Kedua mata Anisa tampak berbinar-binar. Dia tertawa kecil dan menjawab, "Kalian baru pertama kali tidur bersama? Wah, kalian polos banget."Seketika wajah Theo pun masam. "Kamu berbicara seperti orang yang berpengalaman. Selain aku, kamu pernah tidur dengan pria lain?"Anisa tersenyum. "Tentu saja."Di dalam otak Anisa, William juga pria.Theo tak dapat membendung kemarahannya. "Anisa, kalau aku datang mencarimu lagi, aku bukan manusia!"Theo membalikkan badan dan pergi. Setelah Theo pergi, senyuman di wajah Anisa pun sirna.Baguslah, Theo tidak akan datang menemuinya lagi. Bagaimanapun, mereka sudah tidak sejalan. Hanya saja, entah kenapa hati Anisa terasa sesak ....Anisa menarik selimutnya dan menghela napas panjang.Di saat bersamaan, Mike membuka pintu, lalu berjalan ke samping Anisa. Kemudian Mike mengulurkan tangannya untuk mengusap kening Anisa."Anisa, Theo nggak menindas kamu, 'kan? Dia benar-benar menyebalkan! Awalnya aku mau mengantar kamu ke rumah sakit, tapi malah kedulua
"Halo?" Eden menjawab teleponnya."Ini aku," jawab Mike. Mike menelepon dengan menggunakan telepon kantor.Eden melihat nomor yang tertera di layar ponsel, lalu menjawab dengan dingin, "Ada apa?""Ketus banget? Jangan sampai aku nggak mau jual dronenya kepada kalian." Mike mengancam.Eden mengerutkan alisnya dan langsung membantah. "Jangan omong kosong, siapa yang mau membeli produk kalian?"Mike tertegun. "Bosmu! Tera Group baru saja mengirimkan daftar pembelian kepada Departemen Penjualan. Kamu nggak tahu?"Eden menarik napas panjang dan memastikan. "Maksudmu? Pak Theo menyuruh Departemen Pembelian untuk mengirimkan daftar pembelian kepada perusahaan kalian?""Iya. Kamu nggak tahu? Ah, aku pikir kamu anak emas, ternyata cuma anak bawang." Setelah puas menyindir, Mike langsung menutup teleponnya.Eden merasa tersinggung, dia langsung pergi menemui Theo untuk meminta penjelasan.Theo mengangkat kepalanya dan menjawab, "Sebentar lagi Festival Musim Gugur. Hadiah tahun ini adalah drone.
Theo tidak menjawab.Dengan canggung, Eden memberikan ponselnya kepada Anisa.Anisa membuka pengeras suara dan meletakkan ponsel Eden ke atas meja."Halo, Pak Theo."Mike berusaha menahan tawa saat mendengar panggilan Anisa kepada Theo. Sebaliknya, Eden malah kehabisan kata-kata."Halo, Bu Anisa," Theo menjawab dengan datar.Mike dan Eden sama-sama mengambil gelas yang ada di depannya. Mike meneguk airnya, sedangkan Eden mengangkat gelas kosong, ternyata airnya sudah habis."Aku harus menjelaskan kepadamu. Kami sama sekali tidak ada maksud untuk bersikap keterlaluan." Anisa berusaha mengatur emosinya. "Pertama-tama, perusahaan kami baru berdiri dan skala pabrik kami tidak terlalu besar. Kedua, karyawan dan peralatan kami pun terbatas.""Berdasarkan situasi saat ini, kami tidak sanggup memenuhi pesanan kalian. Kalau kalian tidak keberatan, kami terpaksa harus mengimpor sebagian produk dari luar negeri. Tenang saja, kami pastikan barangnya akan sampai tepat waktu. Hanya saja harganya leb
"Pak Theo, Nara juga sedang mencari seorang dokter." Detektif yang disewa Theo baru mendapatkan informasi terbaru. "Nara mencari seorang pria paruh baya yang memiliki tinggi sekitar 1,7 meter.""Untuk apa?" Theo kebingungan.Detektif menjawab, "Sepertinya untuk menyembuhkan Thea.""Kita harus menemukan dokter itu sebelum Nara yang menemukannya." Harapan di hati Theo pun bangkit."Baik. Aku juga sedang menyelidiki sebuah informasi rahasia. Katanya Profesor Carmen memiliki seorang murid rahasia, tapi tidak ada seorang pun yang mengetahui identitasnya. Menurut informasi yang aku dapatkan, murid itu bekerja di laboratorium Profesor Carmen.""Jangan-jangan, murid rahasia itu adalah pria paruh baya yang dicari Nara?" tanya Theo."Aku juga berpikir begitu." Detektif sependapat dengan Theo.Pukul 5 sore, Theo menjemput Thea di Akademi Akila. Ketika tiba di parkiran, Theo dan Thea berpapasan dengan Anisa yang menjemput William.Mereka berempat saling memandang. Seketika suasana pun terasa cangg
Sesampainya di depan rak buku, ekspresi Theo langsung berubah menjadi dingin.Ke mana kotak itu? Kenapa tidak ada di tempat?Theo menaruh kotak itu di rak selama 20 tahun. Selama ini tidak pernah ada masalah, kenapa tiba-tiba kotaknya hilang?Setelah menyadari barangnya hilang, Theo langsung membongkar semua buku yang ada di lemari. Lemari ini menyatu dengan tembok, tidak mungkin jatuh ke sela-sela celah.Meskipun semua buku sudah dibongkar, Theo tetap tidak menemukan kotaknya. Theo mencari berulang kali, tetapi kotak itu tak kunjung ditemukan.Kedua mata Theo tampak memerah, aura membunuh pun terpancar dari tatapannya.Siapa? Siapa yang berani menyentuh barang-barang di ruangannya?Seingat Theo, satu bulan yang lalu dia masih melihat kotak itu ....Theo pun panik, dia langsung memanggil pengawal dan memerintahkan, "Unggah semua rekaman CCTV selama 1 bulan terakhir. Ada yang masuk ke ruanganku."Pengawal terkejut. "Baik, akan segera aku siapkan.""Periksa rekaman CCTV, catat semua oran
Akhirnya Theo hanya meninggalkan nama Wilona dan Nara.William sudah 2 kali datang, tetapi dia hanya duduk di ruang tamu. Jadi tidak mungkin William pelakunya.Wilona pernah menyelinap masuk ke rumah, tetapi dia tidak sepintar William. Saat tertinggal di rumah Theo, dia bahkan sampai menangis sesegukan.Theo tidak langsung mencoret nama Wilona. Tatapan Theo tertuju kepada Nara, apakah mungkin wanita ini pelakunya?Namun kapan Nara menyelinap masuk ke ruang kerja? Memangnya dia ada kesempatan untuk masuk ke ruang kerja?Tak ada pilihan lain, Theo harus menunggu hasil unggahan rekaman CCTV.Saat Anisa menginap di rumah, listrik di rumah sempat padam selama 3 jam. Oleh sebab itu CCTV itu juga tidak berfungsi.Yang harus dilakukan sekarang adalah memastikan apakah ada yang menyelinap ke ruangan Theo di luar pemadaman listrik. Jika ada, pelakunya akan langsung tertangkap. Namun kalau tidak ada, berarti pelaku masuk ke ruangan Theo saat pemadaman listrik.Malam ini Theo tidak bisa tidur, dia
Di Vila Starbay.Maya aneh melihat Anisa yang pulang seawal ini."Kamu sudah makan?" tanya Maya."Apakah Ibu pernah melihat kotak berwarna merah di rumah?" Anisa melempar tasnya ke atas sofa, lalu berjalan ke kamar anak-anak."Kotak merah?" Maya bergumam sambil mengikuti Anisa. "Ibu tidak pernah lihat, kenapa?""Theo kehilangan barangnya." Anisa menjelaskan dengan cepat, "Dia sudah memeriksa rekaman CCTV, tidak ada yang aneh. Tapi beberapa waktu lalu William pergi ke rumahnya dan meretas sistem keamanan mereka.""Kamu curiga William yang mencurinya?" Maya mengerutkan alis.Anisa menatap Maya dan menjawab, "Bu, aku tahu Ibu tidak akan percaya, aku juga tidak percaya. Tapi William sudah melakukan terlalu banyak hal yang menyimpang di belakang kita."Maya hanya menghela napas, dia tidak bisa membela William."Kotak berwarna merah? Isi kotaknya sangat penting?" tanya Maya sambil membantu Anisa mencari."Katanya sangat penting.""Kalau penting, kenapa tidak disimpan baik-baik? Kalau William
"Tidak ada," jawab William."Benar?" Anisa bertanya sekali lagi untuk memastikan."Tidak ada." Raut wajah William terlihat datar.Jika Anisa terus mendesak, takutnya William dan Wilona akan merasa kalau Anisa tidak memercayai mereka."Baiklah. Sana, taruh tas kalian dan cuci tangan," jawab Anisa.William menggandeng tangan Wilona ke kamar. Sesampainya di dalam, Wilona berbisik kepada William, "Kak, kenapa bohong? Kita nggak boleh bohong sama Ibu."Wilona tidak pernah bilang karena Anisa tidak pernah tanya. Namun setiap Anisa bertanya, Wilona tidak pernah berbohong."Theo pasti cemas karena kotaknya hilang. Kalau kita mengembalikannya, dia akan memarahi kita. Biarkan saja dia stress mencari kotaknya," jawab William dengan dingin.Wilona mengangguk. "Baiklah."Di antara Theo dan William, Wilona pasti berpihak kepada William. Awalnya Wilona menyembunyikan kotaknya di bawah tempat tidur, tetapi dua hari yang lalu mereka memindahkan dan menguburnya di sebuah pohon besar yang ada di halaman
Sebelum mengirimkan foto-foto Wilona, Theo menuliskan beberapa kalimat di atasnya.[ Anisa, berikan aku 1 kesempatan lagi. ][ Satu kesempatan terakhir. ]Anisa menutup ponsel, lalu memejamkan matanya. Suara tangisan Sania terus bergema di dalam kepala Anisa.Karena emosi sesaat, Sania menceraikan Vanzoe, lalu meninggalkan Negara Legia dan bahkan memaki Vanzoe. Namun saat Vanzoe mau menikah lagi, Sania malah sedih dan menangis setiap hari.Siapa yang tidak menginginkan hidup tenang dan damai? Cinta adalah hal yang bisa membuat seseorang menjadi damai sekaligus gila.....Setelah meninggalkan Vila Starbay, Theo membuka ponselnya untuk mengecek pesan Anisa.Ternyata Anisa tidak membalas .... Meskipun tidak membalas, Theo yakin Anisa membaca pesannya.Theo tidak akan memaksa Anisa, dia sadar Anisa tidak akan memaafkannya dengan mudah. Theo hanya bisa bersabar dan berusaha.....Keesokan hari, Sania datang ke Vila Starbay dengan membawa banyak hadiah."Rasanya kembali seperti dulu," kata B
"Nggak masalah! Kakakmu ganteng dan pintar, pasti banyak gadis yang mengejarnya. Kalaupun nggak dapat wanita, masih ada pria," jawab Mike.Wilona langsung menutup mulutnya."Membosankan!" William meletakkan alat makannya dan pergi meninggalkan ruang makan.Setelah William pergi, Anisa juga merasa kenyang dan ingin beristirahat. Sesampainya di kamar, dia membereskan koper, lalu berbaring dan hendak tidur.Ketika Anisa hendak memadamkan lampu kamar, dia menerima belasan pesan dari Theo.Anisa tertegun, lalu membuka pesan yang dikirimkan. Ternyata Theo mengirimkan semua foto-foto Wilona saat bermain di taman hiburan.Anisa menyimpan beberapa foto yang cantik dan bergegas menutup pesan dari Theo.Anisa belum siap menghadapi Theo. Perpisahan kemarin membuatnya sangat terpukul, dia tidak bisa melupakannya begitu saja.Akhirnya Anisa menelepon Sania dan mengajaknya mengobrol. "Sania, aku sudah pulang.""Kamu sudah pulang?" Sania terdengar kaget."Em. Aku memutuskan pulang secara tiba-tiba, ja
Semua orang kaget melihat mobil Rolls-Royce milik Theo.Theo tahu bahwa Anisa masih marah dan tidak ingin menemuinya. Bukankah Theo memiliki ego yang tinggi, kenapa dia rela membuang semua harga dirinya dan datang dengan konsekuensi dimarahi Anisa?Sesaat Theo membuka pintu mobil, dia melihat Eden yang berlari keluar."Pak, sebaiknya Anda jangan masuk." Eden berbicara dengan canggung, "Anisa tidak mau menemui Anda. Aku juga ikut diusir."Sebenarnya kondisi di dalam tidak separah yang Eden ceritakan. Anisa tidak akan mempermasalahkan kejadian hari ini asalkan Eden mengusir Theo pergi.Jadi, Eden sengaja melebih-lebihkan agar Theo tidak memaksa masuk ke rumah Anisa."Dia tidak memarahi Wilona, 'kan?" tanya Theo."Tidak. Wilona masih kecil, Anisa tidak mungkin menyalahkannya. Pak, tenang saja, yang penting Anisa sudah pulang. Masih ada hari esok." Eden berusaha menghibur Theo. Theo mengerutkan alis. "Ucapanmu seolah aku ingin melakukan sesuatu terhadap Anisa.""Bukan begitu maksudku ....
"Kamu tahu sendiri karakter Pak Theo, dia takut sama Anisa," jawab Eden sambil menggaruk kepala.....Hari yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap mata. Setelah puas bermain, Theo mengajak Wilona, Mike, dan Eden makan malam bersama. Awalnya Mike tidak mau menolak karena Wilona pasti kelelahan dan kelaparan, tetapi tiba-tiba Anisa menelepon Mike.Sesaat mengeluarkan ponsel, Mike terkejut melihat nama Anisa yang tertera di layar. "Anisa telepon! Sst, kalian diam dulu.""Halo, Anisa?" Mike menjawab panggilannya. "Kamu mau melakukan panggilan video? Kami lagi di luar. Aku akan meneleponmu kembali begitu sampai di rumah.""Sekarang aku ada di rumah," kata Anisa dengan nada yang tenang, tapi mencekam. "Bawa Wilona pulang sekarang juga!"Mike tertegun mendengar ucapan Anisa. Sebelum Mike sempat menjawab, Anisa telah menutup teleponnya."Gawat!" Wajah Mike tampak memerah, jantungnya berdegup sangat kencang. "Anisa sudah pulang, dia ada di rumah. Anisa memerintahkanku untuk segera membawa
Sesampainya di wahana kedua, antrian panjang terlihat di depan pintu.Wilona berjalan ke barisan VIP dan ikut mengantri.Bagaimana mungkin Theo tega membiarkan putrinya mengantri? Meskipun cuaca hari ini cerah dan berangin, mengantri sepanjang itu pasti melelahkan.Theo sendiri paling benci mengantri!Theo berjalan ke depan, lalu menarik lengan Wilona dengan penuh kasih berkata, "Sayang, Ayah akan membawamu masuk."Wilona mengerutkan alis. "Maksudnya memotong antrian?"Tanpa pikir panjang, Theo langsung mengangguk.Mike langsung menggosok kedua tangannya, dia sudah mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya.Di saat bersamaan, Eden berjalan ke samping Theo untuk menceritakan insiden yang terjadi 1 jam lalu."Aku paling benci menyerobot antrian! Baru saja, seorang Tante jahat menyerobit antrian dan diusir. Masa aku memarahi orang lain, tapi aku sendiri juga menyerobot antrian?" Meskipun Wilona tidak suka mengantri, hati nurani melarangnya untuk melakukan tindakan yan gsalah.Setel
Penanggung jawab taman berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepala. Eden terlihat sangat serius, penanggung jawab taman tidak mau kehilangan pekerjaan ini.Akhirnya wanita arogan itu pun diusir.Sebelum pergi, wanita itu meneriaki Wilona, "Bocah tengil, tunggu pembalasanku!"Wilona menjulurkan lidahnya dan mengolok-olok wanita itu."Wilona, wanita itu nggak akan datang lagi. Kamu jangan marah, ya!" Eden menghibur sambil tersenyum."Aku nggak marah. Yang malu dia, bukan aku." Wilona menarik Mike tempat semula dan lanjut mengantri."Kak, kamu hebat banget." Gadis kecil yang berdiri di depan Wilona mengacungkan jempolnya.Wilona membalasnya dengan senyuman abngga.Setelah wanita itu pergi, peannggung jawab taman menelepon Theo. "Pak, putri Anda sedang mengunjungi Dunia Fantasi."Penanggung jawab taman memanfaatkan status Wilona untuk menyanjung Theo, ini adalah kesempatan yang bagus untuk menarik simpati."Putriku?" tanya Theo."Benar! Pak Eden yang bilang, tidak mungkin salah. Hmm, apak
Wilona menarik tangan Mike dan mengajaknya ke depan.Petugas yang melayani di depan terlihat ketakutan menghadapi wanita tersebut. Eden takut terjadi keributan, dia pun mengeluarkan ponsel dan menelepon penanggung jawab taman hiburan."Tante!" Wilona berteriak sambil menatap wanita itu. "Menyerobot antrian itu salah. Kamu sudah salah, tapi masih berani memarahi orang lain. Gurumu nggak mengajari kamu sopan santun, ya?"Mike tertegun melihat sikap Wilona. Tampaknya Wilona sudah semakin dewasa, dia bukan lagi anak berusia 3 tahun yang cengeng.Teriakan Wilona sontak membuat orang-orang di sekitar tercengang selama beberapa deitk.Wanita tersebut memelototi Wilona dan memarahinya, "Bocah tengil! Beraninya berteriak di hadapanku. Memangnya siapa kamu?"Wilona menjawab dengan tenang dan lantang, "Kamu buta, ya? Aku anak kecil! Dasar bodoh!"Para pengunjung tertawa mendengar ucapan Wilona.Wanita ini pun murka, dia mengangkat tangan dan hendak memukul Wilona.Melihat wanita yang hendak memuk
"Wilona, ayahmu nggak tahu kamu pergi ke taman huburan ini. Aku tidak akan memberi tahu ayahmu. Kita pergi dulu, kalau nggak seru, kita pindah tempat. Bagaimana?" tanya Eden.Wilona berpikir sebentar, lalu mengangguk sambil tersenyum."Jangan beri tahu ibumu, ya! Kalau ibumu tahu, dia pasti tidak akan mengizinkan kamu ke sana." Eden mengingatkan. "Taman ini sangat cantik dan seru. Aku pernah membawa keponakanku ke sana, dia sangat suka."Pikiran Wilona hanya dipenuhi bermain. Dia langsung mengangguk saat mendengar semua ucapan Eden.Tak terasa, akhir pekan pun tiba.Suasana di Dunia Fantasi sangat ramai.Ketika Eden membawa keponakannya datang, cuaca gerimis dan banyak wahana yang ditutup."Untung William nggak ikut." Mike menghela napas, dia tahu William tidak akan menyukai tempat seperti ini.Kalau William datang, dia mungkin tidak akan masuk dan langsung pulang ke rumah. William paling tidak menyukai tempat yang ramai.Eden meminta maaf. "Aduh, antriannya panjang banget. Sebentar, a
Ketika Eden menyiapkan makan malam, dia memberikan isyarat mata kepada Mike.Mike langsung mengangguk, lalu berkata kepada William dan Wilona, "Anak-anak, akhir pekan aku akan membawa kalian jalan-jalan.""Oke, oke! Paman, kita mau jalan ke mana?" tanya Wilona dengan antusias."Hari ini baru hari selasa," jawab William."Makanya kita buat rencana dulu. William, kamu ada waktu, 'kan" tanya Mike."Tidak ada." Tahun ajaran baru telah dimulai, William harus mengerjakan banyak tugas."Kamu masih SD, memang sebanyak apa tugasmu? Kalau kamu sudah SMP, jangan-jangan kamu bahkan nggak ada waktu untuk pulang." Mike tampak cemberut. "Waktu SD aku nggak sesibuk kamu, tapi aku pintar dan sukses.""Kelak aku akan lebih sukses daripada kamu," William berakta dengan serius.Dulu Mike mungkin akan membantah William, tetapi sekarang Mike tidak memiliki kepercayaan diri.Eden tertawa terbahak-bahak sambil mengacungkan jempol."Aku akan meminta ibumu untuk memindahkan sekolahmu," kata Mike dengan kesal."