Part 50
"Mil ... jangan tinggalin aku ya, Mil!" Dimas malah mengigau memanggil-manggil Mila sambil memegangi tangan Lidya.
"Mila?" gumam Lidya.
"Bagaimana?" suara Ayu menganggetkan Lidya. Lidya segera melepaskan genggaman tangan Dimas dan minggir. Ayu duduk di pinggir sofa, ia menyiprat-nyipratkan air ke wajah Dimas beberapa kali sampai akhirnya Dimas mulai tersadar.
"Kamu nggak papa, Dek?" tanya Ayu.
"Kenapa?" tanya Ummi panik. Ummi baru saja selesai ganti baju dan sudah bersiap.
"Nggak papa, Mi. Cuma pusing sedikit," jawab Dimas.
"Ya, sudah. Kita ke puskesmas dulu saja baru ngelayat."
Mereka pun bergegas berangkat. Bahrul dengan Lidya duduk di kursi depan. Ummi dan Abah duduk di tengah, sementara Ayu dan Dimas di belakang. Sesekali Lidya mencuri pandang kepada Dimas lewat spion kecil. Sudah sejak lama Lidya menaruh hati kepada Dimas, tapi Dimas sama sekali tidak pernah peka. Mila ...
Part 51Tiba-tiba terdengar suara Ayu berteriak histeris."Neng Ayu!" pekik Dimas."Itu Ayu, Mas!" Nuning tak kalah panik di kamarnya mendengar teriakan Ayu."Ibu ...." suara Ayu lantang, lalu menghilang!Semua bergegas lari ke bawah. Kamar Ayu berada di sebelah dapur menghadap ruang tamu."Neng ... neng Ayu!" Dimas menggedor pintu kamar Ayu."Ayu ...." Nuning panik dan menangis. Tanganya menelungkup menutupi bibirnya."Kita dobrak saja!" usul Bahrul. Mereka berdua pun kompak mundur dan menendang pintu kamar Ayu.Satu.Dua.Tiga.Mereka ulangi lagi sampai tiga kali, alhasil engselnya terlepas dan pintupun terbuka. Ayu sudah tergeletak pingsan di depan pintu kamar mandi. Dimas dan Bahrul kemudian membopong Ayu ke tempat tidur."Neng ... bangun, Neng!" Dimas menepuk-nepuk pipi Ayu. Sementara Nuning dengan cepat mengambil minyak telon di meja rias A
Part 52"Apa, Nak?" tanya Nuning dari lantai atas."Neng Ayu kemana? Di kamarnya juga nggak ada!""Apa?!"Nuning segera menuruni anak tangga dengan tergopoh-gopoh, lalu memeriksa Ayu di kamar mandi."Dimas sudah cari di kamar mandi juga nggak ada, Bu!" kata Dimas."Lalu, Ayu kemana?" Nuning semakin panik."Coba Dimas cari di luar!" ujar Dimas. Ia mengambil kunci motor dan berkeliling. Pertama Dimas ke ujung gang sampai buntu mentok ke area persawahan."Cari siapa Nak, Dimas!" Sapa seorang tetangga yang rumahnya paling ujung."Neng, Ayu, Pakde. Pakde mungkin lihat?" tanya Dimas balik."Nggak ada tuh! Nggak lihat!""Makasih Pakde!" Dimas kemudian segera memutar haluan. Sampai di perempatan Dimas mengambil arah kiri terlebih dahulu, kemudian memutar melewati desa sebelah. Ayu masih tidak terlihat. Kemudian Dimas mencoba pulang. Siapa tahu kakaknya sudah berada di rumah.Dim
Part 53"Neng!" Dimas menepuk pundak kakaknya."Ngapain?" tanya Dimas. Ayu pun menoleh.Allahuakbar!Tanpa sengaja Dimas menjatuhkan barang-barang di atas meja rias kakaknya sehingga menimbulkan kegaduhan. Mulut Ayu belepotan dengan darah. Ia memakan tikus berukuran besar, entah Ayu mendapatkanya dari mana. Ayu memegang kepala dan kaki bagian belakangnya, sementara isi perutnya sudah berceceran. Sebagian masih ada di mulut Ayu. Perut Dimas seperti diaduk-aduk. Mual."Bu ... Pak!" Dimas memanggil kedua orang tuanya. Nuning dan Jamil tergopoh turun ke bawah."Ada apa?""Sebaiknya Ibu dan Bapak lihat sendiri!" Dimas menahan rasa mual yang teramat sangat."Ayo, Mas!" Nuning berlari ke kamar Ayu. Didapatinya anaknya itu sedang memakan tikus mentah."Ayu ...!" teriak Nuning tak kalah histerisnya dengan Dimas. Meski Nuning biasa makan makanan yang menjijikan. Ia tak mau melihat an
"Lalu bagaimana nasib Mbak Farida Pak Abi!""Aku berfokus melindungi anaknya Aisyah. Mana yang bisa diselamatkan. Itu yang aku selamatkan.""Jadi, maksud Pak Abi. Mbak Farida--""Dia masih hidup!" jawab Abi. Bahrul dan Dimas pun bernapas lega. "Tapi, dia gila!""Gila?!" Bahrul dan Dimas menggulangi perkataan Abi bersamaan. Kembali urat wajah mereka menegang mendengar penuturan Abi barusan. "Jadi, maksud Pak Abi. Neng Ayu bakalan gila?""Kalau jiwa Ayu terjebak di alam demit dan tidak dikembalikan ke raganya ... iya. Ayu akan jadi orang gila!" Bahrul menelan salivanya."Eman-eman udah gede, di sekolahin tinggi-tinggi terus gila," gumam Bahrul dalam hati. "Kasian banget Mbak Ayu.""Apa nggak ada cara buat menyelamatkan Neng Ayu, Pak?" Dimas masih berharap. Ia ingin mendapatkan jawaban yang mampu membuat hatinya tenang."Mau bagaimana lagi. Secara tidak langsung orang tuamu menyerahkan hidup kal
Part 55Dalam tidurnya sayup Bahrul mendengar suara dua orang sedang berdiskusi."Bagaimana kalau kita jadikan Bahrul sebagai tumbal!"Bahrul memasang telinganya baik-baik. Suara siapa itu, sebaiknya dia dan Dimas terus waspada. Lantunan doa Bahrul baca dalam hati. Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Bahrul melirik jam weker. Pukul setengah tiga dini hari. Dimas terlihat tidak nyenyak, sesekali ia memeriksa Ayu di kamarnya. Lalu kembali memejamkan mata. Bahrul tahu, Dimas pasti terus-terusan berdzikir. Sama halnya dengan yang ia lakukan. Aktifitas di rumah Dimas cukup aktif, apalagi di kamar atas. Bahrul mampu merasakannya.Pukul empat dini hari. Dimas sudah bangun, ia merengangkan otot punggungnya. Bahrul masih tertidur, Dimas membuka pintu kemudian ia keluar untuk menikmati udara pagi. Ia mengambil napas dalam-dalam dan mengisi paru-parunya dengan udara perdesaan yang masih asri. Seharusnya hidup di
Part 56"Ayo, ikut Bapak. Akan bapak jelaskan semuanya!"Dimas pun mengikuti Jamil sementara Nuning masih sibuk mengurus Ayu yang mengompol sembarangan. Kali ini Jamil menggajak Dimas bicara di kamarnya. Setelah menutup pintu Jamil mulai bicara."Mereka sudah tahu." Jamil diam sejenak. "Mereka sudah tahu kalau kamu berniat menghentikan pesugihan ini, Nak. Karena itu, sekarang mereka membawa Ayu. mereka tidak mau melepaskan Ayu. Mereka bilang, jika Ibu dan Bapak tidak menyediakan tumbal maka, Neng Ayu akan mereka siksa. Bapak dan Ibu tidak bisa berhenti, Nak!""Sampai kapan Neng bakal seperti itu, Pak? Terus Neng Ayu sekarang kenapa?""Neng Ayu itu bagai gelas kosong, Nak. Yang bisa diisi apa saja."Persis ... persis dengan apa yang dikatakan Abi."Ia dengan begitu mudah dimasuki oleh makhluk tak kasat mata. Hari ini dia dirasuki oleh arwah anak-anak, makanya dia bersikap seperti anak-anak.""Bukanya Bapak bisa
Part 57"Jadi, gimana? Terima nggak lamarannya Ilyas?" tanya Ibu lagi."Nggak tahulah Bu," jawab Mila. "Menurut Ibu bagaimana?" Mila melirik Ibunya yang duduk di sebelah Mila. Dyah tersemyum lalu memeluk pundak Mila."Dengar ... Mila pernah dengar tidak kalau jodoh akan datang jika sudah waktunya. Ia akan dengan sendirinya, di waktu yang tepat." Mila mencoba menelaah apa yang baru saja dikatakan Ibunya. Mila yakin kalau Ibunya ingin bilang kalau Ilyas adalah jodoh yang Allah kirim untuknya. Mila mengangguk setuju. Jodoh memang di tangan Allah, Mila percaya itu."Ibu tahu, Mila menyukai DImas, kan?" Pertanyaan Dyah kali ini sungguh membuat Mila tak mengerti. Kalau Ibunya sudah tahu. Kenapa memaksa Mila menerima Ilyas? Harusnya Ibunya bisa lebih memahami dirinya. Pikir Mila."Dengar Nak. Allah memberikan yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan. Yang kita inginkan belum tentu akan baik. Tapi, yang Allah berikan, itu sudah pasti
Part 58"Tapi, Pak!""Amankan kakakmu. Lalu kembalilah ke sini malam satu suro nanti!"Tujuan Dimas pulang adalah untuk menjemput Ayu. Namun, Jamil kembali menginggatkan Dimas akan keinginannya untuk menghentikan pesugihan Bapaknya. Jamil sudah sangat capek diperalat oleh demitnya, belum lagi saat mati nanti Jamil harus menjadi abdi abadi melayani dedemitnya. Jamil ingin memutuskan perjanjiannya dengan dunia hitam. Lantas beban itu ia lemparkan kepada Dimas. Sementara Ayu tidak tahu kalau dirinya harus gagal menikah. Pasalnya ketika Pak Kyai datang bersama keluarga untuk meminang Ayu sebagai mantu, kondisi Ayu masih belum setabil jiwanya, ia sedang mengamuk kala itu. Pak Kyai sangat terkejut melihat Ayu. Santriwatinya yang dulu sangat berprestasi telah gila. Pak Kyai pun menggurungkan niatnya mempersunting Ayu untuk putranya Gus Ibra. Kini setelah keadaanya sudah mulai membaik, Ayu telah kehilangan Gus Ibra, seseorang yang selalu dinanti kedatangangannya o
Part 68"Maaf kami tidak bisa menyelamatkan putri Anda!"Bruukk!Dyah jatuh tersungkur pingsan.Abi segera menangkap tubuh Dyah dan berusaha menyadarkannya, Ayu dan Lidya menutup mulut mereka dengan ke dua telapak tangannya, tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. Dimas terduduk lemas, seluruh tulangnya seakan tercabut dari tubuhnya. Ia melihat Abi dan Dyah. Bagaimana perasaan mereka kehilangan putri semata wayangnya.Mila ... Mila ...Ketika Dyah terbangun yang keluar dari mulutnya hanya nama Mila saja. Abi yang tak kalah hancurnya dengan Dyah harus tetap bersikap tegar. Tak ada satupun kata yang keluar dari mulut Abi yang bisa untuk menggambarkan perasaannya sekarang ini.Dokter kemudian segera menyiapkan berkas kematian Mila. Abi meminta bantuan kepada Bahrul untuk mengabari orang-orang desa. Dengan begitu, warga bisa menyiapkan lubang kuburan untuk Mila dan mengabari kerabat ja
Part 67"Mila ...!"Reflek Dimas menjatuhkan diri dan berusaha menangkap tangan Mila. Namun usaha Dimas gagal, Mila tergelincir. Untunglah ada batu besar yang menjorok, tangannya berhasil meraih akar tanaman rambat yang lebat di pinggir tebing. Akar tanaman itu menjuntai ke bawah seperti tanaman hias. Mila hampir jatuh tapi Mila berhasil menyelamatkan diri. Kini Mila duduk di batu tersebut tak berani bergerak. Mila masih belum percaya kalau dirinya masih selamat.Ibu, Lidya, dan Ayu berteriak histeris.Nyi Dewi tertawa senang."Dimas, kamu mencintai wanita ini bukan? Matilah kalian berdua!" Lalu Nyi Dewi pun menghempaskan Dimas juga.Mila sangat terkejut melihat Dimas jatuh di hadapanya. Mila berteriak histeris memanggil namanya, saat Mila melongok. Betapa lega hati Mila melihat Dimas berhasil meraih akar tanaman rambat juga, tapi dia tak seberuntung Mila. Tubuh Dimas mengayun ke kiri dan ke kanan seperti Tarzan. Deng
Part 66"Sepertinya saya tahu Mila di bawa kemana. Ayo Pak Abi.""Kalian mau kemana?" tanya Dyah bingung."Inshaallah saya janji akan membawa Mila pulang dengan segera, selamat, dan tanpa kurang apapun. Bu Dyah jangan kawatir. Doain kami saja!" kata Dimas menyakinkan.Bahrul yang kebetulan berada di lokasi proyek pun mendekati Dimas."Ada apa, Bro?" tanya Bahrul ketika menangkap raut wajah panik dari Dimas, Abi dan Dyah."Mila!""Ada apa dengan Mila?""Aku nggak bisa menjelaskan sekarang. Intinya aku titip Neng Ayu ya, tolong jaga Neng Ayu dan Bu Dyah kalau sampai malam hari nanti kami belum juga pulang.""Tapi-""Kami buru-buru," Dimas memotong ucapan Bahrul. Dimas segera menghidupkan mesin motornya, dan menarik gasnya dengan kencang setelah Abi naik ke atas motor."Sebenarnya ada apa Bu Dyah?" tanya Bahrul."Begini, sekitar satu jam tadi ada yang menjemput Mila. Dimas, aku s
Part 65Mila bingung harus berbuat apa sekarang. Kami berdua hanya saling bersitatap.Ehem.Deheman Bahrul memecahkan kebisuan mereka.Em ... Mila kikuk. Segera ia ambil langkah seribu, kembali ke kamar. Dimas memandang Mila sampai menghilang, sementara Bahrul memainkan alisnya kepada Dimas.Dimas melipat jubahnya dengan rapi, ia kemudian ke depan dan menyimpan jubah itu di jok motor. Lalu, Dimas mendahului melanjutkan pekerjaan sembari menunggu orang-orang datang. Usai salat Bahrul langsung menyusul Dimas ke depan."Bagaimana?" tanya Bahrul."Bagaimana apanya?" kata Dimas sambil mengayunkan cangkul meneruskan membuat pondasi. Sebenarnya tadi Dimas merasa malu."Sudahlah, serahkan padaku masalah Mila!" kata Bahrul. Entah apa yang di rencanakan anak itu. Dimas tak mengubris Bahrul, omongannya sudah mulai ngawur. Bagaimanapun juga, bagi Dimas sudah tidak ada jalan lagi bagi Dimas untuk me
Part 64Tak ada seorang pun yang mendengar teriakan Ayu.Dimas ....Pintu depan terbuka dengan sendirinya. Demit itu menyeret tubuh Ayu, entah ia mau membawa Ayu kemana."Lepas!"Ayu memberontak."Lepas ...."Ayu berteriak keras, tiba-tiba Ayu sudah terduduk di tempat tidurnya. Ia terbangun, Ayu masih mencoba mengatur napasnya, Dinda dan Mbak Yaroh, Ayu memandang mereka secara bergantian.Apakah tadi itu aku bermimpi?Ayu berjingkat ketika korden kamarnya bergerak tertutup dengan sendirinya. Napas Ayu kembali berderu. Sekilas saat korden itu tertutup tadi, Ayu melihat sosok di luar jendela. Sosok yang ia lihat dalam mimpinya.Sebenarnya tadi Aku bermimpi atau tidak? Tapi ... korden itu barusan ... tadi aku di luar rumah. Lalu sekarang posisiku di tempat tidur, dan --Ayu mencoba berpikir memakai logikannya.Ini tak masuk di akal. Celet
Part 63"Sebentar, kamu tadi bilang apa? Orang tuaku gentayangan jadi setan?"Kenapa Kak Dimas harus dengar, sih.Kami semua terdiam. Terutama Ilyas."Sebaiknya kita duduk dan bicara," kata Abi. "Orang-orang mengaku telah diteror oleh Ibu dan Bapakmu," ucap Abi setelah Dimas kembali duduk. Mila masuk ke kamar dan menyimak obrolan mereka. Dimas tak bersuara, ia hanya diam dan mengigit bibirnya."Sabar, Nak! Mungkin arwah Ibu dan Bapakmu merasa sangat bersalah, jadi mereka belum sepenuhnya tenang. Sebaiknya kita doakan saja. Nak, Dimas ada perlu apa ke sini?" tanya Abi."Neng Ayu masih sangat terpukul Pak Abi, saya takut Neng Ayu terguncang jiwanya, dan doa yang diberikan Pak Abi kemarin hilang. Saya mau minta lagi!" kata Dimas."Sebentar." Abi meninggalkan Dimas dan Ilyas berdua saja di ruang tamu. Ilyas mengeser duduknya mendekati Dimas."Maaf tentang yang tadi," kata Ilyas.
Part 62Ayu masih sangat syok atas kepergian kedua orang tuanya. Jasadnya hancur lebur jadi abu dan hanya tersisa beberapa potong, itu pun hangus. Lidya dan Mila terus menguatkannya. Abi membuatkan omben-omben untuk Ayu agar ia bisa merasa tenang. Dyah mengajak Ayu kerumah, kami semua tak bisa tidur. Suasana desa seketika menjadi ramai, bapak-bapak juga begadang di halaman rumah Asih. Dimas hanya bisa terdiam sambil terus melihat kehancuran istana yang telah di bangun oleh orang tuanya. Bahrul-lah yang menceritakan semuanya secara gamblang. Apa saja yang telah diperbuat Nuning dan Jamil selama ini. Warga sangat antusias mendengarkan cerita Bahrul.Oalah ya, Allah Mas Dimas. Kalau aku diposisi Mas Dimas mungkin aku juga tidak tahu apa yang bakal aku lakukan.Semua orang merasa iba terhadap Dimas dan Ayu. Bahrul berulang kali memohon maaf atas nama Dimas, Ayu, Nuning, dan Jamil.“Mas Dimas sama Ayu nggak salah kok, kami tidak akan me
Part 61"Dimas ...!"Bapak.Ibu.Dimas segera berlari ke bawah. Orang tuanya kembali disiksa dengan kejam."Dimas ... Dimas cepat bakar Ibu, Nak!""Cepat!" jerit Nuning.Dimas berlari, mengusir para demit yang menyiksa orang tuanya. Nyi Dewi telah memerintahkan mereka untuk membunuh Nuning dan Jamil.🌿🌿🌿Di satu sisi.Ayu kerasukan dan mencekik leher Bahrul yang sedang menyetir."Mbak Ayu!" Lidya mencoba melepaskan cekikan tangan Ayu.AarrrgggBahrul mengerang, ia tidak lagi bisa fokus menyetir. Mobil oleng ke kiri dan ke kanan. Bahrul tetap berusaha agar tetap berada di jalur yang benar dan tidak menabrak."Mbak Ayu! Hentikan!" pekik Lidya. Namun, Ayu terus saja tertawa dan semakin kencang mencengkeram leher Bahrul. Lidya mengambil tasnya lalu ia pukulkan berkali-kali kepada Ayu. Ayu marah dan berganti mencekik leher Lidya.
Part 60"Jadi kalian sudah bosan hidup?!" Suara serak dan sumbang itu datang dari arah belakang.Nuning dan Jamil menoleh bersamaan. Demit itu langsung ingin menghujam jantung Nuning dengan kukunya yang panjang, syukurlah Nuning mampu menghindar."Kalau kalian takut mati, harusnya kalian sediakan tumbal untukku hari ini."Nuning dan Jamil berjalan mundur, tapi di belakang mereka telah ada makhluk lainya yang siap mencabik daging mereka berdua. Nyi Dewi muncul di tangga, ia berjalan dengan sangat pelan dan angun."Nuning ... Jamil. Kenapa tak ada persembahanku?" tanyanya."Kami sudah siap mati. Tidak akan ada persembahan-persembahan lagi!" Pekik Nuning."Jadi, kalian sudah siap mati? Baiklah, kalau itu mau kalian." ujar Nyi Dewi yang kemudian memberi kode kepada para pasukan demitnya. Nyi Dewi kemudian hanya menonton pertunjukan di mana Nuning dan Jamil akan dihabisi oleh demit-demit Nyi Dewi.Empat