"Aku menyakiti dia?" Theo meninggikan suaranya. "Grey, kamu tidak tahu malu?""Aku malu, semuanya salahku, tapi tolong jangan berpikiran sempit." Nada bicara Grey terdengar tenang. "Anisa datang menemuiku untuk mencari catatan Profesor Carmen. Dia juga memintaku untuk membaca catatan medis pasiennya dan memberikan saran. Meskipun aku tidak sehebat Anisa, pengetahuan teoriku lumayan bagus."Sesaat mendengar ucapan Grey, napas Theo terdengar lebih berat."Anisa mendapatkan pasien baru. Kalau kamu mengira dia melakukannya demi uang, maka kamu salah besar! Kalau kamu mencintainya, apakah kamu bisa belajar untuk menghargainya?" tanya Grey.Grey sangat jarang berbicara sekeras ini kepada orang lain."Menghargai yang kamu maksud adalah menoleransi tanpa batasan. Kalau aku mencintai seseorang, aku tidak bisa melihat wanita itu bertindak sesuka hatinya." Theo membantah ucapan Grey."Seperti pasir, semakin erat digenggam justru semakin cepat menghilang. Kamu tidak berhak mengontrol hidup Anisa.
"Paman, aku juga sedih melihat kondisi Nara. Aku sudah dua hari tidak bisa tidur. Nara memaksa ingin mati, tapi aku tidak rela ...." Leo kelihatan sedih.Resha mendengus dingin. "Maksudmu, tidak rela anak kalian mati? Kamu tidak mencintai Nara.""Aku tidak akan membantah, tapi Paman juga tahu sendiri bagaimana perasaan Nara terhadapku. Dia juga tidak mencintaiku." Raut wajah Theo terlihat muram. "Anak kami tidak bersalah. Aku akan menjaga Nara sampai dia melahirkan. Setelah dia melahirkan, tolong bawa dia kembali ke Negara Hamok. Aku akan memberikan kalian uang. Berapa pun yang kalian minta, aku akan berusaha memenuhinya."Resha berpikir sebentar, dia tidak langsung menjawab Leo.Di dalam ruangan, Nara mendengar jelas pembicaraan di antara Resha dan Leo. Di mata orang-orang, sekarang Nara hanyalah alat jual-beli, dia tidak diperlakukan selayaknya manusia.Jika bukan karena anak yang dikandung, Leo tidak mungkin menjaga, apalagi memberikan uang kepada Resha. Nara tahu bagaimana tabiat L
Anisa tidak menyangka bahwa Nara akan mengakhiri hidupnya dengan seperti ini.Anisa tidak dapat membayangkan betapa putus asanya Nara sampai memutuskan untuk bunuh diri.Nara tidak hanya mengakhiri hidupnya sendiri, tetapi juga anak yang sedang dikandungnya.Tanpa disadari, Anisa mulai memercayai tuduhan yang dilayangkan Nara. Jangan-jangan, Nara memang mendengar suara Anisa saat pelaku mencongkel matanya?Siapa orang yang mencelakai Nara? Kenapa pelaku itu menjadikan Anisa sebagai kambing hitam? Apakah Leo pelakunya?Namun Nara sedang mengandung anaknya, Leo tidak mungkin bertindak sekejam itu kepada Nara.Jangan-jangan pelaku ingin menyerang Anisa dengan meminjam tangan Nara? Kalau tidak, kenapa Nara bisa mendengar suara Anisa saat insiden terjadi?Sekujur tubuh Anisa sontak merinding.Mike membawa semangkuk bubur ke kamar Anisa. Melihat kedua mata Anisa yang kosong, Mike langsung memanggilnya, "Anisa? Kamu kenapa?"Mike meletakkan buburnya, lalu menggoyangkan tubuh Anisa. "Kamu lagi
"Gawat! William sedang berada dalam bahaya!" Mike berteriak sambil melihat jam tangannya. "Anisa, kamu tunggu di mobil, aku akan pergi mencari William."Mike menepi, lalu keluar dari mobil dan berlari ke arah stasiun kereta.Hari ini adalah hari libur, guru-guru membawa para murid ke pusat perbelanjaan yang ada di dekat stasiun kereta. Ketika sedang membeli hadiah untuk Anisa, William menyadari ada yang mengikutinya.Setelah William keluar dari pusat perbelanjaan, orang itu masih mengikuti William sampai ke stasiun kereta. William yakin, dia pasti sedang diikuti.Anisa tidak bisa berdiam diri, dia menyusul Mike dan berlari ke arah stasiun kereta.Pengawal bergegas memapah Anisa sambil membujuknya. "Bu, hati-hati, kasihan kandunganmu. Bagaimana kalau terjadi sesuatu?"Awalnya Anisa tidak merasakan apa-apa, tetapi begitu mendengar ucapan pengawal, perut Anisa langsung terasa sakit.Anisa berhenti berlari, lalu berkata kepada pengawal, "Cepat cari William. Mike tidak bisa sendirian. Bagai
"Bagaimana kamu akan membereskannya?" Mike meletakkan kedua tangan di pinggang. "Seharusnya kamu nggak boleh meretas situs itu. Kalau Pamela pernah mengunjungi situs itu, berarti dia mengenal orang-orang di dalamnya. Kalau kamu nggak meretasnya, mungkin kita bisa mendapatkan beberapa informasi dari anggota situs itu."William menundukkan kepalanya. Dia ketakutan melihat isi situs itu, makanya dia bertindak agak gegabah. Kalau dipikir-pikir, tindakannya memang salah."Serahkan masalah ini kepadaku." Mike mengusap kepala William. "Mumpung kamu lagi libur, tidurlah lebih awal dan sering-sering temani ibumu. Oh iya, berikan laptopmu. Aku akan berusaha memperbaiki situs itu.""Wanita yang bernama Pamela itu bukanlah orang baik. Suruh Ibu untuk menjauhinya," kata William."Target wanita itu adalah ayahmu, bukan ibumu," jawab Mike.William hanya diam, dia sama sekali tidak memedulikan hidup mati Theo.Keesokan hari.Anisa bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan.William keluar dari kamar,
"Apakah ada yang mau mencoba?" Petugas pameran bertanya kepada para pengunjung.Ada begitu banyak orang yang ingin mencobanya, tak terkecuali Anisa. Hanya saja, tiba-tiba Anisa tidak bisa bergerak dan sekujur tubuhnya terasa kaku.Anisa ingin melupakan semua yang terjadi di Negara Legia, tetapi ingatan itu terus berlalu-lalang di pikiran Anisa.Anisa tidak menyangka, ternyata teknologi sekarang sudah semakin canggih. Robot bahkan sudah bisa meniru suara manusia.Jangan-jangan, orang yang mencelakai Nara juga menggunakan teknologi serupa?Salah seorang pengunjung diundang ke atas panggung, lalu berbicara kepada robot itu, "Hai, namaku Lili. Aku ingin lihat apakah kamu bisa meniru suara.""Hai, Lili. Aku sedang berusaha meniru suaramu. Apakah menurutmu mirip?"Sesaat mendengar jawaban robot, semua orang pun bertepuk tangan. Meskipun kaku dan tempo berbicara agak lambat, suara robot sangat mirip dengan pengunjung yang menyapanya.Hati Anisa terasa berkecamuk, berbagai asumsi pun bermuncul
Theo langsung berhenti di tempat.Anisa berjalan menghampirinya dan bertanya, "Kok kamu ada di sini? Kapan kamu datang?"Theo membalikkan badan, lalu menjawab dengan ekspresi datar, "Kemarin.""Kamu datang sendirian?" Anisa meninggikan suaranya.Anisa tidak tahu untuk apa dia mencegat Theo dan menanyakan pertanyaan ini.Sebelumnya mereka berdua bertengkar hebat. Anisa bisa saja pura-pura tidak mengenali Theo.Namun Anisa tidak bisa mengendalikan pikirannya, dia berpikir bagaimana kalau Theo datang untuk menemuinya?"Aku mau menghadiri seminar di salah satu sekolah." Tenggorokan Theo tampak bergulir, tatapannya terlihat gelisah dan salah tingkah. "Aku pernah bersekolah di sini. Hmm, kamu mau ikut mendengar seminarnya?"Sebenarnya jawaban Theo membuat Anisa agak kecewa, tetapi Anisa berhasil menutupinya dengan sempurna."Hari ini aku mau menemani William, aku tidak ada waktu," jawab Anisa sambil melirik ke arah William.Senyuman di wajah William pun pudar, ekspresinya sangat dingin saat
Theo memesan sebuah ruangan yang besar untuk mereka bertiga.Sejujurnya suasana terasa agak canggung. Setelah menyajikan semua hidangan, pelayan pun pamit.Ketika melihat Theo hendak berbicara, Anisa langsung menyela dan berkata, "William, kamu sudah lapar? Makanan di restoran ini sangat enak, kamu harus makan yang banyak."Anisa meletakkan beberapa sayur ke dalam piring William.William makan sambil menundukkan kepala, dia sama sekali tidak mau menatap Theo.Theo menuangkan semangkuk sup daging, lalu memberikannya kepada Anisa sambil bertanya, "Kamu berencana kapan pulang?"William adalah anak yang sensitif. Anisa tidak ingin berbicara dengan Theo di depan William.Anisa takut kalau Theo salah bicara dan malah membuat William semakin membencinya."Makan dulu." Anisa memberikan isyarat mata kepada Theo.Beberapa menit kemudian, William selesai makan dan meletakkan sendoknya. "Bu, aku ngantuk. Aku mau pulang duluan."Anisa langsung meletakkan alat makannya."Bu, Ibu makan saja, biar pen
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."