu, ada tekad yang tidak bisa disangkal. Mereka berdua tahu bahwa masih ada satu hal yang harus dilakukan. Kutukan ini tidak akan berhenti hanya dengan menutup portal atau menghancurkan rumah tua. Kegelapan ini membutuhkan sesuatu

DMCA.com Protection Status