Di saat bersamaan, Theo sedang berdiri di tengah lorong rumah sakit.Setelah mencari ke mana-mana, akhirnya Eden menemukan Theo. Eden agak ketakutan saat berhadapan dengan Theo, seluruh tubuh Theo memancarkan aura yang dingin."Pak, kenapa berdiam di sini?" Eden berusaha bersikap tenang. "Sudah waktunya makan malam.""Aku tidak lapar," jawab Theo.Wilson perlu cuci darah, tapi sampai sekarang pendonor belum juga ditemukan.Theo merasa sangat tersiksa. Dia tahu bahwa golongan darah Thea bisa menyelamatkan Wilson, tetapi dia tidak bisa memilih di antara Thea atau Wilson.Theo tidak mungkin membiarkan Thea mendonorkan darahnya kepada Wilson. Theo menghabiskan puluhan tahun untuk mengobati Thea. Dia berharap Thea bisa hidup selayaknya orang normal.Bagaimana mungkin Theo membiarkan Thea mendonorkan darahnya? Bagaimana kalau terjadi sesuatu kepada Thea?Namun hati Theo juga remuk melihat Wilson yang sedang membutuhkan pertolongan. Theo hanya bisa memendam semuanya di dalam hati, dia tidak b
Anisa mengendarai mobilnya dan pergi meninggalkan rumah sakit.Di tengah jalan, tiba-tiba pandangan Anisa tampak berkabut. Anisa menepikan mobilnya, lalu menangis sekeras mungkin. Dia sudah menahan tangisnya sejak di rumah sakit. Sekarang semua tangisan dan emosi pun meledak jadi satu.Seandainya tahu akan jadi seperti ini, Anisa akan menjaga emosi dan suasana hatinya agar Wilson tidak lahir prematur. Anisa sangat menyesal, dia tidak tega melihat anak bungsunya menderita seperti ini.Anisa tidak pernah merasa sesakit ini. Dia tidak tahan melihat nyawa Wilson yang sedang terancam.Asalkan Wilson sembuh, Anisa rela memberikan segalanya.....Di sebuah vila mewah. Malia memegang segelas anggur merah sambil menelepon Clara."Clara, kamu menang!" Suara Malia terdengar bahagia. "Anaknya Anisa sedang kritis, kayaknya tidak akan bisa bertahan hidup. Kalau tidak lahir prematur, bayinya tidak akan sakit-sakitan."Clara sudah mendengar informasi ini dari Nial. Namun Nial hanya mengatakan kondisi
Karena Anisa belum boleh mengangkat barang berat, Bibi Wina langsung menawarkan. "Anisa, mau aku bawakan ke kamar?"Anisa menatap paket tersebut sambil menggelengkan kepala. "Aku tidak membeli barang, entah siapa yang mengirimkannya. Bi, boleh tolong bukakan paketnya?""Boleh. Sebentar, aku ambil gunting dulu." Bibi Wina berlari ke dapur untuk mengambil gunting.Ketika Bibi Wina hendak membuka paketnya, William dan Wilona menghampiri Anisa yang sedang duduk di sofa. Perut Anisa terasa sakit, dia tidak sanggup berdiri terlalu lama."Bu, itu apa? Ibu belanja?" tanya Wilona."Ibu juga tidak tahu. Ibu tidak membeli apa-apa," jawab Anisa.William mengerutkan alis dan menebak. "Jangan-jangan isinya adalah barang yang mengerikan? Sama seperti kejadian dulu?"Ucapan William langsung membuat Anisa tersentak. Kata Bibi Wina barangnya sangat berat, apakah isinya semacam batu atau semen?"William, bawa Wilona ke kamar." Anisa khawatir kalau paket ini benar berisi benda yang mengerikan dan membuat
Dengan gemetar, Anisa berjalan mendekati batu nisan yang berwarna hitam ini."Anisa, jangan lihat!" Bibi Wina tersadar dari lamunannya, lalu bergegas mengadang Anisa.Anisa telah kehilangan akal sehatnya, dia mendorong Bibi Wina dan menjawab, "Minggir, aku mau lihat!"Meskipun Bibi Wina berusaha mengadang, Anisa bisa melihat jelas nama yang terukir di atas batu nisan. Di atas batu nisan tertulis jelas nama Wilson Pratama.Wilson tidak meninggal, siapa yang berani mengirimkan batu nisan ini?"Anisa, orang yang mengirimkannya barang ini pasti memiliki niat jahat. Kita harus lapor polisi." Bibi Wina memapah Anisa yang mematung di tempat. Sekujur tubuh Anisa terasa sangat tegang."Kalau kamu marah, pelakunya justru malah senang. Anisa, kamu harus sadar! Wilson tidak meninggal, dia pasti akan sembuh." Bibi Wina berusaha menenangkan Anisa.Emosi Anisa kembali meledak, dia tak dapat membendung air matanya.Anisa menangis sambil memeluk Bibi Wina. "Kondisi Wilson sedang kritis. Aku tidak bisa
Mungkin Anisa benar, Theo tidak pantas menjadi seorang ayah. Dia tidak mampu membesarkan seorang anak.Bahkan kehidupan Theo sendiri sangat kacau. Bagaimana dia sanggup membesarkan anaknya?"Ketika Grey tiba di rumah sakit, dia hanya melihat keberadaan Mike dan Eden."Grey, kamu bawa apa?" Mike memperhatikan kotak yang dibawa Grey.Di depan kotak tersebut tertulis "Kotak Transfusi Darah"."Darah." Grey membawa kotak tersebut ke ruangan dokter.Mike dan Eden mengikuti Grey dari belakang. "Apakah darah ini bisa menyelamatkan Wilson?""Em, tapi darahnya tidak banyak," jawab Grey.Mike dan Eden agak sulit memercayainya. "Grey, kamu dapat dari mana darahnya?"Grey tidak sanggup menjawab pertanyaan mereka. Hati Grey terasa sangat berkecamuk.Grey bertanya kepada Thea apakah dia bersedia memberikan transfusi darah kepada Wilson. Thea langsung mengangguk tanpa berpikir panjang.Setelah itu, Grey membawa Thea menjalani serangkaian tes dasar untuk mengetahui apakah dia layak untuk mendonorkan da
Theo membuka pintu kamar Anisa.Ania sedang berbaring di atas tempat tidur sambil melamun."Anisa, darahnya sudah tersedia," kata Theo yang memecah lamunan Anisa.Berita ini jauh lebih baik daripada segudang kata manis Theo. Begitu mendengarnya, Anisa langsung bangkit berdiri."Anisa, jangan bergerak, kamu perlu istirahat." Theo menahan tubuh Anisa. "Wilson akan sembuh.""Wilson sudah menerima transfusi darahnya?" Anisa menggenggam erat kemeja Theo."Darahnya baru selesai diperiksa. Grey yang membawa darahnya, harusnya semua aman. Anisa, kamu masih kelihatan lesu. Istirahatlah, aku akan memberitahumu begitu ada kabar dari rumah sakit."Anisa kembali berbaring, setidaknya dia merasa lebih lega. "Kamu kembali ke rumah sakit saja.""Em." Theo meninggalkan kamar Anisa dan beranjak ke ruang tamu."Di mana batu nisannya?" Theo bertanya kepada Bibi Wina."Sudah dibuang ke tong sampah." Bibi Wina mengerutkan alis. "Orang yang mengirimkannya benar-benar kejam."Theo beranjak ke tong sampah yang
Setelah beranjak keluar dari ruangan dokter, Theo mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Grey.Di ujung telepon, terdengar suara Grey yang kelelahan. "Bagaimana kondisi Wilson?""Grey, dari mana kamu mendapatkan darahnya?" Theo berjalan ke ujung lorong rumah sakit. "Kamu tahu apa maksudku."Setiap hari Thea menghabiskan waktunya bersama Grey. Kemungkinan besar Thea yang menyumbangkan darahnya untuk Wilson.Grey tidak ingin berbohong, tapi dia juga tidak berani memberi tahu Theo yang sesungguhnya."Theo, kita tidak punya hubungan apa-apa. Apakah kamu akan memercayai ucapanku? Saat aku menjelaskan hubunganku dengan Anisa, apakah kamu memercayai aku?" Grey menjawab dengan datar."Itu adalah masalah yang berbeda.""Aku sangat lelah." Grey tidak ingin melanjutkan pembicaraan ini. "Kamu tanyakan sendiri kepada Thea.""Kamu pikir aku tidak akan bertanya kepada Thea? Sekarang sudah malam, aku tidak ingin mengganggu dia," jawab Theo."Iya, sekarang sudah malam, aku juga mau tidur." Sebelum menu
Theo duduk di ruang tunggu dengan ditemani Mike."Pulanglah,"kata Theo."Aku sudah terbiasa begadang. Lagi pula aku juga tidak bisa tidur." Mike bersandar sambil memainkan ponselnya. "Aku sedang mencari pendonor di Negara Hamok. Darah ini memang langka, tapi bukan berarti nggak ada. Kenapa susah sekali mencari pendonor? Apakah harga yang kita berikan kurang?""Tidak semua orang tahu golongan darahnya, juga tidak semua orang melihat berita yang kita umumkan. Dunia jauh lebih besar daripada yang kita bayangkan. Masih ada banyak orang yang tinggal di pedalaman, tidak memiliki listrik dan kekurangan air. Jangankan punya internet, makan saja susah," jawab Theo.Mike mengangguk. "Kamu benar, masuk akal. Theo, aku tahu apa yang para wanita sukai dari dirimu. Kamu memiliki kemampuan yang tidak meragukan, tapi kadang-kadang kamu sangat menjengkelkan.""Coba jelaskan." Entah kenapa, hati Theo lebih terbuka untuk berbicara dengan Mike."Kamu tahu apa yang aku sukai dari Eden?" Mike memberikan seb
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."