Seluruh tulang di tubuh Hanum seolah-olah dilolosi setelah membaca tulisan di kuitansi tadi. Berkali-kali dia menghela napas untuk menenangkan badai yang tiba-tiba saja berkecamuk di dalam dada. Sekeras apa pun dia berprasangka baik kepada Alex, bukti-bukti terus berdatangan menggoyahkan hatinya. Haruskah dia menanyakan masalah kuitansi pembelian kepada lelaki tersebut? Bagaimana kalau Alex tersinggung dan menghadirkan masalah yang tidak perlu di rumah tangga mereka? Hanum memejamkan mata sembari menekan dadanya yang nyeri, dia berharap air matanya keluar membawa perih yang menusuk tanpa iba, tetapi saking sakitnya tak setetes pun cairan bening itu tumpah.'Buket bunga itu dibelikan oleh sekretarisku. Aku bahkan tidak ingat kalau Nina ulang tahun.'Kata-kata Alex terngiang di benak Hanum. Entah mengapa sekarang dia meragukan perkataan suaminya itu. Tak ingin kepalanya dipenuhi prasangka, dia merogoh ponsel yang ada di dalam saku bajunya. Dia menatap layar benda itu yang masih menghit
Hanum menatap rumah modern bergaya victoria di depannya. Bangunan megah berlantai dua dengan banyak ruangan di dalamnya. Dari luar saja orang yang bertamu tahu kalau si empunya rumah memiliki selera tinggi. Belum lagi furniture mewah dan klasik yang menghiasi setiap sudut rumah membuat yang datang akan betah berlama-lama di sana."Ayo turun." Hanum membuka pintu mobil lalu keluar dari mobil diikuti oleh Neysa dan Aruna yang sejak tadi tak berhenti mebgoceh, sementara Arjun tak jadi ikut, sebab sudah tertidur di depan televisi sembari menunggunya bersiap-siap. Neysa berjalan di samping Hanum yang membimbing Aruna. Gadis itu hanya diam seolah-olah tahu awan mendung yang sedang bergelayut di hati sang bunda. Neysa, dia sering melirik ibu sambungnya itu. Wajah datar Hanum membuatnya sedih. Sudah lama dia tidak melihat raut seperti itu dan berharap tidak akan pernah. Terakhir ketika si wanita meninggalkan rumahnya sekitar empat atau lima tahun yang lalu. Tak lama kemudian dia dan papanya
Suasana di dalam mobil yang dikemudikan oleh Alex terasa sangat sepi, hanya terdengar suara dari pemutar musik yang membuat suasana tidak terasa seperti di areal pemakaman. Hanum masih setia dengan diamnya. Dia enggan bicara setelah mendengarkan fakta menyakitkan yang keluar dari bibir Pak Burhan. Dia masih tidak percaya kalau selama ini Alex menyimpan kebohongan yang sangat besar di belakangnya. Mengapa laki-laki itu tidak jujur sejak awal? Mengapa dia tak dibiarkan memilih melanjutkan rencana pernikahan atau tidak sehingga tidak perlu menjadi orang kedua di dalam hubungan antara Nina dan lelaki itu.Sekarang dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Di satu sisi dia merasa berhak pada Alex, tetapi di sisi lain Nina juga tidak bersalah. Wajar wanita itu kesal padanya karena mengira dia telah merebut Alex. Kini, untuk mundur pun tak mungkin, sebab ada anak-anak yang akan menjadi korban dari sebuah perceraian. Akan tetapi, dia juga tak mungkin sanggup berbagi raga dan hati. Terpisah j
Alex merasakan benar ada yang berubah dalam diri Hanum sejak dua bulan terakhir. Tepatnya setelah Nina datang ke rumah. Istrinya itu tidak lagi banyak bicara, cenderung tertutup, dan menarik diri darinya. Meski Hanum tidak pernah melalaikan kewajibannya sebagai seorang istri. Dia tetap melayani kebutuhan Alex dengan khidmat dan baik, tetapi sikap si wanita yang lebih banyak diam menyiksa hati Alex. Rumahnya yang dulu riuh karena gelak tawa dan canda, kini mendadak sepi dan kehilangan cahaya juga gairahnya. Hanum hanya akan tersenyum ketika mereka berkumpul dengan anak-anak, tetapi ketika hanya berdua saja di dalam kamar sikapnya sedingin es. Wanita itu tidak pernah lagi mempertanyakan bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Nina, Juga tak ada pertanyaan mengapa kini selalu pulang larut malam. Begitupun Neysa dan si kembar, anak-anaknya itu seakan tahu kalau hubungan kedua orang tuanya tidak sedang baik-baik saja. Meski diam dan terlihat tenang, Alex tahu semua itu hanya untuk menut
Alex menginjak gas agar mobilnya semakin melaju ke rumah sakit. Di dalam hati rasa cemas mencengkeram jantungnya, doa-doa keselamatan tak berhenti dia gumamkan untuk sang istrinya, satu-satunya wanita yang dia cintai. Alex tidak bisa membayangkan hidupnya seperti apa jika sesuatu menimpa wanita yang dicintainya. Penyesalan bertalu talu menggedor ke dalam dada lelaki itu, andai Neysa tidak meneleponnya tadi, mungkin dia sudah larut ke dalam pesona Nina. Wanita itu tahu bagaimana menarik perhatiannya.'Sial! Bisa-bisanya aku terlena hanya karena masakan saja. Bagaimana perasaan Hanum kalau dia tahu aku selemah itu? Padahal hasil masakan istriku jauh lebih enak.'Alex memukul setir mobil saking kesal pada dirinya sambil mengumpat. Harusnya dia lebih memperhatikan kondisi Hanum yang sedang hamil, bukannya sibuk mencari cara bagaimana menjaga hati kedua wanita tersebut. Toh, Hanum lebih berhak atasnya secara hukum agama dan negara, sementara dengan Nina dan dia hanya terikat janji saja. Al
Setelah Hanum melahirkan. Alex menghabiskan waktu di rumah sakit untuk menemani bayi mereka yang sedang berjuang untuk hidup. Dia juga terus mendampingi sang istri, memberikan dukungan dan kasih sayang yang dibutuhkan wanita itu, walaupun sikap Hanum masih saja dingin, meskipun begitu dia tidak menyerah untuk mengambil hati sang istri. Sementara Hanum terus berusaha menggerakkan tubuhnya agar segera pulih. Dia tak ingin berlama-lama di rumah sakit. Beruntung, bayi mereka baik-baik saja sehingga bisa tidur kembali dengan Hanum."Num, apa kau butuh sesuatu?" Alex mencoba mencairkan suasa yang membeku."Aku enggak butuh apa-apa. Makasih."Alex menghela napas. Meski singkat setidaknya Hanum sudah mulai bicara padanya.Pada saat yang bersamaan, Nina yang merasa terabaikan oleh Alex, mencoba mencari cara agar bisa mendapatkan perhatian lelaki itu kembali. Setelah berpikir matang, dia memutuskan untuk mengunjungi rumah sakit dan membawa beberapa perlengkapan bayi sebagai hadiah untuk Hanum
Pagi itu, ketika Hanum bersiap ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan bekas jahitan dan juga perkembangan bayinya, mobil milik Nina memasuki pekarangan rumahnya.. Wanita itu datang ke rumah Hanum sambil membawa beberapa kantong plastik berisi berbagai bahan makanan. Begitu melihat Hanum, Nina tersenyum ramah sambil melambaikan tangannya."Pagi, Num, aku mau bantu urus anak-anak dan memasak untuk keluarga," ucap Nina sembari memperlihatkan barang bawaannya, seolah-olah dia masuk ke rumah sendiri.Dahi Hanum berkerut saat mendengar ucapan Nina. Dia mengulas senyum untuk menyembunyikan amarahnya. "Makasih, Nin, kamu enggak perlu repot-repot," balasnya berusaha tetap ramah. Hanum tidak ingin paginya dirusak oleh Nina.Melihat sikap Hanum yang melunak, Nina merasa di atas angin. Dia tersenyum. "Ah, enggak apa-apa kok. Aku ingin membantu. Lagipula, aku ingin belajar memasak masakan rumahan yang enak seperti yang sering kamu buat," ujarnya lalu masuk begitu saja tanpa permisi, seakan
"Sialan!"Dengan raut kesal Nina melemparkan tasnya ke sembarang arah. Niat mendatangi rumah Hanum dan bersikap seolah-olah menguasai rumah itu untuk membuat mental si wanita jatuh, malah gagal total. Dia tidak memperhitungkan Neysa. Gadis remaja itu ternyata berpihak kepada Hanum. Tak mungkin dia lupa senyum puas di wajah Hamum melihat Alex membentaknya. Ternyata, wanita itu lebih pintar dari yang dia kira. Dia yakin Hanumlah yang menghasut Neysa untuk mengerjainya. Nina benar-benar dibuat seperti orang bodoh di depan lelaki pujaannya oleh kedua orang itu.'Dasar tidak tahu terima kasih! Sudah ditolong malah berniat mencelakakanku. Lihat saja, aku akan membalas perbuatanmu.' Nina mengumpat sambil mengepalkan kedua tangannya.Nina bukan tipe wanita yang tertarik dengan pernikahan. Dia lebih hubungan tanpa ikatan, gaya hidup yang dia jalani sejak remaja. Tinggal di Singapura serba bebas adalah surga baginya. Alex adalah teman lamanya dan mendiang suaminya. Sejak dulu dia menyukai l
"Aku benar-benar kecewa sama Alex. Pasti wanita itu yang menghasutnya." Nina masuk ke ruang kerja papanya sambil mengomel dan wajah kusut.Pak Burhan hanya diam, dia tetap melanjutkan pekerjaannya sambil menunggu putrinya itu melimpahkan amarah."Papa tahu, Alex mengusirku hanya karena wanita itu! Padahal dia tak punya kelebihan apa-apa dibanding aku. Aku bisa menyokong usahanya, aku mengerti bisnis, tapi dia lebih condong ke wanita itu.""Kamu selalu menyebut wanita itu wanita itu. Setidaknya kamu sebut namanya.""Papa tahu siapa yang aku maksud. Siapa lagi kalau bukan Hanum" balas Nina dengan nada keras."Papa rasa tidak ada yang salah dengan Alex. Kamu yang terlalu agresif dan memaksakan kehendakmu padanya. Kau tahu dengan jelas kalau laki-laki itu sangat mencintai Hanum dan kau seakan-akan meminta dia memilih, jelas Alex akan memilih istrinya.""Tapi dia janji mau nikahi aku, Pa!" Nina tak mau kalah. Sifat aslinya keluar. Wajah manis yang selama ini dia tampaknya berubah menjadi r
"Sialan!"Dengan raut kesal Nina melemparkan tasnya ke sembarang arah. Niat mendatangi rumah Hanum dan bersikap seolah-olah menguasai rumah itu untuk membuat mental si wanita jatuh, malah gagal total. Dia tidak memperhitungkan Neysa. Gadis remaja itu ternyata berpihak kepada Hanum. Tak mungkin dia lupa senyum puas di wajah Hamum melihat Alex membentaknya. Ternyata, wanita itu lebih pintar dari yang dia kira. Dia yakin Hanumlah yang menghasut Neysa untuk mengerjainya. Nina benar-benar dibuat seperti orang bodoh di depan lelaki pujaannya oleh kedua orang itu.'Dasar tidak tahu terima kasih! Sudah ditolong malah berniat mencelakakanku. Lihat saja, aku akan membalas perbuatanmu.' Nina mengumpat sambil mengepalkan kedua tangannya.Nina bukan tipe wanita yang tertarik dengan pernikahan. Dia lebih hubungan tanpa ikatan, gaya hidup yang dia jalani sejak remaja. Tinggal di Singapura serba bebas adalah surga baginya. Alex adalah teman lamanya dan mendiang suaminya. Sejak dulu dia menyukai l
Pagi itu, ketika Hanum bersiap ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan bekas jahitan dan juga perkembangan bayinya, mobil milik Nina memasuki pekarangan rumahnya.. Wanita itu datang ke rumah Hanum sambil membawa beberapa kantong plastik berisi berbagai bahan makanan. Begitu melihat Hanum, Nina tersenyum ramah sambil melambaikan tangannya."Pagi, Num, aku mau bantu urus anak-anak dan memasak untuk keluarga," ucap Nina sembari memperlihatkan barang bawaannya, seolah-olah dia masuk ke rumah sendiri.Dahi Hanum berkerut saat mendengar ucapan Nina. Dia mengulas senyum untuk menyembunyikan amarahnya. "Makasih, Nin, kamu enggak perlu repot-repot," balasnya berusaha tetap ramah. Hanum tidak ingin paginya dirusak oleh Nina.Melihat sikap Hanum yang melunak, Nina merasa di atas angin. Dia tersenyum. "Ah, enggak apa-apa kok. Aku ingin membantu. Lagipula, aku ingin belajar memasak masakan rumahan yang enak seperti yang sering kamu buat," ujarnya lalu masuk begitu saja tanpa permisi, seakan
Setelah Hanum melahirkan. Alex menghabiskan waktu di rumah sakit untuk menemani bayi mereka yang sedang berjuang untuk hidup. Dia juga terus mendampingi sang istri, memberikan dukungan dan kasih sayang yang dibutuhkan wanita itu, walaupun sikap Hanum masih saja dingin, meskipun begitu dia tidak menyerah untuk mengambil hati sang istri. Sementara Hanum terus berusaha menggerakkan tubuhnya agar segera pulih. Dia tak ingin berlama-lama di rumah sakit. Beruntung, bayi mereka baik-baik saja sehingga bisa tidur kembali dengan Hanum."Num, apa kau butuh sesuatu?" Alex mencoba mencairkan suasa yang membeku."Aku enggak butuh apa-apa. Makasih."Alex menghela napas. Meski singkat setidaknya Hanum sudah mulai bicara padanya.Pada saat yang bersamaan, Nina yang merasa terabaikan oleh Alex, mencoba mencari cara agar bisa mendapatkan perhatian lelaki itu kembali. Setelah berpikir matang, dia memutuskan untuk mengunjungi rumah sakit dan membawa beberapa perlengkapan bayi sebagai hadiah untuk Hanum
Alex menginjak gas agar mobilnya semakin melaju ke rumah sakit. Di dalam hati rasa cemas mencengkeram jantungnya, doa-doa keselamatan tak berhenti dia gumamkan untuk sang istrinya, satu-satunya wanita yang dia cintai. Alex tidak bisa membayangkan hidupnya seperti apa jika sesuatu menimpa wanita yang dicintainya. Penyesalan bertalu talu menggedor ke dalam dada lelaki itu, andai Neysa tidak meneleponnya tadi, mungkin dia sudah larut ke dalam pesona Nina. Wanita itu tahu bagaimana menarik perhatiannya.'Sial! Bisa-bisanya aku terlena hanya karena masakan saja. Bagaimana perasaan Hanum kalau dia tahu aku selemah itu? Padahal hasil masakan istriku jauh lebih enak.'Alex memukul setir mobil saking kesal pada dirinya sambil mengumpat. Harusnya dia lebih memperhatikan kondisi Hanum yang sedang hamil, bukannya sibuk mencari cara bagaimana menjaga hati kedua wanita tersebut. Toh, Hanum lebih berhak atasnya secara hukum agama dan negara, sementara dengan Nina dan dia hanya terikat janji saja. Al
Alex merasakan benar ada yang berubah dalam diri Hanum sejak dua bulan terakhir. Tepatnya setelah Nina datang ke rumah. Istrinya itu tidak lagi banyak bicara, cenderung tertutup, dan menarik diri darinya. Meski Hanum tidak pernah melalaikan kewajibannya sebagai seorang istri. Dia tetap melayani kebutuhan Alex dengan khidmat dan baik, tetapi sikap si wanita yang lebih banyak diam menyiksa hati Alex. Rumahnya yang dulu riuh karena gelak tawa dan canda, kini mendadak sepi dan kehilangan cahaya juga gairahnya. Hanum hanya akan tersenyum ketika mereka berkumpul dengan anak-anak, tetapi ketika hanya berdua saja di dalam kamar sikapnya sedingin es. Wanita itu tidak pernah lagi mempertanyakan bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Nina, Juga tak ada pertanyaan mengapa kini selalu pulang larut malam. Begitupun Neysa dan si kembar, anak-anaknya itu seakan tahu kalau hubungan kedua orang tuanya tidak sedang baik-baik saja. Meski diam dan terlihat tenang, Alex tahu semua itu hanya untuk menut
Suasana di dalam mobil yang dikemudikan oleh Alex terasa sangat sepi, hanya terdengar suara dari pemutar musik yang membuat suasana tidak terasa seperti di areal pemakaman. Hanum masih setia dengan diamnya. Dia enggan bicara setelah mendengarkan fakta menyakitkan yang keluar dari bibir Pak Burhan. Dia masih tidak percaya kalau selama ini Alex menyimpan kebohongan yang sangat besar di belakangnya. Mengapa laki-laki itu tidak jujur sejak awal? Mengapa dia tak dibiarkan memilih melanjutkan rencana pernikahan atau tidak sehingga tidak perlu menjadi orang kedua di dalam hubungan antara Nina dan lelaki itu.Sekarang dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Di satu sisi dia merasa berhak pada Alex, tetapi di sisi lain Nina juga tidak bersalah. Wajar wanita itu kesal padanya karena mengira dia telah merebut Alex. Kini, untuk mundur pun tak mungkin, sebab ada anak-anak yang akan menjadi korban dari sebuah perceraian. Akan tetapi, dia juga tak mungkin sanggup berbagi raga dan hati. Terpisah j
Hanum menatap rumah modern bergaya victoria di depannya. Bangunan megah berlantai dua dengan banyak ruangan di dalamnya. Dari luar saja orang yang bertamu tahu kalau si empunya rumah memiliki selera tinggi. Belum lagi furniture mewah dan klasik yang menghiasi setiap sudut rumah membuat yang datang akan betah berlama-lama di sana."Ayo turun." Hanum membuka pintu mobil lalu keluar dari mobil diikuti oleh Neysa dan Aruna yang sejak tadi tak berhenti mebgoceh, sementara Arjun tak jadi ikut, sebab sudah tertidur di depan televisi sembari menunggunya bersiap-siap. Neysa berjalan di samping Hanum yang membimbing Aruna. Gadis itu hanya diam seolah-olah tahu awan mendung yang sedang bergelayut di hati sang bunda. Neysa, dia sering melirik ibu sambungnya itu. Wajah datar Hanum membuatnya sedih. Sudah lama dia tidak melihat raut seperti itu dan berharap tidak akan pernah. Terakhir ketika si wanita meninggalkan rumahnya sekitar empat atau lima tahun yang lalu. Tak lama kemudian dia dan papanya
Seluruh tulang di tubuh Hanum seolah-olah dilolosi setelah membaca tulisan di kuitansi tadi. Berkali-kali dia menghela napas untuk menenangkan badai yang tiba-tiba saja berkecamuk di dalam dada. Sekeras apa pun dia berprasangka baik kepada Alex, bukti-bukti terus berdatangan menggoyahkan hatinya. Haruskah dia menanyakan masalah kuitansi pembelian kepada lelaki tersebut? Bagaimana kalau Alex tersinggung dan menghadirkan masalah yang tidak perlu di rumah tangga mereka? Hanum memejamkan mata sembari menekan dadanya yang nyeri, dia berharap air matanya keluar membawa perih yang menusuk tanpa iba, tetapi saking sakitnya tak setetes pun cairan bening itu tumpah.'Buket bunga itu dibelikan oleh sekretarisku. Aku bahkan tidak ingat kalau Nina ulang tahun.'Kata-kata Alex terngiang di benak Hanum. Entah mengapa sekarang dia meragukan perkataan suaminya itu. Tak ingin kepalanya dipenuhi prasangka, dia merogoh ponsel yang ada di dalam saku bajunya. Dia menatap layar benda itu yang masih menghit