B a y i B u n g k u s
POCONG DI RUMAH
🔲🔳🔲🔳
Komunikasi mereka hanya terjalin melalui pesan aplikasi atau telepon. Waktu Tiara penuh untuk membantu Sri berjualan.
Namun, hari ini hati Tiara begitu khawatir. Hampir satu minggu, Basri tak memberi kabar. Pesan-pesannya terkirim, tetapi tak ada balasan. Beberapa kali dihubungi, juga tak diangkat. Seolah lelaki itu sengaja menjauhinya. Ada apakah? Mata Tiara mulai berkaca-kaca, saat pikirannya mencipta
B a y i B u n g k u s PERTAMA KALI BERTEMU IBU🔲🔳🔲🔳Sejauh ini Sapardi selalu bilang jika kemampuan yang Tiara miliki bukanlah tanpa alasan. Kemampuan yang kini mendarah daging di tubuhnya warisan leluhur. Entah nenek atau kakek buyut. Sapardi tak tahu pasti siapa yang mendapingi Tiara. Sampai detik ini pun, Tiara tak pernah melihat sosok pendampingnya. Mungkin belum saatnya, atau Tiara belum terlalu kuat untuk dapat melihat sosok tersebut."Nduk, Bapak ke Ibu dulu, ya?" pamit Sapardi. Dia pulang hanya mengambil sarung. Syukurlah sekarang di tempat jualan terdapat mushala, jadi Sapardi tak perlu lagi pulang jikaingin menunaikan salat.
B a y i B u n g k u s IBU GAIB🔲🔳🔲🔳Keesokan harinya, saat Sapardi dan Sri berkumpul di ruang tamu, menikmati siaran berita, Tiara pun ikut duduk. Sri Menemani Sapardi Sarapan sebelum akhirnya berangkat bekerja. Hari minggu tetap masuk, lembur. Sri pun berjualan hari ini. Nanti Sapardi berangkat Sri pun berangkat belanja ke pasar induk. Tiara libur kuliah. Basri ada kegiatan asrama. Jadi Tiara tak harus membawakan sarapan atau makan siang. Alif, entah kemana. Sejak pagi sudah pergi main. Mengendarai kereta anginnya. Menggendong tas berisi mainan.Sejenak Tiara ikut hanyut menikmati siaran televisi. Berita tentang kenaikan harga bahan pokok. Minyak naik, gula naik,
B a y i B u n g k u s RUATAN🔲🔳🔲🔳Entah apa yang sedang menimpa tempat jualan, Sri. Kondisi sedang mencekam. Beberapa hari lalu tetangga kanan Sri berteriak karena dia melihat kepala di bawa dipan dari bambu yang digunakan untuk bersantai. Tetangga kanannya hampir tiga hari tak berjualan, karena saat dia menyiduk air panas, tiba-tiba saja tangannya ada yang menggerakkan. Air panas satu gaung penuh tumpah ke badannya. Teriakkannya membuat orang-orang di tempat itu panik dan berbondong-bondong datang. Dia langsung dilarikan ke puskesmas terdekat. Belum lagi cerita dari yang lain. Ada yang barangnya dipindah, atau melihat sekelebat bayangan melintas. Satpam yang berjaga pun absen beberapa hari karena saat dia tidur di di warung sala
Setelahnya Sri memejamkan mata. Berharap setelah membuka mata tak ada lagi sosok tersebut. Dan benar saja, setelah ayat kursi terlantun, Sri tak lagi melihat sosok hitam besar itu. Sosok yang menurut Sri amat menakutkan. Ada apakah ini?Ketika Sapardi pulang, diceritakanlah peristiwa horor yang baru saja dia alami. Mulai dari nasi yang tak matang, suara panggilan, televisi menyala sendiri, sampai penampakan makhluk hitam besar. Setelahnya Sri tak ada niat untuk lanjut berjualan sampai larut malam. Saat itu juga dia mulai mengemasi kopi instan. Menyimpan ayam ke boks es dan mulai menghangatkan kuah tahu campur. Ketika Sapardi datang Sri sudah siap pulang.Sesampainya di rumah, diceritakanlah kejadian yang baru saja menimpanya pada Tiara. Kebetulan putrinya itu belum tidur. Sembari bercerita Sri berulang kali mengusap tangan. Bulu kuduknya meremang. Menceritakan hal itu tak ayal membangkitkan bayangan akan sosok menakutkan tersebut."Genderuwo, apa, ya
B a y i B u n g k u s KUNTILANAK 🔲🔳🔲🔳Kondisi di wisata kuliner makin membaik. Tak lagi ditemukan penampakan yang menganggu. Tak lagi ada cerita seram yang para pedagang ceritakan selagi nenunggu pembeli. Pun tak sekalipun nasi yang ditanak Sri tak matang, meski indikator telah menunjukkan cook. Tiara rutin membantu Sri berjualan. Kasihan, jika kondisi jualan sedang ramai, pontang panting tak ada yang membantu. Kegiatan bimbel setelah pulang kuliah tak lagi berjalan. Lelah, itu alasan Tiara menyudahi membuka bimbel di rumah. Dia fokus membantu sang ibu berjualan saja. Rasa bersalah menggelayut di hati ketika setiap pulang ber
B a y i B u n g k u s HANTU SUNATAN🔲🔳🔲🔳Musik mengalun nyaring. Orang sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Para ibu memasak makanan di dapur. Berbagaijenis. Acara akan dimulai tiga jam lagi. Perkakas prasmanan disiapkan di meja. Sebelum menjadi terima tamu, Tiara membantu menata makanan ke wadah prasmanan. Selain prasmanan, di sudut lain terdapat meja tiga buah lengkap dengan hiasan. Juntaian bunga mempercantik penampilan. Tulisan penunjuk menu terpasang pada badan depan meja yang terlapis taplak merah panjang--menutup sampai kaki. Kupang, gado-gado, dan soto. Itu menu yang tertulis. Jelas, membacanya saja sudah membuat perut keroncongan.Sedangkan isian baki prasmanan tak kalah menggiurkan pula. Cap cay, ayam kecap, udang
B a y i B u n g k u s MEREKA YANG TELAH PERGI🔲🔳🔲🔳 Hari ini Tiara kualahan membantu Sri melayani pembeli. Meski sudah mengerahkan Alif dan Sapardi tenaga yang ada seperti tak cukup memadai. Belum juga yang ada selesai makan dan pergi, sudah datang lagi beberapa. Sri harus melayani dengan ekstra cepat. Belum lagi saat persediaan bahan habis, Tiara mesti bolak-balik pulang untuk mengambil stok di kulkas.Tepat pukul sembilan malam, dagangan Sri habis terjual. Masih ada beberapa pengunjung yang datang, dan Sri terpaksa menolaknya. Ya, walaupun sekadar minum kopi. Sri sudah lelah. Pengin istirahat.Piring menggunung. Selesai mencucinya, Tiara menata piring bersih ke wad
B a y i B u n g k u s KKN🔲🔳🔲🔳Semakin hari, kehadiran Ibu semakin Tiara rasakan. Ibu akan hadir ketika Tiara berada di tempat yang menurutnya terdapat banyak makhluk astral. Pun, aura yang ada membawa hawa negatif.Seperti kali ini, ketika dia menjalani KKN di sebuah kota. Desa yang dia tempati KKN terkenal asri, akan tetapi saat malam menjelang, desa itu terlihat angker."Bisa tidur, Nggak?" tanya Tiara pada salah satu rekan yang berbaring disebelahnya."Nggak bisa tidur. Kamu juga nggak bisa tidur, Tia?""Iya. Coba lihat teman-teman yang lain?"Teman Tiara itu melihat ke arah tem
Tiara duduk di tepi ranjang mengusap perutnya yang kian membesar. Basri di sampingnya membuat racikan berupa spirtus dan jahe. Kaki Tiara mulai bengkak. Usia kehamilannya memasuki bulan ke delapan. Waktu menanti kelahiran sudah di depan mata. Dan, ramuan itulah yang dipercaya bisa mengempiskan bengkak kakinya. Selain bengkak rasanya sakit sekali. Tiara kesulitan berjalan dengan kaki seperti itu. Alas kaki tak ada yang muat. Menarik rambutnya ke belakang dan membuat sanggul kecil, lalu menyisipkan bulu landak untuk mengencangkan. Bulu landak penangkal makhluk halus. Pemberian ayah mertuanya. Seperti itu kepercayaan orang di sini. Tiara tak boleh meninggalkan bulu landak itu jika ingin berpergian kemanapun—kecuali ke kamar mandi. "Angkat kakinya," pinta Basri.Tiara mengangkat kedua kakinya yang bengkak ke atas ranjang. Sebelumnya Basri telah mengalasi kaki Tiara dengan kain yang tak dipakai. Basri mengoleskan ramuan itu di sekujur kaki Tiara. Rasanya dingin lalu hangat. Entah ini ber
Undangan dari sahabat baik Basrilah yang membuat Tiara dengan perut buncitnya karena hamil pergi di malam hari. Tradisi di sini, jika masih hamil muda, tidak diperbolehkan keluar malam tanpa perlindungan. Tiara tak memiliki bulu landak yang menjadi keyakinan orang di desa Basri. Bulu landak itulah yang menjadi penangkal dari gangguan sihir dan makhluk halus. Adzan isya telah bekumandang. Motor Basri berderu menembus kelengangan. Sesaat lalu baru saja turun hujan, saat Tiara berangkat rintik kecil masih tertinggal—tetapi tak begitu mengkhawatirkan. Hujan itu tidak akan menjadi besar lagi, karena bintang-bintang mulai bermunculan di langit.Berbekal jaket tebal yang membungkus tubuhnya, Tiara melindungi calon bayi dalam perutnya agar tetap hangat. Mantra doa dan dzikir yang dia lantunkan sebagai tameng pribadi. Banyak cerita yang beredar, jika wanita hamil tanpa bulu landak sama saja cari mati. Ada yang mengatakan bayi dalam perut akan lahir dengan membawa godaan da
Malam selanjutnya, setelah pembahasan tentang makhluk astral semalam, Basri jadi takut ke kamar mandi sendiri. Basri membangunkan Tiara yang lelah seharian bekerja rumah tangga, setelah mengajar di pagi harinya. "Kamu nggak mau ke kamar mandi?" tanya Basri langsung sesaat setelah Tiara terjaga dari tidur."Kan, tinggal ke kamar mandi?" Tiara tahu Basri takut. Saatnya balas dendam. Kemarin, saat Tiara meminta Basri mengantarkannya ke kamar mandi karena lampu kamar mandi sedang mati, Basri tak mau mengantarkan. Alasannya mengantuk. Tiara berakhir ke kamar mandi seorang diri. Hampir terpeleset karena tak ada penerangan sama sekali. Untung saja Tiara sigap, berpegangan pada pinggiran kamar mandi. Kalau sampai jatuh, kepala Tiara pasti berakhir membentur sumur.Sekarang giliran dia yang balas dendam. Tiara mendengar permintaan Basri itu, tetapi Tiara pura-pura tidak mendengar. Tetap memejamkan mata meski Basri memohon untuk diantar.
Tiara baru saja sampai rumah, ketika ada dua orang yang duduk di ruang tamu, bersama nenek Basri. Itu paman Basri bersama istrinya. Tiara bergabung dalam obrolan. Duduk di sofa. Nenek Basri pergi ke dapur untuk menyiapkan makan. Adat di sini, ketika ada tamu yang berkunjung, mereka akan dijamu bak raja. Diperlakukan dengan sangat baik.Dua teh masih mengepul—pertanda jika mereka baru saja duduk. Sepiring roti rasa durian menjadi peneman mengobrol sembari menyesap minuman. Paman Basri merokok. Tembakau. Ini pertama kalinya Tiara mengetahui jenis rokok seperti itu. Rokok tembakau yang sebelum dinikmati, harus dibuat sendiri. Kata Basri, karena Tiara banyak melihat penjual tembakau itu di jalan-jalan, harga tembakau lebih murah dibandingkan rokok produksi pabrik.Obrolan berlanjut. Terkait bagaimana Tiara. Apakah nyaman di kota barunya. Tiara menjawab dengan senyum. Belum terbiasa jauh dari orang tua. Merasa rindu. Ada rasa canggung. Sedikit rasa tak nyaman. S
B a y i B u n g k u s Makhluk di Tepi Jalan-------- ------- -------- -------------"Kita nggak mau pulang?" Pertanyaan itu Basri lontarkan pada Tiara yang masih asyik berkeliling alun-alun. Sudah beberapa kali Basri mengingatkan jika di sini berbeda dengan kota yang Tiara tinggali. Pulang terlalu malam akan sangat berbahaya. Jalanan sepi. Beberpa sudut jalan pun gelap.Tapi himbauan Basri itu tak Tiara gubris. Dia tetap saja asyik menikmati suasana yang baru yang dia jajaki. Hingga waktu menunjukkan pukul sebelas malam barulah Tiara meminta pulang. Dia sudah lelah bekeliling. Bahkan, matanya kini sudah mengantuk. Basri sempat mendumal dan terlihat kesal. Tak ada pilihan lain selain melewati jalan yang terkenal sepi. Coba Tiara bisa di
B a y i B u n g k u s Kehidupan Baru-------- ------- -------- -------------Bulan memangkas hari dengan cepat. Tahun berlalu tanpa menunggu siapapun. Tibalah pada hari yang sangat Tiara dambakan. Pernikahan. Satu jam lalu, Tiara resmi menjadi istri Basri. Pria yang telah bersamanya sejak semester pertama masa perkuliahan. Lika-liku percintaan, sampai drama kurang setuju keluarga Basri karena Tiara berasal dari kota, hampir saja membuat hubungan Tiara dan Basri kandas di tengah jalan.Pesta pernikahan dua hari dua malam selesai digelar. Tiara tinggal bersama keluarganya satu minggu lagi sebelum akhirnya ikut Basri pulang. Sesuai perjanjian awal, Tiara akan diboyong ke kota Basri untuk akhirnya tinggal di sana.
Motor Basri berbelok ke perempatan jalan. Tak jauh lagi mereka akhirnya sampai. Rumah Barada di tepi sungai. Halamannya luas. Ada surai dari anyaman bambu di depannya. Tiara disambut wanita muda dengan perawakan tambun dan berparas cantik. Dialah Airin, kakak Basri. Tak lama, keluar seorang nenek dengan jalan yang sedikit terseok, dialah pengganti orang Tua Basri. Dari kelas tiga sekolah dasar sampai sekarang, Basri tinggal dan dirawat oleh neneknya. Ibu Basri telah meninggal, sedangkan ayah Basri memilih menikah lagi. Besar jasa nenek Basri padanya. Biaya sekolah, mondok, sampai kuliah, neneknya-lah yang menanggung. Kedatangan Tiara telah ditunggu. Rasa cemas terpatri jelas. Tiara dan Basri pamit berangkat pagi, tetapi hampir pukul sepuluh malam mereka baru tiba di rumah.
B a y i B u n g k u s Suara AsingTiara dan Basri resmi bertunangan. Hari ini Basri meminta izin pada Sri dan Sapardi untuk membawa Tiara merayakan idul fitri di kotanya. Sekaligus mengenalkannya pada keluarga besar. Sri dan Sapardi memperbolehkan, tetapi dengan syarat tak boleh lebih dari satu minggu. Tiara dan Basri betangkat pukul tujuh pagi dengan mengendarai motor. Jarak yang ditempuh lumayan jauh. Kira-kira sekitar empat jam jika menggunakan motor dan bisa lebih dari enam jam ketika menggunakan bus. Basri menerangkan bahwa mereka tak akan langsung pulang, Basri akan mengajak Tiara jalan-jalan lebih dulu.
"Tiara, jaga rumah, ya?" Itu pesan Sri sebelum akhirnya meninggalkan Tiara seorang diri di rumah.Sri, Sapardi, dan Alif harus pulang ke desa karena salah satu kerabat ada yang meninggal dunia. Alhasil, Tiara jadi penunggu satu-satunya. Kumandang azan magrib terdengar. Setelah menunaikan salat, Tiara memasak mie instan untuk mengganjal perut yang seharian tak terisi nasi hanya camilan. Serial televisi favoritnya sudah masuk intro pembuka. Sembari mie instan matang, Tiara menikmati tayangan televisi. Sisa waktu sebelum isya itu dia habiskan bersantai.Kembali azan isya berkumandang. Tiara segera menunaikan salat. Di kamarnya. Televisi ada di ruang tamu. Rakaat pertama dan kedua berjalan mulus. Tak ada hal ganjil yang terjadi. Rakaat keempat, Tiara merasa ada tiupan angin tipis yang menerbangkan mukenah bagian belakang. Kondisi jendela kamar tertutup. Semua pintu tertutup. Pun cuaca tak sedang berangin. Dan anehnya, angin itu hanya di rasakan punggungnya.&nbs