Licik (Pov Author)Saat jenazah Pak Hasan telah dimakamkan, Alif kemudian menemui ibunya yang sedang berbahagia di kamar."Lif, capek? Mau makan? Biar di buatin sama si Karmi," ucap Bu Citra yang sedang duduk santai."Nggak, Bu. Lagi malas makan, nanti saja," ucap Alif yang langsung berbaring di kasur empuk itu."Lah kok malas?! Wajahmu kelihatan bingung gitu, Lif, kenapa? Apa karena saking sedihnya ditinggal mati mertuamu itu?" tebak Bu Citra asal."Haduh ngapain sih, aku harus bersedih, Bu. Nggak ada gunanya juga buatku. Aku ini lagi bingung saja, harus ngambil sikap apa aku kedepannya.""Bingung? Dalam hal apa maksudmu itu, Lif?" tanya Bu Citra yang makin penasaran."Ya tentang nasib pernikahanku dengan Izzah ini, Bu. Mau apa lagi," ucap Alif lirih."Lah ngaapin harus bingung? Ya jalanin ajalah, kok susah. Memangnya apa yang kamu bingungin sih?!""Aku itu bingung, pernikahan ini mau dilanjut apa nggak? Secara aku menikahi Izzah 'kan hanya karena menuruti perjodohan yang disepakati
Izzah Bukan Wanita LemahMeski teramat sulit, Izzah tentu harus merelakan kepergian Papanya. Allah pasti punya rencana yang baik untuknya, meski harus diawali dengan kesakitan seperti ini.Malam, setelah acara kirim doa, Izzah merasa amat pusing, karena memang dari siang dia juga tak makan. Nafsu makannya hilang pergi bersama dengan kepergian Pak Hasan."Bik, tolong buatin aku susu hangat ya," ucap Izzah pada Bik Karmi."Baik, Non. Tunggu sebentar ya." Bik Karmi pun langsung membuatkan permintaan majikannya itu.Izzah kini duduk di meja makan, seraya memegangi kepalanya yang terasa pusing.Beberapa saat, Bik Karmi pun datang dan langsung menaruh susu hangat itu di meja."Non, Izzah pusing? Bibik pijitin ya?" Tawaran Bik Karmi itu dibalas dengan anggukan oleh Izzah.Dipijatnya dengan lembut kening majikannya itu. Bik Karmi dapat merasakan apa yang kini dirasakan Izzah, dan dia pun amat kehilangan sosok Pak Hasan.Bik Karmi sudah dua puluh lima tahun bekerja pada keluarga Pak Hasan, tep
Rencana JahatBu Citra masih kaget dengan respon yang diberikan oleh Izzah itu. Dia tak menyangka, jika menantunya itu, masihlah tetap tegar meski sedang berduka seperti ini."Ada apa, Bu? Kok bengong sendiri?!" Desi tiba-tiba datang menghampiri bersama dengan Widodo dan Vena."Dih, mana makanannyaa nih? Sudah lapar banget nih, Bu!" seloroh Vena sambil mengusap-usap perutnya.Bu Citra diam tak menjawab, dan membiarkan anak-anaknya bergumam dan mengobrol."Kebiasaan nih, para pembantu malas itu, pasti lelet kalau buatin makanan! Si Alif kemana sih? Kok nggak kelihatan?!" ucap Desi sambil mengatupkan tanganya di meja makan."Kamu ini kok cari Alif sih, Dek. Dia kan pengantin baru, pasti sedang belah duren, haahaha," ucap Widodo sambil tersenyum, dan di amini oleh istrinya."Bik! Cepetan dong kalau masak! Aku sudah lapar banget nih! Kerja lelet banget, kupecat juga kalian!" teriak Vena dengan suara melengkingnya."Husst...! Jangan teriak-teriak, Ven!" bentak Bu Citra sambil menaruh telunj
Permintaan Bapak (Pov Alif)Fatimatul Izzah, ya itulah nama istriku kini. Namun, itu hanya istri diatas kertas, karena sebenarnya, kami berdua sama-sama tak memiliki rasa cinta. Dan pernikahan yang dilaksanakan kemarin itu, hanya karena kami ingin menyenangkan hati almarhum bapak dan juga Pak Hasan, papanya Izzah.Entah, apa yang dipikirkan oleh kedua orang tua kami itu, hingga menginginkan menjodohkan anak-anaknya.Flasback On"Lif, bapak mau ngomong sesuatu yang amat penting sama kamu, Nak," ucap Bapak saat aku memijit tangannya satu minggu yang lalu."Silahkan, Pak. Langsung ngomong saja, Pak. Alif siap mendengarkan kok," ucapku sambil tersenyum."Kamu adalah anak laki-laki Bapak satu-satunya, jadi kamulah tumpuan harapan bapak. Nanti jika bapak sudah meninggal dunia, maka padamulah bapak titipkan semua keluarga. Sebelum aku meninggal, aku ingin kamu menikah dengan anak dari sahabatku," ucap Bapak sambil menatapku."Maksud Bapak? Bapak menjodohkanku begitu?" Karena kaget, aku pun m
Ucapan Ibu Adalah Kewajiban(Pov Alif)"Lif, tadi Bapakmu ngomong penting apa?!"Ibu tiba-tiba datang dan duduk di sampingku, dan itu membuyarkan lamunanku."Eh, Ibu. Ngagetin aja sih. Kukira tadi ibu sudah tidur," ucapku sambil menoleh.Sejak bapak sakit, ibu memang tidur di kamar Vega. Katanya jika tidur dengan bapak, maka tak bisa nyenyak. Jadi jika saat malam bapak perlu sesuatu, maka akulah yang akan datang, karena aku tidur di ruang tamu."Bapakmu tadi itu loh ngomong apa? Kok aku nggak boleh tahu tadi?" ucap Ibu dengan sok acuh.Memang tadi, bapak tak memperbolehkan ibu ikut berbincang bersama kami, dan aku tak tahu apa motivasinya melakukan itu."Ngomongin perjodohan, Bu," jawabku tanpa menoleh dan tetap fokus menonton tivi."Perjodohan? Siapa yang mau dijodohin? Vena atau kamu?" tanya Ibu kaget."Aku lah, Bu. Masak iya Vena yang masih sekolah mau dijodohin," jawabku."Lah, kamu mau dijodohin sama siapa? Dijodohin sama anaknya si Parmin? Temannya Bapakmu, sesama tukang becak i
Jalani Saja (Pov Alif)"Nak Alif, ini anakku, namanya Izzah. Apa benar kamu mau dinikahkan dengannya?" tanya Pak Hasan sambil menunjuk Izzah yang dari tadi hanya diam saja.Setelah tadi Pak Hasan berbincang sebentar dengan Bapak di kamar. Kemudian, bapak menyuruh kami menemui Pak Hasan di ruang tamu."Ya ampun, Nak Izzah ini sangat cantik sekali ya...Alif pasti kamu sangat mau kan Nak?! Belum pernah loh ibu ketemu dengan wanita secantik ini," ucap Ibu sambil menyikut perutku."Iya...iya Pak. Saya bersedia menikah dengan putri Pak Hasan," ucapku sambil tersenyum terpaksa."Tapi, ini bukan karena paksaan 'kan?" tanya Pak Hasan lagi sambil tersenyum padaku."Iya, Insyaallah saya siap Pak." Aku kembali menjawab sambil mengaggukkan kepala."Alhamdullillah kalau begitu. Aku jadi tenang jika suatu saat dipanggil kembali menghadap Allah. Karena kini Izzah sudah ada yang menjaga," ucap Pak Hasan penuh harap yang kubalas lagi dengan anggukan."Jangan khawatir Pak Hasan, Alif ini anaknya amat b
Rencana Izzah (Pov Author)Setelah tragedi di meja makan tadi, Izzah pin langsung masuk ke kamar, demi untuk kembali menetralkan emosinya. Dia tak ingin terlalu marah, dalam keadaan sedang berduka seperti ini.Saat memasuki kamar, dia melihat Alif yang sedang berbaring di sofa sambil bermain game di habdphonenya. Perasaan jengkel pun akhirnya kembali menggelayuti hati Izzah.Sebagai seorang suami, meski baru satu hari, Alif sangat tak.perhatian sama sekali, apalagi disaaat berduka seperti ini. Meski hanya sebuah pernikahan sandiwara, Izzah ingin setidaknya Alif ikut bersimpati, toh dia juga tinggal di rumah ini.Ingin rasanya malam ini juga, Izzah mengakhiri semua sandiwara ini. Tapi, dia berpikir dua kali, karena sepertinya ini bukan saat yang pas, apalagi setelah papanya meninggal.Sejenal berpikir sembari duduk di ranjangnya, dia pun mendapat ide. Untuk melanjutkan pernikahan sandiwara ini, minimal hingga tujuh hari meninggalnya papanya itu. Sebagai suatu penghormatan juga pada Pa
Makan Bayar DongPagi ini, setelah melaksanakan salat subuh, Izzah menangis dan kembali kangen dengan papanya. Biasanya setelah setelah salat dia akan berkeliling komplek dengan Pak Hasan, namun kini dia sadar, dia telah sendiri.Tokkk tokkk tokkSuara ketukan pintu, membuatnya langsung menghapus air mata, karena dia tak ingin ada orang tahu saat dia menangis. Izzah selalu ingin terlihat tegar, hingga tak ada orang yang memanfaatkan kesedihannya."Iya...tunggu sebentar!" teriak Izzah sambil melipat mukenannya, kemudian segera membuka pintu."Eh, Ibu!" Izzah begitu kaget, karena ternyata yang ada di depan pintu kamarnya itu, adalah Bu Citra, mertuanya."Iya, Nak. Ibu ingin mengajak kamu jalan-jalan keliling kompleks, biar kamu nggak terlalu sedih gitu, Nak," ucap Bu Citra sambil tersenyum yang dibuat semanis mungkin.Baru kali ini, Bu Citra bangun saat subuh tiba, dia juga tadi menyetel keras-keras alarm di handphonenya, agar tak kesiangan. Hanya demi untuk merebut hatinya Izzah saja,