SCENE SEBELUMNYA POV 3Selepas pulang dari mengantar Qiran, Zulkifli langsung menuju rumah pamannya. Pamannya memberikan izin sementara untuk mendiami rumah itu daripada kosong. Itu juga yang sering disinggung Nilam. Dia merasa dibawa numpang oleh suaminya, tidak punya harga diri. Ia ingin rumah sendiri meski tidak terlalu mewah. Karena kecantikannya, keinginan wanita itu terlalu tinggi melebihi kemampuan Zulkifli. "Kenapa suruh kami ngumpul?" tanya Badrul, salah satu kepala gengster yang ditakuti. "Bantu aku mengepung orang. Aku ingin sedikit bermain-main," ujar Zulkifli melempar hpnya. Badrul menangkapnya dan melihat gambar Fadli. "Mau dibunuh atau gimana?""Tidak. Satu lagi, kalian tidak perlu ikut campur. Cukup jaga keamananku. Aku ingin membegalnya juga."Badrul terkekeh. Merasa lucu, Zulkifli yang dia kenal sebagai preman yang paling soleh mau mengambil paksa hak orang lain. "Kamu habis minum apa? Biasanya tak mau diajak," sindir Badrul. "Beda ceritanya ini. Minta anak buah
"Tenang saja, Mas. Aku gakkan minta pisah lebih dulu. Aku ingin kamu yang lepaskan aku biar semua kesalahan itu kamu tanggung sendiri. Aku juga gakkan marahin kamu, apalagi mau labrakan kalian, gak akan. Supaya semua dosa itu kamu tanggungjawab semuanya, supaya karma itu kamu dapatkan sendirian," ujar Qiran datar lalu terus berjalan ke kamar. Panas sekali rasa hatinya tapi belum saatnya dia menyerah. Meski merinding mendengar ucapan istrinya, terpincang-pincang Fadli berusaha berdiri mengejar wanita itu. "Tunggu, Dek? Darimana kamu tahu? Siapa yang memberitahumu?!" Tak ada jawaban dari Qirani. Fadli kembali duduk di kursi. Tak lama, ponsel Fadli berdenting. Pesan dari Qirani, sebuah link instagram Nilam. "Aiiih, di antara ribuan akun instagram, kenapa bisa Qiran menemukan akun Nilam? Apa iya sebuah kebetulan?! Sumpah, ini aneh sekali!" Fadli hanya bisa mengusap kasar wajahnya. Ia semakin frustasi. Tabungan cash raib, motor hilang. Bagaimana semuanya berturut-turut terjadi? Apalag
Aku bergeming di tempatku berdiri, seiinci pun aku tidak berpindah. "Kalian jangan gini banget dong sama aku!" teriakku mengeluarkan isi dadaku. Namun suara itu baru bisa keluar setelah nenek gayung itu tak nampak. "Apaan sih? Ayo, masuk!" seru Mas Fadli. Aku berbalik menoleh pada suamiku itu. "Bilang sama ibumu, Mas. Jangan terlalu dia sewenang-wenang padaku. Takutnya kalau aku sudah hilang kewarasan, bisa mati dia kubuat.""Ngomong apaan sih kamu, Qirani?! Gak sopan sekali kamu sama ibuku! Apa kamu lupa, tadi kamu makan dari bawaannya. Gak ada terimakasih sekali kamu ini.""Cuiih! Di rumah ibuku, aku bisa makan ayam sampai muntah. Jangan ajak aku berdebat, Mas!"Plaaaaak! Aku melempar tas berkas itu ke arah suaminya. Fadli sampai meringis karena mengenai lukanya. "Istri gila!""Aku sakit dan harus segera dioperasi! Aku mau pergi ke rumah sakit tapi kalian anggap enteng! Jangankan mau bantu proses penyembuhanku! Kalian jahat!" teriakku menghempaskan pintu. "Kan ada hari besok.
Zulkifli langsung menepis tangan Nilam dengan keras. Ia sedikit mundur seperti menjauhi wanita itu. Aku yang melihatnya berdebar hebat. Aku biasa bertengkar dengan Mas Fadli, tapi harus berada di antara kedua suami istri yang sedang bertengkar, aku jadi merinding sendiri."Untuk apa kamu ikut campur urusanku?!""Ya jelaslah! Setelah pisah sama aku, kamu malah belanja-belanja begini. Apa ini? Apa aja ini?!"Nilam merampas tas-tas belanjaan, membongkar troli belanjaan Zulkifli. Kami sedang berada di Mall dan kami memakai trolli untuk memudahkan. Napas Nilam memburu melihat baju-baju, celana baru milik Zulkifli. Perlengkapan mandi dan sejenis parfum juga beberapa cream perawatan lelaki juga lengkap. Tapi yang paling membuat Nilam melotot tak percaya adalah saat melihat kotak hp baru yang dibeli Zulkifli. Harganya tadi seingatku sekitar enam jutaan. "Masalahnya rezkiku ngucur seperti air bah setelah pisah sama kamu. Sekarang aku menyesal, kenapa gak dari dulu aku ceraikan kamu."Praaank!
Malam ini aku gelisah. Seperti ucapan dan nada bicara Zulkifli terasa aneh dan asing bagiku. Dia tidak seperti sahabat kecilku tapi seperti laki-laki dewasa. Tapi memang dia sudah dewasa kan? Aaah aku. Aaah entahlah. Dari tadi, bayangan wajahnya membuatku cukup terganggu. Aneh sekali. Tadi dia mengantarkanku sampai depan kos. Syukur Mas Fadli sedang tidur jadi aku tidak langsung mendapatkan cercaannya. "Mana obat yang kamu beli, Qi?""Kosong," jawabku. "Terus berjam-jam kamu keluar, ngapain aja?""Aku jalan-jalan dong, sumpek lihat kamu dari pagi sampai pagi lagi. Aku mau ganti pemandangan!" seruku abai. "Astaghfirullah. Kamu benar-benar kelewatan deh Qirani. Suami lagi sakit begini, kamu malah senang-senang!""Ya, kan aku juga sakit, Mas. Samalah kita. Kamu gak perlu dioperasi, aku mau ngurus berkas buat operasi. Sebenarnya ini gak seimbang.""Ooh jadi menurutmu, aku babak belur begini gak seimbang? Memang keterlaluan mulutmu."Mas Fadli cemberut. Tapi tiba-tiba matanya berbinar m
SCENE SAAT FADLI DITELPON NILAM"Maaf, Dek. Tadi yang bicara itu istriku. Dia memang gak punya adab. Sudah aku ajari tapi tak terbuka pikirannya.""Adek malu digituin, Bang. Dimarah-marah, diumpat-umpat!""Ya, Dek. Maafkan, ya.""Bang, ceraikan dia dan nikahi aku.""Dek ...."Sejenak Fadli menarik napasnya dalam-dalam. Menceraikan Qirani? Dia memang mengakui sudah tidak memiliki selera dengan istrinya itu. Apalagi dibandingkan dengan kecantikan Nilam, sangat jauh. Qirani juga terlalu cerewet, banyak menentang ucapannya, dan juga membawa sial dalam hidupnya. Apalagi sekarang, wanita itu mengidap penyakit rahim. Ia jadi jijik, makin tak selera. "Abang, adek siap jadi istri Abang.""Ii-iiya, Dek. Aku juga ingin jadi suamimu. Aku akan melepaskan istriku. Aku juga sudah bosan sama dia. Dia juga membawa kesialan dalam hidupku.""Janji, ya, Bang!""Ya, Dek Nilam. Abang janji. Cepat atau lambat, aku akan menceraikan istriku. Sekarang Adek sabar dulu.""Temani aku, Bang. Aku butuh teman. Aku
Aku sudah di rumah dan berusaha menikmati makan malamku. Sedari tadi otakku memikirkan ucapan Zulkifli tentang rencana kami untuk mendapatkan ponsel Mas Fadli. Ternyata Mas Fadli baru pulang, dan sepertinya dia cukup terkejut melihatku masih di kontrakan itu. "Kamu masih di sini?" sinis pria itu. Jahat sekali pertanyaan. "Aku akan tetap di sini sampai masa iddahku habis, Mas. Begitu Allah dalam Quran memerintahkan," jawabku. "Ooh, ya, terserah sih. Soalnya aku mau pergi dari sini. Dalam waktu dekat ini, aku mau sewa rumah yang lebih bagus. Aku tidak tinggal di tempat ini lagi.""Te-terus aku gimana, Mas? Selama masa iddah kita dianjurkan bersama," ucapku kebingungan."Ya buat apa kita bersama?! Toh juga, kamu sendiri yang minta pisah. Sekarang kok jadi ngemis gini?"Aku diam. Jika dua malam yang lalu aku masih melihat aura Mas Fadli masih seperti suami yang kukenal, tapi sekarang dia benar-benar menjadi orang lain. Tidak hanya sebagai suami pelit, tapi suami tak punya hati. Pesona
"Qirani?! Ngapain kamu?!" "Aku ... aku ....""Qiran! Ini! Tadi lupa!"Makin pias aku mendengar suara Zulkifli. Kenapa pria itu harus bersuara?! Oh Allah, aku harus bagaimana? Sekarang aku benar-benar berubah menjadi arca. Zulkifli tiba-tiba berada di sampingku, menyerahkan sayur bayam dan bawang merah lengkap dengan daunnya. Bagaimana benda ini ada padanya? "Hampir aja, kelupaan! Dari ibuk! Kata ibuk, jangan boros! Ya sudah, aku pulang dulu." Setelah aku menerimanya, Zulkifli menoleh pada Mas Fadli yang terlihat seperti menscreening Zulkifli. Bagaimana Zulkifli bisa berpikir secepat ini? Dia bahkan sudah tidak menggunakan jaket hitam lagi. Hanya kaos berwarna biru muda dan tanpa topi. Bahkan Zulkifli memakai sandal sky way. Tentu saja tampilannya itu untuk mengelabui Mas Fadli. "Bang! Mari!" sapa Zulkifli menoleh pada Fadli lalu melipir masuk mobil. Mobil itu langsung menderum meninggalkanku yang masih keringat dingin. Bagaimana ini? Hp Mas Fadli masih di aku. Apa sekarang pria i
"Mas?! Kamu kenapa?!""Ni ... Nilam, Qiran. Dia pergi membawa bayi kami." "Maksudmu?!!" tanya Qiran langsung tegang. "Nilam kabur, Qiran!""Ooh ya, Allah...."Qiran menggigit bibirnya. Ia tahu, tidak mudah di posisi Nilam. Dia sudah merasakan di posisi wanita itu dan Nilam merasakan imbas yang terparah. Ternyata yang diucapkan Nilam waktu itu serius. ***"Aku ingin bercerai," ujar Nilam saat baru seminggu dia disecar. "Cerai?" tanya Qiran. "Iya. Kamu hebat bisa tahan 2 tahun, aku tak sampai setahun sudah habis jiwaku, Qiran.""Kamu yakin? Bayimu butuh ayahnya.""Bayiku lebih butuh ibu yang bahagia. Bukankah begitu?"Qiran diam. Sejak itu Nilam tak pernah bicara soal itu lagi. Dia mengira, Nilam tidak melanjutkan niat itu karena ia melihat Fadli sepertinya mulai lebih luwes pada istrinya. Setiap kali dia ke sana menjenguk Nilam, dia sudah menemukan aneka roti dan buah di dekat meja. Qiran mengira itu semua bisa meluluhkan perasaan Nilam. Tapi rupanya, dua bulan terlewati, wanita i
Fadli terkejut tak mengerti. Alisnya yang mengkerut dengan kening berlipat-lipat itu menandakan dia heran. Nilam pun yang sedang menggendong bayinya juga ikut bingung. "Uangmu yang hilang di rekening sejumlah 63 juta itu, aku yang ambil. Jadi yang 2 jutanya anggap aku sedekah saja," ucap Qiran tanpa keraguan sedikit pun. "Bicara yang jelas, Qirani," ujar Fadli tegang. "Perlu aku ulang, Mas?" tanya Qirani dengan wajah biasa saja. Dddrrrrtt... Ponsel Qirani bergetar. Qiran mengangkat tangannya seolah mengisyaratkan agar Fadli diam dulu. Pembawaan Qiran santai saja seolah-olah tidak ada beban. Sedangkan Fadli masih terbengong-bengong. "Ya, Yank. Ooh, oke deh. Tunggu dah sebentar lagi ... Gak, Yank. Nanti lah di Star Five aja, belum kucoba menu yang itu. Oke. Siap."Panggilan selesai. Nilam hanya tersenyum kecil. Itu pasti dari mantan suaminya. Luar biasa beruntung Qirani, hidup mewah, makan siang di hotel. Tapi sekarang Nilam tak mau iri lagi pada Qiran meski sakit itu jelas masih
SCENE FLASH BACKNita dan Pak Hasan secara tidak sengaja mendengar percakapan dokter yang sedang merayu Fadli dan Bu Sita agar setuju Nilam dioperasi. Mendapati keduanya masih kekeh, Nita langsung menyeret tangan ayahnya menjauh. "Pak, yakin gak kalau kita rayu Mama dan Mas Fadli, mereka akan luluh?""Bapak sudah ngomong, kok tadi subuh sama Mamamu. Jika memang harus kakak iparmu dioperasi, ya bismillah aja. Tapi Mama mu malah menggerutu tak jelas.""Mas Fadli juga kok gitu banget sih, Pak. Aku merasa kasihan sama Mbak Nilam meskipun aku gak akur sama dia.""Fadli sama Mamamu sama-sama punya bibit kikir. Sudah berulang kali Bapak kasih tahu kalian bahwa kikir itu sulur rambatnya sudah ada di neraka. Siapa yang kikir atas hartanya, tinggal ditarik ke neraka oleh rambatannya. Macam sulur labu. Menjalar."Nita menggigit bibirnya. Ia punya ide tapi ia sendiri masih ragu. Namun daripada tidak dicoba sama sekali, lebih baik gagal. "Aku akan menghubungi Mbak Qiran, Pak. Mungkin Mbak Qiran
"Ini bayinya kalau lahir, akan prematur. Usianya baru 24 minggu. Beratnya kurang sekali ini, Bu. Seperti berat janin usia 4 bulan. Janinnya kurang nutrisi ini. Ibunya malas makan, ya?!" cecar Bu Dokter yang langsung membuat jantung Nilam seperti dihantam batu besar. "Makan kok, Dok. Cuman sering muntah," sambung Fadli tak mau dikira istrinya tak makan. "Makan, Dok tapi nasi dan kepala ayam atau ceker ayam, bukan dagingnya," tambah Nilam penuh dendam. Dalam hatinya, kalau sampai ada apa-apa dengan bayinya, ia akan membuat perhitungan yang besar dengan suaminya itu. "Ibu hamil itu harus makan yang bernutrisi tinggi. Malah perlu juga disokong dengan susu dan vitamin. Karena apa yang dimakan ibunya, itu yang dimakan janin."Bu Dokter langsung memberi intruksi. "Sus, siapkan suntik pematangan paru. Jaga-jaga kalau bayinya lahir," ujar Bu Dokter pada asistennya. "Baik, Dok."Suasana menjadi tegang. Bu Dokter kembali melihat layar. "Denyut jantung janin masih bagus. Saya akan bantu su
"Apa?!" Suara Fadli agak ketus. Sebab, dia sedang merasa diganggu saat menatap mantan istrinya yang begitu sangat cantik jelita. "Perutku sakit sekali, Mas. Sakit sekali.""Sakit gimana maksudmu?""Ya sakit. Cekat cekit. Ta-taapi sekarang sudah hilang," lirih Nilam. "Kamu pasti shock melihat mantan suami kamu yang sekarang jadi anak konglomerat, kan? Perempuan matre kayak kamu pasti nyesel banget."Mendengar ucapan suaminya, Nilam hanya memandang sinis. Ia ingin menimpali tapi kembali lagi rasa sakit di perutnya menyerang. Sejenak dia bergeming. Ada apa ini? Apakah sudah waktunya dia melahirkan? Usia kandungannya baru lima bulan jalan enam. Dia tidak mau memiliki bayi yang tidak normal. Usaha dan perjuangannya sudah sangat jauh untuk janinnya. Nilam berusaha bernapas dengan teratur. "Ayo! Kita ucapkan selamat atas kemenangan mereka dan kekalahan pada kita, Nilam," lirih Fadli dari hatinya paling dalam. Nilam bergeming. "Ayo kita naik! Biar cepat makan!" seru Bu Sita. "Ayo, Nila
"Jadi gimana, Fadli, kamu mau datang tidak ke acara resepsi mantan istrimu?"Fadli hanya diam. Benar-benar diam. "Biar kita berangkat bareng pake mobil. Mama akan sewa mobil khusus biar kelihatan mewah, sesuai dengan pesta yang akan kita datangi. Nanti kamu yang bayar tapi ya."Wuuushhh! Undangan tebal dan berbingkai ukiran timbul berwarna emas itu melayang dan jatuh. "Cukup ya, Ma! Cukup! Aku muak mendengar Mama yang mau terlihat hidup hedon padahal modal pun tak ada. Mama itu seperti sedang memerasku! Mama belum sadar-sadar juga? Seberapa besar dan banyak akibat yang ditimbulkan oleh Mama! Mama yang jadi ibuku yang menyebabkan aku sampai cerai dari Qirani!""Loh, kok kamu jadi ngegas, Fadli? Mama cuman kasih tawaran aja. Masa sekedar sewa mobil kamu gak mampu?! Kan uang dari Pak Wahyu sampai 75 juta. Janganlah kikir banget!""Kikir?! Ya! Aku kikir dan pelit memang! Ini semua karena ajaran dari Mama! Mama yang suruh aku pelit kikir pada Qirani sehingga dia sampai gak betah jadi is
"Ini gaes, kakak sepupu aku ternyata langsung akad nikah gaes. Sekarang nih! Pantengin ya!"Nilam langsung menelan salivanya berdebar. Mantan suaminya akan akad nikah, sungguh luar biasa gejolak batin Nilamsari. "Assalamu'alaikum!"Deegh! Sampai gugup tangan Nilam memegang hp karena terkejut. "Waalaikumsalam, Bang.""Kenapa mukamu tegang begitu?" tanya Fadli yang baru pulang dari kantor. "Ooh iya, Bang. Gak kok. Aku buatin kopi?""Gak usah. Aku mau langsung mandi aja."Nilam diam dan itu membuat Fadli jadi penasaran. "Ada apa di hp itu?""Nonton ... nonton vidio pernikahan Qirani dan mantan suamiku, Bang.""Qiran?! Nikah hari ini?!!!"Fadli terkejut luar biasa. Dia langsung meraih ponsel Nilam. 'Aku tak mau shock sendirian, Bang. Sama-sama mampuslah kita. Kamu kira aku gak tahu, kamu masih sering merindukan mantan istrimu itu' batin Nilam bersamaan dengan detak jantungnya mulai stabil. Terkadang Nilam heran dengan dirinya sendiri, begitu takut Fadli menceraikannya. Demi janinny
Sudah banyak orang berkumpul karena penasaran dengan acara lamaran Qiran. Antara percaya dan tidak percaya jika benar Zulkifli yang akan datang bersama keluarganya. Memangnya siapa keluarga Zulkifli? Siapa keluarga Ningsih? Semua orang tahu, mereka adalah petani. Bahkan puluhan tahun yang lalu, mereka disuruh-suruh menjadi buruh di sawah. "Menurutmu, ucapan Mbak Nurul kemarin benar gak sih?""Ya gak percaya sih, Mbak Nurul bisa saja berkelit untuk menutupi calon yang sebenarnya. Aku tak percaya juga kalau sekarang Kipli sama ibunya jadi orang kaya," jawab Bu Nanik. "Lah iya, ada dua apa tiga minggu yang lalu, Ningsih masih jemur padi," sambut yang lain. "Itu dah. Mungkin Nurul lagi sinting," tambah bu Tatik. "Terus Ningsih di mana sekarang? Sepi aja rumahnya tadi aku lewat. Apalagi ini kan acara gengnya, kok tak nampak dia?""Pergi ke desa sebelah, kerja panen padi kali."Yang lain pun ikut mengangguk seperti mengiyakan. Terlihat Bu Nurul sudah rapi dandanannya dengan gamis coklat
"Mana uangnya?" tanya Joger. "Mana temanmu yang lain?" tanya Zulkifli berbalik, membuang asap rokoknya yang baru dia nyalakan. Joger ditemani seorang laki-laki bertato. "Buat apa? Serahkan saja uangnya. Kami terburu-buru.""Jadi kalian hanya berdua?!"Zulkifli melepaskan rokoknya di dekat telapak kaki lalu dilumatkannya dengan sekali giling. Ia menatap kaki kirinya yang sedang berputar. "Ya. Hanya kami berdua. Apa masalahnya? Dari tadi kamu mengulur waktuku."Buuuuughhhh! Zulkifli langsung melayangkan tinjunya di wajah Joger. Tersungkur jatuh pria itu ke tanah kering berbukit. Teman Joger langsung sigap menendang Zulkifli namun kaki Zulkifli begitu kokoh. Hanya mundur saja tidak sampai jatuh. Justru ia berbalik menyerang dengan memutar tubuhnya lalu menendang bahu pria itu. Pria itu langsung jatuh. Ia kembali bangun dan melayangkan tinjunya. Zulkifli menunduk lalu secepat kilat memukul punggung lawannya hingga tersungkur membungkuk. Zulkifli langsung mengangkat kakinya lalu mengha